Mesir Bergolak, 6.000 WNI Dipantau

Kalina

Moderator
Kebanyakan adalah mahasiswa. Belum ada dari mereka yang terkena dampak kerusuhan

Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Mesir memantau keberadaan sekitar enam ribu warga negara Indonesia (WNI) di tengah pergolakan yang berlangsung selama beberapa hari terakhir di negara itu. KBRI juga telah membuka nomor telepon siaga (hotline) bila ada warga yang merasa keamanannya terancam dan butuh bantuan evakuasi.

Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia dari Kementrian Luar Negeri, Tatang Boedi Utama Razak, mengatakan bahwa menurut laporan yang diterimanya dari KBRI Kairo, belum ada WNI yang menjadi korban maupun terlibat kerusuhan menyusul demonstrasi menuntut mundur Presiden Mesir, Hosni Mubarak.

“WNI di Mesir ada 6000-an orang, kebanyakan adalah mahasiswa. Belum ada dari mereka yang terkena dampak kerusuhan,” ujar Tatang saat ditelepon VIVAnews, Kamis 27 Januari 2011.

Tatang juga mengatakan bahwa situasi yang terjadi di Kairo dan beberapa tempat di Mesir masih tergolong aman dan tidak memerlukan evakuasi WNI seperti di Tunisia. KBRI Kairo, ujar Tatang, telah menghimbau WNI untuk menjauhi daerah kerusuhan.

“KBRI melalui tokoh-tokoh masyarakat telah menyampaikan kepada para WNI untuk menghindari tempat-tempat rawan. Kami juga telah membuka hotline bagi para WNI yang memerlukan bantuan,” ujar Tatang.

Aksi Selasa kemarin merupakan demonstrasi terbesar di Mesir dalam beberapa tahun terakhir sebagai bentuk kemarahan masyarakat terhadap rezim otoriter Presiden Hosni Mubarak karena tidak mampu mengatasi krisis naiknya harga kebutuhan pokok dan tingginya pengangguran.

Para demonstran juga menginginkan agar parlemen mengesahkan undang-undang baru agar seorang presiden tidak boleh memimpin lebih dari dua periode berturut-turut. Selain itu, para demonstran juga mendesak Menteri Dalam Negeri Habib al-Adly segera mundur dari jabatannya.

VivaNews
 
setelah tunisia sekarang giliran mesir bergejolak nanti negara muslim mana lagi yang akan bergolak
 
Last edited:
Ekstrim!! Aksi Protes Bakar Diri di Mesir

Dua orang membakar diri di Mesir pada Selasa, sehingga tercatat 10 kejadian serupa di negara Arab, termasuk seorang warga Tunisia yang telah memicu tindakan revolusioner tersebut. Pejabat keamanan Mesir mengatakan seorang lelaki pengangguran berusia 25 tahun yang menderita penyakit jiwa menyulutkan diri di utara kota Alexandria pada Selasa, menyebabkan luka bakar tingkat tiga.

Aksi-Bakar-Diri-di-Mesir-6.jpg


Lelaki lain membakar diri di luar kantor pemerintah Mesir di Kairo, menurut laporan pejabat pada Selasa pagi. Ia hanya menderita luka ringan dan dibawa ke rumah sakit. Kedua insiden tersebut sama dengan kejadian di Kairo Senin saat seorang pria menyiram tubuhnya dengan bensin lalu membakar diri di tengah jalan ramai, di depan Balai Rakyat.

Ia sedang dirawat di rumah sakit namun diperkirakan akan keluar dalam satu atau dua hari, kata beberapa pejabat. Polisi Mesir mengatakan pada Selasa mereka juga menahan seorang yang sedang membawa jerigen berisi bensin di dekat gedung parlemen di Kairo karena dikira akan membakar diri.

Protes membara itu bermula di Tunisia pada 17 Desember lalu saat Mohamed Bouazizi, 26 tahun, membakar diri. Kematiannya memulai pergolakan dalam negeri dan menyebabkan pengusiran Presiden Zine El Abidine Ben Ali dari Tunisia setelah 23 tahun berkuasa. Sejak itu, ada sembilan insiden lain, yang diperkirakan sebagai usaha peniruan bunuh diri.

Aksi-Bakar-Diri-di-Mesir-1.jpg


Lima insiden unjuk rasa berapi setelah itu terjadi di Aljazair yang juga menjadi lokasi protes berdarah karena meningkatnya harga dasar ditambah dengan masalah pengangguran. Lelaki pengangguran berusia 36 tahun yang membakar diri di wilayah El Oued, dekat perbatasan Aljazair dan Tunisia, merupakan kasus terakhir yang terjadi di negara utara Afrika, menurut laporan surat kabar Aljazair.

Usaha peniruan lain juga terjadi di Mauritania, saat seorang lelaki membakar diri di luar kantor kepresidenan di ibu kota Nouakchott. Pengusiran orang nomer satu Tunisia, Ben Ali, telah membuat tidak nyaman banyak negara di Timur Tengah karena situasi yang terjadi, bersamaan dengan sejumlah kelompok oposisi yang berusaha mengambil kesempatan akan pergolakan negara itu.

Aksi-Bakar-Diri-di-Mesir-2.jpg


Tetapi Menteri Luar Negeri Mesir Ahmed Abul Gheit pada Ahad telah menganggap remeh ketakutan akan perlawanan “gaya Tunisia” itu kepada negara Arab lainnya, dengan menyatakan “tidak masuk akal.”(ach/ant)

Aksi-Bakar-Diri-di-Mesir-5.jpg


Aksi-Bakar-Diri-di-Mesir-3.jpg


Aksi-Bakar-Diri-di-Mesir-4.jpg


sumber :http://unik13.info/2011/01/ekstrim-self-immolation-aksi-protes-bakar-diri-di-mesir-foto-ekstrim/
 
AS Berada di Balik Pergolakan Mesir
Penulis: Jimmy Hitipeuw | Editor: Jimmy Hitipeuw
Minggu, 30 Januari 2011 | 09:55 WIB


0952576620X310.jpg


KOMPAS.com - Kedutaan Besar AS di Kairo turut membantu seorang pembangkang muda untuk menghadiri sebuah konferensi yang didukung oleh AS di New York. Kedutaan Besar AS di Kairo juga dilaporkan menjaga kerahasiaan identitas pembangkang itu dari kepolisian Mesir.

Saat dalam perjalanan pulang ke Kairo pada Desember 2008, aktivis Mesir ini menjelaskan kepada beberapa diplomat AS bahwa sebuah aliansi kelompok oposisi telah menyusun rencana untuk menggulingkan Presiden Hosni Mubarak dan mendirikan pemerintahan yang demokratis di Mesir pada tahun 2011.

Pembangkang tersebut telah diringkus oleh personel keamanan Mesir sehubungan dengan keterlibatannya dalam beberapa aksi unjuk rasa. Identitas aktivis ini juga masih dijaga kerahasiaannya oleh The Daily Telegraph.

Krisis politik bergejolak di Mesir setelah berlangsung aksi penggulingan kekuasaan Presiden Tunisia Zine al-Abedine Ben Ali yang telah melarikan diri dari negaranya menyusul meluasnya aksi unjuk rasa untuk menuntut pengunduran dirinya.

Sumber: Kompas

-dipi-
 
Militer Tentukan Masa Depan Mesir
Editor: Jimmy Hitipeuw
Minggu, 30 Januari 2011 | 10:03 WIB

KOMPAS.com - Militer secara de facto kini mengontrol Mesir. Tank dan kendaraan lapis baja militer dalam jumlah besar bertengger di sekitar gedung-gedung strategis, seperti gedung televisi dan radio, Gedung Kementerian Luar Negeri, Museum Nasional, gedung parlemen, serta alun-alun Tahrir dan Ramses. Tank dan kendaraan lapis baja militer juga ditempatkan di tempat-tempat strategis di kota Alexandria dan Suez.

Kehadiran militer secara mencolok di jalan-jalan kota Kairo, Suez, dan Alexandria itu memenuhi permintaan Presiden Hosni Mubarak agar militer ikut turun tangan bekerja sama dengan aparat keamanan dalam menghadapi para pengunjuk rasa.

Peran militer itu semakin kuat setelah Presiden Mubarak mengumumkan jam malam dari pukul 18.00 hingga pukul 07.00 di seantero negeri Mesir. Helikopter militer terbang rendah di atas kota Kairo pada malam hari, mengontrol jalannya jam malam itu.

Sejak Revolusi 1952 yang mengubah dari sistem monarki ke sistem republik di Mesir, militer telah dua kali turun tangan mengembalikan keamanan dan sekaligus menyelamatkan rezim yang memerintah Mesir.

Dari dua kali itu, pertama, ketika meletus intifadah roti tahun 1977 pada era Presiden Anwar Sadat. Pemerintah saat itu menaikkan harga roti yang menjadi makanan pokok rakyat Mesir. Rakyat secara spontanitas menggelar unjuk rasa di seantero Mesir. Militer turun tangan mengembalikan keamanan dan pemerintah akhirnya menurunkan harga roti. Rakyat kembali tenang.

Kedua, ketika satuan keamanan antihuru-hara memberontak tahun 1986 pada era Presiden Hosni Mubarak. Saat itu Mubarak meminta militer turun tangan menghadapi satuan keamanan antihuru-hara itu.

Kini, Mubarak kembali meminta militer turun tangan menghadapi aksi unjuk rasa luas yang berkobar sejak Selasa (25/1/2011). Namun, kondisi Mesir saat ini berbeda jauh dibandingkan tahun 1977 dan 1986.

Saat ini, isu reformasi sosial, politik, dan ekonomi menjadi wacana kuat di dunia Arab, termasuk Mesir, khususnya pasca-berhasilnya ”Revolusi Tunisia” yang menumbangkan rezim kuat Presiden Zein al-Abidine Ben Ali. Rakyat kini sudah tidak sabar lagi menunggu janji-janji surga pemerintah akan perbaikan kondisi politik dan ekonomi setelah menyadari dan mengetahui seorang pedagang asongan di Tunisia, Mohamed Bouazizi, mampu memicu revolusi yang ”sukses” di negaranya.

Pakar politik dari kajian politik dan strategi Al Ahram, Amr Shubaki, mengatakan, faktor buruknya kondisi ekonomi dan hasil pemilu legislatif November di Mesir yang mengecewakan, dengan adanya manipulasi luar biasa, membantu meletusnya intifadah (letupan) rakyat di Mesir.

Itulah yang kini menggerakkan para pemuda Mesir tanpa dipandu seorang tokoh, atau kekuatan politik tertentu dengan segala latar belakang ideologinya, turun jalan meniru gaya perjuangan para pemuda Tunisia.

Mereka mengusung isu yang sama, yaitu kemiskinan, pengangguran, kehilangan harapan masa depan, ketertutupan politik, tiadanya kebebasan, dan manipulasi pemilu.

Kondisi buruk semacam itulah yang kini ditemui generasi baru di dunia Arab, termasuk Mesir. Maka, tidak heran bila mereka yang turun ke jalan adalah para pemuda berusia 17 tahunan hingga 30 tahun.

Di Mesir, para pemuda itu sejak lahir hingga remaja hanya mengenal Hosni Mubarak sebagai presiden. Korban terbesar akibat kondisi ekonomi dan politik yang buruk itu adalah para pemuda atau generasi muda yang tumbuh berkembang di era internet ini. Mereka menjadi putus asa dan kehilangan harapan masa depan.

Teknologi internet dengan sistem jejaring sosial, seperti Facebook dan Twitter, membuat para pemuda segera mengetahui dan menyadari kondisi sulit yang dialami.

Sekitar 40 persen dari 80 juta jiwa penduduk Mesir disinyalir hanya berpendapatan kurang dari 2 dollar AS per hari. Terinspirasi ”Revolusi Tunisia”, para pemuda Mesir kini tidak takut lagi terhadap sikap represif aparat keamanan yang biasa mereka temui sebelum ini.

Pada intifadah Selasa, dan kemudian berlanjut pada intifadah besar Jumat (28/1/2011), para pemuda Mesir berhasil memenangi pertarungan dengan aparat keamanan. Di beberapa tempat di kota Kairo, aparat keamanan terpaksa mundur menghadapi ratusan ribu pemuda. Bahkan, di kota Alexandria, polisi dan aparat keamanan lari tunggang langgang, gentar menghadapi massa yang berjumlah 500.000 orang yang sebagian besar para pemuda.

Para polisi dan aparat keamanan hanya termangu-mangu melihat kantor dan kendaraan polisi dibakar massa di beberapa tempat di kota Kairo, Alexandria, Suez, Tanta, Mansura, dan kota-kota lain di Mesir.

Para polisi dan aparat keamanan juga tidak bisa berbuat apa-apa ketika massa membakar kantor partai berkuasa di Mesir, Partai Nasional Demokrasi (NDP), di kota Kairo dan kota-kota lain di Mesir. Bahkan, massa membakar pula toko-toko dan sebagian bank yang diketahui tokoh NDP memiliki saham terbesar.

Akhirnya terjadilah penjarahan di mana-mana. Di sini posisi Mubarak mulai terjepit. Tidak ada pilihan lain bagi Mubarak kecuali minta bantuan militer turun tangan. Mubarak juga membubarkan pemerintahan pimpinan Perdana Menteri Ahmed Nadhes untuk menyelamatkan muka rezim di mata opini umum Mesir.

Namun, keterlibatan langsung militer mengembalikan keamanan dan ketertiban di seantero negeri Mesir kali ini menimbulkan spekulasi tentang masa depan rezim Mubarak.

Jika gerakan massa besar terus berlanjut di Mesir tanpa terkendali lagi, seperti yang terjadi di Tunisia, apakah sikap militer Mesir akan meniru militer Tunisia?

Ada tiga skenario yang bisa diambil militer Mesir. Pertama, militer mengambil alih kekuasaan langsung yang sekarang secara de facto sudah berada di tangan mereka.

Kedua, militer meminta Mubarak mundur untuk membuka jalan ke arah demokrasi di Mesir dan menyerahkan kekuasaan kepada pemerintahan transisi sipil, seperti yang terjadi di Tunisia saat ini.

Ketiga, militer mempertahankan rezim Mubarak dengan transaksi politik tertentu seperti Mubarak harus membuka keran demokrasi dan memenuhi tuntutan rakyat, seperti reformasi sosial dan ekonomi untuk mengatasi pengangguran dan kemiskinan. Mubarak juga diminta tidak mencalonkan lagi dalam pemilu presiden di Mesir pada September tahun ini. Mubarak juga diminta tidak mewariskan kekuasaan kepada putranya, Gamal Mubarak.

Kini di Mesir, segala sesuatu terpulang kepada sikap militer, persis seperti di Tunisia beberapa pekan lalu. Militer berhasil mengamankan tempat-tempat strategis di Mesir, tetapi sikap politik militer dari tiga pilihan tiga skenario tersebut akan pasti ditentukan sesuai dengan perkembangan di lapangan terkait dengan gerakan massa ke depan.

Revolusi Tunisia butuh waktu hampir satu bulan, dari 17 Desember hingga 14 Januari, untuk memaksa militer meminta Presiden Ben Ali mundur. Kini, berapa lama yang dibutuhkan gerakan massa di Mesir untuk membuat militer memaksa mengambil satu dari tiga pilihan itu?

Apa pun pilihan militer nanti, perubahan di Mesir sudah tidak bisa dihindari lagi. Semua pengamat yang memberi komentar di televisi Mesir sepakat, reformasi politik dan ekonomi harus segera dilakukan.

Bahkan, ada yang meminta digelar pemilu baru yang bebas dan transparan di Mesir. Masyarakat internasional pun, seperti Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton, mengatakan, Mesir segera melakukan reformasi politik dan ekonomi. Itulah realita baru yang dihadapi rezim Mubarak saat ini.

sumber: Kompas


-dipi-
 
RIBUAN NARAPIDANA KABUR DARI PENJARA MESIR....!!!!!!!!

Ribuan Narapidana Kabur Dari Penjara Mesir
Antara
Antara - Senin, 31 Januari


Kairo (ANTARA/AFP) - Ribuan narapidana melarikan diri dari fasilitas penjara Wadi Natrun, di utara ibu kota Kairo, kata seorang pejabat keamanan Ahad, pada saat kerusuhan anti-pemerintah memasuki hari keenam.

Para narapidana itu membuat kewalahan para penjaga pada malam hari, keluar dari fasilitas penjara yang banyak menjebloskan para tahanan politik Islam, dan tumpah ruah ke kota-kota dan desa di dekatnya, pada saat kerusuhan nasional yang menuntut berakhirnya rezim namun menimbulkan penjarahan-penjarahan.

Keamanan terus diperketat, meskipun Presiden Hozni Mubarak telah membubarkan kabinet dan mengumumkan dipilihnya wakil presiden baru dan perdana menteri baru, namun unjukrasa masih marak.

Lebih dari 10 pemrotes tewas dalam bentrokan dengan polisi di dekat gedung Kementerian Dalam Negeri Mesir di Kairo pada Ahad pagi, menurut laporan Al Jazeera.

Sekelompok pengunjuk rasa berusaha menyerbu memasuki bangunan itu, yang terletak di pusat ibukota Mesir, memaksa polisi untuk melepaskan tembakan, kata saluran TV itu.

Di Kantor Gubernur Faiyum, yang terletak sekitar 81 mil (130 kilometer) sebelah barat daya Kairo, orang bersenjata tak dikenal menembak mati kepala sebuah penjara lokal, membebaskan beberapa ratus tahanan, kata Al Jazeera.

Aksi protes anti-pemerintah terus berlanjut untuk hari kelima pada Sabtu di Mesir dengan kerumunan puluhan ribu orang menuntut Presiden Hosni Mubarak mundur setelah tiga dekade berkuasa.

Sebelumnya, Al Jazeera mengatakan sekitar 100 orang tewas dalam bentrokan dengan polisi di Kairo dan kota-kota Mesir lainnya.

Pada Sabtu, Mubarak membubarkan pemerintahan negara dan menunjuk mantan menteri penerbangan sipil, Ahmed Shafiq, sebagai perdana menteri baru, dan memerintahkan dia untuk membentuk kabinet baru.

Sedikitnya 102 orang telah tewas - 33 di antaranya pada Sabtu saja - dalam lima hari kerusuhan anti-pemerintah di Mesir, kata sumber-sumber keamanan dan medis Minggu.

Lebih dari 10 dilaporkan tewas di sekitar kota Beni Sueif, 140 kilometer (85 mil) di selatan Kairo, menjadikan korban tewas di sana mencapai 22 setelah para pemrotes berusaha membakar sebuah kantor polisi, kata para saksi mata.

Jumlah korban meninggal secara keseluruhan sebelumnya dikatakan 92 orang, sejak aksi protes itu meletus pada Selasa.

Tiga orang lainnya tewas hari Sabtu di Kairo, tiga di Rafah di perbatasan dengan Gaza, dan lima di Ismailia, di tepi barat Terusan Suez.

Pada Jumat, 62 orang tewas, termasuk 35 di Kairo, pada hari dengan jumlah kematian terbesar pada protes-protes yang menuntut perubahan rezim di dunia Arab yang paling padat penduduknya itu.

Tujuh orang tewas antara Selasa dan Rabu di Kairo dan di Suez, di tengah protes yang belum pernah terjadi sebelumnya, menuntut penyingkiran Presiden Hosni Mubarak yang telah berkuasa selama 30 tahun.

Beberapa ribu orang juga dilaporkan terluka pada pekan ini.

Sementara itu para pejabat Kedutaan Besar Republik Indonesia di Kairo menyatakan warga negara Indonesia di negara itu aman-aman saja.

Terdapat sekitar 5.000 warga Indonesia tinggal di Mesir, 4.000 di antaranya adalah mahasiswa.

Mereka pada umumnya tinggal di tempat yang jauh dari sasaran aksi demonstrasi.

ANTARA
 
Israel Panik, Dukung Mubarak
Editor: Egidius Patnistik
Selasa, 1 Februari 2011 | 07:39 WIB

1430267620X310.jpg


JERUSALEM, KOMPAS.com - Panik dan dicekam ketakutan akan kemungkinan naiknya rezim anti-Israel di Mesir apabila Presiden Hosni Mubarak terguling, Israel memerintahkan para diplomatnya menggalang dukungan dunia untuk mempertahankan pemerintahan Mubarak.

Dalam laporan yang dimuat harian Hareetz di Israel, Senin (31/1), Kementerian Luar Negeri Israel disebut telah mengirimkan pesan kepada para diplomatnya di luar negeri untuk mengingatkan negara-negara tempat mereka bertugas bahwa mempertahankan stabilitas rezim di Mesir saat ini menjadi kepentingan Barat dan Timur Tengah.

”Untuk itu, kita harus membatasi kritik publik terhadap Presiden Hosni Mubarak,” demikian bunyi pesan diplomatik yang dikirim ke lebih dari selusin kedutaan besar Israel di Amerika Serikat, Kanada, Rusia, China, dan beberapa negara Eropa.

Saat dikonfirmasi oleh Agence France Presse, baik juru bicara Kemlu Israel maupun Kantor Perdana Menteri Israel menolak membenarkan atau menyangkal isi laporan Hareetz itu. Jika laporan tersebut benar, berarti Israel menjadi negara kedua setelah Arab Saudi yang mendukung Mubarak.

Israel hingga saat ini masih berusaha bersikap tenang dan menahan diri untuk tidak berkomentar tentang situasi memanas di Mesir. PM Benjamin Netanyahu, Minggu, memerintahkan para menterinya untuk tidak berkomentar soal Mesir secara terbuka.

Namun, di balik ketenangan sikap Israel itu tersimpan ketakutan yang sangat besar. Berita-berita utama koran di Israel, Minggu pagi, menyiratkan ketakutan itu dengan judul-judul, seperti ”Langkah Mundur 30 Tahun”, ”Yang Menakutkan Kita”, dan ”Sendirian”.

Sejak menjadi negara Arab pertama yang menandatangani perjanjian damai dengan Israel pada 1979, Mesir menjadi satu-satunya ”sekutu” Israel di kawasan Timur Tengah.

”Mesir dan Israel punya kepentingan strategis yang sama. Untuk mengatakan mereka sekutu, sepertinya terlalu berlebihan. Namun, paling tidak, kedua negara itu tak saling berperang,” tutur Shlomo Avineri, pakar politik dari Hebrew University, Israel.

Avineri menambahkan, Mesir adalah negara kekuatan utama di dunia Arab. ”Tidak ada negara (Arab) lain yang akan berperang (melawan Israel) tanpa melibatkan Mesir,” tutur dia.

Para pejabat pertahanan Israel pun dikabarkan mulai mempertimbangkan menggeser konsentrasi kekuatan militer mereka ke arah perbatasan Mesir di selatan.

Mesir, selain terikat perjanjian damai, membantu menekan Hamas di perbatasan Gaza, mendukung proses perdamaian Israel- Palestina, dan ikut menghalangi ambisi Iran, juga memasok 40 persen kebutuhan gas alam Israel.

Merusak perdamaian Mantan Duta Besar Israel untuk Mesir, Eli Shaked, mengatakan, jika rezim Mubarak betul-betul tumbang, siapa pun yang berkuasa di Mesir setelah itu akan merusak perdamaian Mesir-Israel. ”Satu-satunya pihak yang mendukung perdamaian hanya orang-orang di lingkaran dalam Mubarak,” tulis Shaked dalam artikel di harian Yedioth Ahronoth.

Ketakutan utama Israel adalah apabila golongan Islam fundamentalis, seperti Ikhwanul Muslimin, berkuasa di Mesir pasca-Mubarak. ”Dalam situasi kaos seperti ini, kelompok-kelompok seperti Ikhwanul Muslimin diuntungkan karena mereka paling terorganisasi dan memiliki tujuan pasti,” tutur pakar Timur Tengah dari Haifa University, Benjamin Miller.

Berbagai kalangan di Israel juga menyayangkan sikap Presiden AS Barack Obama dan para pemimpin negara-negara Eropa yang seolah meninggalkan Mubarak di tengah krisis. Harian Ma’ariv memuat artikel berjudul ”Paman Sam Menembak dari Belakang”.

Pejabat tinggi Israel, yang dikutip Hareetz, menyebut orang- orang Amerika dan Eropa terhanyut dalam opini publik dan tidak mempertimbangkan kepentingan Barat yang sejati.

”Meski bersikap kritis terhadap Mubarak, mereka harus membuat teman mereka merasa tidak ditinggal sendirian. Jordania dan Arab Saudi melihat bagaimana semua orang (di Barat) meninggalkan Mubarak dan itu akan menimbulkan implikasi serius,” tutur pejabat tersebut.(AFP/Reuters/TIME.com/DHF)

Sumber: Kompas


-dipi-
 
Revolusi Mesir
Militer Mesir Berbalik Dukung Rakyat
Editor: yuli
Selasa, 1 Februari 2011 | 04:25 WIB

0424254620X310.jpg


KAIRO, KOMPAS.com — Pendulum politik di Mesir berubah. Pihak militer yang semula pro status quo, kini berbalik menyokong gerakan kaum revolusioner yang hendak menggulingkan pemerintahan Hosni Mubarak.

Pihak militer dalam sebuah pernyataannya, Senin (31/1/2011), menyebutkan, tuntutan rakyat Mesir "sah". Mereka pun berjanji tidak akan menumpas protes massal anti-pemerintah yang dijadwalkan berlangsung Selasa (1/2/2011).

"Bagi bangsa besar Mesir, angkatan bersenjata Anda, yang mengakui hak-hak sah rakyat... tidak menggunakan dan tidak akan menggunakan kekerasan terhadap rakyat Mesir," kata militer dalam sebuah pernyataan.

Seorang juru bicara mliter yang dikutip televisi pemerintah Mesir dan kantor berita resmi MENA menambahkan, kebebasan berpendapat yang damai dijamin bagi semuanya.

"Kebebasan berpendapat dengan cara-cara damai merupakan hak setiap orang. Angkatan besenjata menyadari dan mengakui tuntutan sah rakyat yang terhormat," katanya.

"Keberadaan angkatan bersenjata di jalan untuk kebaikan Anda dan demi keselamatan dan keamanan Anda, dan mereka tidak akan menggunakan kekerasan terhadap bangsa besar ini," katanya.

Analis politik Diaa Rashwan mengatakan, "Ini berarti militer kini memegang kendali." Senin, hari ketujuh protes, demonstran memadati pusat kota Kairo untuk menolak pemerintah yang dibentuk Mubarak dalam tantangan terbesar atas kekuasaannya selama tiga dasawarsa.

Penyelenggara mengumumkan pemogokan umum tanpa batas waktu dan berjanji mengadakan "pawai sejuta orang" di Ibu Kota Mesir itu pada Selasa, dan di kota kedua Iskandariyah, setelah sepekan pergolakan yang menewaskan sedikitnya 125 orang dan melukai ribuan lain.

Minggu, sejumlah helikopter dan jet tempur angkatan udara Mesir terbang rendah di Kairo, sementara truk-truk pasukan tambahan terlihat di lapangan pusat, tempat pemrotes menuntut diakhirinya kekuasaan Mubarak.

Itu merupakan unjuk kekuatan militer terakhir Minggu dalam upaya yang tampaknya untuk mendesak pemrotes kembali ke rumah mereka sebelum berlakunya jam malam.

Tank-tank ditempatkan di lapangan tersebut sejak Jumat ketika pasukan militer dikirim ke jalan untuk melakukan pengamanan setelah demonstrasi dan kerusuhan anti-pemerintah selama beberapa hari.

Para aktivis muda pro-demokrasi Mesir yang menuntut pelengseran Mubarak diilhami oleh pemberontakan yang menggulingkan Presiden Tunisia Zine El Abidine Ben Ali pada bulan ini.

Ben Ali meninggalkan negaranya pertengahan Januari setelah berkuasa 23 tahun meski ia telah menyatakan tidak akan mengupayakan perpanjangan masa jabatan setelah 2014. Ia dikabarkan berada di Arab Saudi.

Ia dan istrinya serta anggota lain keluarganya kini menjadi buronan dan Tunisia telah meminta bantuan Interpol untuk menangkap mereka.


sumber: kompas


-dipi-
 
Akses Internet Mesir Berhenti

Akses Internet Mesir Berhenti​


WASHINGTON
Penyedia layanan internet terakhir yang masih beroperasi di Mesir, Noor Group, tutup pada Senin (31/1 ) waktu setempat atau kemarin WIB. Akibatnya, negara yang sedang dilanda krisis itu benar-benar offline dan terputus dari dunia maya.
Renesys, perusahaan berbasis New Hampshire,

Renesys, perusahaan berbasis New Hampshire, Amerika Serikat(AS),,yang memonitar data internet mengungkapkan, jaringan Noor mulai menghilang dari internet sekitar pukul 20.46 GMT (03.46 W1B kemarin). “Mereka benar-benar tidak ada pada saat ini,” ujar Wakil Presiden dan General Manager Renesys Earl Zmijewski.

Empat peniedia layanan internet utama Mesir—Link Egypt, Vodafone/Raya, Telecom Egypt, dan Etisalat Misr—memutus akses internasional mereka kepada pelanggan pada Kamis (27/1). Akibatnya, Noor Group menjadi satu-satunya penyedia layanan internet yang masih aktif di Mesir

Sumber : koran sindo - AFP/alvin
 
sejarah mesir memang tak terlepas dari kudeta
Hampir semua pemimpinnya menduduki tahta hasil kudeta. Husni mubarakpun jd presiden itu hasil kudeta
 
Husni Mubarak, Pemimpin Militer yang Digoyang Kekuatan Sipil

RMOL. Negeri seribu menara terus membara. Sudah lebih dari 100 demonstran tewas ketika bentrok dengan aparat keamanan. Nampaknya Mesir akan terus bergolak hingga tuntutan mereka terpenuhi: Husni Mubarak mundur!
Husni Mubarak sudah menjadi Presiden Mesir sejak tahun 1981. Pria kelahiran 4 Mei 1928 ini adalah lulusan Akademi Militer Mesir pada 1949. Pada tahun 1950 ia bergabung dengan Akademi Angkatan Udara dan kembali meraih gelar Bachelor's Degree untuk Pengetahuan Aviation. Tahun 1964, Mubarak diangkat sebagai Kepala Delegasi Militer Mesir untuk USSR. Di saat yang sama, ia menjadi Komandan Pangkalan Udara Barat Kairo.

Pada tahun 1968, Mubarak menduduki posisi sebagai Direktur Akademi Angkatan
Udara dan pada tahun 1969 ia menjabat Kepala Staf Angkatan Udara dan Komandan Angkatan Udara.
Karir politiknya semakin kokoh setelah menjadi Wakil Menteri Peperangan pada 1972. Setelah itu, pada tahun 1975, Wakil Presiden Republik Arab Mesir digenggamnya. Pada 1979, ia menjabat Wakil-Presiden Partai Demokratik Nasional (NDP). Tahun ini juga, Mesir menjadi negara Arab pertama yang bersedia berdamai dengan Israel.
Mubarak berhasil mengambil alih pemerintahan Mesir setelah kelompok Islamis menembak mati Anwar Sadat, pada parade militer pada 6 Oktober 1981. Saat itu
juga, 1981, Mubarak langsung menjabat sebagai Presiden Republik Arab Mesir. Setelah itu, kursi Presiden Mesir terus diduduki Mubarak hingga saat ini.

Di luar kekuasaannya, Mubarak menikahi Suzanne dan memperoleh dua anak, yaitu Alaa dan Gamal. Gamal, sebelum kerusuhan terjadi, disebut-sebut sebagai calon penerus tahta Mubarak.
Rencana pengangkatan "putera mahkota" ini juga tentu saja banyak ditolak publik. Bagaimanapun rakyat tahu, kepemimpinan pria bernama lengkap Muhammad Husni Sayyid Mubarak ini, diwarnai banyak skandal, juga otoritarianisme. Di era Husni, ribuan orang ditahan tanpa proses pengadilan.
 
Back
Top