Politik LN-RI Dapat Dinilai Tak Bebas Aktif Lagi Akibat Sikap Presiden

nurcahyo

New member
Politik LN-RI Dapat Dinilai Tak Bebas Aktif Lagi Akibat Sikap Presiden

Kapanlagi.com - Kesan masyarakat internasional atas sikap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terhadap masalah Irak sebagaimana disampaikannya kepada Presiden George W Bush, bisa mendapat penilaian mulai tidak bebas aktifnya posisi politik luar negeri RI.

Pendapat ini mengemuka dari Kenly Poluan, Mantan Ketua Umum Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (PP-GMKI) periode 2004-2006 dalam suatu perbincangan khusus di Jakarta, Rabu (22/11).

Anggota Komisi HAM World Student Christian Federation (WSCF) Wilayah Asia Pasifik ini menguraikan, sesungguhnya ada dua konteks yang perlu diperhatikan sebelum memberikan pernyataan mengenai problematik Irak.

"Pertama, masalah Irak adalah salah satu yang merepresentasi dari menguatnya segregasi dan konflik dunia yang sangat kompleks, utamanya untuk penguasaan sumber-sumber ekonomi dunia," katanya.

Dalam hal ini, Kenly Poluan menunjuk adanya posisi berhadap-hadapan antara "Barat" (AS) versus "Dunia Islam". Lalu, ada Barat versus Timur Tengah. Kemudian Negara Maju (AS) versus Negara Berkembang (termasuk Amerika Latin dan Indonesia).

Kalau didasari dari konteks itu (sebagai alat analisis), demikian Kenly Poluan, secara normatik posisi politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif tidak cocok lagi digunakan sebagai pendekatan diplomasi internasional.

Menurut mahasiswa Pasca Sarjana Program Studi Politik di UI ini, Indonesia merupakan anggota Federasi Negara-negara Islam dan merepresentasi negara yang punya resourses kaya, tetapi tetap miskin.

"Juga ada realitas, kebijakan nasionalnya selalu didikte, punya utang banyak dan kekayaannya dieksploitasi dengan serampangan oleh Barat (AS)," ujarnya sembari menunjuk sikap Presiden Yudhoyono kepada Bush di Bogor, Senin lalu.

Artinya, kata Kenly Poluan, kalau soal Irak dianggap sebagai "salah satu negara yang berada pada spektrum dunia Islam seperti yang diklaim beberapa kalangan", posisi politik luar negeri Indonesia telah terjebak pada dimensi berhadap-hadapan dengan AS.

"Yakni, berada di posisi dunia Islam dan negara dunia ketiga yang selalu didikte," katanya.

Konteks kedua, menurut Kenly Poluan, sikap dan sekaligus permintaan Susilo Bambang Yudhoyono soal Irak itu normatif dan bisa dipahami dalam konteks visi, kedirian, posisi dan kewenangan PBB, keberpihakan pada HAM dan mendorong stabilitas kawasan Asia (Timur Tengah).

"Terhadap DPR, tentu wajib diberi penjelasan oleh Presiden RI dan DPR (dalam hal ini Komisi I) meminta penjelasan resmi," kata Kenly Poluan.
 
Back
Top