PAN: Pemerintah Tidak Boleh Main-Main Dengan Natuna Saat Bertemu Bush

nurcahyo

New member
PAN: Pemerintah Tidak Boleh Main-Main Dengan Natuna Saat Bertemu Bush

Kapanlagi.com - Ketua DPP PAN Hakam Naja mengingatkan pemerintah agar tidak main-main dengan kontrak kekayaan alam gas di Natuna yang saat ini dikuasai Exxon dan politisi-politisi di DPR siap mengambil langkah politis yang keras apabila negosiasi tentang hal itu merugikan rakyat.

"Dulu ketika Bush datang ke Bali, Blok Cepu terlepas dan sekarang Bush ke Bogor jelas ingin menguasai Natuna," katanya saat dihubungi di Jakarta, Senin.

Menurut dia, Exxon, perusahaan multinasional di bidang pertambangan milik AS, telah mengantongi kontrak karya untuk mengeksplorasi migas di Natuna sejak 1985 dan kontrak itu akan segera berakhir pada 2007.

Blok Alfa di Natuna memiliki kandungan gas hingga 46 triliun kaki kubik.

Selama masa kontrak karya tersebut, katanya lagi, Indonesia hanya mendapatkan devisa dari pembayaran pajak, yang jumlahnya sangat kecil, dan bukan bagi hasil eksplorasi.

"Mereka (exxon) yang selama ini menguasai, biasanya akan memperpanjang terus penguasaan atas ladang-ladang gas itu. Exxon juga terus menunggu naiknya harga gas dan ketika tinggi baru mereka eksplorasi secara besar-besaran," katanya.

Hakam yang juga anggota F-PAN DPR itu mengingatkan bahwa pemerintah harus melakukan negosiasi ulang kontrak karya tersebut atau menyerahkan pengelolaan kepada Pertamina dan bukan negara asing lagi.

Menurut Hakam, apabila kontrak karya Exxon habis dan ternyata pemerintah memperpanjang lagi kontrak itu sesuai dengan yang diinginkan AS, maka DPR siap mengambil langkah politik yang keras kepada Presiden untuk mempertanyakan kebijakan tersebut.

"Pemerintah harus ingat jangan sampai hal-hal yang prinsipil dikalahkan dengan iming-iming dan karenanya harus ada tekanan dari DPR kepada pemerintah karena kejadian seperti ini terus saja berulang-ulang," katanya.

Lebih lanjut Hakam mengatakan bahwa kunjungan Bush ke Bogor itu sudah jelas bukan kunjungan gratis, tapi diplomasi dagang untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dari Indonesia.

Oleh karena itu, ia menambahkan, Presiden Yudhoyono dan stafnya harus pandai-pandai membaca arah pembicaraan dan harus menempatkan kepentingan nasional sebagai prioritas yang paling utama.
 
Back
Top