Jenderal-jenderal Tak Lagi Garang Seperti Dulu !

serigalahitam

New member
Meskipun isu makar dan wacana pemakzulan sudah beberapa kali muncul ke permukaan, pengamat teroris dan intelijen Mardigu W Prasantyo menilai hal itu tak akan terjadi. Sebab harga untuk mengongkosi revolusi menggulingkan sebuah pemerintahan terlalu mahal dan rakyat tak mau membayarnya.


Apalagi, katanya, kondisi jenderal-jenderal yang ada di Tanah Air sekarang ini tidak segarang jenderal-jenderal di masa lalu.



"Semuanya sudah dewasa untuk menyadari konsekuensi revolusi itu terlalu mahal untuk ditebus. Tidak akan ada makar karena dampaknya bukan hanya dirasakan oleh SBY saja tapi oleh kita semua," ujar Mardigu menjawab matanews.com di Jakarta.


Rakyat Indonesia sudah mengalami trauma yang cukup hebat dan membekas di benak masing-masing di tahun 1998 saat melengserkan mantan Presiden Soeharto. Bagi barisan sakit hati yang tidak menyukai pemerintahan SBY, kata Mardigu, menurunkan sang presiden adalah satu-satunya jalan.

Namun, sebagian besar rakyat lainnya yang tidak menyukai cara-cara revolusi, menurutnya, pasti akan berjuang mati-matian agar hal itu tidak terjadi.


Tak hanya itu, untuk menggulingkan presiden butuh usaha ekstra keras, strategi dan persenjataan yang memadai. Dengan kondisi militer di Tanah Air yang tak lagi segarang dulu, Mardigu meragukan akan terjadi makar yang dibekingi oleh jenderal-jenderal anonim.


"Jenderal-jenderal di Indonesia tidak sejago dulu. Lagipula persenjataan kita kurang, sudah 15 tahun kita diembargo Amerika. Kalau pun ada jenderal yang bergerak untuk menjatuhkan SBY, nggak mungkin nggak tercium dan dicegah," tutup Mardigu.


Sebelumnya, Sekjen FUI (Forum Umat Islam) Muhammad al-Khatthath dan Juru Bicara FPI (Front Pembela Islam) Munarman mengancam akan menggulingkan pemerintahan SBY bila membubarkan ormas Islam.

Wacana pembubaran ormas ini bermula saat SBY dalam pidatonya menanggapi bahwa kekerasan terhadap kaum minoritas Ahmadiyah harus segera diusut tuntas oleh kepolisian. Para pelaku harus diusut dan ditangkap, bahkan bila perlu ormas anarkis tersebut dibubarkan.


Tunjuk Hidung Jenderal 'Makar'


Bak bumerang, instruksi Presiden SBY agar ormas anarkis dibubarkan malah berbalik menjadi wacana penggulingan pemerintahan. Bahkan para jenderal yang anti dengan SBY diklaim akan melakukan makar.

Jubir Front Pembela Islam (FPI) Munarman menyatakan akan menghimpun tenaga menggulingkan SBY jika berani membubarkan ormas. FPI akan menjadi Ben Ali Tunisia. Indonesia akan menjadi Mesir. SBY dinilai sudah membelokkan isu Ahmadiyah dan Temanggung menjadi rencana pembubaran ormas.


Sekjen Forum Umat Islam (FUI) Muhammad Al Khaththath meminta agar Ahmadiyah saja yang dibubarkan, kemudian mengaku sudah bertemu dengan para jenderal yang mau menggulingkan SBY.

"Pernyataan itu belum tentu benar, dan itu makar. Sebenarnya tidak perlu dipercayai. Kalau memang benar, harus dihadapi dan dilihat dengan pikiran yang sehat. TNI harus siap menghadapinya," kata pengamat politik UI Maswadi Rauf saat dihubungi di Jakarta, Kamis 11 Februari 2011.


Sementara Jubir Partai Demokrat Ruhut Sitompul menilai wacana penggulingan SBY sebagai tong kosong. Kalaupun memang benar, harus diungkap siapa para jenderal yang hendak melakukan makar tersebut.

"Biasakan kalau menyampaikan suatu pernyataan atau statemen harus terang benderang jangan teka-teki. Karena kalau memang ada yang begitu, silakan tunjuk hidung dong," cetus Ruhut .


Ruhut mengaku tidak percaya para jenderal hendak menggulingkan SBY. Sebab berdasarkan pengalaman, jenderal yang sudah pensiun tidak memiliki kekuatan lagi, baik di kepolisian maupun di TNI.

"Karena kalau jenderal aktif, baik TNI dan Polri itu solid mendukung Pak SBY. Bahkan yang bergabung dalam Pepabri (Persatuan Purnawirawan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) tetap menyikapi semua masalah dengan semangat Sapta Marga dan Sumpah Prajurit," ujar Ruhut.


Meski begitu, Ruhut mengaku mengetahui siapa para jenderal yang dimaksud Al Khaththath. "Kita juga tahu siapa. Silakan diungkapkan langsung. Bagi Partai Demokrat dan Pak SBY sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat dan Presiden, apapun yang bersifat anarkis tidak ada tawar-menawar," tandasnya.

sumber: http://berita-kilat.blogspot.com/2011/02/jenderal-jenderal-tak-lagi-garang.html
 
Last edited by a moderator:
Meski begitu, Ruhut mengaku mengetahui siapa para jenderal yang dimaksud Al Khaththath. "Kita juga tahu siapa. Silakan diungkapkan langsung. Bagi Partai Demokrat dan Pak SBY sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat dan Presiden, apapun yang bersifat anarkis tidak ada tawar-menawar," tandasnya.

wah siapa nih nama nama jenderal itu kalau emang benar ingin menggulingkan pemerintahan pak sby
 
Bagus lah klo ga garang.. Soalnya garang nya merugikan orang banyak. Mungkin lebih tepat dibilang bijaksana daripada tidak garang
 
“Pemimpin sekarang Kimunajat, Khianat, Munafik, dan Bejat,” kata Tyasno, di Gedung Joeang 45 dalam acara pertemuan meja bundar 100 tokoh pergerakan, Senin (17/1/2011).

Tentulah ucapan ini terlontar dari mulut seorang jenderal bukan tanpa alasan, sebagai rakyat biasapun sepertinya kita tidak percaya, kalau Pemerintahan SBY periode ke II ini semakin amburadul, kredibilitas SBY dimata masyarakat juga semakin menurun, seharusnya orang-orang disekitar SBY itu menyadari akan semua perubahan ini, salah mengartikulasikan sebuah jabatan,sehingga berubah menjadi sebuah kekuasaan dan mengabaikan amanat rakyat.

Peran serta Ulama dan Umaro tidak lagi digubris, seakan tidakmingin bergandengan tangan dengan orang-orang yang mengajak pada kebaikan, penjahat negara dilindungi, politisi dikebiri dan aparat hukum digunakan untuk menyelamatkan semua kepentingan politik dan juga pribadi.

Merekayasa sistem politik, membentuk opini publik demi merusak lawan politik, tanpa segan dan malu menciptakan kerajaan politik dan membangunDynasti kekuasaan. Padahal pada Periode pertama Pemerintahan SBY terkesan sangat Elegant, dan jelas tujuan arah Pemerintahannya, salahnya dalam menyusun Kabinet, disebabkan oleh saratnya politik kepentingan, sehingga profesionalisme dalam menjalankan sistem pemerintahanpun menjadi salah kaprah.

Ia menjelaskan kenapa pemimpin saat ini disebut khianat, SBY sebagai orang yang pernah menjadi TNI harusnya memegang Sapta Marga dan Sumpah Prajurit.

“TNI hakikatnya adalah tentara rakyat, pejuang, dan nasional, lahir dan bejuang untuk melindungi rakyat, sekarang justru malah melawan dan menindas rakyat. Suatu keadilan dan kemakmuran, serta ideologi negara, sudah diganti dengan neoliberal. Ini yang disebut khianat,” jelasnya.(Tribunews.com)

Seseorang bisa menjadi penghianat, disebabkan oleh banyak faktor, tapi politik kepentingan akan cenderung membuat orang melakukan penghiatan, menghalalkan segala cara untuk memenuhi segala bentuk ambisi dan kepentingan, tapi apakah betul, setiap Prajurit memegang teguh Sapta Marga dan Sumpah Prajurit ? idealnya memang demikian, tapi ketika sudah masuk dalam wilayah politik kepentingan, bisa saja mereka lupa pada Sapta marga dan Sumpah Prajurit.

Tidak ada yang bisa menjamin seseorang tidak berubah, ketika memegang kekuasaan, berkuasa secara penuh pada sebuah negara sebesar Indonesia. Mabuk kekuasaan adalah penyakit yang biasa bagi orang kebanyakan saat ini, sebelum berkuasa semua terlihat baik dan bijak, tapi setelah berkuasa lain lagi ceritanya.

Citra positif seseorang itu tidak bisa dibangun dengan cara-cara pencitraan, karena konotasi dari pencitraan itu sangatlah negatif, dan bukanlah sesuatu yang terlahir dari dalam, tapi sesuatu yang direkayasa untuk kepentingan, jadi kalau hidup sudah diisi dengan melulu kepentingan, maka bisa dilihat hasil yang tampak dipermukaan, semua hanyalah kamuflase.

TNI itu sebenarnya mengabdi pada negara, TNI bukan mengabdi pada pemerintah dan penguasa, pemerintah bisa berubah tapi TNI tetap melindungi negara. “Bila pemerintah melakukan pengkhianatan, TNI wajib untuk memperingatkan atau bila tidak bisa maka diturunkan. Itu hakikat TNI. Aktivis dan tokoh-tokoh pergerakan jangan ragu-ragu, TNI akan berpihak pada rakyat,” ungkap Tyasno Sudarto.(Tribunews.com)

http://politik.kompasiana.com/2011/01/20/revolusi-marahnya-mantan-seorang-jendral/


ini berita tentang jendral nya bro
 
harga untuk mengongkosi revolusi menggulingkan sebuah pemerintahan terlalu mahal dan rakyat tak mau membayarnya.
Buat beli beras aj dah ga kbeli. :D

Tpi bisa aj pendapat itu disanggah, spt peristiwa lengsernya Soeharto, banyak rakyat merasa merdeka dengan kebebasan ekonomi menjarah, hal ini bisa terulang lagi klw rakyat miskin menemukan jalan buntu dalam mendapatkan pekerjaan yg layak.
 
Back
Top