Amankah Bahan Pengawet bagi Tubuh?

mozilla_solo1

New member
Amankah Bahan Pengawet bagi Tubuh?



Bahan pengawet untuk pangan belakangan banyak diperbicangkan. Banyak anggota masyarakat bertanya-tanya, amankah pengawet bagi tubuh?

Sayangnya, tak mudah menemukan jawaban untuk memenuhi keingintahuan tersebut. Bahkan, pakar teknologi pangan dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof Dr Ir Deddy Muhtadi MS, tak memberikan pernyataan tegas mengenai hal ini. Dia hanya mengatakan, itu tergantung pada bahan pengawet yang digunakan, kondisi penggunaannya, tujuan penggunaannya, ketepatan spesifikasinya, serta siapa dan bagaimana konsumennya. ''Jawaban yang lebih pasti adalah bahan pangan tanpa pengawet belum tentu lebih aman daripada yang ditambahkan bahan pengawet,'' tuturnya dalam sebuah forum media edukasi di Jakarta, Kamis (18/1) lalu.

Tanpa bahan pengawet, bahan pangan memang mudah rusak. Kerusakannya pun beragam. Ada yang sangat mudah busuk seperti daging, ikan, susu, telur, sayur-sayuran, dan buah-buahan. Ada pula yang tidak mudah rusak seperti gula atau biji-bijian. Kerusakan bisa berbentuk mekanis, fisik, fisiologis, biologis, kimia, atau kerusakan mikrobiologis.

Kerusakan mikrobiologis misalnya, selain dapat menimbulkan kerugian secara ekonomis, juga bisa menyebabkan sakit berupa infeksi atau intoksikasi (keracunan). Bakteri salmonella yang berasal dari daging atau telur misalnya, bisa menimbulkan salmonellosis. Gejalanya penyakit ini timbul 6 - 48 jam setelah mengonsumsi makanan yang mengandung bakteri salmonella. Gejala-gejala itu berupa mual, muntah, demam, sakit kepala, dan diare yang bisa berlangsung selama 2 - 7 hari.

Sementara bakteri escherchia coli yang bersumber dari air minum, daging sapi cincang, atau susu sapi mentah, bisa menimbulkan hemorrhagig colitis. Gejalanya berupa kram perut diikuti diare -- biasanya berdarah , mual dan sakit kepala yang dapat berlangsung selama 10 hari.

Bahan kimia
Deddy menyadari, istilah 'bahan kimia' memang terkesan menakutkan. Kenyataannya, kata dia, semua bahan pangan yang kita konsumsi, sebenarnya mengandung senyawa kimia. Misalnya, garam dapur merupakan senyawa natrium klorida (NaCI), cuka (asam asetat), bumbu masak (MSG), dan masih banyak lagi.

Di dunia internasional, jelas Deddy, dikenal food additive (bahan tambahan pangan/BTP). Oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), BTP didefinisikan sebagai bahan-bahan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan dalam jumlah sedikit. Gunanya untuk memperbaiki warna, bentuk, cita rasa, tekstur, atau memperpanjang masa simpannya.

Secara umum, bahan pengawet akan membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroba spesifik atau grup mikroba dan menghambat germinasi spora mikroba. Pengaruh spesifik terhadap sel mikroba, kata Deddy, adalah menghambat transportasi zat gizi untuk kehidupan sel mikroba, menghambat kerja enzim di dalam sel, dan meningkatkan keasaman sitoplasma sel mikroba.

Deddy menyebut beberapa bahan pengawet yang kerap digunakan untuk bahan pangan. Salah satunya, benzoat. Ini adalah bahan yang kerap digunakan untuk mengawetkan minuman ringan, kecap, sari buah, saus tomat, saus sambal, manisan, dan makanan lainnya. Ada juga propionat sebagai bahan pengawet untuk roti dan keju olahan, dan sorbat sebagai bahan pengawet untuk margarin, pekatan sari buah, dan keju.

Selain itu, ada pula sulfit dan nitrit. Sulfit merupakan bahan pengawet untuk potongan kentang goreng, udang beku, dan pekatan sari nenas. Nitrit kerap digunakan untuk bahan pengawet daging olahan seperti sosis dan kornet dalam kaleng. Bahan ini juga digunakan untuk mengawetkan keju.

Aktivitas benzoat, kata Deddy, berhubungan dengan keasaman produk pangan. Ini lebih efektif pada suasana asam, tapi tidak efektif pada suasana netral. ''Bahan ini terutama digunakan untuk menghambat pertumbuhan kapang (fungi),'' tuturnya.

Tubuh manusia, menurut Deddy, memiliki sistem detoksifikasi (penghilangan) benzoat yang sangat efektif. Benzoat akan terbuang hingga 95 persen lewat urin. Jika masih ada yang tertinggal, benzoat akan bergabung dengan asam glukuronat yang termetabolisme lewat urin. Baik benzoat maupun sorbat, sebenarnya terdapat secara alami pada buah-buahan dan rempah. ''Cengkih, kayu manis, dan buah berry mengandung benzoat, begitu pun sorbat bisa ditemukan secara alami pada buah berry.''

Tapi bukan berarti pengawet pangan sama sekali aman bagi tubuh. Masalah akan muncul bila digunakan tidak semestinya, atau digunakan secara berlebihan. Menurut Dedi, BTP terbagi atas dua kelompok. Ada BTP yang diizinkan penggunaannya dalam pangan, namun ada yang dilarang. Berikut adalah beberapa bahan tambahan yang dilarang digunakan dalam makanan:
* Asam borat (boric acid) dan senyawanya.
* Asam salisilat (salicylic acid) dan garamnya.
* Dietilpirokarbonat (dietthylpyrocarbonate / DEPC).
* Dulsin (dulcin).
* Kalium khlorat (potassium chlorate)
* Kloramfenikol (chloramphenicol)
* Minyak nabati yang dibrominasi (brominated vegetable oils)
* Nitrofurazon (nitrofurazone).
* Formalin (formaldehyde).
 
Bls: Amankah Bahan Pengawet bagi Tubuh?

Sekarang roti menjadi hot issue di Amerika ketika org Amerika-pun sekarang ini menjerit: Too Much Bread Improver, Too much Bread softener, Too Much Preservative.

Pengujian roti di Malaysia menunjukkan bahwa 92% dari roti yang ber-edar (termasuk roti ternama atau roti yang dihidangkan di restoran siap saji) mengandung pengawet hingga 5 kali dari yang dibenarkan oleh undang-undang.
Diperkira-kan hal yang sama juga terjadi pada industri makanan di Indonesia-pun.

Di Indonesia makanan basah seperti mie basah, bakso basah, tahu basah, roti, dll, mengandung terlalu banyak pengawet. Dan karena mau murah mereka memakai pengawet yang bukan food grade. Padahal kebanyakan pengawet dihubungkan dengan penyakit ADD hiperaktive. Dan Bread Improver yang terlalu banyak untuk supaya roti dapat mengembang besar sekali bisa menimbulkan kanker (Source Wikipedia: Bread Improver)

Kemarin ini di sekolah untuk anak kurang mampu, aku lihat anak cewek umur 5 tahun cakep, tapi kalau diperhatikan lagi anak kecil ini terkena penyakit ADD hiperactive(Jadi kerja-nya goyang melulu). Kasihan sekali, ya !!

Sekarang juga sudah ada pengganti roti yang lebih sehat, yaitu roti beras kering (rice cake).
Kalau yang buatan Australi nama-nya Sun Rice, kalau yang buatan lokal nama-nya N_asiKriuk Debbie (Tersedia di All Fresh atau Mini market Nano Pluit atau Supermarket Rezeki). Harga-nya juga tidak mahal.
Rice cake /roti beras kering ini:
Karena kering, tidak perlu pengawet.
Karena terbuat dari beras, tidak perlu pengembang yang bisa menyebabkan kanker.
Karena terbuat dari beras, bukan gandum, rendah kalori-nya, bisa tetap langsing.

Karena banyak-nya obesitas (kegemukan), org Amerika sekarang juga berpindah dari gandum ke beras (cereal mereka yg pakai beras seperti cocoa puff atau rice krispy).

Trm kasih.
 
Bls: Amankah Bahan Pengawet bagi Tubuh?

klo aku sebisa mungkin aku minimalkan memakan makanan yg mengandung bahan bahan pengawet dan semacemnya...
 
Bls: Amankah Bahan Pengawet bagi Tubuh?

makanan kesukaan aku tu nasi rawon... bakso juga suka sih... tapi kan ga semua pakai formalin kan?
 
Back
Top