Seputar Gempa 8,9 Skala Richter Yang Melanda Jepang

Ketangguhan Jepang Memukau Dunia
Editor: Egidius Patnistik
Rabu, 16 Maret 2011 | 07:39 WIB

KETANGGUHAN Jepang menghadapi tekanan tiga bencana besar sekaligus, yakni gempa bumi, tsunami, dan radiasi nuklir, memukau dunia. Reputasi internasional Jepang sebagai negara kuat mendapat pujian luas. Tak adanya penjarahan menguatkan citra ”bangsa beradab”.

Pemerintah Jepang, Selasa (15/3), terus memacu proses evakuasi dan distribusi bantuan ke daerah bencana yang belum terjangkau sebelumnya. Seluruh kekuatan dan sumber dayanya dikerahkan maksimal ke Jepang timur laut, daerah yang terparah dilanda tsunami.

Evakuasi korban tsunami berjalan seiring dengan evakuasi ribuan warga yang terancam terpapar radiasi nuklir di Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Fukushima Daiichi, utara Tokyo. Prefektur Fukushima juga termasuk salah satu daerah korban gempa dan tsunami yang terjadi pada Jumat lalu.

Televisi, media cetak, radio, dan situs berita online di seluruh dunia telah merilis bencana itu. Hal yang mengagumkan dunia, seluruh kejadian serta momen dramatis dan mendebarkan direkam televisi Jepang detik demi detik, sejak awal gempa, datangnya tsunami, hingga air bah itu ”diam”.

Jepang lalu mengabarkan drama amuk alam yang menyebabkan lebih dari 10.000 orang tewas dan 10.000 orang hilang itu ke seluruh dunia. Meski sempat panik, Jepang dengan cepat bangkit, mengerahkan seluruh kekuatannya, mulai dari tentara, kapal, hingga pesawat terbang. Jumlah tentara dinaikkan dua kali lipat dari 51.000 personel menjadi 100.000 personel. Sebanyak 145 dari 170 rumah sakit di seluruh daerah bencana beroperasi penuh.

Sekalipun kelaparan dan krisis air bersih mendera jutaan orang di sepanjang ribuan kilometer pantai timur Pulau Honshu dan pulau lain di Jepang, para korban sabar dan tertib menanti distribusi logistik. Hingga hari keempat pascabencana, Selasa, tidak terdengar aksi penjarahan dan tindakan tercela lainnya.

Associated Press melukiskan, warga Jepang tenang menghadapi persoalan yang ditimbulkan bencana. Sisi lain yang diajarkan masyarakat Jepang ialah sikap sabar meski mereka diliputi dukacita akibat kehilangan orang-orang terkasih. Mereka sabar menanti bantuan. Pemerintah bisa lebih tenang untuk fokus pada evakuasi, penyelamatan, dan distribusi logistik.

Bencana terbaru adalah bahaya radiasi nuklir akibat tiga ledakan dan kebakaran pada Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Fukushima Daiichi. Dari enam reaktor nuklir, empat di antaranya telah bermasalah. Jepang belajar dari kasus Chernobyl dan membangun sistem PLTN-nya lebih baik. Pemerintah menjamin tak akan ada insiden Chernobyl di Jepang.

”Perserikatan Bangsa-Bangsa belum mengambil langkah-langkah selama belum ada permintaan. Jepang adalah negara paling siap di dunia (menghadapi bencana),” kata Elisabeth Byrs, juru bicara Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA), kepada Reuters.

Byrs melanjutkan, ”Jepang menanggapi tiga darurat sekaligus, yakni gempa, tsunami, dan ancaman nuklir, dan melakukannya dengan sangat baik.”

Para blogger dan pengguna situs jejaring sosial berbahasa Inggris memuji Jepang sebagai bangsa yang tabah (stoic) dan bertanya-tanya tentang kemampuan bangsa lain, terutama di Barat, jika diguncang tiga bencana besar sekaligus. Mereka memuji Jepang adalah sebuah bangsa yang hebat, kuat, dan beretika.

Profesor Harvard University, Joseph Nye, mengatakan, bencana telah melahirkan Jepang sebagai bangsa soft power. Istilah itu diciptakannya untuk melukiskan Jepang mencapai tujuannya dengan tampil lebih menarik bagi bangsa lain.

Saat bencana dan tragedi kemanusiaan mengundang simpati dari dunia Jepang, citra negara yang tertimpa bencana jarang mendapat keuntungan dari bencana tersebut. Pakistan, misalnya, menerima bantuan AS dan negara lain saat dilanda banjir bandang tahun lalu. Namun, bantuan individu sangat sedikit, yang disebabkan citra negeri itu di mata dunia. China dan Haiti juga menghadapi kritik atas penanganan gempa bumi tahun 2008 dan 2009.

Menghadapi kebutuhan akan dana rekonstruksi skala besar, Jepang masih menimbang tawaran internasional. ”Meski dilanda tragedi dahsyat, peristiwa menyedihkan, ada fitur-fitur yang sangat menarik dari Jepang,” kata Nye kepada AFP.

”Terlalu dini untuk memprediksi apakah mereka berhasil memulihkan ekonomi. Tetapi, dilihat dari jauh, rakyat Jepang memperlihatkan ketabahan saat krisis. Hal ini berbicara banyak soal Jepang di masa depan,” kata Wakil Direktur Center for Strategic and International Studies Nicholas Szechenyi.


sumber: kompas



-dipi-
 
Polisi: Korban Tewas-Hilang 18.000
Penulis: Egidius Patnistik | Editor: Egidius Patnistik
Sabtu, 19 Maret 2011 | 12:52 WIB

TOKYO, KOMPAS.com — Kepolisian nasional Jepang, Sabtu (19/3/2011), delapan hari setelah gempa besar dan tsunami melanda negara itu, menyatakan, jumlah korban yang dipastikan tewas atau hilang mencapai 18.000 orang.

Ada kekhawatiran bahwa korban tewas jauh lebih tinggi akibat bencana yang menyapu kawasan hunian yang luas di sepanjang pantai Pasifik di Pulau Honshu bagian utara. Badan kepolisian nasional mengatakan, 7.197 orang telah dikonfirmasikan tewas dan 10.905 resmi terdaftar sebagai orang hilang. Jadi, total korban sebanyak 18.102 orang pada Sabtu pukul 09.00 waktu setempat (atau 07.00 WIB) akibat bencana pada 11 Maret lalu itu.

Harapan untuk menemukan lebih banyak korban selamat di antara puing-puing telah berkurang di tengah cuaca dingin yang melanda timur laut Jepang, dengan salju menutupi sebagian besar wilayah bencana pada awal pekan ini.

Jumlah korban tewas itu telah melampaui jumlah korban akibat gempa berkekuatan 7,2 yang mengguncang kota pelabuhan Kobe di Jepang barat tahun 1995, yang menewaskan 6.434 orang. Gempa pada 11 Maret lalu sekarang merupakan bencana paling mematikan di Jepang sejak gempa besar Kanto tahun 1923, yang menewaskan lebih dari 142.000 orang.

Angka-angka terbaru pihak kepolisian untuk orang hilang itu tidak mencakup laporan-laporan lokal tentang orang-orang yang belum ditemukan di sepanjang pantai yang terkena tsunami. Wali kota kota pesisir Ishinomaki di Prefektur Miyagi, Rabu, mengatakan bahwa jumlah orang hilang di sana mencapai 10.000 orang, lapor Kyodo News.

Sabtu, NHK mengatakan bahwa sekitar 10.000 orang belum ditemukan di kota pelabuhan Minamisanriku di prefektur yang sama.

Sumber: Kompas



-dipi-
 
Bencana Jepang: 10.498 Tewas, 16.600 Hilang
MINGGU, 27 MARET 2011, 10:50 WIB, Nur Farida Ahniar


10673910.jpg

Kepolisian Jepang mengatakan akibat bencana gempa dan tsunami 11 Maret lalu, sekitar 10.489 orang meninggal, dan lebih dari 16.600 dinyatakan hilang.

Seperti dilansir laman NHK, sebanyak 6.333 orang tewas di Prefektur Miyagi. Di Prefektur Iwate 3.152 telah dikonfrmasi meninggal, sementara di Prefektur Fukushima 946 tewas. Polisi mengatakan jumlah korban meninggal dan hilang kemungkinan akan meningkat, karena banyak korban dan seluruhnya keluarga tersapu oleh tsunami.

Badan Kepolisian Nasional mengatakan setidaknya 18.000 rumah hancur oleh gempa dan tsunami, dan sekitar 140.000 rumah rusak. Di Prefektur Iwate saja, lebih dari 12.000 rumah roboh.

Sementara itu, berdasar citra satelit, gempa dan tsunami menghantam pantai timur Jepang membuat banjir sejauh 500 kilometer persegi. Sebuah perusahaan geospatial di Tokyo, Pasco, menganalisa gambar satelit dari garis pantai yang membentang dari Aomori ke Prefektur Imagi, yang diambil antara 11-20 Maret.

Perusahaan itu mengatakan daerah banjir mencakup 470 kilometer persegi. Prefektur Miyagi adalah daerah paling terkena, yaitu 300 kilometer persegi daerahnya tersapu banjir. Sementara di Prefektur Fukushima, 110 kilometer persegi daerah itu rusak, sedangkan Prefektur Iwate, 50 kilometer persegi rusak akibat tsunami.

Di bagian selatan Miyagi, dari gambar terbaru diambil 24 Maret, terlihat daerah terkena banjir menyusut, namun 70 persen masih terendam air. • VIVAnews
 
Back
Top