Kanjeng Ratu Kidul Yang Cantik dan Penuh Misteri

ponconugroho

New member
kanjengratu.jpg


Siapakah sesungguhnya Kanjeng Ratu Kidul itu? Benarkah ada dalam kesungguhannya, ataukah hanya dikenal dalam dongeng saja?

Pertanyaan ini pantas timbul, karena Kanjeng Ratu Kidul termasuk makhluk halus. Hidupnya di alam limunan (gaib), dansukar untuk dibuktikan dengan nyata. Pada umumnya oarang mengenalnya hanya dari tutur kata dan dari semua cerita atau kata orang ini, orang itu, bila dikumpulkan akan menjadi seperti berikut:

Menurut cerita umum, Kanjeng Ratu Kidul pada mudanya bernama Dewi Retna Suwida, seorang putri dari Pajajaran, anak Prabu Mundhingsari, dari istrinya yang bernama Dewi Sarwedi, cucu Sang Hyang Saranadi, cicit Raja siluman di Sigaluh.

Sang putri melarikan diri dari keraton dan bertapa di gunung Kombang. Selama bertapa ini sering nampak kekuatan gaibnya, dapat berganti rupa dari wanita menjadi pria atau sebaliknya. Sang putri wadat (tidak bersuami) dan menjadi ratu diantara makhluk halus seluruh pulau jawa. Istananya didasar samudra indonesia. Tidaklah mengherankan, karena sang putri memang mempunyai darah keturunan dari makhluk halus.

Diceritakan selanjutnya, bahwa setelah menjadi ratu sang putri lalu mendapat julukan Kanjeng Ratu Kidul Kencanasari. Ada juga sementara orang yang menyebut Nyai Lara Kidul (di keraton surakarta sebutan Nyai Lara Kidul adalah untuk patihnya, bukan untuk Kanjeng Ratu Kidul sendiri). Malahan ada juga yang menyebutnya Nyira Kidul. Dan yang menyimpang lagi adalah: Bok Lara Mas Ratu Kidul. Kata “Lara” berasal dari “Rara”, yang berarti perawan (tidak kawin).

Dikisahkan, bahwa Dewi Retna Suwida yang cantiknya tanpa tanding itu menderita sakit budhug (lepra). Utuk mengobatinya harus mandi dan merendam diri didalam suatu telaga, di pinggir samudra. Konon pada suatu hari, tatkala akan membersihkan muka sang putri melihat bayangan mukanya di permukaan air. Terkejut karena melihat mukanya yang sudah rusak, sang putri lalu terjun kelaut dan tidak kembali lagi ke daratan, dan hilanglah sifat kemanusiaannya serta menjadi makhluk halus.

Cerita lain lagi menyebutkan bahwa sementara orang ada yang menamakannya Kanjeng Ratu Angin-angin. Sepanjang penelitian yang pernah dilakukan dapat disimpulakan bahwa Kanjeng Ratu Kidul tidaklah hanya menjadi ratu makhluk halus saja melainkan juga menjadi pujaan penduduk daerah pesisir pantai selatan, mulai darah Jogjakarta sampai dengan Banyuwangi.

Camat desa Paga menerangkan bahwa daerah pesisirnya mempunyai adat bersesaji ke samudra selatan untuk Nyi Rara Kidul. Sesajinya diatur didalam rumah kecil yang khusus dibuat untuk keperluan tersebut (sanggar). Juga pesisir selatan Lumajang setiap tahun mengadakan korban kambing untuknya dan orang pun banyak sekali yang datang.

Mr Welter, seorang warga belanda yang dahulu menjadi Wakil ketua Raad van Indie, menerangkan bahwa tatkala ia masih menjadi kontrolir di Kepanjen, pernah melihat upacara sesaji tahunan di Ngliyep, salah satu pesisir pantai selatan, Jawa timur, yang khusus diadakan untuk Nyai rara kidul. Ditunjukkannya gambar sebuah rumah kecil dengan bilik di dalamnya berisi tempat peraduan dengan sesaji punjungan untuk Nyai Rara Kidul.

Seorang perwira ALRI yang sering mengadakan latihan didaerah ngliyep menerangkan bahwa di pulau kecil sebelah timur ngliyep memang masih terdapat sebuah rumah kecil, tetapi kosong saja sekarang. Apakah rumah ini terlukis gambar Tuan Welter, belumlah dapat dipastikan.

Pengalaman seorang kenalan dari Malang menyebutkan bahwa pada tajun 1955 pernah ada serombongan oran-orang yang nenepi (pergi ke tempat-tempat sepi dan keramat) dipulau karang kecil, sebelah timur Ngliyep.

Seorang diantara mereka adalah gurunya. Dengan cara tanpa busana mereka bersemadi disitu. Apa yang kemudian terjadi ialah, bahwa sang guru mendapat kemben, tanpa diketahui dari siapa asalnya. Yang dapat diceritakannya ialah bahwa ia merasa melihat sebuah rumah emas yang lampunya bersinar-sinar terang sekali.

Dipacitan ada kepercayaan larangan untuk memakai pakaian berwarna hijau gadung (hijau lembayung), yang erat hubungannya dengan Nyai Rara Kidul. Bila ini dilanggar orang akan mendapat bencana. Ini di buktikan denga terjadinya suatu malapetaka yang menimpa suami-istri bangsa belanda beserta dua orang anaknya. Mereka bukan saja tidak percaya pada larangan tersebut, bahkan mengejek dan mencemoohkannya. Pergilah mereka kepantai dengan berpakaian serba hijau. Terjadilah sesuatu yang mengejutkan, karena tiba-tiba ombak besar datang dan dan kembalinya kelaut sambil menyambar keempat orang belanda tersebut.

Kanjeng Ratu Kidul = Ratna Suwinda

Tersebut dalam Babad Tanah Jawi (abad ke-19), seorang pangeran dari Kerajaan Pajajaran, Joko Suruh, bertemu dengan seorang pertapa yang memerintahkan agar dia menemukan Kerajaan Majapahit di Jawa Timur. Karena sang pertapa adalah seorang wanita muda yang cantik, Joko Suruh pun jatuh cinta kepadanya. Tapi sang pertapa yang ternyata merupakan bibi dari Joko Suruh, bernama Ratna Suwida, menolak cintanya. Ketika muda, Ratna Suwida mengasingkan diri untuk bertapa di sebuah bukit. Kemudian ia pergi ke pantai selatan Jawa dan menjadi penguasa spiritual di sana. Ia berkata kepada pangeran, jika keturunan pangeran menjadi penguasa di kerajaan yang terletak di dekat Gunung Merapi, ia akan menikahi seluruh penguasa secara bergantian.

Generasi selanjutnya, Panembahan Senopati, pendiri Kerajaan Mataram Ke-2, mengasingkan diri ke Pantai Selatan, untuk mengumpulkan seluruh energinya, dalam upaya mempersiapkan kampanye militer melawan kerajaan utara. Meditasinya menarik perhatian Kanjeng Ratu Kidul dan dia berjanji untuk membantunya. Selama tiga hari dan tiga malam dia mempelajari rahasia perang dan pemerintahan, dan intrik-intrik cinta di istana bawah airnya, hingga akhirnya muncul dari Laut Parangkusumo, kini Yogyakarta Selatan. Sejak saat itu, Ratu Kidul dilaporkan berhubungan erat dengan keturunan Senopati yang berkuasa, dan sesajian dipersembahkan untuknya di tempat ini setiap tahun melalui perwakilan istana Solo dan Yogyakarta.

Begitulah dua buah kisah atau legenda mengenai Kanjeng Ratu Kidul, atau Nyi Roro Kidul, atau Ratu Pantai Selatan. Versi pertama diambil dari buku Cerita Rakyat dari Yogyakarta dan versi yang kedua terdapat dalam Babad Tanah Jawi. Kedua cerita tersebut memang berbeda, tapi anda jangan bingung. Anda tidak perlu pusing memilih, mana dari keduanya yang paling benar. Cerita-cerita di atas hanyalah sebuah pengatar bagi tulisan selanjutnya.

Kanjeng Ratu Kidul dan Keraton Yogyakarta

Percayakah anda dengan cerita tentang Kanjeng Ratu Kidul, atau Nyi Roro Kidul, atau Ratu Pantai Selatan? Sebagian dari anda mungkin akan berkata TIDAK. Tapi coba tanyakan kepada mereka yang hidup dalam zaman atau lingkungan Keraton Yogyakarta. Mereka yakin dengan kebenaran cerita ini. Kebenaran akan cerita Kanjeng Ratu Kidul memang masih tetap menjadi polemik. Tapi terlepas dari polemik tersebut, ada sebuah fenomena yang nyata, bahwa mitos Ratu Kidul memang memiliki relevansi dengan eksistensi Keraton Yogyakarta. Hubungan antara Kanjeng Ratu Kidul dengan Keraton Yogyakarta paling tidak tercantum dalam Babad Tanah Jawi (cerita tentang kanjeng Ratu Kidul di atas, versi kedua). Hubungan seperti apa yang terjalin di antara keduanya?

Y. Argo Twikromo dalam bukunya berjudul Ratu Kidul menyebutkan bahwa masyarakat adalah sebuah komunitas tradisi yang mementingkan keharmonisan, keselarasan dan keseimbangan hidup. Karena hidup ini tidak terlepas dari lingkungan alam sekitar, maka memfungsikan dan memaknai lingkungan alam sangat penting dilakukan.

Sebagai sebuah hubungan komunikasi timbal balik dengan lingkungan yang menurut masyarakat Jawa mempunyai kekuatan yang lebih kuat, masih menurut Twikromo, maka penggunaan simbol pun sering diaktualisasikan. Jika dihubungkan dengan makhluk halus, maka Javanisme mengenal penguasa makhluk halus seperti penguasa Gunung Merapi, penguasa Gunung Lawu, Kayangan nDelpin, dan Laut Selatan. Penguasa Laut Selatan inilah yang oleh orang Jawa disebut Kanjeng Ratu Kidul. Keempat penguasa tersebut mengitari Kesultanan Yogyakarta. Dan untuk mencapai keharmonisan, keselarasan dan keseimbangan dalam masyarakat, maka raja harus mengadakan komunikasi dengan “makhluk-makhluk halus” tersebut.

Menurut Twikromo, bagi raja Jawa berkomunikasi dengan Ratu Kidul adalah sebagai salah satu kekuatan batin dalam mengelola negara. Sebagai kekuatan datan kasat mata (tak terlihat oleh mata), Kanjeng Ratu Kidul harus dimintai restu dalam kegiatan sehari-hari untuk mendapatkan keselamatan dan ketenteraman.

Kepercayaan terhadap Ratu Kidul ini diaktualisasikan dengan baik. Pada kegiatan labuhan misalnya, sebuah upacara tradisional keraton yang dilaksanakan di tepi laut di selatan Yogyakarta, yang diadakan tiap ulang tahun Sri Sultan Hamengkubuwono, menurut perhitungan tahun Saka (tahun Jawa). Upacara ini bertujuan untuk kesejahteraan sultan dan masyarakat Yogyakarta.

Kepercayaan terhadap Kanjeng Ratu Kidul juga diwujudkan lewat tari Bedaya Lambangsari dan Bedaya Semang yang diselenggarakan untuk menghormati serta memperingati Sang Ratu. Bukti lainnya adalah dengan didirikannya sebuah bangunan di Komplek Taman Sari (Istana di Bawah Air), sekitar 1 km sebelah barat Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, yang dinamakan Sumur Gumuling. Tempat ini diyakini sebagai tempat pertemuan sultan dengan Ratu Pantai Selatan, Kanjeng Ratu Kidul.

Penghayatan mitos Kanjeng Ratu Kidul tersebut tidak hanya diyakini dan dilaksanakan oleh pihak keraton saja, tapi juga oleh masyarakat pada umumnya di wilayah kesultanan. Salah satu buktinya adalah adanya kepercayaan bahwa jika orang hilang di Pantai Parangtritis, maka orang tersebut hilang karena “diambil” oleh sang Ratu.

Selain Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, mitos Kanjeng Ratu Kidul juga diyakini oleh saudara mereka, Keraton Surakarta Hadiningrat. Dalam Babad Tanah Jawi memang disebutkan bahwa Kanjeng Ratu Kidul pernah berjanji kepada Panembahan Senopati, penguasa pertama Kerajaan Mataram, untuk menjaga Kerajaan Mataram, para sultan, keluarga kerajaan, dan masyarakat dari malapetaka. Dan karena kedua keraton (Yogyakarta dan Surakarta) memiliki leluhur yang sama (Kerajaan Mataram), maka seperti halnya Keraton Yogyakarta, Keraton Surakarta juga melaksanakan berbagai bentuk penghayatan mereka kepada Kanjeng Ratu Kidul. Salah satunya adalah pementasan tari yang paling sakral di keraton, Bedoyo Ketawang, yang diselenggarakan setahun sekali pada saat peringatan hari penobatan para raja. Sembilan orang penari yang mengenakan pakaian tradisional pengantin Jawa mengundang Ratu Kidul untuk datang dan menikahi susuhunan, dan kabarnya sang Ratu kemudian secara gaib muncul dalam wujud penari kesepuluh yang nampak berkilauan.

Kepercayaan terhadap Ratu Kidul ternyata juga meluas sampai ke daerah Jawa Barat. Anda pasti pernah mendengar, bahwa ada sebuah kamar khusus (nomor 308) di lantai atas Samudera Beach Hotel, Pelabuhan Ratu, yang disajikan khusus untuk Ratu Kidul. Siapapun yang ingin bertemu dengan sang Ratu, bisa masuk ke ruangan ini, tapi harus melalui seorang perantara yang menyajikan persembahan buat sang Ratu. Pengkhususan kamar ini adalah salah satu simbol ‘gaib’ yang dipakai oleh mantan presiden Soekarno.

Nyai Roro Kidul dan Perbedaan dengan Ratu Kidul

dsci0234.jpg

Lukisan Nyi Roro Kidul Karya Basuki Abdullah​

Penguasa Laut Selatan yang selama ini dimaksud, bukanlah Nyi Roro Kidul tetapi Ibu Kanjeng Ratu Kidul. Status dari Kanjeng Ratu Kidul adalah merupakan Raja/Penguasa di laut selatan, sedangkan Nyi Roro Kidul adalah Patih nya dan selama ini bencana dan mara bahaya adalah ulah dari kenakalan Nyi roro Kidul, tapi selama ini dianggap Penguasa Laut Selatan yang bikin ulah (seolah-olah seorang pembantu menyalahgunakan nama tuannya)-(atau anak bikin ulah bapak yang namanya tercoreng.). Maka Kanjeng Ratu Kidul dan Nyi Roro Kidul adalah dua pribadi yang berbeda. Di Jawa Barat, Penguasa Laut Selatan adalah seorang puteri dari Kerajaan Pajajaran bernama Dewi Kandita. Karena sesuatu hal, putri cantik ini meninggalkan keraton kemudian bertapa di Laut Selatan. Cerita versi Jogyakarta lain lagi. Penguasa Laut Selatan, yang dikenal sebagai Ratu Kidul adalah Dewi Retno Dumilah, seorang puteri Adipati Madiun yang kemudian diperisteri Panembahan Senopati, penguasa Kerajaan Mataram pertama.

Menurut Ki Sidikpermana, bila akan menemui tamu berbusana peranakan, Kanjeng Ratu Kidul muncul dengan mengenakan busana lengkap sebagai seorang Ratu. Dikawal abdidalem Palawija. Tapi bila menemui tamu berpakaian biasa, Kanjeng Ratu Kidul mengenakan busana serba putih seperti rukuh dan tak dikawal.

KEPERCAYAAN masyarakat terhadap Penguasa Laut Selatan sampai sekarang masih ada. Tapi ada beberapa versi menyangkut legenda itu. Di Jawa Barat, Penguasa Laut Selatan adalah seorang puteri dari Kerajaan Pajajaran bernama Dewi Kandita. Karena sesuatu hal, putri cantik ini meninggalkan keraton kemudian bertapa di Laut Selatan.

Cerita versi Jogyakarta lain lagi. Penguasa Laut Selatan, yang dikenal sebagai Ratu Kidul adalah Dewi Retno Dumilah, seorang puteri Adipati Madiun yang kemudian diperi seorang puteri Adipati Madiun yang kemudian diperisteri Panembahan Senopati, penguasa Kerajaan Mataram pertama.Dari hasil perkawinannya melahirkan dua orang putera yakni Raden Rangga dan Puteri Pembayun. Raden Rangga dikenal sakti mandraguna, tapi memiliki watak ugal-ugalan. Sementara Puteri Pembayun dijodohkan dengan Ki Ageng Mangir Wanabaya. Namun, perkawinan itu hanya sebagai rekayasa untuk menundukkan Ki Ageng Mangir yang mbalela (membangkang) terhadap Mataram. Malah dituduh akan melakukan agresi segala. Laut Selatan yang berada di wilayah Jogjakarta meliputi Parangtritis dan Parangkusumo. Hingga sekarang masih dipercaya sebagai sebuah keraton kajiman. Sebagai penguasa keraton tersebut adalah Kanjeng Ratu Kidul, yang tidak lain Dewi Retno Dumilah.Dalam kehidupan sehari-hari di keraton, Kanjeng Ratu Kidul memiliki seorang abdidalem keparak puteri yaitu Mbok Loro Kidul. Dikenal sebagai salah seorang abdidalem yang sangat disayangi. Bila seseorang ingin ber makrifat tentang keberadaan Kanjeng Ratu Kidul, dapat dilakukan dengan cara laku spiritual.

Sumber : http://unik-aneh-langka.blogspot.com/2011/03/kanjeng-ratu-kidul-yang-cantik-dan.html
[<:)
 
wah keren ceritanya.. tapi ane belum pernah ketemu roro kidul nih. klo roro jonggrang sih pernah.. cuantiknyaaaaaaaaaa..
 
kanjengratu.jpg


Siapakah sesungguhnya Kanjeng Ratu Kidul itu? Benarkah ada dalam kesungguhannya, ataukah hanya dikenal dalam dongeng saja?

Pertanyaan ini pantas timbul, karena Kanjeng Ratu Kidul termasuk makhluk halus. Hidupnya di alam limunan (gaib), dansukar untuk dibuktikan dengan nyata. Pada umumnya oarang mengenalnya hanya dari tutur kata dan dari semua cerita atau kata orang ini, orang itu, bila dikumpulkan akan menjadi seperti berikut:

Menurut cerita umum, Kanjeng Ratu Kidul pada mudanya bernama Dewi Retna Suwida, seorang putri dari Pajajaran, anak Prabu Mundhingsari, dari istrinya yang bernama Dewi Sarwedi, cucu Sang Hyang Saranadi, cicit Raja siluman di Sigaluh.

Sang putri melarikan diri dari keraton dan bertapa di gunung Kombang. Selama bertapa ini sering nampak kekuatan gaibnya, dapat berganti rupa dari wanita menjadi pria atau sebaliknya. Sang putri wadat (tidak bersuami) dan menjadi ratu diantara makhluk halus seluruh pulau jawa. Istananya didasar samudra indonesia. Tidaklah mengherankan, karena sang putri memang mempunyai darah keturunan dari makhluk halus.

Diceritakan selanjutnya, bahwa setelah menjadi ratu sang putri lalu mendapat julukan Kanjeng Ratu Kidul Kencanasari. Ada juga sementara orang yang menyebut Nyai Lara Kidul (di keraton surakarta sebutan Nyai Lara Kidul adalah untuk patihnya, bukan untuk Kanjeng Ratu Kidul sendiri). Malahan ada juga yang menyebutnya Nyira Kidul. Dan yang menyimpang lagi adalah: Bok Lara Mas Ratu Kidul. Kata “Lara” berasal dari “Rara”, yang berarti perawan (tidak kawin).

Dikisahkan, bahwa Dewi Retna Suwida yang cantiknya tanpa tanding itu menderita sakit budhug (lepra). Utuk mengobatinya harus mandi dan merendam diri didalam suatu telaga, di pinggir samudra. Konon pada suatu hari, tatkala akan membersihkan muka sang putri melihat bayangan mukanya di permukaan air. Terkejut karena melihat mukanya yang sudah rusak, sang putri lalu terjun kelaut dan tidak kembali lagi ke daratan, dan hilanglah sifat kemanusiaannya serta menjadi makhluk halus.

Cerita lain lagi menyebutkan bahwa sementara orang ada yang menamakannya Kanjeng Ratu Angin-angin. Sepanjang penelitian yang pernah dilakukan dapat disimpulakan bahwa Kanjeng Ratu Kidul tidaklah hanya menjadi ratu makhluk halus saja melainkan juga menjadi pujaan penduduk daerah pesisir pantai selatan, mulai darah Jogjakarta sampai dengan Banyuwangi.

Camat desa Paga menerangkan bahwa daerah pesisirnya mempunyai adat bersesaji ke samudra selatan untuk Nyi Rara Kidul. Sesajinya diatur didalam rumah kecil yang khusus dibuat untuk keperluan tersebut (sanggar). Juga pesisir selatan Lumajang setiap tahun mengadakan korban kambing untuknya dan orang pun banyak sekali yang datang.

Mr Welter, seorang warga belanda yang dahulu menjadi Wakil ketua Raad van Indie, menerangkan bahwa tatkala ia masih menjadi kontrolir di Kepanjen, pernah melihat upacara sesaji tahunan di Ngliyep, salah satu pesisir pantai selatan, Jawa timur, yang khusus diadakan untuk Nyai rara kidul. Ditunjukkannya gambar sebuah rumah kecil dengan bilik di dalamnya berisi tempat peraduan dengan sesaji punjungan untuk Nyai Rara Kidul.

Seorang perwira ALRI yang sering mengadakan latihan didaerah ngliyep menerangkan bahwa di pulau kecil sebelah timur ngliyep memang masih terdapat sebuah rumah kecil, tetapi kosong saja sekarang. Apakah rumah ini terlukis gambar Tuan Welter, belumlah dapat dipastikan.

Pengalaman seorang kenalan dari Malang menyebutkan bahwa pada tajun 1955 pernah ada serombongan oran-orang yang nenepi (pergi ke tempat-tempat sepi dan keramat) dipulau karang kecil, sebelah timur Ngliyep.

Seorang diantara mereka adalah gurunya. Dengan cara tanpa busana mereka bersemadi disitu. Apa yang kemudian terjadi ialah, bahwa sang guru mendapat kemben, tanpa diketahui dari siapa asalnya. Yang dapat diceritakannya ialah bahwa ia merasa melihat sebuah rumah emas yang lampunya bersinar-sinar terang sekali.

Dipacitan ada kepercayaan larangan untuk memakai pakaian berwarna hijau gadung (hijau lembayung), yang erat hubungannya dengan Nyai Rara Kidul. Bila ini dilanggar orang akan mendapat bencana. Ini di buktikan denga terjadinya suatu malapetaka yang menimpa suami-istri bangsa belanda beserta dua orang anaknya. Mereka bukan saja tidak percaya pada larangan tersebut, bahkan mengejek dan mencemoohkannya. Pergilah mereka kepantai dengan berpakaian serba hijau. Terjadilah sesuatu yang mengejutkan, karena tiba-tiba ombak besar datang dan dan kembalinya kelaut sambil menyambar keempat orang belanda tersebut.

Kanjeng Ratu Kidul = Ratna Suwinda

Tersebut dalam Babad Tanah Jawi (abad ke-19), seorang pangeran dari Kerajaan Pajajaran, Joko Suruh, bertemu dengan seorang pertapa yang memerintahkan agar dia menemukan Kerajaan Majapahit di Jawa Timur. Karena sang pertapa adalah seorang wanita muda yang cantik, Joko Suruh pun jatuh cinta kepadanya. Tapi sang pertapa yang ternyata merupakan bibi dari Joko Suruh, bernama Ratna Suwida, menolak cintanya. Ketika muda, Ratna Suwida mengasingkan diri untuk bertapa di sebuah bukit. Kemudian ia pergi ke pantai selatan Jawa dan menjadi penguasa spiritual di sana. Ia berkata kepada pangeran, jika keturunan pangeran menjadi penguasa di kerajaan yang terletak di dekat Gunung Merapi, ia akan menikahi seluruh penguasa secara bergantian.

Generasi selanjutnya, Panembahan Senopati, pendiri Kerajaan Mataram Ke-2, mengasingkan diri ke Pantai Selatan, untuk mengumpulkan seluruh energinya, dalam upaya mempersiapkan kampanye militer melawan kerajaan utara. Meditasinya menarik perhatian Kanjeng Ratu Kidul dan dia berjanji untuk membantunya. Selama tiga hari dan tiga malam dia mempelajari rahasia perang dan pemerintahan, dan intrik-intrik cinta di istana bawah airnya, hingga akhirnya muncul dari Laut Parangkusumo, kini Yogyakarta Selatan. Sejak saat itu, Ratu Kidul dilaporkan berhubungan erat dengan keturunan Senopati yang berkuasa, dan sesajian dipersembahkan untuknya di tempat ini setiap tahun melalui perwakilan istana Solo dan Yogyakarta.

Begitulah dua buah kisah atau legenda mengenai Kanjeng Ratu Kidul, atau Nyi Roro Kidul, atau Ratu Pantai Selatan. Versi pertama diambil dari buku Cerita Rakyat dari Yogyakarta dan versi yang kedua terdapat dalam Babad Tanah Jawi. Kedua cerita tersebut memang berbeda, tapi anda jangan bingung. Anda tidak perlu pusing memilih, mana dari keduanya yang paling benar. Cerita-cerita di atas hanyalah sebuah pengatar bagi tulisan selanjutnya.

Kanjeng Ratu Kidul dan Keraton Yogyakarta

Percayakah anda dengan cerita tentang Kanjeng Ratu Kidul, atau Nyi Roro Kidul, atau Ratu Pantai Selatan? Sebagian dari anda mungkin akan berkata TIDAK. Tapi coba tanyakan kepada mereka yang hidup dalam zaman atau lingkungan Keraton Yogyakarta. Mereka yakin dengan kebenaran cerita ini. Kebenaran akan cerita Kanjeng Ratu Kidul memang masih tetap menjadi polemik. Tapi terlepas dari polemik tersebut, ada sebuah fenomena yang nyata, bahwa mitos Ratu Kidul memang memiliki relevansi dengan eksistensi Keraton Yogyakarta. Hubungan antara Kanjeng Ratu Kidul dengan Keraton Yogyakarta paling tidak tercantum dalam Babad Tanah Jawi (cerita tentang kanjeng Ratu Kidul di atas, versi kedua). Hubungan seperti apa yang terjalin di antara keduanya?

Y. Argo Twikromo dalam bukunya berjudul Ratu Kidul menyebutkan bahwa masyarakat adalah sebuah komunitas tradisi yang mementingkan keharmonisan, keselarasan dan keseimbangan hidup. Karena hidup ini tidak terlepas dari lingkungan alam sekitar, maka memfungsikan dan memaknai lingkungan alam sangat penting dilakukan.

Sebagai sebuah hubungan komunikasi timbal balik dengan lingkungan yang menurut masyarakat Jawa mempunyai kekuatan yang lebih kuat, masih menurut Twikromo, maka penggunaan simbol pun sering diaktualisasikan. Jika dihubungkan dengan makhluk halus, maka Javanisme mengenal penguasa makhluk halus seperti penguasa Gunung Merapi, penguasa Gunung Lawu, Kayangan nDelpin, dan Laut Selatan. Penguasa Laut Selatan inilah yang oleh orang Jawa disebut Kanjeng Ratu Kidul. Keempat penguasa tersebut mengitari Kesultanan Yogyakarta. Dan untuk mencapai keharmonisan, keselarasan dan keseimbangan dalam masyarakat, maka raja harus mengadakan komunikasi dengan “makhluk-makhluk halus” tersebut.

Menurut Twikromo, bagi raja Jawa berkomunikasi dengan Ratu Kidul adalah sebagai salah satu kekuatan batin dalam mengelola negara. Sebagai kekuatan datan kasat mata (tak terlihat oleh mata), Kanjeng Ratu Kidul harus dimintai restu dalam kegiatan sehari-hari untuk mendapatkan keselamatan dan ketenteraman.

Kepercayaan terhadap Ratu Kidul ini diaktualisasikan dengan baik. Pada kegiatan labuhan misalnya, sebuah upacara tradisional keraton yang dilaksanakan di tepi laut di selatan Yogyakarta, yang diadakan tiap ulang tahun Sri Sultan Hamengkubuwono, menurut perhitungan tahun Saka (tahun Jawa). Upacara ini bertujuan untuk kesejahteraan sultan dan masyarakat Yogyakarta.

Kepercayaan terhadap Kanjeng Ratu Kidul juga diwujudkan lewat tari Bedaya Lambangsari dan Bedaya Semang yang diselenggarakan untuk menghormati serta memperingati Sang Ratu. Bukti lainnya adalah dengan didirikannya sebuah bangunan di Komplek Taman Sari (Istana di Bawah Air), sekitar 1 km sebelah barat Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, yang dinamakan Sumur Gumuling. Tempat ini diyakini sebagai tempat pertemuan sultan dengan Ratu Pantai Selatan, Kanjeng Ratu Kidul.

Penghayatan mitos Kanjeng Ratu Kidul tersebut tidak hanya diyakini dan dilaksanakan oleh pihak keraton saja, tapi juga oleh masyarakat pada umumnya di wilayah kesultanan. Salah satu buktinya adalah adanya kepercayaan bahwa jika orang hilang di Pantai Parangtritis, maka orang tersebut hilang karena “diambil” oleh sang Ratu.

Selain Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, mitos Kanjeng Ratu Kidul juga diyakini oleh saudara mereka, Keraton Surakarta Hadiningrat. Dalam Babad Tanah Jawi memang disebutkan bahwa Kanjeng Ratu Kidul pernah berjanji kepada Panembahan Senopati, penguasa pertama Kerajaan Mataram, untuk menjaga Kerajaan Mataram, para sultan, keluarga kerajaan, dan masyarakat dari malapetaka. Dan karena kedua keraton (Yogyakarta dan Surakarta) memiliki leluhur yang sama (Kerajaan Mataram), maka seperti halnya Keraton Yogyakarta, Keraton Surakarta juga melaksanakan berbagai bentuk penghayatan mereka kepada Kanjeng Ratu Kidul. Salah satunya adalah pementasan tari yang paling sakral di keraton, Bedoyo Ketawang, yang diselenggarakan setahun sekali pada saat peringatan hari penobatan para raja. Sembilan orang penari yang mengenakan pakaian tradisional pengantin Jawa mengundang Ratu Kidul untuk datang dan menikahi susuhunan, dan kabarnya sang Ratu kemudian secara gaib muncul dalam wujud penari kesepuluh yang nampak berkilauan.

Kepercayaan terhadap Ratu Kidul ternyata juga meluas sampai ke daerah Jawa Barat. Anda pasti pernah mendengar, bahwa ada sebuah kamar khusus (nomor 308) di lantai atas Samudera Beach Hotel, Pelabuhan Ratu, yang disajikan khusus untuk Ratu Kidul. Siapapun yang ingin bertemu dengan sang Ratu, bisa masuk ke ruangan ini, tapi harus melalui seorang perantara yang menyajikan persembahan buat sang Ratu. Pengkhususan kamar ini adalah salah satu simbol ‘gaib’ yang dipakai oleh mantan presiden Soekarno.

Nyai Roro Kidul dan Perbedaan dengan Ratu Kidul

dsci0234.jpg

Lukisan Nyi Roro Kidul Karya Basuki Abdullah​

Penguasa Laut Selatan yang selama ini dimaksud, bukanlah Nyi Roro Kidul tetapi Ibu Kanjeng Ratu Kidul. Status dari Kanjeng Ratu Kidul adalah merupakan Raja/Penguasa di laut selatan, sedangkan Nyi Roro Kidul adalah Patih nya dan selama ini bencana dan mara bahaya adalah ulah dari kenakalan Nyi roro Kidul, tapi selama ini dianggap Penguasa Laut Selatan yang bikin ulah (seolah-olah seorang pembantu menyalahgunakan nama tuannya)-(atau anak bikin ulah bapak yang namanya tercoreng.). Maka Kanjeng Ratu Kidul dan Nyi Roro Kidul adalah dua pribadi yang berbeda. Di Jawa Barat, Penguasa Laut Selatan adalah seorang puteri dari Kerajaan Pajajaran bernama Dewi Kandita. Karena sesuatu hal, putri cantik ini meninggalkan keraton kemudian bertapa di Laut Selatan. Cerita versi Jogyakarta lain lagi. Penguasa Laut Selatan, yang dikenal sebagai Ratu Kidul adalah Dewi Retno Dumilah, seorang puteri Adipati Madiun yang kemudian diperisteri Panembahan Senopati, penguasa Kerajaan Mataram pertama.

Menurut Ki Sidikpermana, bila akan menemui tamu berbusana peranakan, Kanjeng Ratu Kidul muncul dengan mengenakan busana lengkap sebagai seorang Ratu. Dikawal abdidalem Palawija. Tapi bila menemui tamu berpakaian biasa, Kanjeng Ratu Kidul mengenakan busana serba putih seperti rukuh dan tak dikawal.

KEPERCAYAAN masyarakat terhadap Penguasa Laut Selatan sampai sekarang masih ada. Tapi ada beberapa versi menyangkut legenda itu. Di Jawa Barat, Penguasa Laut Selatan adalah seorang puteri dari Kerajaan Pajajaran bernama Dewi Kandita. Karena sesuatu hal, putri cantik ini meninggalkan keraton kemudian bertapa di Laut Selatan.

Cerita versi Jogyakarta lain lagi. Penguasa Laut Selatan, yang dikenal sebagai Ratu Kidul adalah Dewi Retno Dumilah, seorang puteri Adipati Madiun yang kemudian diperi seorang puteri Adipati Madiun yang kemudian diperisteri Panembahan Senopati, penguasa Kerajaan Mataram pertama.Dari hasil perkawinannya melahirkan dua orang putera yakni Raden Rangga dan Puteri Pembayun. Raden Rangga dikenal sakti mandraguna, tapi memiliki watak ugal-ugalan. Sementara Puteri Pembayun dijodohkan dengan Ki Ageng Mangir Wanabaya. Namun, perkawinan itu hanya sebagai rekayasa untuk menundukkan Ki Ageng Mangir yang mbalela (membangkang) terhadap Mataram. Malah dituduh akan melakukan agresi segala. Laut Selatan yang berada di wilayah Jogjakarta meliputi Parangtritis dan Parangkusumo. Hingga sekarang masih dipercaya sebagai sebuah keraton kajiman. Sebagai penguasa keraton tersebut adalah Kanjeng Ratu Kidul, yang tidak lain Dewi Retno Dumilah.Dalam kehidupan sehari-hari di keraton, Kanjeng Ratu Kidul memiliki seorang abdidalem keparak puteri yaitu Mbok Loro Kidul. Dikenal sebagai salah seorang abdidalem yang sangat disayangi. Bila seseorang ingin ber makrifat tentang keberadaan Kanjeng Ratu Kidul, dapat dilakukan dengan cara laku spiritual.

Sumber : http://unik-aneh-langka.blogspot.com/2011/03/kanjeng-ratu-kidul-yang-cantik-dan.html
[<:)
nggak usah penasaran Ibu Ratu Kidul itu Siluman dan sekarang banyak yang ngaku ngaku jadi ibu ratu kidul bisa apa nggak bedakan fotonya yang asli apa yang enggak , kalau yang original Ibu Ratu kidul itu tidak memiliki warna putih pada kedua bola matanya dan Dia ber Mahkota tidak ada hubunganya dengan Nyi roro Kdul
 
wah pasti cantik sekali ya

Sebetulnya sih Ada yg Lebih Cantik dari nyi roro kidul itu.
Masih kerabatnya juga,.dan sama2 penguasa laut juga cuman beda wilayah provinsi ajah gitu.
Istana dan kendaraan pribadinya juga lebih lux ketimbang ratu kidul itu. Dan umurnya 11-12 lah.
Cuman nya ratu kidul itu lebih populer dan power nya lebih gede gt,.lebih cocok ke kharisma dan wibawa ajah.
Dan yg gw sebut lebih cantik itu, lebih cocok buat kecantikan dan kemewahan daripada ratu kidul itu gt lah.
 
Sebetulnya sih Ada yg Lebih Cantik dari nyi roro kidul itu.
Masih kerabatnya juga,.dan sama2 penguasa laut juga cuman beda wilayah provinsi ajah gitu.
Istana dan kendaraan pribadinya juga lebih lux ketimbang ratu kidul itu. Dan umurnya 11-12 lah.
Cuman nya ratu kidul itu lebih populer dan power nya lebih gede gt,.lebih cocok ke kharisma dan wibawa ajah.
Dan yg gw sebut lebih cantik itu, lebih cocok buat kecantikan dan kemewahan daripada ratu kidul itu gt lah.
jangan-jangan karena power yang kalah besar itu makanya dia ga berani keluar ya den? takut nanti dilabrak sama nyi kidul... dan pasti kalah
 
jangan-jangan karena power yang kalah besar itu makanya dia ga berani keluar ya den? takut nanti dilabrak sama nyi kidul... dan pasti kalah

yup,..jelas kalah donk,.:D hehehe,.soalnya ratu kidul itu kan seolah 'kakak nya' gt.
dan sebetulnya si bukan gak brani keluar,..karena jarang sekali yg kenal dia gt.
Tp kl buat urusan kecantikan , glamour dan kemewahan gt,.ya jelas dia lebih siip dan elegant ketimbang ratu kidul. Lebih cocok dan kharismatik buat cw yg berprofesi spt artist, models, marketing, manager,..dll. Diistana nya ajah ada kolam renang gt. Singgasana nya lux.gt.
Sedangkan ratu kidul itu cocok buat yg berprofesi spt presiden,.pejabat,.komandan,..dll. tp yg lidah nya "lokal",..soalnya ratu kidul itu suka kuliner lokal spt: sayur asem, lodeh,.dll....hahaha..:D
Istanya gak ada kolam renangnya, cuman dayangnya banyak,.Sedangkan singgasana ratu kidul itu single,.tp rada panjang,. berada di area tengah Dan ratu kidul itu juga suka nari,.tarian lokal,.yg lemot gt lah..
Masakan favorit ratu kidul itu sayur asem.
 
yup,..jelas kalah donk,.:D hehehe,.soalnya ratu kidul itu kan seolah 'kakak nya' gt.
dan sebetulnya si bukan gak brani keluar,..karena jarang sekali yg kenal dia gt.
Tp kl buat urusan kecantikan , glamour dan kemewahan gt,.ya jelas dia lebih siip dan elegant ketimbang ratu kidul. Lebih cocok dan kharismatik buat cw yg berprofesi spt artist, models, marketing, manager,..dll. Diistana nya ajah ada kolam renang gt. Singgasana nya lux.gt.
Sedangkan ratu kidul itu cocok buat yg berprofesi spt presiden,.pejabat,.komandan,..dll. tp yg lidah nya "lokal",..soalnya ratu kidul itu suka kuliner lokal spt: sayur asem, lodeh,.dll....hahaha..:D
Istanya gak ada kolam renangnya, cuman dayangnya banyak,.Sedangkan singgasana ratu kidul itu single,.tp rada panjang,. berada di area tengah Dan ratu kidul itu juga suka nari,.tarian lokal,.yg lemot gt lah..
Masakan favorit ratu kidul itu sayur asem.
sayur asem?? kok malah khas betawi yang disuka hahaha
 
sayur asem?? kok malah khas betawi yang disuka hahaha

yup,.asli..
Itu betulan loh..
Dari beberapa temen gw yg bisa,..gw suruh cek, masuk keistananya dan lsg nyari kitchennya,..ntar liat ada masakan apa gt.
Dan favorit ratu kidul itu sayur asem,..hampir tiap hari menunya itu,gt.
Saat bbrp temen gw nyoba nyicipin,.semuanya bilang "makyuss,.enak deh.."..asli.enak.gt.

Hahaha,..bbrp temen2 gw kl jalan2 blusukan ke istana siapa ajah,..yg dicari itu pantry / dining areanya,.gt..hahaha.
 
Back
Top