[B]The REVENGE of LORD VOLDIE: Awal Kemampusan Para Muggle[/B]

Voldie

New member
The REVENGE of LORD VOLDIE: Awal Kemampusan Para Muggle

Karya: Lord Voldie
Terinspirasi dari karya J.K.Rowling: Harry Potter
Diposting di ii atas persetujuan: Kementerian sihir di London
All rights reserved.

Karya ini hanyalah fiksi semata, tidak ada niat untuk menjelek-jelekkan penyihir, muggle, hippogrif, troll, dan lain-lainnya. Kalau ada kesamaan nama, tempat dan kejadian apapun di sini, saya pastikan bahwa itu hanyalah kebetulan semata. Kalau masih ada juga kesamaan, mungkin masalahnya ada pada alat bantu visual anda. Coba arahkan tongkat anda ke arah kacamata anda dan katakan:
“REPARO!”
Kalau mantera itu tidak berhasil, cobalah pergi ke dokter mata.


BAB 1
KEBANGKITAN LORD VOLDIE


Aku terbangun di sebuah ruangan yang sempit dan gelap. Seperti sebuah peti mati yang terbuat dari kayu untuk mengubur mayat. Ya, mereka telah menguburkanku, tanpa tahu apa yang sesungguhnya terjadi.

Aku mencoba bangkit dari tidurku, namun, sia-sia saja. Aku tetap terbaring, dan kehabisan tenaga. Di ruangan yang sesempit ini aku takkan bisa bergerak bebas, apalagi berpindah kemana-mana. Melakukan apparate juga mustahil di tempat sesempit ini.

Aku meraba-raba bagian bawah tubuhku. Jubah hitamku masih saja melekat di tubuhku, mereka tidak menanggalkannya, (sigh) demikian juga dengan tongkatku. Mereka meletakkannya tepat di atas tubuhku. Dasar orang-orang bodoh!

Mereka tidak tahu kalau: Lord Voldie + Tongkat = kehancuran bagi dunia muggle.

Mereka terlalu yakin bahwa aku bisa dibunuh dengan mudah.

Sebuah kilatan merah akhirnya meluncur dari ujung tongkatku dan menyambar menembus keluar dari dalam peti mati yang terbuat dari kayu tersebut.

Tanah berhamburan masuk ke dalam peti, namun aku tak mau lagi berlama-lama di sini. Aku menyeruak bangkit, keluar dari lubang yang baru saja aku ciptakan. Aku sadar, ini adalah kesempatanku satu-satunya sebelum terlihat makhluk lain ataupun siswa horgwarts.

Aku bangkit menjejakkan kakiku di tanah basah dan bergerak maju. Tujuanku, hutan terlarang membentang tepat di hadapanku.

Aku harus hidup! Aku harus membalas dendam kepada si bocah Potter sialan itu!!!



Aku beristirahat sebentar. Menghela nafas panjang di antara pepohonan yang tumbuh di hutan terlarang ini. Hari masih gelap. Kulihat sebentuk cahaya keluar dari pondok si bodoh Hagrid. Aku akan menghabisinya terlebih dahulu.

Aku bergerak maju tanpa mempedulikan kotornya tubuhku. Tongkat cemara berinti bulu phoenix tergenggam erat di tanganku yang berjari-jari panjang dan kotor. Aku melangkah mantap. Kulihat sesosok makhluk bersayap dengan pandangan angkuh sedang berada di depan pondok.

Seekor hippogriff bodoh sedang memandangiku dengan curiga. Mungkin Hagrid menamainya bukelbek, duburbek, atau apalah, whatever. Dia toh bakalan mati dalam sekejap.

“Avada kedavra…”

Dengan sebuah bisikan halus. Hipogriff itu pun mampus dengan sebuah lenguhan pelan. Aku tertawa tertahan, aku tak mau membangunkan Hagrid dengan mampusnya hippogriff bodoh miliknya.

Aku mengetuk pintu pondok Hagrid dengan ujung tongkatku. Terdengar suara-suara seperti orang sedang membereskan sesuatu. Sunyi sejenak. Dan akhirnya seseorang membuka pintu.

Hagrid tampak terkejut dengan kemunculanku di depan pintunya. Namun, dia tidak dapat berbuat apa-apa karena dia berada di bawa todongan tongkat kayu cemaraku. Dia mundur ke dalam saat aku mengarahkan tongkatku ke tubuh tambunnya. Makhluk setengah raksasa itu mulai khawatir.

“Bb…bbbee.. bbuk…bukankahhh…. Ka..kau sudah m…mmmati?”
Pertanyaan yang sangat meremehkan. Dia menganggapku sudah mati? Dia pikir siapa dia?

Aku bergerak perlahan, mengitari meja bundar yang di dalam pondoknya yang berantakan. Ada gelas-gelas butterbeer yang saling bertindihan di sana-sini, aneka rumput-rumputan kering tertera di atas meja. Tapi tunggu dulu… apa itu?

Aku melihat seperti sebentuk lembaran perkamen yang aneh. Seperti bacaan kaum muggle sialan itu. Ada juga yang diterbitkan oleh Rita Skeeter publishing.

“Wingardium Leviosa!”

Perkamen itu terangkat dari balik rerumputan kering yang menutupinya. Beberapa tulisan terbaca oleh mata ularku. Playsorcerers… Fresh-Witch-of-the-Month… Witcies-Bitchies… dan masih banyak lagi.

Dengan sebuah hentakan, majalah-majalah menjijikkan itu terlempar dan berserakan di lantai. Dengan penuh keheranan aku menatap Hagrid. Dia membisu dan sepertinya juga merasa bingung.

“Apa yang kau lakukan Hagrid?” aku membentaknya. Menatapnya dengan hina.

Entah dari mana datangnya, tiba-tiba seekor anjing buduk berwajah konyol mencengkeram jubahku dengan moncongnya yang bau.
“Tahan dia Fang!” seru Hagrid.

Aku kehilangan keseimbangan saat kaki-kaki anjing sialan itu menohok punggungku. Hagrid sudah bersiap-siap menghantamku dengan teknik berkelahi mugglenya. Aku berguling dan menghindar dari pukulan-pukulan Hagrid. Lantai pondok berlubang-lubang karenanya. Nyaris saja.

Meja di depanku sudah terbalik, segenap isinya berantakan kesana kemari. Aku bergerak menjauh dari kedua makhluk tersebut. Namun, aku tersudut.

Dalam hitungan detik saja, Fang telah meloncat berniat untuk menghantamku sekali lagi. Tidak akan kubiarkan kali ini. Aku harus membalas.

“AVADA KEDAVRA!!!”

Fang pun mampus. Dengan segera kutodongkan tongkatku kepada Hagrid yang sudah bersiap-siap untuk meninjuku kembali.

“Jangan bergerak Hagrid!”

Gerakannya terhenti. Mungkin di antara sedih dan takut di bawah todongan tongkatku. Hagrid terdiam. Kulihat dia melirik sebentar kepada anjingnya yang malang.

“Apa yang kau lakukan Hagrid?” aku bertanya lagi dengan perlahan.

“Aa maksudmu? Majalah itu bukan milikku!” dia malah membentakku.

“Lalu?”

“Itu milik Firenze, Profesor Flitwick juga membacanya!”

Aku tambah terkejut. Guru-guru Hogwarts juga? Sungguh terlalu. Mau jadi apa anak-anak itu kalau para profesornya bejat begini. Aku tak mau membayangkan kemungkinan adanya praktek paedofilia di sana.

“Maafkan aku Hagrid…” Aku sudah mengarahkan tongkat cemaraku ke dadanya, bersiap-siap untuk mengeluarkan mantera favoritku.

“Avada Kedav…”

Tiba-tiba sebuah suara mengejutkanku.

“Expelliarmus!!!”

Tongkatku terlempar dari genggamanku. Bersamaan dengan itu pula, pukulan Hagrid mengenai dadaku. Aku terpelanting membentur kaca jendela pondok dan terlempar ke luar. Pecahan kaca bersarang di sekujur tubuhku. Sungguh nyeri rasanya. “HOEEEKKK!” mulutku memuntahkan darah.

“Bunuh dia!!! Dia mau mencuri majalah kita!!!” terdengar suara Hagrid membahana di angkasa.

Sesosok makhluk berukuran super pendek tampak berlari tergopoh-gopoh, dia profesor Flitwick. Dialah yang baru saja melontarkan mantera pelucut senjata ke arahku dari jendela. Kali ini Flitwick juga meluncurkan kutukan demi kutukan berwarna hijau. Mantera pemingsan stupefy!
Aku mencoba bangkit dan menghindari serangan demi serangan dari si pendek Flitwick. Bahuku terluka dan mengeluarkan banyak darah karena membentur ujung kayu yang runcing. Aku berlari sempoyongan ke arah pepohonan di hutan terlarang. Mustahil untuk terbang, tanpa tongkat cemara di tanganku.

Aku harus hidup!

Sesosok makhluk separuh kuda-separuh manusia mencoba mencegatku. Firenze sepertinya tidak berminat untuk membiarkan aku kabur begitu saja. Aku adalah ancaman besar bagi mereka. Kakinya menghentak di dadaku. Aku terpelanting tanpa daya. Mulutku mengucurkan darah segar, aku akan dibunuh mereka untuk yang kedua kalinya.

Firenze sudah bersiap-siap untuk menginjak tubuhku yang tidak berdaya. Siap untuk mengakhiri hidupku. Saat sebuah bayangan berkelebat diiringi sebuah teriakan.

“SECTUSEMPRA!!!”

Firenze terkejut, mantera itu nyaris mengenainya. Dia kelabakan dan mencari-cari asal munculnya kutukan tersebut. Namun, dia tidak menemukan siapapun.



Pemuda berwajah runcing itu memapahku. Dialah yang menggeber kutukan ke arah Firenze tadi. Kutukan itu cuma sebuah pengalihan. Dia berniat untuk menyelamatkan aku. Sambil berjalan perlahan, aku menatap wajahnya, dan baru sadar—bahwa aku cukup mengenalnya di masa lalu.

“Kk… kkkau anak Lucius Malfoy, bukan?”

Pemuda berambut perak itu tersenyum.

“Mari kita hancurkan muggle bersama-sama, tuan.”

Bersambung

--

Maaf kalo garing... eniwei, saya tidak menolak Reppu. :))

---

Wah, judulnya kok malah kayak begitu ada boldnya, gimana cara ngeditnya ya?
 
Last edited:
Back
Top