Aturan diluar syariat yang dihormati syariat

madAs

New member
Bai' mu'athoh adalah bentuk jual beli yang dilakukan tanpa ada sighot (persetujuan secara tertulis atau lisan atas transaksi yang dilakukan). Menurut perspektif fikih, jual beli model ini temasuk model yang batil/tidak sah/ilegal, karena tidak memenuhi salah satu rukunnya.Maka tentu saja hukumnya haram. Ini adalah contoh kecil.
Kemudian, karena kita tau itu dalam fikih, kita dengan mudah menerima keharaman jual beli jenis ini. Padahal, kalau dikaji secara mendalam, tidak ada satupun nash yang mengharuskan adanya sighot. Alasan yang digunakan fikihpun bukan menggunakan dasar nash, tetapi akal, yaitu, keridloan seseorang (yang disinggung oleh ayat tentang jual beli) tidak tampak. Maka mau tidak mau harus ada sesuatu yang bisa merepresentasi keridloan ini, dan ketemulah sighot.

Permasalahannya, sejauh mana kita sebagai muslim terikat dengan aturan2 yang ada diluar nash? Contoh gampang, misal kita bawa motor gak pake helm, kita berdosa ato nggak? Sebab bagaimanapun hal tersebut adalah aturan dari negara, yang telah diberi wewenang oleh syariat untuk membuat aturan tambahan, selama tidak menyalahi aturan syariat itu sendiri
 
Bls: Aturan diluar syariat yang dihormati syariat

hm, karena aku blm bisa menjawab pertanyaan diatas, aku kirim tadi pagi pertanyaan ini ke seorang mahasiswa al azhar mesir jurusan syariah,
berikut aku kutip jawabannya:
dalam kaidah ushul...
asal segala sesuatu (diluar ibadah) itu boleh, sampai ada dalil yang mengharamkannya...sebaliknya asal segala sesuatu dalam ibadah itu haram, sampai ada dalil yang mnyuruhnya..

trus segala aktifitas kita yang baik (perbuatan mubah) itu bisa bernilai ibadah jika diniatkan ibadah kepada allah...innamal 'amalu binniyat..

adapun pengambilan hukum diluar nash para ulama telah sepakat diantaranya : setelah qur'an dan sunnah yaitu:
Ijma', dan qiyas.
adapun sumber pengambilan hukum lain yg masih diselisihkan ulama yaitu:
Maslahah almursalah (pengambilan hukum berdasarkan maslahat yg tdk bertentangan dgn alqur'an& sunnah), 'Urf (kebiasaan baik pd masyarakat), Istihsan, dan ada juga mngambil dari kebiasaan penduduk madinah (kl ga slh pendapat imam malik), dll

Nabi juga bersabda tentang ijtihadnya ulama:
"Apabila seorang hakim berijtihad dan benar, maka baginya dua pahala, tetapi bila berijtihad lalu keliru maka baginya satu pahala." (HR Bukhari dan Muslim).

:“Dari Muadz : Sesungguhnya Rasulullah saw mengutus Muadz ke Yaman, beliau bersabda, “.Bagaimana anda nanti memberikan keputusan ?”. “Aku memberi keputusan berdasarkan kitabullah”. “Bagaimana jika tidak ada dalam kitabullah?”. “Maka dengan sunah Rasulullah saw.” “Bagaimana kalau tidak ada dalam sunah Rasulullah?.” “Aku berusaha berijtihad/sungguh2 dengan akalku dan aku tidak akan menyerah.”. Lalu Rasulullah menepuk dadanya dan bersabda, “segala puji bagi Allah yang telah membimbing utusan Rasulullah” (HR. Abu dawud, lihat :Musnad imam Ahmad 5/230)

Adapun dlm ayat jg disebutkan ta'atlah kalian kpd ulil amri (pemimpin) diantara kalian, ya meskipun ulil amri sendiri masih diperselisihkan dlm negara kita..

tp yg jelas...antum bs nyimpulin sendiri dan gali lagi lebih dalem..ini cuman sedikit gambaran aja...

kl masalah helm mah...mnurut ane ga pake jg ga dosa...itu mubah, namun ketika makenya dgn niat yg benar demi maslahat mk bs dpt pahala...

adapun pahala/dosa itu hak preogatifnya Allah...qt gak bs menghukumiscara pasti kamu dah dosa atau kamu dah dpt pahala, dll...krn manusia hanya bs menghukum scara dzohirnya saja...namun batinnya cuman Allah yg tahu..spertihalnya kisah yg disebutkan dlm hadis ttg 3 orang diakhirat yg dimasukan keneraka padahal mereka adalah seorang yg alim ulama,kedua dermawan dan terakhir mujahid, namun mereka smuanya hanya ingin pujian & kedudukan alias slh niat...

terakhir, ketika bingung terhadap hukum sesuatu apakah halal atau haram ..mk dijelaskan di dlm hadits bahwa yg halal itu jelas dan haram itu jg jelas, diantaranya adalah syubhat hal yg samar2 yg blm qt ktahui hukumnya, ini sebaiknyaditinggalkan...adapun ciri2 perbuatan halal adalah dia tidak memberikan mudhorot tp memberikan kebaikan...wallahu'alam...afwan kl mlenceng...
jika masih kurang jawabannya nanti bisa aku tanyain lagi, karena posisi beliau ketika menjawab pertanyaan ini ketika tengah malam.
 
Bls: Aturan diluar syariat yang dihormati syariat

hm, karena aku blm bisa menjawab pertanyaan diatas, aku kirim tadi pagi pertanyaan ini ke seorang mahasiswa al azhar mesir jurusan syariah,
berikut aku kutip jawabannya:

.

Wah keren, punya koneksi anak sono...[<:)

Oke, saya ambil poin2 penting untuk melanjutkan diskusi ini

(1) Kl masalah helm mah...mnurut ane ga pake jg ga dosa...itu mubah, namun ketika makenya dgn niat yg benar demi maslahat mk bs dpt pahala...

(2) Adapun pahala/dosa itu hak preogatifnya Allah...qt gak bs menghukumiscara pasti kamu dah dosa atau kamu dah dpt pahala, dll...krn manusia hanya bs menghukum scara dzohirnya saja...namun batinnya cuman Allah yg tahu..

(3) Adapun dlm ayat jg disebutkan ta'atlah kalian kpd ulil amri (pemimpin) diantara kalian, ya meskipun ulil amri sendiri masih diperselisihkan dlm negara kita

Dari pernyataan no.2 itulah terlahir fikih. Dan kebetulan memang dari sudut pandang itulah diskusi ini kita fokuskan.

Sekarang mengenai poin no.1 dan 3, karena keduanya memiliki kaitan yang erat. Sebenarnya seberapa jauh sih, syariat mengharuskan kita mentaati perintah ulul amri?(yang menurut ibnu Abbas 'tarjumanul Qur'an' mereka adalah ulama dalam urusan keagamaan, pemerintah dalan urusan keduniawian, yang seharusnya dapat bersinergi dengan baik. Hal itulah yang sayangnya tidak terjadi di negara kita) Apakah, hal yang hukum asalnya mubah menurut syariat, tidak boleh dilarang/diperintah oleh ulil amri. Maka seandainya hal itu terjadi, kita tidak terikat dengan aturan ulil amri tersebut? Jika iya, kenapa hukum fikih begitu banyak masuk dalam hal yang awalnya tidak dilarang/diperintah syariat. Seperti keharusan ada sighot dalam contoh yang saya ambil.
Atau ada batasan lain, misal selama tidak bertentangan, lebih2 selaras dengan maqoshid syariat, perintah ulil amri adalah sebuah bentuk perintah syariat lain, yang wewenang penetapannya diberikan syariat kepada mereka ulil amri. So, aturan/keharusan mengenakan helm saat berkendara, merupakan keharusan, jika dilanggar kita akan dapat dosa, karena perintah itu tidak bertentangan dengan satu aturan syariatpun, malahan selaras dengan maqoshid syara' untuk hifdzu nafsi.
 
Bls: Aturan diluar syariat yang dihormati syariat

Adapun dlm ayat jg disebutkan ta'atlah kalian kpd ulil amri (pemimpin) diantara kalian, ya meskipun ulil amri sendiri masih diperselisihkan dlm negara kita..

semua jabaran masykur diatas keren, tapi yang paling keren ya yang ini.. xixixixi

Sekarang mengenai poin no.1 dan 3, karena keduanya memiliki kaitan yang erat. Sebenarnya seberapa jauh sih, syariat mengharuskan kita mentaati perintah ulul amri?(yang menurut ibnu Abbas 'tarjumanul Qur'an' mereka adalah ulama dalam urusan keagamaan, pemerintah dalan urusan keduniawian, yang seharusnya dapat bersinergi dengan baik. Hal itulah yang sayangnya tidak terjadi di negara kita) Apakah, hal yang hukum asalnya mubah menurut syariat, tidak boleh dilarang/diperintah oleh ulil amri. Maka seandainya hal itu terjadi, kita tidak terikat dengan aturan ulil amri tersebut? Jika iya, kenapa hukum fikih begitu banyak masuk dalam hal yang awalnya tidak dilarang/diperintah syariat. Seperti keharusan ada sighot dalam contoh yang saya ambil.
Atau ada batasan lain, misal selama tidak bertentangan, lebih2 selaras dengan maqoshid syariat, perintah ulil amri adalah sebuah bentuk perintah syariat lain, yang wewenang penetapannya diberikan syariat kepada mereka ulil amri. So, aturan/keharusan mengenakan helm saat berkendara, merupakan keharusan, jika dilanggar kita akan dapat dosa, karena perintah itu tidak bertentangan dengan satu aturan syariatpun, malahan selaras dengan maqoshid syara' untuk hifdzu nafsi.

ehehe.. ulil amri wa minkum...
nanti merembet ke urusan pilih memilih, tunjuk menunjuk, sampe dikotomi demokratis tu sebenernya bisa kita terima nggak..??

nyimak dulu aaaah..
ane masih kecetekan..
malah bikin butek doang kalo masih cetek di obok obok mah... hahahahaha

silahkan dilanjut bos masykur and bos madAs
 
Last edited:
Bls: Aturan diluar syariat yang dihormati syariat

nanti merembet ke urusan pilih memilih, tunjuk menunjuk, sampe dikotomi demokratis tu sebenernya bisa kita terima nggak..??

nyimak dulu aaaah..
ane masih kecetekan..
malah bikin butek doang kalo masih cetek di obok obok mah... hahahahaha

silahkan dilanjut bos masykur and bos madAs

ah, bang popoi gak usah malu2 kalo mau berpendapat, kan senior disini :D
kalo, masalah cetek, kita semua juga masih cetek, untuk itu kita disini sharing ilmu masing2 untuk saling melengkapi.

ehehe.. ulil amri wa minkum...
koreksi dikit :D
ya ayyuhaladzina aamanu atiullaha wa atiurrasul wa ulil amri minkum....
Sebenarnya seberapa jauh sih, syariat mengharuskan kita mentaati perintah ulul amri?
annisa:59
ini artinya:
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (AlQur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.

menurut ibnu qoyyim, dalam ayat diatas adalah dalil untuk mentaati Allah, rasulnya dan ulil amri. dalam ayat tersebut Allah mengulangi kata "atiuu=taatilah" kepada Allah dan "atiuu" kepada Rasul sedangkan kepada ulil amri tidak terdapat kata "atiuu". hal tersebut menunjukkan ketaatan mutlak terhadap Allah dan Rasulnya, sedangkan ketaatan kepada ulil amri adalah bersyarat, yaitu harus sesuai dalam ketaatan kepada Allah dan rasulnya.

sebagaimana kalimat " wa ulil amri minkum" = ulil amri diantaramu => kembali ke ayat awal " ya ayyuhalladzina aamanu" = "wahai orang orang yang beriman", berarti ulil amri adalah salah satu dari orang orang yg beriman tersebut :D
wallahu a'lam

tapi kalo ditanya....apakah pemerintah indonesia ini termasuk dari ulil amri? (padahal ada yg beriman ada juga yg tidak)
apakah kita wajib mengikuti UU yg tidak rumuskan berdasarkan Alquran dan Alhadits? (walau terkadang tidak bertentangan dengan syariat islam, seperti pakai helm)

kalo itu aku juga masih binggung......
bang madas, om popoi, ishimaru dan teman2 lainnya silahkan dilanjutkan :D
yg bisa jawab pertanyaanku aku kasih bintang dobel :finger:
 
Bls: Aturan diluar syariat yang dihormati syariat

wekeke.. gw sih ngambil simple nya doank... kalo aturan itu lebih banyak manfaatnya daripada mudharat nya.. yo monggo di taatin semampunya.. tapi kalo kebanyakan mudharatnya daripada manfaatnya yo.. monggo ndak ditaati juga ndak apa2...
 
Bls: Aturan diluar syariat yang dihormati syariat

tapi kalo ditanya....apakah pemerintah indonesia ini termasuk dari ulil amri? (padahal ada yg beriman ada juga yg tidak)
apakah kita wajib mengikuti UU yg tidak rumuskan berdasarkan Alquran dan Alhadits? (walau terkadang tidak bertentangan dengan syariat islam, seperti pakai helm)

Memang kalau dihadapkan pada konteks ke-Indonesia-an, susah2 gampang. tapi, satu hal yang pasti, meskipun Indonesia berdasar pada UUD '45, bukan Qur'an Hadits, kita harus pisahkan aturan2 yang bertentangan dengan aturan Islam dengan yang tidak. Yang sesuai diikuti lahir batin, sedangkan yang tidak, cukup lahir saja. Soalnya gini, fakta Indonesia berdasar atas UUD '45, jelas tidak membuat kita benar2 diperbolehkan menolak seluruh aturan dari pemerintah, hanya karena Quran hadits tidak dijadikan dasar hukum formal. Atau ada non-Muslim yang duduk di pemerintahan, saya rasa juga bukan hal signifikan dalam urusan kewjiban taat kepada negara. Terlebih karena Indonesia adalah negara demokrasi.
Jadi intinya ya tadi, selama tidak bertentangan dengan aturan Islam, jika pemerintah memiliki kebijakan tegas, kita diwajibkan mengikutinya, lahir batin, dosa jika kita melanggarnya, karena secara tidak langsung kita menolak wewenang negara, yang telah diberikan syariat, untuk mengatur ketertiban proses kehidupan.
Gimana om?
 
Bls: Aturan diluar syariat yang dihormati syariat

.....
tapi kalo ditanya....apakah pemerintah indonesia ini termasuk dari ulil amri? (padahal ada yg beriman ada juga yg tidak)
apakah kita wajib mengikuti UU yg tidak rumuskan berdasarkan Alquran dan Alhadits? (walau terkadang tidak bertentangan dengan syariat islam, seperti pakai helm)

....

kalu ditanya wajib pa engganya sie saia kira engga wajib karena pemerintahan di Indonesia belum benar2 menerapkan syari'ah ...tapi sebagai warga negara yang baik bila peraturan itu memang baik ya seharusnya ditaati seperti memakai helm, bila ga pakai helm juga ga dosa tapi resiko ditanggung sendiri ...v^^

cmiiw v^^
 
Bls: Aturan diluar syariat yang dihormati syariat

kalu ditanya wajib pa engganya sie saia kira engga wajib karena pemerintahan di Indonesia belum benar2 menerapkan syari'ah ...tapi sebagai warga negara yang baik bila peraturan itu memang baik ya seharusnya ditaati seperti memakai helm, bila ga pakai helm juga ga dosa tapi resiko ditanggung sendiri ...v^^

cmiiw v^^

Saya garis bawahi tulisan sampeyan di atas. Penerapan syariah
seperti apa yang sampeyan kehendaki. Apakah harus berbentuk khilafah, atau menjadikan Quran Hadits sebagai sumber hukum. Kemudian seperti apa bentuk penetapan Quron Hadits sebagai sumber hukum? Apa dengan hanya mengikuti Quron Hadits secara tekstual, hanya menerima hukum yang secara jelas disebutkan Quron Hadits, atau menempatkan jenis aturan2 yang ada pada Quron Hadits sebagaimana mestinya. Dalam arti, aturan2 dalam bentuk global/umum tetap diberlakukan secara umum, dan aturan2 partikular tetap diterapkan sebagaimana yang tertulis.
Kemudian, jika kita tilik sejarah, sampai kapan pemerintah mendapat kedudukan yang tinggi di mata Islam? Apa hanya pada masa Rasulullah dan khulafa Rasyidin, atau terus berlanjut sampai masa sesudahnya?
 
Back
Top