magenmeg
New member
Halo, semua. Saya baru saja menemukan dan daftar forum ini. Saya berharap bisa curhat dan mendapatkan respon yang mungkin saja bisa membantu saya. Saya sudah tidak tau harus bagaimana.
Saya merasa hidup saya benar-benar kacau. Mulai dari keluarga yang berantakkan, bukan hanya orang tua yang setiap harinya selalu ribut dan bertengkar, selalu membentak satu sama lain, lanjut dengan kakak-kakak yang juga tidak akur, kemudian dengan 4 orang tante dan ibuku yang sering bertengkar bahkan memarahi nenekku yang selama ini tinggal denganku terpisah dari kedua orang tua dan kakak-kakakku. Kemudian nenekku yang sampai harus masuk rumah sakit dan sering kali kulihat menangis karena harus meladeni ucapan-ucapan anak-anaknya yang tidak punya hati melihat nenekku sudah lelah mendengarkan mereka mengeluh dan membicarakan ketidaksukaannya pada kakak pertamanya yang selalu mengatur kehidupan mereka.
Tidak hanya masalah keluarga yang tak kunjung selesai, kini saya juga terjebak di masa lalu. Ya, seakan waktu saya berhenti di masa lalu. Saat saya masuk SMA dan naik ke kelas 2, bude saya yang membiayai kuliah saya menuntut saya untuk memilih jurusan IPA yang sama sekali saya tidak kuasai dan saya jauhi untuk diambil. Akhirnya sekalipun saya ngotot tidak mau dan tidak mampu, nenek saya datang ke SMA untuk mengatakan pada wali kelas bahwa saya harus masuk IPA dan akhirnya wali kelas membalas bahwa nilai saya memang bisa masuk IPA walaupun nilai-nilai pelajaran IPA saya hanya sekitar kepala 7.
Tidak berhenti disitu, saya berjuang semasa SMA yang sesungguhnya membuat saya semakin bodoh karena saya tidak bisa memaksa otak saya untuk mengerti IPA. Lalu, saat hendak lulus SMA dan ke perguruan tinggi, bude saya ditambah orang tua saya mengintervensi pilihan saya lagi. Saya sampai menangis-nangis ke nenek saya bahwa saya ingin masuk jurusan design, tapi nenek saya tidak punya daya untuk mempengaruhi bude dan orang tua saya yang memaksa dan menuntut saya harus memilih jurusan yang masuk akal yaitu teknik, dokter, atau ekonomi. Mereka bilang bahwa design bukan jurusan yang berpotensi bagi masa depan saya, mereka bilang design tidak banyak pekerjaan, mereka bilang saya tidak kreatif untuk di design, mereka menambahkan bahwa design memerlukan banyak biaya bila nanti ada praktikum dan sebagainya, dan seterusnya mereka menuntut saya bahwa design bukanlah pilihan yang tepat.
Saat itu, posisi saya adalah seorang anak yang dibiayai bude saya, yang bahkan tidak pernah bisa ngotot kepada bude saya yang galak dan bersifat "mengetahui segala hal dan paling bisa memilihkan mana yang baik bagi saya dan kehidupan adik-adiknya". Ya, beliau adalah orang yang keras dan orang yang seperti itu, yang tidak bisa diganggu gugat ketika sudah memutuskan. Akhirnya, saya menurut dan memilih teknik dan kedokteran pada SNMPTN dan PMDK. Hasilnya??? GAGAL TOTAL.
Saya sempat diterima di PMDK untuk D3 Planologi UNDIP, saya sudah mau mengambil itu karena saya tau kemampuan saya tidak mungkin bisa lulus tes berikutnya karena saya sudah mencoba berbagai tes untuk PTN dan gagal. Tapi, bude saya kembali mengintervensi pilihan saya, beliau bilang jangan ambil D3 itu karena nanggung dan akan keluar biaya lagi untuk S1. Padahal setelah saya cari tau, D3 planologi Undip sangat prospektif melihat alumni-alumninya yang cepat dapat kerja dan sukses. Saya sudah bilang itu tapi tetap saja saya harus menolaknya dan mencoba tes terakhir yaitu SPMB Nusantara. Saya berhasil dan kini kuliah jurusan ekonomi di salah satu PTN di Indonesia.
Sudah 2 tahun ini saya kuliah, hendak ke tahun ke 3 .. saya mencoba menghilangkan pikiran dan minat saya terhadap design, MENGHAPUS semua CITA-CITA saya yang sangat ingin menjadi konsultan design interior, yang sangat ingin bekerja untuk pembangunan proyek-proyek real estate dan apartment yang mulai menjamur di Indonesia. Saya hapus semua itu. Tapi, ternyata saya GAGAL. Keinginan dan rasa sakit hati akan design yang saya gagal untuk coba dan capai membuat waktu saya selalu terhenti pada kisah masa lalu saya yang menyakitkan. Tidak hanyak menyakitkan karena tidak bisa memilih dan menjalani apa yang saya pilih, tapi saya bahkan selama beberapa bulan semasa hendak masuk ke perguruan tinggi, saya mengalami depresi dan tidak ada satupun keluarga yang menyadari. Padahal, saya sering berada di kamar menyendiri dan membunyikan musik-musik yang seakan mengutuk orang-orang didalam hidup saya dan juga kehidupan ini. Saya bahkan sering berniat bunuh diri dan pernah mencoba membunuh diri saya dengan pisau dapur walau belum sempat saya lakukan dan selalu tidak diketahui keluarga saya. Hingga kini depresi dan perasaan ingin bunuh diri masih terkadang muncul dalam pikiran saya ketika keluarga saya membuat kehidupan saya sangat sulit.
Ditambah lagi, salah seorang tante saya bilang pada saya bahwa seharusnya saya saat itu "diam-diam" mencoba ITB untuk jurusan design dan hasilnya bukanlah masalah bila diterima di design maka saya tinggal bilang. Jujur, saya saat itu tidak terpikirkan cara tersebut, saya bukan anak yang senakal atau securang itu. Ya, saya selalu menuruti kata-kata bude saya yang selalu memilih segala hal untuk saya. Saya tidak berani mengumpat seperti itu. Dan ketidakberanian itu membuat saya selalu berpikir hingga detik ini bahwa saya begitu BODOH karena saya tidak berani berbuat nekad seperti itu. Saya selalu menangis bila saya menemui nasehat mario teguh dan seminar-seminar tentang pilihan dari dan bagi diri sendiri akan kehidupan dan masa depan. Saya selalu merasa perih dan pedih kenapa saya tidak bisa seperti teman-teman saya yang bisa memilih apa yang mereka inginkan untuk masa depannya. Ya, hingga kini waktu saya masih berhenti pada masa lalu. Saya selalu mencoba melupakannya dan bahkan menyibukkan diri saya dengan berbagai kegiatan kampus, tapi pada akhirnya saya selalu jatuh pada pikiran dan rasa sakit hati yang sama.
Bagaimana? Bagaimana saya harus melanjutkan hidup saya? Bagaimana caranya saya menerima diri sendiri dan kehidupan saya? Saya sungguh membutuhkan bantuan Anda semua yang ada di forum ini. Saya tidak tau harus cerita pada siapa, saya tidak pernah cerita hal ini pada teman-teman saya karena saya tau tidak baik menceritakan keburukan keluarga dan kehidupan saya pada mereka. Akhirnya, selama ini saya menyimpan segalanya dalam diri saya.
Saya merasa hidup saya benar-benar kacau. Mulai dari keluarga yang berantakkan, bukan hanya orang tua yang setiap harinya selalu ribut dan bertengkar, selalu membentak satu sama lain, lanjut dengan kakak-kakak yang juga tidak akur, kemudian dengan 4 orang tante dan ibuku yang sering bertengkar bahkan memarahi nenekku yang selama ini tinggal denganku terpisah dari kedua orang tua dan kakak-kakakku. Kemudian nenekku yang sampai harus masuk rumah sakit dan sering kali kulihat menangis karena harus meladeni ucapan-ucapan anak-anaknya yang tidak punya hati melihat nenekku sudah lelah mendengarkan mereka mengeluh dan membicarakan ketidaksukaannya pada kakak pertamanya yang selalu mengatur kehidupan mereka.
Tidak hanya masalah keluarga yang tak kunjung selesai, kini saya juga terjebak di masa lalu. Ya, seakan waktu saya berhenti di masa lalu. Saat saya masuk SMA dan naik ke kelas 2, bude saya yang membiayai kuliah saya menuntut saya untuk memilih jurusan IPA yang sama sekali saya tidak kuasai dan saya jauhi untuk diambil. Akhirnya sekalipun saya ngotot tidak mau dan tidak mampu, nenek saya datang ke SMA untuk mengatakan pada wali kelas bahwa saya harus masuk IPA dan akhirnya wali kelas membalas bahwa nilai saya memang bisa masuk IPA walaupun nilai-nilai pelajaran IPA saya hanya sekitar kepala 7.
Tidak berhenti disitu, saya berjuang semasa SMA yang sesungguhnya membuat saya semakin bodoh karena saya tidak bisa memaksa otak saya untuk mengerti IPA. Lalu, saat hendak lulus SMA dan ke perguruan tinggi, bude saya ditambah orang tua saya mengintervensi pilihan saya lagi. Saya sampai menangis-nangis ke nenek saya bahwa saya ingin masuk jurusan design, tapi nenek saya tidak punya daya untuk mempengaruhi bude dan orang tua saya yang memaksa dan menuntut saya harus memilih jurusan yang masuk akal yaitu teknik, dokter, atau ekonomi. Mereka bilang bahwa design bukan jurusan yang berpotensi bagi masa depan saya, mereka bilang design tidak banyak pekerjaan, mereka bilang saya tidak kreatif untuk di design, mereka menambahkan bahwa design memerlukan banyak biaya bila nanti ada praktikum dan sebagainya, dan seterusnya mereka menuntut saya bahwa design bukanlah pilihan yang tepat.
Saat itu, posisi saya adalah seorang anak yang dibiayai bude saya, yang bahkan tidak pernah bisa ngotot kepada bude saya yang galak dan bersifat "mengetahui segala hal dan paling bisa memilihkan mana yang baik bagi saya dan kehidupan adik-adiknya". Ya, beliau adalah orang yang keras dan orang yang seperti itu, yang tidak bisa diganggu gugat ketika sudah memutuskan. Akhirnya, saya menurut dan memilih teknik dan kedokteran pada SNMPTN dan PMDK. Hasilnya??? GAGAL TOTAL.
Saya sempat diterima di PMDK untuk D3 Planologi UNDIP, saya sudah mau mengambil itu karena saya tau kemampuan saya tidak mungkin bisa lulus tes berikutnya karena saya sudah mencoba berbagai tes untuk PTN dan gagal. Tapi, bude saya kembali mengintervensi pilihan saya, beliau bilang jangan ambil D3 itu karena nanggung dan akan keluar biaya lagi untuk S1. Padahal setelah saya cari tau, D3 planologi Undip sangat prospektif melihat alumni-alumninya yang cepat dapat kerja dan sukses. Saya sudah bilang itu tapi tetap saja saya harus menolaknya dan mencoba tes terakhir yaitu SPMB Nusantara. Saya berhasil dan kini kuliah jurusan ekonomi di salah satu PTN di Indonesia.
Sudah 2 tahun ini saya kuliah, hendak ke tahun ke 3 .. saya mencoba menghilangkan pikiran dan minat saya terhadap design, MENGHAPUS semua CITA-CITA saya yang sangat ingin menjadi konsultan design interior, yang sangat ingin bekerja untuk pembangunan proyek-proyek real estate dan apartment yang mulai menjamur di Indonesia. Saya hapus semua itu. Tapi, ternyata saya GAGAL. Keinginan dan rasa sakit hati akan design yang saya gagal untuk coba dan capai membuat waktu saya selalu terhenti pada kisah masa lalu saya yang menyakitkan. Tidak hanyak menyakitkan karena tidak bisa memilih dan menjalani apa yang saya pilih, tapi saya bahkan selama beberapa bulan semasa hendak masuk ke perguruan tinggi, saya mengalami depresi dan tidak ada satupun keluarga yang menyadari. Padahal, saya sering berada di kamar menyendiri dan membunyikan musik-musik yang seakan mengutuk orang-orang didalam hidup saya dan juga kehidupan ini. Saya bahkan sering berniat bunuh diri dan pernah mencoba membunuh diri saya dengan pisau dapur walau belum sempat saya lakukan dan selalu tidak diketahui keluarga saya. Hingga kini depresi dan perasaan ingin bunuh diri masih terkadang muncul dalam pikiran saya ketika keluarga saya membuat kehidupan saya sangat sulit.
Ditambah lagi, salah seorang tante saya bilang pada saya bahwa seharusnya saya saat itu "diam-diam" mencoba ITB untuk jurusan design dan hasilnya bukanlah masalah bila diterima di design maka saya tinggal bilang. Jujur, saya saat itu tidak terpikirkan cara tersebut, saya bukan anak yang senakal atau securang itu. Ya, saya selalu menuruti kata-kata bude saya yang selalu memilih segala hal untuk saya. Saya tidak berani mengumpat seperti itu. Dan ketidakberanian itu membuat saya selalu berpikir hingga detik ini bahwa saya begitu BODOH karena saya tidak berani berbuat nekad seperti itu. Saya selalu menangis bila saya menemui nasehat mario teguh dan seminar-seminar tentang pilihan dari dan bagi diri sendiri akan kehidupan dan masa depan. Saya selalu merasa perih dan pedih kenapa saya tidak bisa seperti teman-teman saya yang bisa memilih apa yang mereka inginkan untuk masa depannya. Ya, hingga kini waktu saya masih berhenti pada masa lalu. Saya selalu mencoba melupakannya dan bahkan menyibukkan diri saya dengan berbagai kegiatan kampus, tapi pada akhirnya saya selalu jatuh pada pikiran dan rasa sakit hati yang sama.
Bagaimana? Bagaimana saya harus melanjutkan hidup saya? Bagaimana caranya saya menerima diri sendiri dan kehidupan saya? Saya sungguh membutuhkan bantuan Anda semua yang ada di forum ini. Saya tidak tau harus cerita pada siapa, saya tidak pernah cerita hal ini pada teman-teman saya karena saya tau tidak baik menceritakan keburukan keluarga dan kehidupan saya pada mereka. Akhirnya, selama ini saya menyimpan segalanya dalam diri saya.