Cerita Pendek: Setan Bisu

spirit

Mod
w1200

Andai aku berpikir panjang

“Kiki! Ki! Kamu dipanggil kepala sekolah tuh, di ruangannya,” teriak Nabila yang mengejarku sambil terengah-engah.

Aku menarik nafas dalam dalam dan mempersiapkan jawaban yang tepat jika di wawancarai kepala sekolah yang tak punya hati nurani itu. Mengapa aku dipanggil? Ya, benar, aku berkasus.

Ketika aku menyusuri lorong-lorong menuju ruang kepala sekolah di hari yang begitu terik, otakku rasanya ingin meledak. Ruang kepala sekolah berada 5 meter ke kanan dari keberadaanku namun aku berjalan ke kiri menuju kamar mandi.

Tak ada satu pun makhluk di ruang pembuangan akhir itu. Aku duduk di atas kloset tertutup sambil menangis pelan hingga kesulitan mengatur nafas.

Kutendang ember yang berisikan air, kucampakkan gayung berwarna hijau berbahan plastik ke atas lantai hingga pecah, dan kubanting botol plastik berisi sabun cair hingga membuat lantai sangat licin.

Tak ada rasa takut sama sekali pada diriku dan tak terbesit permintaan maaf kepada pihak sekolah atas kerusakan yang kulakukan. Apakah aku depresi atau bahkan gila? Kupecahkan kaca kamar mandi hingga melukai jari mungilku lalu kugores telapak tanganku dengan serpihan pecahan kaca itu. Kata-kata yang berputar di kepalaku hanyalah "aku ingin mati". Namun, untuk membunuh diri sendiri aku tak sanggup.

Suara tapak kaki dan tawaan khas adik kelasku mulai terdengar menuju kamar mandi. Segera kuhapus air mata dan kubersihkan tangan dari darah.

Aku berjalan menunduk dengan sepatu yang sudah tak nyaman dipakai akibat air dan sabun yang tumpah di lantai. Kepala sekolahku keluar dari ruangannya dan berdiri di depan pintu sambil berbincang dengan Kepala Yayasan.

Aku yang berlari merunduk menghantam bahu beliau, ia berteriak memanggil namaku. Aku terus berlari menuju laboratorium di lantai 3. Tanpa pikir panjang, aku bersiap untuk melompat ke bawah agar hidupku cepat usai.

Beberapa anak basket dan murid yang berada di lapangan melihatku yang akan melompat. Aku menutup mata sambil menangis tersedu-sedu. Tanpa ragu aku langsung melangkah besar dan melompat ke bawah.

Tak sempat mereka bergerak untuk menyelamatkanku ataupun memberitahu guru, aku sudah melompat ke bawah. Kukira aku sudah tak hidup lagi. Tiga bulan aku koma di rumah sakit, tak ada teman ataupun keluarga yang menjenguk dan mendoakanku. Walaupun biaya rumah sakit terus ditransfer untukku, namun hanya perawatlah yang menjagaku.

**

Masih bingung mengenai diriku? Baiklah kuceritakan dari awal.

Namaku Al Fariski Yolanca. Semua orang memanggilku Kiki. Apa namaku seperti anak laki-laki? Maaf, tapi aku perempuan.

Aku duduk di kelas 2 SMA. Sejak aku duduk di bangku SMA, masalah demi masalah mulai menghantuiku. Orangtua yang dulunya akur menjadi tak harmonis dikarenakan permasalahan ekonomi. Papa tak mengizinkan mama untuk bekerja karena seharusnya mama mengurusku saja di rumah.

Namun, mama tak ingin kariernya usai dan mama pun tak mau menikmati gaji bulanan yang sedikit dari papa. Gaji bulanan papa hanya 3 juta rupiah sedangkan gaji bulanan mama 10 juta rupiah. Bisakah kalian bayangkan? Itulah alasan mama tak ingin keluar dari pekerjaannya.

Setiap hari aku melihat mereka bertengkar hanya karena itu. Telinga kanan dan kiriku seiring waktu juga sakit mendengar pertengkaran dan pendapat mereka yang tak sesuai dengan keinginanku.

Dulu, aku meminta mereka untuk datang ke acara sekolah melihat kelasku menampilkan drama. Mengapa mereka tak mengatakan saja kalimat, "kami tak bisa datang karena sibuk" yang sedikit lega didengar.

Tetapi mereka malah menceramahiku bahwa penampilan drama itu hanyalah perbuatan yang ria, membuang waktu, tak ada faedah, dan segalah hal yang menjelek jelekkan diriku dan pentas drama itu. Aku anggap kejadian itu sebagai akhir dari percakapan panjang dan basa basi dengan orangtuaku.

Orangtuaku selalu tak bisa hadir jika diundang ke acara sekolah. Beberapa temanku sedikit meledek namun tak kumasukkan ke dalam hati. Kulitku agak gelap dibanding teman sekelasku yang lain.

Mereka mengejekku dengan mengatakan bahwa aku tak diurus, kelainan, jorok, tak punya teman, dan idiot. Sedikit saja aku melakukan satu hal seperti sedang tak ingin ke kantin, teman sekelasku mengatakan aku introvert.

Ketika aku menangis sekali, mereka langsung mengatakan aku cengeng dan manja. Hingga umpatan yang ada di dalam mulut mereka tak sanggup kudengar.

Mungkin kalian mengatakan bahwa ini bukan pembulian tapi menurutku satu hal yang membuat batin seseorang terus menerus tertekan disebut pembulian.

Awal bersekolah, aku punya beberapa teman dekat namun ketika semakin banyak orang yang mengejekku, temanku mulai menghindar satu persatu karena mereka akan ikutan dibuli juga jika tak menjauh. Dan akhirnya tak ada lagi teman, tempat curhat, tempat menangis, bahkan tempat tertawa pun tak ada.

Bagi sebagian orang tak masalah jika tak punya teman, tapi bagiku teman adalah hal yang berharga. Aku tak bisa hidup jika tak tertawa bersama banyak orang, tak bisa hidup jika orang membenciku, dan tak bisa hidup jika orang mengabaikanku lalu mengejekku.

Jika orang mengatakan aku lemah, lebay karena tak bisa hidup tanpa teman, dan terlalu mendengar perkataan orang lalu harus bagaimana? Itulah aku. Sebagian orang mengerti jika ia sepertiku dan sebagian orang tak ingin mengerti karena ia tak memilki sifat sepertiku dan bahkan tak pernah mengalami kejadian sepertiku. Bahkan aku pernah dikerjai oleh teman-temanku.

**

Suatu hari, dunia maya sedang viral dengan video seorang murid mengerjai temannya. Anak Kepala Yayasan itu memiliki ide membuat video tentang pembulian. Karena tak ada yang menjadi objek maka aku dipaksa menjadi objek. Mereka memintaku dengan tatapan memohon. Karena aku iba, akhirnya aku menyetujuinya.

Peranku sebagai anak SMA yang dibuli. Aku sebenarnya memilki perasaan yang tak enak dengan mereka karena merekalah orang yang mengejekku. Dan saat proses perekaman, mereka memulai adegan dengan menolakku, menampar, menjambak rambutku, menyepak, dan memijakku. Adegan yang dilakukan seakan akan begitu nyata padahal ini hanyalah berakting.

Lalu mereka beralasan bahwa mereka tak berniat kasar dan menyakitiku. Setelah perekaman video itu selesai, salah satu dari mereka menolak kepalaku hingga terbentur beton namun ia mengatakan hanya bercanda saja. Aku sudah tak sabar lagi, kutolak juga kepalanya namun tak celaka.

Tetapi karena aku minoritas, mereka menjambak rambutku dan aku memukul tangan anak kepala yayasan dengan kayu hingga memar. Lalu aku berlari ke ruang kepala sekolah dan mengadukan kejadian bahwa aku mendapatkan pembulian.

Anak Kepala Yayasan yang bernama Finka dan juga teman temannya mengejarku hingga ke ruang kepala sekolah. Aku meminta sekolah agar mengeluarkan Finka dan teman-temannya dari sekolah ini. Kulihat kepala sekolahku sedikit kebingungan mengambil keputusan. Masalah hari itu selesai tanpa solusi.

Keesokannya aku dipanggil kepala sekolah dan bertemu Kepala Yayasan, mereka mengatakan bahwa aku yang salah karena telah memukul tangan Finka dan itu merupakan kekerasan fisik. Lalu bagaimana denganku yang mendapatkan perlakuan fisik dan mental? Orangtua aku pun telah dipanggil beberapa kali namun tak juga datang ke sekolah.

Hingga saat itu, mereka akan mengeluarkanku dari sekolah karena tak ada satupun bukti bahwa mereka juga bersalah. Aku tahu, kepala sekolah itu percaya denganku namun karena tak ingin kehilangan jabatan maka akulah yang menjadi korbannya.

Beberapa teman kelasku juga tahu bahwa aku mendapatkan pembulian namun mereka pun tak angkat suara membelaku. Merekalah setan bisu. Setan bisu ialah orang yang mengetahui kebenaran namun tak mengungkapkannya.

Setelah keadaanku pulih, aku dibawa pulang ke rumah. Aku mulai belajar di rumah dan bermain dengan pengurus rumah tangga baru karena orangtuaku setelah melihat kejadian yang menimpaku tak ada rasa empati di hati mereka. Kasusku tak akan pernah usai karena ulahku yang bertindak tanpa berpikir membuatku berujung mengalami fraktura dan cidera pada leher.

Kisahku ini memang tak ada penyelesaiannya. Tak ada akhir bahagia, tak ada kata maaf, dan tak ada kata penyesalan dari setiap orang. Hidupku kini berjalan begitu saja seiring mengalirnya air sungai. Terima kasih telah membaca ceritaku yang tak mungkin dibaca oleh orang-orang di kehidupan nyataku.

Mulai sekarang, aku anggap saja aku tak pernah mengalami depresi apa pun, tak pernah terluka ataupun melukai, dan tak pernah membuli ataupun dibuli. Hidupku bisa jadi masih panjang, siapa yang tau.

Aku bertekad tak akan pernah diam jika itu salah dan tak akan diam jika itu benar. Tak pernah lumpuh karena ejekan orang dan tak pernah membalas kejahatan orang. I must be kind, I must be strong!***


~line.me​
 
Back
Top