Efek Rumah Kaca: Kemonotonan Musik "Cinta"

digilive

New member
Cover.jpg


Album debut self-titled dari grup Efek Rumah Kaca yang dikenal lewat track "Cinta Melulu" dipandang oleh para pendengarnya sebagai monumen pembuktian bahwa musik yang catchy dan easy listening tidak selalu mewakili pesan dari tema lagu yang 'murahan,' dan begitu pun sebaliknya. Efek Rumah Kaca mengambil tindakan yang cukup berbeda dibanding dengan grup-grup musik lain se-eranya, dimana kebanyakan dari mereka pasti akan menciptakan lagu-lagu yang 'sesuai dengan selera pasar' dimana dapat ditarik kesimpulan bahwa tema yang 'sesuai dengan selera pasar' bergaris besar pada tema percintaan yang monoton. Namun, hal ini bukan berarti bahwa Efek Rumah Kaca tidak menciptakan lagu tentang cinta, Dalam album self-titlednya, mereka pun menulis beberapa lagu tentang cinta, akan tetapi dari sudut pandang dan objek yang berbeda. Hal yang juga menjadi sorotan penting dari musik yang ditawarkan Efek Rumah Kaca adalah lirik dari lagu-lagu yang 'tinggi', dimana untuk mengerti makna dari lagu-lagu yang mereka mainkan tidak bisa dikonsumsi secara 'instan.' Komposisi paduan kata-kata yang disusun membentuk sajak dalam bentuk metafora yang mana makna di balik sajak tersebut disampaikan dengan tersirat di pandang para pendengarnya sebagai suatu kelebihan dari Efek Rumah Kaca, sehingga kerap didapati banyak yang melabeli Efek Rumah Kaca dengan 'band pintar.'

Dibuka dengan "Jalang" dengan beat-beat cepat dan distorsi dari gitar yang cukup mewakili perasaan lagu ini yang gelap dan berisi ketakutan. Berisi tentang sindiran terhadap perilaku pemimpin otoriter yang 'membabat' siapa saja yang berbeda pemikiran dengannya, dan menyebut siapa saja yang bersebrangan dengannya dengan sebutan "Jalang."

Aroma sarkasme juga tersurat dari track ke-2 "Jatuh Cinta Itu Biasa Saja," lagu ini menyampaikan bahwa kebanyakan orang yang menjalin hubungan itu sering bersikap berlebihan dimana mereka harus melakukan banyak hal 'ini dan itu' kemudian melupakan esensi dari hubungan yang mereka jalin, yakni cinta itu sendiri.

"Bukan Lawan Jenis" menceritakan tentang kisah percintaan seorang homoseksual yang menyukai seseorang yang 'straight.' Protes terhadap sikap konsumerisme masyarakat yang telah terjebak perubahan trend yang terjadi di dalam kehidupan sehari-hari disampaikan dalam lagu "Belanja Terus Sampai Mati."

Falsetto mengawang yang secara dinamis tertata ditambah musik sarat gema membentuk suasana dingin dalam "Insomnia." Kutipan kisah dari ayat suci mengenai keadaan Hari Kiamat dapat didengar pada "Debu-debu Berterbangan."

Pada "Di Udara" Efek Rumah Kaca memberikan penghormatan kepada aktivis HAM Munir yang meninggal diracun oleh oknum yang tidak menyukainya, terutama yang kasusnya akan dicoba bongkar oleh Munir. Pesan yang disampaikan Efek Rumah Kaca pada lagu ini yaitu, aktivis Munir memang telah mati secara fisik, namun semangatnya dalam menjunjung keadilan tidak pernah mati, melainkan melahirkan 'Munir-Munir' yang lain.

Pesan nubuat terasa kental pada "Efek Rumah Kaca," lingkungan yang sudah tidak lagi bersahabat dengan manusia akibat keserakahan dan ketidakpedulian lagi manusia dengan lingkungannya. "Melankolia" menggambarkan seseorang yang sedang dalam keadaan murung, dengan corak musik yang sangat gelap, dimana orang dalam lagu ini yaitu sang vokalis yang menuangkan kesedihannya akibat meninggalnya sang ayah, sehingga terciptalah lagu ini yang menggambarkan kesedihannya.

Sedangkan "Cinta Melulu" adalah lagu yang mengangkat nama Efek Rumah Kaca di kancah musik Indonesia, lagu ini telah menerima berbagai penghargaan atas terobosannya dalam dunia musik Indonesia. "Sebelah Mata" menggambarkan kondisi kesehatan sang bassist yang menuangkan perasaannya tentang hal tersebut kedalam lagu.

Romantisme nuansa pasca-hujan adalah tema yang coba disampaikan dari track akustik "Desember." Kini Efek Rumah Kaca juga mendistribusikan katalog albumnya dalam bentuk digital streaming melalui Digibeat, dimana aplikasi ini bisa didownload secara gratis di Google Play Store.
 
Back
Top