Indonesia Kekurangan Pesawat Radioterapi

Kalina

Moderator
Metrotvnews.com, Jakarta: Saat ini, dari total jumlah pasien kanker yang membutuhkan radioterapi di Indonesia hanya 10%-15% yang bisa mengakses layanan tersebut. Hal itu disebabkan minimnya jumlah alat raditerapi di Tanah Air. Hal itu disampaikan Ketua Perhimpunan Onkologi Radiasi Indonesia (PORI) Prof dr Soehartati A Gondhowiardjo, SpRad usai seminar kedokteran bertajuk 5th Recent Advances in Cancer Diagnosis & Therapy, yang diadakan RS Gading Pluit, Jakarta, pekan lalu. Guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia itu menjelaskan, saat ini hanya ada 35 unit pesawat radioterapi di seluruh Indonesia, 11 di antaranya berada di Jakarta. "Kalau mengikuti standar internasional, idealnya rasio jumlah pesawat radioterapi dengan jumlah penduduk suatu negara adalah satu banding sejuta,"
ujarnya. Jadi, dengan jumlah penduduk Indonesia yang sekitar
230 juta saat ini seharusnya ada 230 pesawat
radioterapi. Jika dibandingkan dengan beberapa
negara tetangga, Indonesia jelas kalah. Sebagai contoh, di Malaysia rasio jumlah pesawat
radioterapi per satu juta penduduk sudah 1,4.
Artinya, dalam sejuta penduduk sudah ada lebih dari
satu pesawat radioterapi. Di Singapura lebih-lebih lagi, rasionya 3,4. Di Thailand
1,1, di Filipina 0,4, sedangkan di Indonesia 0,14. Dengan kondisi saat ini, tidak mengherankan bila
daftar tunggu pasien yang hendak menjalani
radioterapi cukup panjang. Sebagai contoh, di RS
Karyadi Semarang, lanjutnya, daftar tunggunya
mencapai setahun. "Di RSCM yang merupakan top refferal, daftar
tunggunya mencapai sebulan," imbuh Soehartati
yang juga Kepala Radioterapi RSCM itu. Karenanya, pembukaan unit layanan radioterapi
seperti yang dilakukan RS Gading Pluit baru-baru ini
dinilainya sangat bermanfaat. "Terlebih, pihak RS ini menegaskan bahwa tarif yang
akan diberlakukan di bawah RSCM. Dengan demikian
layanan di sini bisa masuk dalam sistem jaminan
kesehatan nasional yang akan berlaku 2014
mendatang." Soehartati menjelaskan, dirinya bersama PORI sudah
berulangkali menyampaikan masalah itu pada
pemerintah. Namun, upaya itu belum membuahkan
hasil maksimal. "Mungkin karena kalah prioritas dengan penyakit-
penyakit infeksi seperti diare dan tuberkulosis yang
kasusnya juga banyak," maklumnya.
 
Back
Top