Mengapa Para Ibu India ini Telanjang di Kantor Militer?

d-net

Mod
21eb24a2-e0e4-4408-bda4-0843a2fc1c44.jpg

Foto unjuk rasa bertelanjang oleh sekelompok ibu dan nenek India yang berlangsung 13 tahun lalu ini membuat dunia tertegun.

Menentang semua stereotip, 12 perempuan menantang petugas keamanan dan membuka jalan bagi perubahan nyata di lapangan di negara bagian Manipur, India.

Sebelas dari mereka berkumpul kembali di Imphal, ibukota Negara bagian Manipur, baru-baru ini dan berbicara kepada BBC tentang protes nyeleneh mereka. Pengunjuk rasa ke-12 meninggal lima tahun yang lalu.

Di sebuah aula besar, mereka duduk di tikar, banyak dari mereka sudah di masa senja usia. Banyak yang sudah ringkih dan rabun. Salah seorang datang disertai putrinya karena dia sudah tidak bisa berjalan tanpa bantuan.

Ketika mereka mulai bercerita tentang apa yang terjadi hari itu, sulit untuk membayangkan bahwa perempuan-perempuan inilah yang melangsungkan unjuk rasa itu waktu itu.

Sejak berdasawarsa, Manipur dirundung pemberontakan yang melibatkan beberapa kelompok militan, dan sejak lebih dari setengah abad militer India diberi hak tembak di tempat melalui suatu kewenangan khusus, yang ditetapkan dengan Armed Forces Special Powers Act (AFSPA).

Aparat keamanan sudah sering dituduh melakukan pelanggaran HAM, tapi yang membuat negara bagian ini jadi sorotan adalah perkosaan massal dan pembunuhan terhadap seorang perempuan berusia 32 tahun, pada bulan Juli 2004, yang diduga dilakukan oleh pasukan paramiliter.

Manorama dijemput dari rumahnya pada tengah malam pada tanggal 11 Juli oleh tentara dari Assam Rifles, suatu pasukan paramiliter yang ditempatkan di Manipur untuk menumpas pemberontak. Beberapa jam kemudian tubuhnya yang penuh peluru dan dimutilasi ditemukan di pinggir jalan. Tampak jelas tanda-tanda penyiksaan dan pemerkosaan.

Assam Rifles membantah keterlibatan apa pun dalam kematiannya, tetapi negara bagian itu dilanda kemarahan rakyat yang belum pernah terjadi sebelumnya, dan yang menjadi pusatnya adalah 'protes kaum ibu.'

_94968226_img_0501.jpg

(BBC)Manorama diperkosa secara masal oleh sejumlah orang dan dibunuh pada Juli 2004.​

Perempuan-perempuan itu semuanya ibu rumah tangga, sebagian besar dari keluarga miskin, dan banyak yang harus melakukan kerja serabutan untuk menambah pendapatan keluarga mereka. Yang tertua berusia 73 tahun, yang termuda berusia 45 tahun. Jika digabung, mereka memiliki 46 anak dan 74 cucu. Mereka juga adalah aktivis (disebut Meira Paibis, atau pembawa obor). Mereka saling kenal, tapi anggota dari organisasi yang berbeda.

Beberapa dari mereka melayat ke keluarga Manorama dan kamar mayat tempat jasad Manorama disimpan.

"Itu membuat saya sangat marah. Buat saya, bukan hanya Manorama yang diperkosa. Kita semua merasa diperkosa," kata Soibam Momon Leima.

Gagasan aksi protes telanjang pertama kali dibahas pada 12 Juli pada pertemuan All Manipur Women's Social Reformation and Development Samaj, tetapi saat itu dianggap "terlalu sensitif dan radikal," kata Thokchom Ramani, yang pada waktu itu berusia 73 tahun.

Tapi pada pertemuan sesudah itu, pada hari yang sama, melibatkan kelompok perempuan yang berbeda, Thokchom kembali membahasnya dan mengungkapkan keyakinan bahwa "Suatu masa yang tak terperi itu membutuhkan tindakan luar biasa," dan disepakati bahwa sekelompok kecil perempuan akan berusaha untuk melucuti pakaian mereka sendiri di depan Benteng Kangla yang ikonik, markas Assam Rifles.

Pada pagi hari tanggal 15 Juli, hari protes, Laishram Gyaneshwari meninggalkan rumahnya pada pukul 5:30.

"Saya tidak memberitahu suami saya atau anak-anak bahwa saya akan mengambil bagian dalam protes ini. Saya tidak tahu bagaimana aksi itu akan berlangsung nantinya. Saya tahu bahwa saya menempatkan hidup saya dalam bahaya dan saya tahu saya bisa mati hari itu. Jadi saya menyentuh kaki suami saya, mencari restunya dan berangkati," katanya.

Lourembam Nganbi berangkat dari rumahnya di Vishnupur, 30 km jauhnya, dan tiba di ibu kota Manipuri itu sehari sebelum aksi. Karena jam malam yang diberlakukan pemerintah di banyak kawasan, tidak ada bis umum jadi dia menyewa taksi untuk mencapai Imphal dan berjalan beberapa kilometer agar bisa tiba di rumah Haobam Ibetombi, seorang pengunjuk rasa lainnya.

"Di sana, kami melepas pakaian dalam dan hanya membungkus tubuh kami dengan sarung tradisional Manipuri sehingga kami bisa bertelanjang dengan mudah," katanya.

Lepas pukul 9, sebuah mobil van mengangkut mereka ke Kangla Fort. Mobil menjemput para pengunjuk rasa dan relawan dan menurunkan mereka tidak tepat di benteng tujuan aksi tapi cukup dekat untuk sampai ke sana dengan cepat.

"Sebelum pergi ke lokasi, kami bahkan menangis. Kami adalah perempuan, satu-satunya yang kami miliki adalah kehormatan kami. Dan Manipur adalah masyarakat tradisional, kami tidak biasa menunjukkan tubuh. Bahkan sekadar kelihatan pergelangan kaki pun biasanya kami tidak nyaman," kata Laishram.

Pihak berwenang entah bagaimana telah mendapat kabar akan aksi mereka dan sejumlah besar polisi, beberapa di antaranya perempuan, berjaga di luar benteng.

Pada pukul 10, mereka berjalan berdua atau bertiga ke arah gerbang benteng dan sebelum orang bisa menyadari apa yang sedang terjadi, para ibu itu bertelanjang. Mereka melempar semua pakaian mereka, memukul-mukul dada mereka, berguling di tanah dan menangis.

Para perempuan itu membawa spanduk yang bertuliskan, "Tentara India, perkosalah kami," dan "Tentara India, bunuhlah kami."

Meskipun penculik Manorama adalah anggota pasukan paramiliter, kebanyakan orang India tidak tahu persis beda antara pasukan keamanan yang satu dengan yang lain, dan istilah tentara digunakan untuk menggambarkan mereka semua.

Meskipun tidak ditentukan adanya pemimpin, Lourembam adalah yang berteriak paling keras, meneriakkan slogan-slogan dalam bahasa Inggris "karena kami ingin mempermalukan mereka dalam bahasa yang mereka dan seluruh dunia mengerti," katanya.

"Saya berpikir, perilaku mereka harus dihentikan, mereka harus dihukum. Perempuan mana pun di dunia, tidakboleh diperkosa."

Perempuan-perempuan itu berusaha menerobos masuk benteng, tapi tentara mengunci gerbang.

"Dua penjaga menodongkan senjata mereka pada kami. Kami menantang mereka untuk menembak kami dan mereka pun menurunkan senjata mereka. Saya pikir mereka malu," kata Laishram.

Tak lama kemudian orang-orang berkerumun dalam jumlah besar dan, kata Thockchom, kebanyakan orang, termasuk banyak petugas polisi, menangis.

Protes berlanjut selama hanya 45 menit, tetapi 45 menit itu memiliki dampak abadi pada kehidupan 12 perempuan dan sejarah Manipur.

Ibu-ibu itu kemudian menjadi tersohor, dielu-elukan di lingkungan mereka. Tetapi mereka juga dilecehkan dan dipermalukan oleh pemerintah yang lalu menghancurkan secara sistematis kantor-kantor dan organisasi-organisasi tempat mereka bergiat.

Sembilan di antara perempuan itu dituduh melakukan pembakaran dan melancarkan perang terhadap negara dan dipenjara hampir tiga bulan.

Betapa pun, aksi mereka jelas memberikan dampak yang diinginkan, dalam menyoroti persoalan kekersan seksual aparat di Manipur.

Unjuk rasa para ibu itu memang terlalu terlambat bagi Manorama, yang tewas mengenaskan. Namun aksi itu memainkan peran penting pada hengkangnya Assam Riffles dari banteng itu empat bulan kemudian, setelah mereka duduki sejak 1949," kata Babloo Loitongbam dari Human Rights Alert.

Pemerintah India juga berjanji akan mengkaji tuntutan untuk mencabut AFSPA, dan Perdana Menteri waktu itu, Manmohan Singh menjanjikan 'sentuhan penyembuhan' terhadap warga Manipur.

Tiga belas tahun kemudian, meskipun, AFSPA tetap berlaku di sebagian besar negara bagian Manipur, dan laporan pelanggaran hak asasi oleh pasukan keamanan masih bermunculan, tapi pegiat mengaku bahwa situasi sudah lebih baik.

Bersama aksi puasa yang dilakukan selama 16 tahun oleh Irom Sharmila, aktivis paling terkenal dari negara bagian itu, protes telanjang para ibu telah memasuki buku-buku sejarah.

Para ibu itu, kendati demikian, masih tetap marah.

"Kami masih telanjang," kata Laishram memberitahu saya. "Kami akan percaya bahwa pemerintah telah membuat kami berpakaian hanya pada hari AFSPA dihapus dari seluruh negara bagian."

sumber: detik.com
 
Back
Top