Nenek Asing yang dibuang dari Bus

Administrator

Administrator
Malasih (75), seorang nenek yang hidup sebatang kara di sebuah gubuk berukuran 2 meter x 2 meter di pinggir Jalan Raya Puncflk, Megemendung, Kabupaten Bogor, akhirnya dievakusai aparat Direktorat Sosial Lanjut Usia, Kementerian Sosial (Kemensos), Jumat (18/6) pagi. Nenek yang tinggal hampir empat tahun di gubuk tersebut selanjutnya dipindahkan ke Panti Budi Dharma, Bekasi, Jawa Barat.

Proses pemindahan Malasih cukup alot, karena nenek renta itu sempat menolak untuk dipindahkan. Namun, setelah dilakukan pendekatan oleh petugas Kemensos, Malasih akhirnya bersedia dipindahkan dari gubuk yang menjadi tempat tinggalnya selama ini.

Direktur Sosial Lanjut Usia Kemensos Yulia Suhartini yang memimpin evakuasi itu menyesalkan lambannya penanganan Pemerintah Kabupaten Bogor terhadap Malasih. Padahal, katanya, siapa pun berhak mendapatkan perlindungan dari pemerintah daerah.

“Dari gubuk yang ditempatinya saja sudah sangat membahayakan keselamatan nenek itu, karena berada persis di pinggir jajan. Padahal, wanita itu sudah tinggal selama hampir 4 tahun di tempat itu, tapi tidak ada inisiatif dari pemerintah setempat untuk memperhatikan nasibnya,” ujaraya di sela-sela upaya pemindahan nenek Malasih.

Selain masalah keselamatan, kata Yulia, selama ini Malasih juga hidup dari belas kasihan warga sekitar yang peduli terhadap nenek itu. Misalnya untuk makan dan minum sehari-hari.

“Beruntung fisik nenek itu tetap sehat dan selamat, walau sudah empat tahun berada di gubuk tua,” katanya.

Sebelum dibawa ke panti, Malasih diperiksa kondisi kesehatannya oleh dokter Jonathan. Menurut Yulia, jika semua pihak mau melakukan langkah nyata, seharusnya kejadian ini tidak terjadi. Padahal selama ini pemberitaan mengenai keberadaan nenek Malasih di gubuk itu terus diangkat oleh media massa.

“Kalau hanya karena nenek itu menolak dipindah, terus dibiarkan saja, bukan itu solusinya,” ujarnya.


Yulia mengaku tiga minggu sebelumnya sudah mengutus tim beranggotakan empat orang dari Kemensos untuk melakukan pendekatan ke nenek tersebut .“Lihat saja, berkat pendekatan yang manusiawi, kami bisa membawa nenek ini ke tempat yang lebih baik,” katanya.

Dokter Jonathan yang memeriksa Malasih menjelaskan, secara fisik kondisi nenek itu baik dan sehat. Namun, membutuhkan perawatan mental dan kejiwaan. Dipindahkanya Malasih membuat gembira warga yang rumahnya berdekatan dengan gubuk nenek itu, Salah satunya Ito Marsito (40), pemilik warung nasi yang lokasinya hanya berjarak sekitar 25 meter dari gubuk Malasih.

“Saya senang karena akhirnya nenek malang bisa mendapatkan tempat tinggal yang layak,” kata pria yang tujuh bulan ini terus memberikan makan untuk Malasih.

Jajang, staf Desa Cipayung, menjelaskan, kemunculan Malasih di wilayahnya bermula saat wanita itu diturunkan secara paksa dari sebuah bus yang melaju dari Puncak menuju Jakarta. Karena tidak tahu harus tinggal di mana, Malisa kemudian berteduh menggunakan payung di bawah pohon mahoni.

“Tidak lama kemudian, ada orang keturunan Arab yang kasihan dan membuatkan gubuk ini. Untuk makan sehari-hari, biasanya warga di sini memberi secara bergantian, ada yang pagi hari, dan sore,” katanya.

Ito menambahkan, selama tinggal di gubuk itu, warga sekitar mengalami kesulitan untuk berkomunikasi. Karena selain tidak bisa berbahasa Indonesia, kondisi kejiwaan nenek itu juga labil.”Dia menyebut gubuk ini sebagai istananya. Dan jika mau memindahkan dia, harus didatangkan dulu kembaran anaknya bernama Imran yang berada di Tugu Monas,” katanya.


Upaya pemindahan Malasih menarik perhatian warga setempat. Puluhan warga berkerumun di gubuk yang ditempati nenek tersebut untuk melihat dari dekat proses evakuasi. Akibatnya, arus lalu lintas dari Cipayung yang menuju ke Gadog dan sebaliknya sempat tersendat. Saat dipindahkan, Malasih, mengenakan kain batik dan kaus salah satu parpol berwarna kuning. Rambutnya yang sebagian besar sudah putih memakai penutup kepala dari sulaman.




Sumber : Warkot
 
Back
Top