Nyanyian Kemenangan

singthung

New member
Nyanyian Kemenangan


“Tenang, gembira dalam ketekunan (berlatih),
melihat bahaya dalam kelalaian,
Mereka tidak akan pernah jatuh atau gagal,
karena mereka dekat dengan Nibbâna.”
(Itivuttaka. 40)


Sebuah Pencapaian

Sang Buddha telah menahan serangan terburuk dari mara. Akhirnya si jahat mara mundur dan amukan badai yang diciptakannya sirna. Sekarang batin Sang Bhagavâ tenang dalam kedamaian. Kegelapan yang pekat memudar dan bulan penuh serta bintang-bintang muncul kembali.

Sang Bhagavâ masuk ke dalam meditasi yang dalam, melewati batas-batas pengertian manusia, melihat dunia sebagaimana adanya, tidak sebagai apa penampakannya. Laksana seekor burung elang melesat tinggi ke arah matahari dengan lemasnya, batin Beliau bergerak dengan cepat ke depan dan ke atas.

Beliau melihat kehidupan-kehidupan lampauNya dan seluruh kelahiran Beliau sebelumnya, dengan segala perbuatan yang baik maupun buruk beserta keuntungan-keuntungan dan kerugian-kerugiannya. Ketika batinNya melesat makin tinggi dan juga ke depan dengan cepat, Beliau melihat makhluk-makhluk lahir dan mati berulang-ulang dengan perbuatan mereka.

Mereka yang melakukan perbuatan-perbuatan baik dianugerahi dengan kelahiran di alam surga. Namun meskipun anugerah-anugerah/pahala ini berakhirnya lebih lama dari pada kesenangan-kesenangan duniawi, mereka tetap tidak kekal. Makhluk-makhluk yang menderita di alam neraka juga akan terus melanjutkannya di alam lingkaran samsara. Semua makhluk hidup terperangkap di dalam dunia ketidaktahuan dan penderitaan.

Ketika pandangan Beliau menjadi jernih seperti kristal, Beliau melihat apa yang disebut jiwa manusia, yang diklaim manusia sebagai dirinya/miliknya, hancur berkeping-keping dan tergeletak di belakang Beliau seperti helaian benang-benang yang terurai dari sepotong kain. Beliau melihat penyebab dari rantai kehidupan, yaitu ketidaktahuan/kebodohan. Karena manusia bodoh, melekat kepada benda-benda yang berharga, ia menciptakan ilusi-ilusi (yang sifatnya selalu berubah/tidak kekal) di dalam dirinya yang semakin berbahaya. Tetapi bila nafsu keinginan ini mati, nafsu berakhir, kebodohan pun buyar seperti malam berlalu, dan matahari pencerahan akan bersinar.

Setelah dunia dengan sebagaimana apa adanya, Sang Bhagavâ telah sempurna dalam kebijaksanaanNya, Beliau tidak akan dilahirkan kembali. Nafsu keinginan dan keinginan-keinginan jahat benar-benar telah dimusnahkan dengan sepenuhnya, seperti api yang padam karena tidak adanya minyak.

Sang Buddha, Sang Sempurna, duduk bermandikan cahaya yang cemerlang dari kebijaksanaan dan kebenaran, karena pencapaian Beliau ini, dunia menjadi tenang dan terang, serta hembusan angin yang lembut meniup daun-daun Pohon Bodhi.

Dipenuhi dengn kewelas-asihan, Sang Buddha duduk di bawah Pohon Bodhi, dan perenungan yang dalam tentang Dhamma. Beliau larut dalam kebahagiaan, dalam kedamaian sempurna, Nibbâna. Pada waktu subuh sesudah pencapaian PencerahanNya, Sang Buddha menguncarkan nyanyian kemenangan yang membahagiakan ini:

“Melalui banyak kelahiran dalam samsara Aku mengembara.
Mencari, tetapi tidak menemukan si pembuat rumah ini.
Menyedihkan kehidupan yang berulang-ulang.
O pembuat rumah, kini engkau telah terlihat.
Engkau tidak bisa membuat rumah lagi
Semua balok kasarmu telah patah, tiang-tiang
bubunganmu telah hancur.
Batin mencapai keadaan tanpa syarat
Tercapailah akhir dari keinginan”.

Perangi Diri Sendiri Menuju Kemenangan Sejati

Dari pemaparan Nyanyian Kemenangan Sang Buddha seharusnya menjadi perenungan untuk membawa kita kepada kemenangan sejati. Banyak orang yang ragu bahkan tidak mau tahu jalan spiritual. Padahal kekuatan spiritual sangatlah penting untuk kehidupan ini. Jika kita melihat kehidupan ini dari sisi kesenangan duniawi akan terasa bahwa spiritual tidak ada manfaatnya. Akan tetapi, jika kita bisa melihat kehidupan ini secara obyektif, maka kita akan merasakan bahwa kekuatan spiritual sangat kita butuhkan.

Disebabkan belenggu ketamakan, kebencian, dan kegelapan batin yang sangat kuat pada diri manusia, maka manusia menjadi mata gelap dan tidak melihat kebenaran. Kehidupan menjadi tidak nyaman karena mental manusia yang merosot. Mereka berlomba-lomba memerangi dan mengalahkan orang lain. Kedudukan, jabatan, status, materi, ketenaran menjadi bahan rebutan dan untuk mendapatkan semua itu terkadang manusia menggunakan jalan yang menyimpang kebenaran. Seolah-olah dengan memerangi dan mengalahkan semua orang adalah hal yang luar biasa. Tentunya ini adalah pandangan mereka yang mata gelap.

Tidakkah kau tahu bahwa di dalam diri kita juga selalu bergejolak. Perang batin masih berkobar di dalam diri kita. Kenapa masih berkobar? Karena belenggu kekotoran batin masih ada di dalam diri kita. Dalam diri kita masih ada dualisme, antara kebenaran dan bukan kebenaran. Tragisnya, ketidakbenaran sering muncul dan mendominasi diri kita. Amarah, benci, keserakahan, iri hati, ego sering kali muncul tatkala menghadapi proses kehidupan ini.

Sadarlah wahai manusia, dalam diri kita masih bersarang akar kajahatan dan suatu saat akan meluluhlantakkan mental kita. Jika mental manusia sudah keropos, bahkan merosot, maka kehidupan ini akan semakin runyam oleh ulah manusia yang tidak memiliki mental yang sehat. Kadangkala manusia lengah dan tenggelam dalam kesibukan, jika diajak latihan dan pengembangan mental mereka selalu menjawab, “Belum ada waktu, masih sibuk dan nanti kalau sudah tua.” Jawaban-jawaban itu sering ditemukan dan seolah-olah tidak ada masalah lagi.

Sang Buddha telah memberikan contoh kepada kita semua. Beliau berjuang sangat keras untuk mndapatkan kemenangan sejati. Usaha Beliau bukan hanya satu atau dua hari, tetapi berkappa-kappa. Namun tekad, semangat, dan kesabaran Beliau luar biasa sehingga dapat menghadapi hambatan, rintangan, dan tantangan yang ada. Memang, kita bukan Buddha, tetapi setidak-tidaknya apa yang Beliau contohkan menjadi sumber inspirasi bagi kita semua.

Marilah kita mulai untuk memerangi kekotoran batin yang masih bersarang kuat di dalam diri kita. Kalahkanlah kekotoran batin dengan Dhamma. Dhamma bukan sekadar untuk diketahui dan dijadikan ajang untuk debat kusir, tetapi untuk kita praktikkan. Awalnya memang sulit dan membosankan, namun setelah kita merasakan manfaat dari praktik Dhamma, kita akan merasakan betapa Dhamma itu luar biasa. Selangkah demi selangkah perjuangan memerangi kekotoran batin seharusnya dilakukan oleh setiap insan. Tekad, kesungguhan, semangat, dan kesabaran harus selalu kita kembangkan untuk menuju kepada kemenangan sejati. Selamat berlatih!

 
Back
Top