Pro Kontra Larangan Nyaleg untuk Eks Koruptor

spirit

Mod
ec8964b0-ef76-42db-8fa2-6b246050c4f6_169.jpg

KPU maju terus dengan aturan eks koruptor dilarang menjadi calon anggota legislatif (caleg). Aturan ini diteken KPU dan dinyatakan berlaku untuk Pileg 2019.

Aturan itu tertuang dalam Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. Peraturan KPU ini diteken Ketua KPU Arief Budiman, Sabtu (30/6).

Larangan eks koruptor nyaleg tertuang dalam Pasal 7 ayat 1 huruf h. Selain mantan terpidana korupsi, mantan bandar narkoba hingga mantan pelaku kejahatan seksual anak pun dilarang jadi caleg.

Kembali muncul pro-kontra terkait aturan eks koruptor dilarang nyaleg. Suara kontra muncul dari Senayan, di antaranya Ketua DPR Bambang Soesatyo.

"Menurut saya, terlalu berlebihan kalau KPU mengambil keputusan itu. Nggak perlu lagilah kita membangun pencitraan. Patuhi saja aturan dan serahkan kepada partai dan masyarakat. Serahkan pada partai memilih atau tidak, mengusung atau tidak, mantan-mantan napi, dan serahkan pada masyarakat mau memilih atau tidak," kata Bambang kepada wartawan, Senin (2/7/2018).

Suara kontra juga datang dari Komisi II DPR. Anggota Komisi II dari Fraksi PPP Ahmad Baidowi mengatakan keputusan KPU berpotensi memunculkan hak angket di DPR.

"Pembicaraan sudah di grup internal Komisi II karena melihat KPU ini sudah terlalu jauh melencengnya. Saking 'emosi'-nya, teman-teman Komisi II bilang bisa-bisa KPU nih kita angketkan. Itu jadi pembicaraan informal dan tidak tertutup kemungkinan, kalau ini tidak ada penyelesaian, mengental menjadi beneran," kata dia.

Awiek--sapaan Ahmad Baidowi--menegaskan wacana hak angket ini bukan karena DPR membela koruptor. Namun agar KPU tidak melanggar ketentuan perundang-undangan yang ada.

PKPU juga ditanggapi kontra oleh politikus Abraham 'Lulung' Lunggana. Lulung tak setuju dengan aturan eks koruptor dilarang nyaleg.

"Kalau ada korupsi yang dicabut hak politiknya kita setuju, tapi kalau yang nggak dicabut ya harus diatur dengan UU yang jelas," kata Lulung.

Sedangkan Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Abhan menegaskan aturan yang dibuat KPU tak boleh bertabrakan dengan UU. Bawaslu menyoroti Peraturan KPU Nomor 20/2018 yang melarang eks koruptor maju menjadi caleg.

"Kami mendukung upaya supaya parlemen bersih dari mantan napi, tapi pengaturannya tidak dengan bertabrakan dengan UU," ujar Abhan.

Dukungan aturan larangan eks koruptor nyaleg datang dari KPK. KPU, menurut Kabiro Humas KPK Febri Diansyah, berwenang melaksanakan aturan tersebut sebagai institusi penyelenggara pemilu.

"Sejak awal, secara prinsip KPK mendukung agar ruang gerak terpidana korupsi atau koruptor lebih dibatasi untuk menduduki posisi publik. Apalagi jabatan-jabatan politik berdasarkan pemilihan," ujar Febri.

Badan Narkotika Nasional (BNN) juga setuju dengan aturan KPU tentang mantan terpidana bandar narkoba dilarang jadi calon legislatif. BNN berharap aturan membuat bandar narkoba bertobat.

"Saya belum lihat peraturannya ya, tapi kalau benar di situ secara eksplisit ditulis tentang bandar narkoba, ya kami setuju sekali," kata Kabag Humas BNN Kombes Sulistiandriatmoko.

Sementara itu, Wakil Koordinator ICW Ade Irawan mendukung aturan KPU. ICW berharap aturan ini mampu menghadirkan para caleg berintegritas dan berkualitas.

"PKPU dari awal memang kami apresiasi, langkah progresif KPU dalam upaya menegakkan integritas pemilu. Kalau kita bicara integritas itu peserta, penyelenggara, pemilih. Kita lihat dari berbagai kasus di Indonesia itu problem mendasar itu di korupsi politik," kata Ade.

Lalu bagaimana dengan Presiden Joko Widodo? Jokowi menegaskan KPU diberi kewenangan lewat UU untuk membuat peraturan. Jokowi menghormati keputusan KPU menerbitkan PKPU larangan eks koruptor menjadi caleg.

"Undang-undang memberikan kewenangan kepada KPU untuk membuat peraturan. Itu sudah dibuat KPU," kata Jokowi.

Jokowi menyebut pihak yang berkeberatan atas PKPU larangan eks koruptor nyaleg bisa mengajukan uji materi di Mahkamah Agung.


sumber
 
banyak pihak yang keberatan akan hal ini termasuk Menkum HAM, keberatan menandatangani aturan yang telah dibuat PKPU yang disokong oleh KPK
 
Menkum&HAM kurang jeli membaca aturan yg ada.
Coba dicari pasal2 yg menghubungkan kalo korupsi itu merugikan orang banyak. Seharusnya mereka wajib menambah hukuman yg ada karenanya. kenyataan sampai saat ini mereka hanya diam saja kalo menyangkut urusan korupsi.
Perlu dikaji lagi kedepan siapa2 seharusnya yg duduk di kementrian hukum.
(mereka mungkin takut karena dirinya sendiri dan atau desakan partai yg mendukungnya; Macem anggauta DPR saat ini sehingga enggan mengambil ketegasan/menciptakan pasal2 ttg tindakan KKN)

- n1 -
kesalahan pada pemilih==rakyat kalee.... rakyat sendiri ingin ada korupsi biar ada "bingkisan pemilih".
 
Menkum&HAM kurang jeli membaca aturan yg ada.
Coba dicari pasal2 yg menghubungkan kalo korupsi itu merugikan orang banyak. Seharusnya mereka wajib menambah hukuman yg ada karenanya. kenyataan sampai saat ini mereka hanya diam saja kalo menyangkut urusan korupsi.
Perlu dikaji lagi kedepan siapa2 seharusnya yg duduk di kementrian hukum.
(mereka mungkin takut karena dirinya sendiri dan atau desakan partai yg mendukungnya; Macem anggauta DPR saat ini sehingga enggan mengambil ketegasan/menciptakan pasal2 ttg tindakan KKN)

- n1 -
kesalahan pada pemilih==rakyat kalee.... rakyat sendiri ingin ada korupsi biar ada "bingkisan pemilih".

nah itu masalahnya. Para pengambil kebijakan itu kadang2 mengikuti apa kata kroninya
 
Back
Top