THE MURDERER CASE IN THE CINEMA (PART 1-INTRODUCTION)

Randy_Muxnahtis

New member
NOTE: Ide cerita ini g dpt waktu ntn film Scream 4 di bioskop..... n g jamin, cerita ini 100000% fiksi, cuma imajinasi penulis........ tp ga juga, ada 20% ide cerita ini dr kisah nyata, cuma 80% sisanya imajinasi penulis....



Kupandangi jam tangan Seiko yang kupakai..... Pelajaran akan selesai sekitar 10 menit lagi.... Namaku Joshua, aku adalah seorang mahasiswa semester 6 di sebuah universitas di Jakarta. Aku akan menjelaskan sedikit untuk mereka yang belum memahami sistem pelajaran kuliah. Kuliah berbeda dengan sekolah. Dalam kuliah, peraturanya sedikit lebih bebas daripada sekolah. Kau bebas memakai baju apa, tidak usah memakai seragam. Kau mau pakai kaos, silahkan, kau mau kemeja, juga silahkan, yang penting masih dalam batas kesopanan dan kewajaran. Jam pelajaran kuliah juga berbeda. Kalau di sekolah, kau harus belajar dari jam 7 pagi hingga jam 3 sore. Sedangkan kuliah, tergantung mata kuliah. Sebagai contoh, hari Senin kau ada kuliah matematika, jam 10 pagi hingga jam 12 siang, maka hanya itu saja pelajaranmu hari itu. Dan itu berarti, kau hanya belajar dari jam 10 pagi hingga jam 12 siang, sisanya kau bebas. Tentu saja, hal ini mungkin tidak berlaku bagi universitas lain, tapi setidaknya, itu-lah yang berlaku di universitas tempat aku kuliah. Jadi, kembali ke cerita. Aku menyukai film tegang yang cukup memacu adrenalin, seperti film horror, di mana hantu atau vampir atau hal-hal semacam itu secara mendadak muncul mengejutkan penonton, atau di lain pihak, di saat penonton sedang tegang, berpikir sesuatu yang buruk mungkin akan terjadi, ternyata tidak ada apa-apa, tapi saat penonton merasa tenang, mendadak di belakang pemeran utama dalam film, muncul si hantu atau vampir sambil memecahkan jendela, dan adegan kejar-kejaran antara hantu dan calon korban mulai. Nah, pada hari itu, aku berencana untuk menonton film pembunuhan berseri. Setahuku, ini merupakan seri ke-empat film itu. Maka, dengan agak bosan, aku mencoba berkonsentrasi dengan penjelasan dosen. Dan ,akhirnya, kuliah hari itu selesai. Kulihat jam, pukul 12.35. "Yah, mungkin masih sempat untuk makan sebentar dan segera ke bioskop," pikirku dalam hati. Aku berencana untuk menonton petunjukan jam 1 siang. Maka, segera aku ngacir ke mall yang letaknya tepat di sebelah kampusku. Jam menunjukan pukul 12.45 ketika aku tiba di food court mall tersebut. Suasana food court cukup ramai, karena saat itu juga jam makan siang. Kulihat, masih ada sekitar 15 kursi kosong. Tanpa buang waktu, aku segera memesan makanan dan duduk. 20 Menit berikutnya, aku sudah ngacir ke bioskop yang letaknya 1 lantai di atas food court. Beruntung, film yang ingin kutonton baru mulai 10 menit lagi. Sambil menarik napas lega, aku berjalan ke tempat pembelian tiket, yang saat itu sedang melayani 5 orang, dan akhirnya, aku berhasil mendapatkan tiket. Seandainya aku tahu bahwa akan tejadi kekacauan di bioskop, aku tak akan menonton.

The Murderer Case In Cinema (Part 2)

Maka, masuklah aku ke dalam ruang pertunjukan sambil membawa sebungkus pop-corn dan segelas coke yang kubeli sebelumnya. Film masih belum diputar, sebaliknya, kami (penonton) ditemani beberapa lagu sambil menunggu film dimulai. Secara perlahan tapi pasti, penonton terus berdatangan, dan bangku-bangku pun semakin terisi. Meskipun demikian, tetap saja, karena hari itu adalah hari "weekdays", bioskop pun juga tidak sampai penuh seperti yang terjadi kalau pada "weekend". Kira-kira jumlah pengunjung hanya sekitar seperempat dari jumlah bangku yang tersedia. Kebetulan, sekitar 2 baris bangku di depanku, ada seorang pria berusia kira-kira 55 tahun. Yah, aku tidak begitu memperhatikan lebih lanjut karena saat itu layar mulai menampilkan iklan-iklan film yang akan tayang di waktu kemudian. Setelah sekitar 3 film yang di-iklan-kan, lampu mulai dimatikan, dan pertunjukan mulai.

Karena aku menonton film yang bertema pembunuhan, di mana itu berarti banyak adegan yang menegangkan dan mengejutkan penonton, seperti misalnya, si pembunuh datang tiba-tiba melalui jendela, atau mendadak muncul di belakang calon korban dan tanpa ba-bi-bu langsung menusuk si korban dengan pisau, dan adegan-adegan semacam itu, yah, film ini cukup membuat banyak penonton ikut merasa terkejut. Para penonton ikut terbawa suasana tegang dalam film. Aku sendiri juga mendapat kejutan beberapa kali. Tapi justru itulah letak asyiknya menonton film semacam ini. Film sudah berjalan kira-kira seperempat bagian, dan itu berarti sudah cukup banyak adegan kejutan yang muncul di film, ketika secara tiba-tiba, pria yang berusia sekitar 55 tahun yang duduk 2 baris di depanku mendadak roboh dari kursi, dan tidak bangun lagi (aku tidak bisa menceritakan secara detil karena pandanganku terhalang oleh bangku, ditambah situasi bioskop yang gelap, dan juga aku masih berusaha untuk konsentrasi dengan film). Kebetulan, di baris bangku tempat pria itu berada, tidak ada penonton lain, meskipun begitu, robohnya pria ini cukup menarik perhatian penonton. Singkat cerita, sekitar 5 detik kemudian, seluruh penonton sudah mengerumuni si pria paruh baya yang malang ini, sementara film masih terus berlangsung. Tentu saja kami, para penonton terkejut dengan kejadian ini dan tidak tau harus berbuat apa. 3 orang penonton segera berlari keluar bioskop untuk memanggil petugas keamanan. Petugas keamanan datang dan memeriksa kondisi pria malang ini. Salah satu dari petugas menggelengkan kepala sambil menunduk dan memejamkan mata. Laki-laki malang itu tewas. Detik berikutnya, si petugas keamanan mengeluarkan "Handy Talky"-nya dan menyampaikan kabar ini kepada rekan-rekanya yang lain, dan meminta operator proyektor untuk menghentikan film yang sedang diputar.

Lamu-lampu dinyalakan, "Anda semua dilarang meninggalkan ruang pertunjukan ini. Dengan terpaksa kami akan menginterogasi anda. Sementara itu, kami juga akan membawa jenazah untuk diperiksa lebih lanjut. Kami juga akan menghubungi pihak keluarga untuk menyampaikan kabar duka ini. Tapi, anda semua dilarang meninggalkan bioskop ini, dan ikut kami ke ruang keamanan untuk porses interogasi!" Kata si petugas keamanan. Banyak penonton yang protes, meskipun demikian, kami memahami alasan si petugas berbuat demikian. Maka, kami pun pergi ke ruang keamanan di mana kami diinterogasi secara terpisah. Proses interogasi menghadapi jalan buntu. Hal ini dikarenakan para penonton tidak mengenal pria tersebut, selain itu ruang bioskop yang gelap dan kami semua konsentrasi ke film, jadi tak seorang pun yang memperhatikan si pria sebelum dia tewas, lagipula, belum diketahui apa sebab pasti tewasnya pria tersebut. Petugas keamanan juga tampak menyerah dan menyadari bahwa sulit untuk menetapkan tersangka. Berikutnya kami digeledah, dan hasilnya nihil. Tak ada barang yang bisa dijadikan sebagai senjata untuk membunuh. Yah, ada sih, beberapa pengunjung, yang kebetulan perempuan, membawa gunting kecil di dalam tas. Tapi setelah pemeriksaan lebih lanjut, gunting itu terbukti bukan senjata pembunuh. Saat kami sedang diinterogasi dan digeledah, beberapa petugs medis datang dan mengambil jenazah untuk pemeriksaan lebih lanjut. "Baiklah, untuk sementara, anda kami tetapkan sebagai saksi. Dan anda masih tetap dilarang untuk pergi dari bioskop ini," kata salah seorang petugas keamanan. Tak ada seorang pun di antara penonton yang merasa senang dengan keputusan petugas keamanan ini.

The Murderer Case In Cinema (Part 3)

Kami semua merasa bingung dalam diam. Tak dipungkiri kami semua saling memandang curiga satu sama lain. Tiba-tiba, ada seorang pria memecah keheningan. "Pak, saya sering membaca cerita detektif. Meskipun saya tidak punya pengalaman sama sekali soal kasus yang sesungguhnya, tapi saya merasa cukup yakin bahwa pengetahuan saya dari membaca cerita detektif bisa membantu pekerjaan Bapak lebih cepat," katanya kepada salah seorang petugas. Si petugas memasang tampang masam sebelum menjawab ketus, "Anda jangan main-main dengan kasus! Yang anda baca itu cuma fiksi! Beda dengan kenyataan!" Si pria tak mau mengalah, sebaliknya, dia makin ngotot. "Baiklah. Bagaimana kalau begini, saya akan membuktikan bahwa saya bisa memecahkan kasus ini. Saya akan bekerja sendiri. Anda cukup mengawasi supaya saya tidak berbuat macam-macam!" Dia melotot ke si petugas, dan, tanpa menunggu jawaban dari petugas, dia menghadap kami. "Karena kita semua sudah di-interogasi dan di-geledah, tak ada gunanya lagi saya menginterogasi dan menggeledah anda," katanya. Lalu dia berbalik dan pergi. Pria ini bernama Albert. Rupanya Albert pergi memeriksa hal-hal yang luput dari pemeriksaan polisi dan hal-hal yang dianggap sepele untuk di-periksa. Pertama-tama, dia pergi ke toilet pria, tak hanya toilet-nya saja yang dia periksa. Bahkan tempat sampah pun juga di-periksa. Tak disangka-sangka, dia menemukan sebotol obat. Dia tersenyum senang karena hasil penemuanya itu sambil memasukan hasil temuanya itu ke kantong celananya, dan keluar meninggalkan toilet sambil bersiul. Albert kemudian kembali ke kami. "Maaf, apakah di antara kalian yang sempat memperhatikan apakah korban membawa tas atau kantong plastik atau hal-hal semacam itu?" Kami semua berusaha mengingat-ingat. "Sepertinya korban tidak mebawa apa-apa," kami menggelengkan kepala. Albert mengangguk singkat mendengar jawaban kami. Lalu pergi ke ruang TKP. Di sana masih ada 5 polisi, 2 di antaranya berjaga-jaga, sisanya masih berusaha mencari-cari petunjuk. "Maaf, Pak, sepertinya barang saya ada yang tertinggal di sini," kata Albert memberi hormat kepada salah seorang polisi. Polisi itu membalas salam hormat Albert, "Baik, saya akan bantu anda mencarinya." Sebetulnya Albert sudah bisa menebak alasan si polisi ingin menemaninya mencari barangnya yang hilang. Si polisi ingin memastikan Albert tidak menggangu proses penyelidikan. Albert hanya diam saja dan membiarkan si polisi berjalan di belakangnya. Di dalam ruang theater, perhatian Albert langsung mengarah ke tempat duduk korban (tampak jelas karena diberi tanda garis polisi dan ada 3 polisi yang mencari-cari petunjuk). Albert bergerak cepat. Sebetulnya Albert hanya ingin memastikan apakah si korban membawa tas atau kantong plastik atau hal-hal semacam itu. Hanya memandang sebentar saja dia langsung bisa menyimpulkan bahwa korban tidak membawa apa-apa. Dia hanya sendiri. Sebetulnya Albert ingin langsung keluar karena sudah menemukan bukti bahwa si korban memang tidak membawa apa-apa, namun karena ada polisi yang mengikutinya, akan tampak mencurigakan jika dia langsung keluar lagi. Maka, dengan terpaksa, dia berjalan berkeliling asal saja di ruang theater, berpura-pura mencari sesuatu. "Aduh, saya baru ingat! Ternyata barang saya itu memang tidak saya bawa dari rumah!" Dia berseru sambil menepuk dahinya, berlagak seolah-olah dia lupa. segera dia membalik badan dan mengahap si polisi yang mengawalnya, "maaf Pak, sepertinya saya keliru. Ternyata barang saya itu tidak saya bawa dari rumah. Maklum, orang kalau lagi bingung, jadi lupa," katanya sambil tersenyum malu. Si polisi tampak masam, "awas kalau anda berani mempermainkan petugas hukum!" gertaknya. Dan mereka pun keluar dari ruang TKP. "Paling ngga, gue udah ada 2 petunjuk kuat tentang kebenaran kasus ini," kata Albert dalam hati.

Albert kembali ke ruang tempat kami berkumpul. Sekarang tinggal mencocokan kesimpulan yang dia punya dan hasil kesimpulan peneylidikan polisi. Dia menghampiri petugas sebelumnya. Sambil tersenyum setengah sombong-setengah mengejek, dia berkata ke si petugas, "Pak, kan tadi Bapak melarang saya untuk membantu peneylidikan. Nah, saya udah mendapat kesimpulan dari hasil 'permainan detektif amatiran' saya. Supaya lebih seru dan menantang, saya mau bertaruh dengan Bapak, karena tadi Bapak sudah menghina saya," kata Albert masih sambil tersenyum. Bukan main melotot dan marahnya petugas tersebut. Dia berusaha tetap tenang, padahal emosinya sudah siap diledakan. "Bisa saya bantu?" Si petugas mambalas tersenyum, namun matanya masih melotot keras. "Begini, taruhanya, kalau hasil kesimpulan saya tepat 100%, maka saya ingin melamar kerja sebagai detektif, tapi, saya juga akan minta supaya Bapak diberi sanksi skorsing selama 1 bulan karena Bapak sudah menganggap remeh saya," senyum Albert semakin melebar. Buakn main marahnya si petugas. Namun suaranya tetap tenang, "Dan, apabila anda kalah?" Dia tersenyum dingin dan sinis karena berharap bahwa Albert akan kalah. Albert berpikir sebentar, "hm... Bapak boleh menahan saya di penjara selama 1 bulan.... 3 bulan kalau Bapak mau," katanya lagi. Dan mereka berjabat tangan. Kami semua melongo melihat kejadian itu. "What the f**k?"" aku berkata pelan, tidak percaya akan kejadian itu. Albert langsung menghadap kami semua, tanganya masih berjabat dengan si petugas. Dia tersenyum lebar, "Anda semua saksinya!" Tak ada yang bisa berkomentar karena ulah sinting Albert.

The Murderer Case In Cinema (Part 4-Ending)

Kami menunggu dalam diam selama sekitar 2 jam. Hanya Albert yang tampak santai. Dia mencoba untuk mencairkan suasana dengan mengajak kami bercanda. Namun tak seorang pun yang ingin bercanda di saat genting seperti itu. Akhirnya, seorang petugas polisi mendatangi kami, "Maaf, sepertinya anda terpaksa kami tahan lebih lama lagi sambil menunggu hasil pemeriksaan jenazah." Tak ada yang senang mendengar berita ini kecuali Albert yang bertepuk tangan dan bergembira sendiri. Senyum lebar tampak jelas di wajahnya. Aku bisa melihat, dia tampak berusaha menahan diri untuk tidak menghina polisi karena hasil penyelidikanya lebih maju daripada polisi. Satu jam berikutnya, hasil otopsi keluar. Inilah yang dari tadi sangat ditunggu-tunggu oleh Albert.

Seorang dokter dan seorang polisi masuk, dan juga seorang wanita asing, yang setelah memperkenalkan diri, rupanya anak sulung si korban. Polisi yang ditantang Albert tampak gugup. Nasibnya di ujung tanduk. Sebelum dokter, polisi ataupun wanita asing sempat berbicara, Albert sudah menyambar, "korban meninggal karena bunuh diri!" Kami semua hanya melongo heran mendengar perkataan Albert. Dokter, polisi dan si wanita asing hendak berkata, tapi lagi-lagi langsung disambar oleh Albert. "Ayah anda menderita sakit jantung," katanya kepada si wanita asing sambil mengeluarkan botol obat yang dari tadi disimpan di kantong celananya. Dia meletakan botol obat tersebut di meja. Kami mengamati botol obat tersebut, dan, benar saja, itu adalah obat untuk sakit jantung. "Tentu saja, hanya bukti obat ini masih belum bisa membuktikan pasti apakah korban bunuh diri atau dibunuh. Bisa saja seseorang sengaja membuang obat itu, jadi ketika korban membutuhkan, korban tidak bisa meng-konsumsi obat itu dan akhirnya tewas," Albert diam sebentar, menikmati sensasi menjadi orang terkenal pada kesempatan itu. "Tapi," dia meneruskan, "sepanjang pengetahuan kami," dia mengangguk ke arah kami semua saksi, "korban pergi ke bioskop ini seorang diri, dan menurut petugas kepolisian, tak ada orang yang tampak meninggalkan TKP setelah kejadian terjadi." Dia diam lagi. "Tentu saja, apabila ini merupakan kasus pembunuhan, itu artinya si pelaku masih ada di antara kita. Tapi hal itu tidak terbukti karena dari hasil interogasi dan penggeledahan, terbukti bahwa kami semua bersih." Dia diam dan mengedarkan pandangan ke arah kami semua yang melongo takjub mendengarkan analisanya. "Tentu saja, masih ada kemungkinan bahwa bisa saja si pelaku cepat-cepat membuang senjata pembunuh, dalam hal ini, obat sakit jantung ke tempat lain ketika tak ada yang memperhatikan. Tapi, tak ada bukti yang mengarah ke sana." Dia mengambil kembali botol obat itu, "Anda boleh memeriksa sidik jari di botol ini. Saya jamin, anda hanya akan menemukan sidik jari saya dan korban. Wajar kalau sidik jari saya ada di botol itu, karena memang saya-lah yang menemukan botol itu di dalam tempat sampah toilet," katanya sambil melempar botol obat tersebut ke salah seorang petugas polisi. Dia menghela napas sebentar, senyum kemenangan makin muncul di wajahnya. "Dan kita akan masuk ke babak terakhir misteri ini. Saya akan jelaskan secara gamblang dan cepat, supaya pangunjung yang tak bersalah ini bisa segera pulang kembali ke alam bebas mereka di luar sana. Korban sendiri-lah yang membuang obat tersebut ke tempat sampah di toilet. Korban sendiri memang sudah berencana untuk bunuh diri, meskipun saya tidak tau pasti sejak kapan dia merencanakan semua ini, dan apa motifnya." Albert memandang si wanita asing (anak sulung korban). Wanita itu hanya menundukan kepala tapi tidak berkata apa-apa. "Jawabanya nanti saja, saya tidak tertarik untuk ikut campur dalam masalah keluarga anda," kata Albert tenang. "Anjing ini orang! Gayanya cool banget!" Kataku dalam hati, masih melongo memperhatikan Albert. "Kembali ke pokok persoalan," kata Albert lagi, "Saya punya cukup bukti untuk menyimpulkan bahwa korban memang berencana untuk bunuh diri. Yang pertama, botol obat yang dibuang. Yang kedua, film yang ditonton oleh korban. Ya! Korban memanfaatkan film ini sebagai jalan untuk bunuh diri! Anda tahu, film apa yang ditonton oleh korban?" Dia diam sebentar, tapi langung berkata lagi, "Film yang ditonton korban adalah film pembunuhan. Dalam film itu, banyak adegan yang mengejutkan penonton sehingga memacu jantung penonton saat terkejut. Nah, dari sini, seharusnya anda sudah bisa menebak sendiri juga. Lihat, botol obat sakit jantung yang dibuang, korban menonton sendiri tanpa ditemani teman atau keluarga, film pembunuhan yang ditonton korban cukup mengejutkan dan sepertinya cukup untuk membunuh korban yang lemah jantung, tambah lagi, dari hasil interogasi dan penggeledahan nyata bahwa kami semua bersih. Maka, dengan ini saya nyatakan bahwa korban tewas karena bunuh diri!" Dia diam sebentar, menarik napas dalam-dalam, lalu memandang dokter dan si wanita asing, "apa anailisis saya ada yang salah?" Tanpa berkata apa-apa, dokter mengeluarkan sehelai amplop, membuka isinya, berdehem sebentar, lalu membacakan kepada kami semua, "dari hasil penyelidikan medis, kami simpulkan bahwa korabn, yang bernama Tuan Morton, meninggal karena serangan jantung, dan tidak ditemukan adanya indikasi pembunuhan. Jadi," dokter tersebut melipat suratnya dan menyimpanya kembali ke dalam amplop dan menyerhakan kepada petugas polisi, "apa yang dikatakan oleh Tuan Deketif ini benar," dia menunjuk ke Albert. "Anda semua bersih dari tuduhan," katanya lagi sambil tersenyum. Kami semua bersorak lega dan senang. Lalu, si wanita asing angkat bicara, "apa yang dikatakan oleh Tuan Detektif ini 100% tepat. Ayah saya memang ada sakit jantung. Dia memang pernah mencoba bunuh diri beberapa kali, tapi kami, pihak keluarga berhasil mencegahnya. Dia sudah merasa putus asa akan kondisinya......" tetapi Albert langsung menghardiknya, "cukup! Seperti yang tadi saya katakan, saya tidak tertarik untuk mengetahui urusan keluarga anda!" Aku hanya menggelengkan kepala, tidak tahan karena gaya Albert yang cool. "Anjing! Sumpah, keren banget ini orang!" kataku dalam hati. Kuamati Albert menghampiri si polisi yang tadi ditantangnya. Polisi itu tampak mengkeret karena sudah kalah taruhan dan menerima nasibnya. Pasrah. "Pak, boleh saya bergabung di kesatuan Bapak sebagai detektif?" Tanya Albert ramah sekali. Dia bahkan menjulurkan tanganya, hendak berjabat tangan dengan si polisi yang sudah kalah itu. Polisi itu menagis karena malu. "Pak, tenang, nasib Bapak selamat kok. itu saya cuma gertakan. Makanya, lain kali, Bapak jangan langsung menganggap remeh orang lain. Asal saya bisa membantu penyelidikan ini dan menolong orang-orang yang tidak bersalah, supaya mereka bisa beas, itu sudah cukup untuk saya, dan juga, terbukti, bahwa hobi saya membaca cerita detektif bisa berguna untuk saya." Kata Albert. Tak bisa berkata apa-apa, si polisi memeluk Albert. Albert ragu-ragu dan membalas pelukan dengan kaku.

Singkat cerita, kami semua sekarang berada di rumah duka, hendak melayat Tuan Morton. Namun, ketika kami sedang melayat, tiba-tiba terjadi keributan di ruang jenazah tak jauh dari raung Tuan Morton. "Tolong!!! Tolong!!! Ada setan!!!! ada orang mati yang hidup kembali!!!!!" Terdengar teriakan. Kami semua menjadi kalang-kabut. Seluruh rumah duka gempar. Benar saja, tampak orang yang dianggap sudah meninggal itu, bangkit dan tampak sehat walafiat. Kami semua terkejut dan ketakutan. Di tengah kehebohan itu, Albert dengan santai berkata sambil menghampiri 'mayat hidup' tersebut. "Tenang, pasti ada penjelasan masuk akal untuk kasus ini." Tak berapa lama, dia sudah berdiri di samping 'mayat hidup' tersebut. Albert tersenyum sambil menepuk pundak si 'mayat hidup'. "Kemungkinan pertama, anda berniat untuk berpura-pura mati untuk menipu orang. Boleh saya lihat daftar catatan kriminal atau daftar hutang anda?"





_____________________TAMAT_______________________________________________________________
 
jiahhhh ada-ada aja |:mad: taunya nipu, ga ada kerjaan banget tuh korban
unik juga ceritanya, jadi prefixnya bingung, ini crime/thriller atau comedy nih :))
 
Back
Top