Soda-Soda Asmara

Kalina

Moderator
shutterstock_63744823.jpg


Bayangkan siang hari yang panas, minum soft drink dingin, pakai es batu, sedep, kan? Tapi pernah dong, ‘kecolongan’ minum soft drink yang udah nggak ada soda? Rasanya jadi hambar kayak limun biasa.

Nggak tahu kenapa, saya mengibaratkan pernikahan itu seperti soft drink dan soda. Soft drink yang udah nggak ada sodanya, seperti pernikahan yang udah nggak ada sparks-nya. Eng..ing..eng…ini peer banget buat kita semua yang udah menikah, bagaimana menjaga sang sparkling agar selalu ada. Trik menjaga si soda ini yang susah-susah gampang.
Ada beberapa pasangan teman dekat yang saya kagumi karena masih terus harmonis dan bisa menjaga soda-soda pernikahannya. Tapi ada juga yang curcol karena mati gaya menjalani pernikahan mereka. Pikir punya pikir, sebenarnya sparks atau soda bisa kita ciptakan kapan saja dan di mana saja. Yang penting bagaimana cara kita menyampaikan dengan manis. Nggak perlu mahal, karena cinta bisa membuat semuanya jadi indah.
Saya sendiri merasakan kalau di rumah, bumbu cinta alias mesra-mesraan itu jarang banget. Suami saya jauh dari tipe impian saya, orangnya yang super lempeng dan jauh dari kata romantis, asoy, kan? Sementara kata suami, saya ratu jutek sedunia (masa sih?) Saya dan suami bukan tipe pasangan yang saling menghujani dengan pelukan, ciuman dan kata-kata romantis. Apalagi suami. Dia tipe apa adanya (banget). Padahal saya itu banci perhatian, orang yang perlu banget diperhatiin, diberikan pelukan dan kemesraan. Seperti dunia, dimana nggak ada yang sempurna, saya menerima suami apa adanya, begitu juga sebaliknya. Dan jadi peer buat kami berdua untuk memberikan atau memancing soda-soda kecil buat pernikahan kami.
Saya selalu perhatikan dan menanyakan dia mau makan apa, dan tersedia di rumah. Setiap pagi saat bangun, saya tanya mau sarapan apa, saya siapkan baju untuk ke kantor, saya temani sarapan dan menyediakan vitaminnya. Mengungkapkan rasa sayang dan kemesraan dengan gaya bahasa kami masing-masing. Nggak harus pakai selalu pakai kata “Sayang” (walaupun sesekali ada juga) atau mengubah cara panggil “Lo, Gue”. Kami bukan tipe yang telponan setiap saat, tapi bukan berarti nggak perhatian. Selempeng-lempengnya suami, bisa saja tahu-tahu dia memberikan kejutan kecil. Misalnya bilang pulangnya telat karena lembur. Begitu tutup telepon, eh dia muncul. Rasanya seneng banget!
Kami sering menyisihkan waktu, untuk makan berdua, atau makan malam di rumah. Contoh yang paling dekat malam tahun baru kemarin. Saya, seorang istri yang nggak bisa masak, dapat ide untuk bikin barbeque kecil untuk suami. Kenapa barbeque? Karena saya tahu suami suka banget yang namanya steak. Jadi saya siapkan wine, gelas dan memanggang sendiri daging wagyu kesukaan dia. Cuma butuh waktu sebentar sebelum jam 12 pas. Hasilnya jadi makan malam yang manis serta ngobrol panjang lebar penuh kehangatan bareng suami. Dan saya pun dapat hadiah tahun baru yang nggak kalah manis, berupa ciuman dan pelukan hangat dari suami, yang bilang kalau dia berterima kasih banget dan senang dengan dinner ciptaan saya.
Bukan bermaksud menggurui, tapi memang sebagai perempuan kita harus pintar-pintar menjaga agar si soda tetap ada. Caranya bisa macam-macam. Nggak harus tiap saat kirim SMS kata-kata mesra, tapi pas ketemu diam-diaman. Nggak perlu pesan meja di restoran mewah, duduk berhadapan tapi malah sibuk sama BB masing-masing. Janji mau liburan bareng tapi nggak pernah kesampaian. Ibu saya pernah bilang saat saya memutuskan menikah, “Siapa pun suami kamu, kamu harus layani dari ujung kaki sampai ujung kepala. Dengan itu, suamimu akan respek.” Kata-kata itu yang selalu saya pegang. Dan saya sendiri merasa harus tahu diri, sebagai perempuan yang bekerja, saat balik ke rumah, saya adalah ibu dan istri yang harus melayani suami.
Angkat gelas, and cheers!


by.
tante Indy Barens @ Fimela
 
Back
Top