Kisah Penaklukan Surabaya Oleh Mataram.

Dipi76

New member
WINONGAN hanyalah sebuah kota kecamatan di wilayah kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, yang letaknya berada di sebelah tenggara Surabaya. Di kota kecil itulah pada 1614, pasukan Mataram yang dipimpin oleh Tumenggung Suratani, mendirikan pusat komandonya sekaligus mengordinasikan serangan Mataram ke daerah timur. Sejak 1614, mulai dari Winongan, balantentara Mataram terus merongrong kekuasaan Surabaya. Serangan demi serangan pun dilakukan ke berbagai wilayah kekuasaan Surabaya di pantai utara Jawa, mulai dari Tuban, Gresik dan terus merangsek ke jantung kekuasaan Surabaya.

Ada dua kerajaan yang menjadi musuh utama Mataram, yakni Surabaya di timur dan Banten di barat. Sejak kepemimpinan Panembahan Hanyakrawati (1601-1613), Kerajaan Mataram gigih memperluas pengaruhnya di Jawa. Beberapa tahun menjelang akhir kekuasaanya, Raja yang kemudian setelah meninggal digelari sebagai Panembahan Seda Ing Krapyak itu memang menjalankan politik luar negeri yang aktif. Bahkan, mengutip sejarawan HJ. De Graaf, Panembahan mempekerjakan Juan Pedro Italiano, seorang petualang Italia, yang telah masuk Islam, untuk melobi para pedagang Belanda.

Semasa hidupnya Panembahan Krapyak gencar memerangi Surabaya namun tak pernah berhasil menguasai kota yang terkenal memiliki pertahanan yang kuat itu. Ketika Sultan Agung menggantikan posisi Panembahan Krapyak pada 1613, raja baru itu meneruskan pekerjaan sang ayah yang tak sempat berlanjut karena keburu wafat pada 1 Oktober 1613. Pada saat Sultan Agung memerintah, sebuah taktik lain dijalankan. Alih-alih menyerang langsung ke Surabaya, sultan yang sebelum dinobatkan bernama Raden Mas Jatmika itu memilih untuk menyerang lebih dulu daerah-daerah taklukan Surabaya.

Beberapa bulan setelah penobatannya, Sultan Agung langsung memberikan titah kepada Tumenggung Suratani yang disertai ribuan balatentara Mataram untuk segera berangkat menyerang daerah timur. Sultan Agung memberikan perintah dengan acaman: bunuh siapa pun yang mundur dari gelanggang pertempuran. Target serangan pertama adalah Pasuruan. Namun serangan itu gagal karena tentara Pasuruan bertempur habis-habis mempertahankan kotanya. Walhasil balatentara Mataram mundur ke Winongan dan bertahan di daerah itu dengan membangun perintang yang sangat kuat untuk melindungi diri dari kemungkinan serangan balasan.

Sementara menyusun kekuatan untuk serangan ulang, Tumenggung Suratani memerintahkan Tumenggung Alap-Alap merebut Lumajang dan Renong. Namun kedua bupati daerah itu berhasil melarikan diri. Tumenggung Alap-Alap dan pasukannya yang berhasil menguasai kota, menjarah harta benda milik bupati, bahkan menculik para perempuan untuk dibawa pulang. Aksi penyerangan dilanjutkan sampai ke Malang di mana pasukan Tumenggung Alap-Alap berhasil menangkap Rangga Toh Jiwa, bupati Malang yang sempat melarikan diri dari kejaran pasukan.

Cara pasukan Mataram menebar aksi teror ini cukup berhasil menimbulkan ketakutan di kalangan penguasa daerah-daerah protektorat Surabaya. Dalam jangka waktu yang singkat, Mataram terus menggempur daerah-daerah di Jawa Timur. Ekspedisi demi ekspedisi dikirim, mengoyak rasa tenteram para penguasanya. Tak semua serangan Mataram berhasil. Dalam beberapa serangan balasan, pasukan Mataram kocar-kacir, seperti yang terjadi pada pertempuran di Sungai Andaka (kini disebut sungai Brantas), di mana dua pemimpin pasukan Mataram, Aria Suratani dan Ngabei Ketawangan tewas di tempat.

Menyerang terlebih dahulu kota-kota satelit di sekitar Surabaya agaknya bertujuan untuk memutus jalur logistik ke Surabaya. Sebagai kota pelabuhan, Surabaya menggantungkan dirinya kepada daerah-daerah pedalaman (hinterland) untuk suplai berbagai kebutuhan sehari-hari. Bahkan kebutuhan atas air pun diambil dari kali Mas, salah satu dari dua cabang kali pecahan aliran Sungai Brantas yang melintasi Mojokerto. Kelak lewat sungai Brantas Surabaya bisa dibuat bertekuklutut.

Taktik demikian ditempuh Mataram karena serangan langsung terhadap Surabaya tak pernah berhasil. Surabaya terlalu kuat, apalagi bala bantuan dari Madura selalu siap setiap saat mempertahankan Surabaya. Selama bertahun-tahun, semenjak naih takhta, Sultan Agung terus melancarkan penyerbuan ke Surabaya. Seringkali menemui kegagalan tapi dia tak pernah jera untuk melakukan serangan.

Apa yang sebenarnya mendorong sultan dari trah Ki Ageng Pemanahan itu begitu ngotot menaklukkan Surabaya? Sejarawan Universitas Gadjah Mada Dr. Sri Margana mengatakan perebutan legitimasi kekuasaan religius adalah alasan utama kenapa Mataram gigih melancarkan perang terhadap Surabaya. “Mataram membutuhkan legitimasi keislaman dan itu dimiliki oleh Surabaya karena mereka keturunan para wali, sementara Mataram keturunan petani,” kata doktor lulusan Leiden University itu.

Menurut Margana legitimasi kekuasaan berdasarkan tahkta suci agama menjadi penting karena dengan itulah Surabaya memiliki pengaruh yang sangat luas. Konsepsi kekuasaan yang demikian bersumbu pada kepercayaan di kalangan masyarakat Jawa bahwa raja adalah pusat kosmis yang memiliki pengaruh baik pada alam maupun masyarakat. Raja juga dipercaya sebagai keturunan nabi-nabi dan dewa-dewa. Anggapan itu dikaitkan dengan kepercayaan magis dari wahyu raja (pulung ratu) dan konsep pewaris keturunan darah raja (trahing kusuma rembesing madu wijining andhana tapa), hanya orang yang memiliki keturunan darah raja lah yang berhak menjadi raja (Poesponegoro:1992. 60). “Sementara trah Pemanahan itu kan trahnya petani, jadi mereka berada satu derajat di bawah trah wali seperti penguasa Surabaya, itu alasan Mataram menyerang Surabaya,” kata Margana.

Maka Mataram berani menempuh jalan mana pun untuk mengalahkan dan menguasai Surabaya. Cara Sultan Agung yang menggempur secara periodik wilayah kekuasaan setahap demi setahap menimbulkan korban yang cukup besar di pihak Mataram. Namun dia terus mencari cara agar Surabaya yang makin lama makin terdesak itu menyerah, terutama sejak kejatuhan Tuban pada 1619 menyusul kekalahan Madura pada 1624.

Setelah bertempur selama hampir satu dekade lebih, akhirnya Mataram berhasil memasuki pinggiran kota Surabaya yang pertahanannya tak terkalahkan itu. Pasukan Mataram di bawah pimpinan dua panglima perangnya, Tumenggung Ketawangan dan Tumenggung Alap-Alap menggempur Surabaya pada 1624. Dari sumber Belanda, sebagaimana dikutip dari De Graaf (2002), kendati sudah berhasil menembus barikade pertahanan Surabaya, pasukan Mataram masih mengalami kesulitan mematahkan pertahanan pasukan Surabaya yang gigih mempertahankan pusat kotanya.

Tentara Mataram pun kembali menebar teror kepada penduduk pinggiran Surabaya. Sawah dan ladang milik penduduk diporak-porandakan dengan maksud para penduduk yang tetap bertahan segera menyerah seperti juga yang dilakukan oleh penduduk Sampang, Madura ketika mereka diserang Mataram beberapa waktu sebelumnya. Pertempuran dengan pihak Surabaya, mengutip De Graaf, “sudah sampai tingkat kritis. Sebanyak 80 ribu orang mengepung kota ini.” Karena alotnya pertahanan pasukan Surabaya, Mataram memilih untuk bersikap defensif sambil mencari akal untuk menyusun serangan mematikan kepada pihak Surabaya. Mereka pun mendirikan perkemahan di sekitar Mojokerto sambil menunggu waktu tepat melancarkan serangan.

Tumenggung Mangun Oneng yang diberi mandat memimpin serangan ke Surabaya kali ini melancarkan taktik “bendungan Jepara” untuk menyumbat aliran sungai Brantas yang menjadi sumber air bagi penduduk Surabaya. Teknik pembendungan tersebut menggunakan berbatang pohon kelapa dan bambu yang diletakkan membentang di dasar sungai sampai dengan permukaannya. Setelah air tersumbat dan hanya mengalir sedikit saja, pasukan Mataram menceburkan bangkai binatang dan berkeranjang buah aren (latin: Arenga saccharifera). Bangkai menyebabkan air berbau busuk sementara buah aren menimbulkan gatal-gatal yang luar biasa hebatnya.

Air yang tercemar itu menyebabkan penduduk Surabaya terkena wabah penyakit batuk dan gatal-gatal. Taktik yang mendatangkan penderitaan bagi rakyat Surabaya itu sampai ke telinga raja. Sebuah pertemuan digelar oleh kalangan istana Surabaya tapi raja terlalu malu untuk memaklumkan kekalahannya pada Mataram. Maka diutuslah Pangeran Pekik, putra sang raja, beserta seribu tentara Surabaya untuk menemui Tumenggung Mangun Oneng. Melalui Demang Urawan, surat maklumat kekalahan Raja Surabaya disampaikan kepada Tumenggung Mangun Oneng. Menurut catatan VOC sebagai mana dikutip De Graaf, Surabaya dinyatakan kalah pada 27 Okotober 1625. Sejak saat itu Mataram mulai mencengkeramkan kuku kekuasannya di Jawa Timur.



Credit to Bonnie Triyana




-dipi-
 
Re: Kisah Penaklukan Surabaya Oleh Mataram: Siasat Buah Aren.

Lebih banyak pasukan Mataram ini dibandingkan dengan tentara AFNEI dan NICA...
Pasukan mataram 80 ribu, sedangkan gabungan pasukan Inggris dan Belanda di AFNEI/NICA 'cuma' 30 ribu... :D



-dipi-
 
Re: Kisah Penaklukan Surabaya Oleh Mataram: Siasat Buah Aren.

Lebih banyak pasukan Mataram ini dibandingkan dengan tentara AFNEI dan NICA...
Pasukan mataram 80 ribu, sedangkan gabungan pasukan Inggris dan Belanda di AFNEI/NICA 'cuma' 30 ribu... :D



-mojave-

jiahhhhh meski cuma 30 ribu tapi senjatanya sangat tidak seimbang coyyyyyyyyyyyy

sepertinya Surabaya memang menarik siapa saja untuk menguasainya,,,,
dasar antek VOC, sampai harus melakukan cara² licik seperti itu, gak lanang blas cuk, majuo mrene tak pateni kabeh wkwkwkwkwk

 
Last edited:
Betul Cak ... memang walaupun jumlahnya 30 ribu tapi dari segi persenjataan memang nggak seimbang... itu sebabnya aku tulis cuma dalam tanda petik.. :D

Satu lagi, soal Sultan Agung, dia menyerang Surabaya bukan karena dia adalah antek VOC tapi disebabkan oleh hal lain...
Kalo kita ingat, Sultan Agung ini juga menyerang VOC di Batavia...



-dipi-
 
Re: Kisah Penaklukan Surabaya Oleh Mataram: Siasat Buah Aren.

Setahu saya ketika masih menyerang Surabaya, Sultan Agung ini masih berhubungan sangat baik dengan VOC. Dan ketika Sultan Agung meminta bantuan VOC untuk menyerang Surabaya yang berlarut² itu, VOC pun menolak memberikan bantuannya. Sejak saat itulah hubungan mereka buruk. Dan setahu saya lagi, sama seperti penaklukan Surabaya, Sultan Agung menaklukan Batavia ( mungkin karena dendam karena gak diberi bantuan saat menaklukkan Surabaya tuh.. :D ) bukan dengan jalan peperangan tapi dengan meracuni sungai Ciliwung, hingga beberapa petinggi VOC tewas karena wabah karenanya.



 
Re: Kisah Penaklukan Surabaya Oleh Mataram: Siasat Buah Aren.

Setahu saya ketika masih menyerang Surabaya, Sultan Agung ini masih berhubungan sangat baik dengan VOC. Dan ketika Sultan Agung meminta bantuan VOC untuk menyerang Surabaya yang berlarut² itu, VOC pun menolak memberikan bantuannya. Sejak saat itulah hubungan mereka buruk. Dan setahu saya lagi, sama seperti penaklukan Surabaya, Sultan Agung menaklukan Batavia ( mungkin karena dendam karena gak diberi bantuan saat menaklukkan Surabaya tuh.. :D ) bukan dengan jalan peperangan tapi dengan meracuni sungai Ciliwung, hingga beberapa petinggi VOC tewas karena wabah karenanya.



Wah ini menarik nih, Cak.... :D
Coba kita bahas menurut timeline-nya, sehingga bisa lebih jelas...

Sultan Agung menyerang Surabaya itu dari tahun 1614 sampai tahun 1624...
Ketika itu VOC sudah diberi mandat oleh pemerintahan Kerajaan Belanda untuk membentuk pemerintahan kolonial, yang awalnya berkedudukan di Ambon...
Pada tahun 1614, VOC mengirimkan utusan ke Mataram dengan maksud untuk bekerja sama sebagai usahanya memperluas kekuasaannya di pulau Jawa, tapi hal ini ditolak oleh Sultan Agung, alasan penolakannya jelas, karena Sultan Agung masih sangat berambisi untuk menguasai wilayah Jawa secara keseluruhan, dengan rencana setelah menguasai Surabaya, dia akan menyerang dan menguasai Banten... Jadi ketika penyerbuan Surabaya itu, Sultan Agung sudah menolak tawaran kerja sama dengan VOC, dan hal itu diulangi lagi pada tahun 1618, saat Mataram menderita krisis pangan dan ekonomi berkepanjangan akibat perang melawan Surabaya ini. Tawaran kerja sama tersebut masih ditolak oleh pihak Mataram....

Karena penolakan ini, pihak VOC memutuskan untuk 'beraksi' sendirian, dengan menyerbu dan menguasai Batavia (Jayakarta pada saat itu) pada tahun 1619... Nah mulai dari sinilah kedua kekuatan besar di tanah Jawa ini sudah saling jeri akan kekuatan lawan, maka dibuatlah sebuah hubungan diplomatik kalo jaman sekarang, antara keduanya. Itu terjadi pada tahun 1621, dan berlangsung tidak lama karena betul kata Cak Niz, VOC menolak memberikan bantuan kepada Mataram dalam usahanya menguasai Surabaya, karena bagaimanapun VOC maunya berkuasa sendiri di tanah Jawa... Maka terputuslah hubungan diplomatik tersebut, dan Mataram tetap melanjutkan usahanya untuk menguasai Surabaya yang mencapai puncaknya pada tahun 1624 itu...

Jadi kalo menurut timeline tersebut, nggak tau deh apakah Sultan Agung bisa dikatakan sebagai antek VOC, karena selain nggak match dengan angka tahunnya, juga kerja sama antara Mataram dan VOC itu praktis cuma berlangsung sebentar dan hubungan keduanya bukan sebagai pihak taklukan dan pihak penakluk tapi hubungan setara....

Satu lagi yang menarik untuk dibahas adalah soal penyerbuan ke Batavia...
Tentu bukan karena motif dendam karena VOC menolak bantuan yang diminta Mataram, tapi setelah Surabaya bisa dikuasai, Sultan Agung masih pada rencana semula, yaitu setelah menaklukan Surabaya, dia berkeinginan menaklukkan Banten... Dan tentu kalo mau menaklukkan Banten, karena Jayakarta sudah dikuasai VOC, maka Mataram harus menaklukkan VOC di Jayakarta dulu....

Sedikit koreksi, Mataram tidak pernah berhasil menguasai Batavia/Jayakarta...
Pada serangan pertama 1628, pasukan Mataram berhasil ditaklukkan dengan mudah karena ketika sampai di wilayah Cirebon, pasukan Mataram sudah kekurangan perbekalan...

Pada serangan kedua, tahun 1629, yang melambungkan nama Adipati Ukur, pasukan Mataram berhasil mendekati wilayah Batavia dengan masuk ke wilayah Karawang, tapi lagi2 serangan ini gagal, walaupun memang benar pasukan Mataram berhasil membendung dan mengotori sungai ciliwung yang salah satunya mengakibatkan kematian dari Gubernur Jenderal Belanda yang terkenal, yaitu JP Coen atau orang pribumi menyebutnya dengan panggilan Murjangkung. Dia meninggal akibat wabah kolera yang ditimbulkan akibat tercemarnya sungai ciliwung.....




-dipi-
 
wah gitu ya???? saya menyebut sebagai antek VOC karena si Sultan Agung meminta bantuan kepada VOC non,,, ngapain coba??? mbencekno wkwkwkwkwkwk
 
Wah ini Sultan Megalomania ya? ~LoL~
Lha kok diangkat jadi Pahlawan Nasional? Apa gara-gara karena Mataram adalah lingkungan tempat berasal dari bapak presiden kita tercinta yang memerintah 32 tahun itu?

Please show us the real story here. ~LoL~

How about behaded action? Is that true? ~Mancing~ :d
 
wah gitu ya???? saya menyebut sebagai antek VOC karena si Sultan Agung meminta bantuan kepada VOC non,,, ngapain coba??? mbencekno wkwkwkwkwkwk
Ya motifnya itu tadi, Cak.... Ingin memanfaatkan kekuatan VOC... :D
Sultan Agung juga pernah berusaha memanfaatkan pasukan Portugis untuk melawan kekuasaan VOC di Batavia, tapi ketika pasukan Portugis sudah mulai melemah, hubungan ini menjadi terputus...
Wah ini Sultan Megalomania ya? ~LoL~
Lha kok diangkat jadi Pahlawan Nasional? Apa gara-gara karena Mataram adalah lingkungan tempat berasal dari bapak presiden kita tercinta yang memerintah 32 tahun itu?

Please show us the real story here. ~LoL~

How about behaded action? Is that true? ~Mancing~ :d

Wah kalo dibilang megalomania, nggak tau deh bisa dikategorikan seperti itu atau nggak... atau mungkin megalomania taraf ringan kali ya? Nggak seperti yang di alami Hitler ataupun Alexander...

Sultan Agung sendiri memang sangat berambisi menguasai Jawa, dan itu sudah dicapai saat akhirnya Banten pun jadi wilayah kekuasaannya, yang dicapai bukan dengan perebutan melalui pertempuran tapi melalui cara damai.. Daerah Blambanganpun akhirnya dapat ditaklukkan... Praktis hanya wilayah Batavia di tanah Jawa yang tidak masuk ke dalam kekuasaan Sultan Agung dan sedikit wilayah di daerah Lumajang, yang merupakan sekutu Surabaya... Di luar Jawa pun ada beberapa daerah yang berhasil ditaklukkan, seperti Palembang di Sumatera dan Sukadana di Kalimantan...

Kalo soal pengangkatan jadi Pahlawan Nasional, aku pikir semua orang yang melakukan perlawanan pada penjajah masa itu (VOC/Belanda atau Portugis), dalam skala yang sedang atau besar, terlepas dari latar belakang ataupun motifnya, rata2 diberi gelar Pahlawan Nasional, tapi bisa jadi memang hal ini subyektif.... Yang pasti, sejarahnya pasti banyak disampaikan secara sepotong2, khususnya pada pelajaran2 sekolah, karena tipikal pahlawan yang diangkat oleh rejim orba itu adalah sosok tanpa cacat... :D

Soal pemenggalan kepala itu di beberapa literatur tentang Sultan Agung, kalo yang sempat aku baca adalah literatur2 yang ada di Negeri Belanda, dikatakan memang terjadi... Ketika serangan pertama ke Batavia pada tahun 1628, pasukan Mataram dipimpin oleh Tumenggung Bahureksa dan Pangeran Mandurareja (ini kalo nggak salah adalah cucu dari Ki Jurumertani). Seperti yang sudah kita ketahui, serangan awal ini gagal total. Sultan Agung saat itu, setelah mengetahui kekalahan ini segera mengirimkan pasukan yang bertindak sebagai eksekutor untuk menghukum keduanya ... Dari laporan VOC dikatakan bahwa ditemukan setidaknya 700 lebih mayat, yang sebagian besar tanpa kepala berserakan di wilayah yang bukan menjadi pertempuran kedua kubu... hal ini diindikasikan bahwa mayat2 pasukan Mataram itu adalah hasil eksekusi dari Sultan Agung sendiri....




-dipi-
 
Ya itu tadi aku bilang, pahlawan nasional di era Orba itu dikondisikan tanpa cacat, protagonis dan sempurna...
Selalu dikatakan berjuang untuk mengusir penjajah...:D

Padahal motif dan tujuan berjuang itu, khususnya sebelum ada konsep tentang Indonesia, punya banyak latar belakang... dan karena latar belakang tersebut terkadang ada sisi2 kelam dari seorang yang dikatakan pahlawan tadi...

Sayangnya hal ini udah kadung terpatri di benak orang2 yang mempelajari sejarah Indonesia, sehingga ketika ada yang mengungkap sebuah fakta tertentu yang berbeda dari kaidah 'ketidakcacatan'nya itu, terkadang dengan nggak sadar menolaknya... :D

Banyak sebenarnya 'ketidaksempurnaan' dari para pahlawan, karena bagaimanapun mereka adalah seorang manusia biasa... Diponegoro, Tuanku Imam Bonjol dll itu salah satu contohnya....



-dipi-
 
Wah ini Sultan Megalomania ya? ~LoL~
Lha kok diangkat jadi Pahlawan Nasional? Apa gara-gara karena Mataram adalah lingkungan tempat berasal dari bapak presiden kita tercinta yang memerintah 32 tahun itu?

Please show us the real story here. ~LoL~

How about behaded action? Is that true? ~Mancing~ :d
 
Back
Top