Saatnya Membicarakan Masalah Kebahasaan

Kalina

Moderator
Kalau dilihat dari fungsinya, bahasa tentu sesuatu yang tidak jauh dari kehidupan manusia sehari-hari. Pun saat seorang manusia sedang sendiri, ia tidak dapat absen dari penggunaan bahasa. Memang, bahasa dapat dipandang hanya sebagai alat. Namun, sebagai alat berpikir, di samping sebagai alat berkomunikasi, bahasa tidak seperti pena untuk menulis, seperti baju untuk menutupi badan, seperti kacamata untuk melihat, yang semuanya dapat dilepaskan, dibuang, dan dilupakan. Lebih tepat jika bahasa diibaratkan sebagai alat pacu jantung yang kalau dilepas, pemakainya juga harus "beristirahat".

Sekalipun fungsinya demikian penting, tidak setiap orang menaruh perhatian pada bahasa, apalagi menyediakan waktu setiap hari untuk memikirkannya. Berbeda dengan masalah politik, ekonomi, atau teknologi, misalnya, setiap pagi kita dapat menemukan pembicaraannya di surat-surat kabar atau media lain. Sementara itu, rubrik bahasa di surat kabar-kalau ada-mungkin muncul hanya sekali seminggu.

Berkaitan dengan bahasa Indonesia, bulan Oktober adalah bulan istimewa. Lima tahun sekali, seperti pada tahun ini, ada kongres. Pada tahun-tahun yang lain ada kegiatan yang disebut Bulan Bahasa dan Sastra. Dapat diduga pada bulan itu perhatian yang lebih dari biasanya akan ditumpahkan ke masalah bahasa Indonesia. Selepas itu, semua akan kembali ke kesibukan keseharian yang lebih mendesak untuk digeluti.

Jadi, masalah kebahasaan tidak termasuk yang mendesak? Kalau ternyata perhatian kita pada masalah kebahasaan itu hanya setahun sekali, agaknya bahasa memang dianggap remeh. Begitu juga halnya dengan air dan udara yang mutlak diperlukan untuk hidup manusia. Banyak orang tidak begitu peduli terhadap masalah yang muncul karena relatif keduanya berlimpah dan mudah didapat. Orang biasanya hanya meributkannya jika masalahnya sudah kritis. Apakah kita juga akan menunggu sampai bahasa kita keruh, tercemar, dan tidak layak digunakan?

Tulisan Mohammad Tadjuddin tentang akhiran -kan dan -i dalam bahasa Indonesia menarik untuk disimak. Sejumlah bentuk verba yang dihasilkan dengan kedua imbuhan ini sering tidak dapat dibedakan maknanya. Tidak hanya pemelajar asing yang sering kebingungan, tetapi juga mereka yang menggunakan bahasa ini sehari-hari. Pada tulisan yang lain, Agus R. Sarjono mencoba mengaitkan sastra dengan pelajaran budi pekerti yang tidak lagi diberikan di kelas. Sebuah alternatif yang menarik!
 
Tulisan Mohammad Tadjuddin tentang akhiran -kan dan -i dalam bahasa Indonesia menarik untuk disimak. Sejumlah bentuk verba yang dihasilkan dengan kedua imbuhan ini sering tidak dapat dibedakan maknanya. Tidak hanya pemelajar asing yang sering kebingungan, tetapi juga mereka yang menggunakan bahasa ini sehari-hari. Pada tulisan yang lain, Agus R. Sarjono mencoba mengaitkan sastra dengan pelajaran budi pekerti yang tidak lagi diberikan di kelas. Sebuah alternatif yang menarik!

Haha, jadi ingat di serial 7 Manusia Harimau saya sering risih kalau ada suatu hal yang gawat terus salah satu inyek bilang "Kita harus memperingati inyek-inyek yang lain". Lah, apanya yang diperingati? Bukankah harusnya memperingatkan?
 
Back
Top