Alergi Pada Anak, Mengenali Ciri danPemicunya

Kalina

Moderator
Jika kulit si kecil merah-merah atau gatal, biasanya kita berasumsi ia terkena alergi. Kita lantas menyalahkan telur, susu, atau makanan yang diasupnya. Alergi identik dengan penyakit kulit.
Padahal pengertian alergi tidak sedangkal itu. Secara medis alergi adalah hipersensitivitas sistem imun atau kekebalan tubuh terhadap keadaan atau
penyebab. Artinya, sistem kekebalan bereaksi secara
berlebihan terhadap suatu faktor yang belum tentu
mengundang reaksi yang sama dari sistem kekebalan individu lain.

Gejala alergi amat beragam. Dari gangguan kulit
sampai yang lebih serius seperti penyempitan saluran pernapasan. Bentuk alergi macam-macam. Alergi telur, debu, seafood, atau udara.

Sebenarnya, ada berapa jenis alergi? Dokter Daniel Irawan, SpKK (38) menyebut, tak ada pembagian pasti tentang tipe alergi. Namun secara garis besar bisa digolongkan melalui faktor penyebab. “Misalnya alergi makanan, alergi bahan kimia
tertentu dari cairan hingga unsur seperti logam. Alergi terhadap cuaca atau perubahan cuaca, alergi terhadap gigitan serangga, debu, atau tungau debu rumah, hingga alergi obat,” terang Daniel kepada Bintang. Alergi disebut juga hipersensitivitas. Daniel menambahkan, kulit sensitif lebih berisiko terserang
alergi. Tetapi harus dibedakan dengan iritasi. Daniel menyarankan dua hal untuk para ibu. Pertama,
mengenali ciri-ciri umum kulit yang kena alergi.

Ruam kulit yang kena alergi beragam. Biasanya disertai gatal, kemerahan maupun penebalan. Yang paling mudah, mengenali ruam kulit pada gangguan alergi yang disebut urtikaria, secara awam disebut biduran. Bercaknya biasanya berupa pembengkakan yang lebih besar atau luas. Kedua, mengenali pemicunya. ”Kadang begini, saat sistem imun tubuh sedang terganggu, melakukan tes alergi juga tidak begitu dianjurkan karena bisa menimbulkan bias pada hasil. Lakukan tes alergi pada saat tubuh fit,”

Daniel mengingatkan. Salah satu alergi yang paling sering ditemui, alergi makanan. Telur, misalnya. New England Journal of Medicine tahun ini melaporkan
penelitian terhadap 55 anak penderita alergi telur yang mendapat asupan makanan yang terbuat dari telur, yang ditambah secara bertahap selama 22 bulan. Hasilnya cukup mengejutkan, 75 persen anak-anak yang diteliti bisa menikmati dua butir telur tiap hari tanpa reaksi alergi. Penelitian ini masih ditindaklanjuti mengingat 15 persen anak-anak tidak mampu menyelesaikan riset sampai tuntas. Dalam catatan medis, alergi telur menjangkiti 2,5 persen anak-anak di dunia. Pertolongan pertama yang biasanya ditempuh ketika salah satu anggota keluarga mengalami alergi, obat-obatan antihistamin. ”Akan lebih baik melakukan pencegahan terhadap faktor risikonya. Ini bisa diketahui melalui pengamatan dalam jangka waktu tertentu atau pemeriksaan lebih detail seperti tes alergi. Dalam kaitan genetik, dikenal istilah atopi, yang menandakan kecenderungan alergi yang diturunkan secara genetik. Bentuknya bisa berupa dermatitis, rinitis hingga asma. Tipe alergi seperti ini biasanya bertahan hingga usia dewasa,” beri tahu dokter Dokter Daniel.

Kadang penyebab alergi bukan hanya makanan, tapi zat-zat yang terkandung pada makanannya. Misalnya ketika bersantap ikan laut, bukan ikan lautnya yang
memicu alergi, melainkan zat-zat tambahan seperti
MSG yang memicu reaksi. Ini harus ditelusuri dengan
saksama. Daniel menyimpulkan, alergi merupakan gangguan ketimbang penyakit.

Memang tidak sembuh 100 persen. Namun intervensi
terhadap faktor imun atau penggunaan obat-obatan
bisa membuat alergi berhenti secara sesaat. Tidak
selamanya. ”Pada anak-anak yang sistem imunnya belum terbentuk sempurna, risiko alergi lebih besar. Bila tidak ada faktor atopi, ketika usia dewasa mereka bisa tidak lagi mengalami alergi,” pungkasnya.

TabloidBintang
 
Back
Top