DeepBlue Kingdom ~ By: Shirotabi ~

Aku bersiap dengan posisiku . kugenggam pedang ini dengan kedua tanganku dan mengarahkan udara menyelimuti pedang peninggalan Tabi ini dan berhasil!. Sekarang udara sudah mengitari seluruh badan pedang namun dengan susah payah aku menstabilkannya

“bagus, pertahankan itu terus…” Toru berjalan kesamping beberapa langkah dan menunjuk ke arah kanannya ada sebuah samsak tinju sudah tergantung disana “sekarang, coba kau arahkan udara yang ada di pedang itu ke samsak ini, bukan dengan pedangmu tapi dengan anginmu” jelas Toru

“anginku? Ma-mana bisa?” aku tak yakin

“sama seperti kau hempaskan aku dulu, tinggal kau gerakan menuju ke samsak ini dan fokus saja menyerangnya”

Baiklah, aku pasti bisa. Pasti bisa. Dan harus bisa!

Ku menutup mata untuk berkonsentrasi, sejenak kurasakan ada yang aneh pada pedang yang kupakai, aku tidak tau apa yang salah pada awalnya terasa tidak nyaman, namun kini perlahan-lahan sepertinya pedang ini mulai dapat beradaptasi dengan anginku dan menyerap kekuatannya, terlihat dari lingkaran aliran udara yang ada di pedangku kini lebih stabil.

aku merasa ada dorongan aneh yang berasal dari pedang ini, entah apa itu tapi aku jadi sedikit percaya diri untuk menyerang samsak itu.

"Toru, untuk jaga-jaga kau lebih kepinggir lagi" pintaku sedikit khawatir, dan dia menuruti kata-kataku.

ku pandang sebentar pedang ini dan ku ayunkan sekali tebasan Horizontal sedetik kemudian samsak itu terbelah dua, tidak! lebih dari itu. semua terpukau pada kejadian setelahnya, angin itu mengenai dinding besi yang ada dibelakangnya dan membuat lubang seperti disayat oleh benda sangat tajam.

"a a apa yang aku lakukan ?" aku tergugup melihatnya

Toru melangkah mendekati lubang sayatan tersebut untuk memastikannya, tidak lama dia memeriksa wajahnya berpaling padaku "hebat... sekali tebas kau bisa memotong naga sekalipun dengan itu" senyum merekah di bibirnya

seketika suara gaduh mengeluh-eluhkan kehebatanku barusan menggema di aula ini, tidak di sangka paman Max juga sudah datang melihat tepat saat aku menebasnya.

"sudah kuduga" Ka Lisa mendekatiku dan melirik pedang yang kugunakan "Pedang itu istimewa, dia bisa membantumu mengendalikan kestabilan pengendalianmu " senyumnya

"pengendalian ku?" ku berpikir sejenak dan menemukan jawaban pada akhirnya "pantas saja tadi aku merasa aneh pada awalnya namun saat aku terus menggenggamnya, pedang ini seakan-akan menjadi sangat nyaman tanpa beban saat aku mengalirkan udara padanya"

"wah wah, kita lagi-lagi terbantu dengan adanya barang dan benda pemberian dari si wanita merah itu ya" Duo menggaruk kepalanya

"iya... benda yang berharga untukku" makin kuat ku menggenggamnya perlahan-lahan pedang itu menghilang "huaaa...! kemana pedangku??" ku angkat tangan dan membalik-balikannya didepan wajahku "bagaimana ini... pedangku..."

"tenang Ka Lia"

Putri kecil muncul tiba-tiba diantara kami dengan memperlihatkan senyum nakalnya "pedang kakak tidak hilang, dia menyatu dengan tangan kakak, jika saat kakak membutuhkannya, dia akan menampakan diri seperti ini" Putri mengulurkan tangan dan perlahan-lahan muncul pedang perak lebih panjang dari pedang biru langit milikku.

"ulurkan saja tangan kakak, dan pintalah dalam hati kakak agar pedang itu menampakkan dirinya"

kucoba mempraktekan apa yang dikatakan Putri kecil, kupinta dengan sepepenuh hati agar pedang itu menampakkan wujudnya dan berhasil! tapi, bukan hanya satu pedang yang keluar seperti sebelumnya, melainkan dua buah pedang biru langit dengan motif burung Phoenix yang sama seperti tadi ada di kedua tanganku

"i.. ini jadi dua.." kataku gugup

"sepertinya pedang itu memang sepasang, bila dilihat dari ukuran dan panjang pedang itu, memang harusnya Double Sword, berbeda dengan milikku ini" Putri menjajarkan pedangnya dengan kedua pedang yang kupegang, dan memang benar ukurannya jauh lebih pendek dan ramping

"praktis, jadi tidak perlu menggunakan sarung pedang di punggungku bila ku membawanya" Putri kecil terlihat setuju dengan tanggapanku itu, dengan segera ku biarkan kembali kedua pedangku itu menghilang dalam genggamanku

"nah, sekarang kau hanya tinggal berlatih untuk daya insting dan reflek mu, kali ini harus duel lagi dengan seseorang dan menggunakan tangan kosong, tanpa menggunakan ilmu elemen apapun" ku perhatikan terus tiap kata-kata Ka Wiliam itu "ini juga melatihmu untuk bertahan dan menghindari serangan"

"apa tidak terlalu cepat melatihnya sekaligus hari ini?" tanya Narisa

"tidak, karena nanti kita semua akan dapat pelatihan extra dari Putri, dan katanya Lia pun harus ikut berlatih" jelas Ka Wiliam

"kalian semua tau seperti apa Putri itu bukan? dia pasti tidak sekedar memberikan pelatihan ringan, pasti akan sulit dijalani bila tidak dengan hati-hati" lanjut ka Lisa

"tapi Ka Lia kan belum siap. apa tidak terlalu dipaksakan?" protes Narisa memegang lengan baju Ka Lisa

"Tidak Narisa, aku rasa Putri sudah tau Lia bisa menjalaninya, karena itu dia tidak ragu melibatkannya"

semua jadi tampak tegang dengan kabar ini, karena putri itu memang mempunyai kelebihan yang tidak kami semua punya, entah apa yang akan dia rencanakan untuk pelatihan kami.

"wah-wah.. apapun itu, lebih baik kalian berpikir positif. apapun bila kalian merasa tidak sanggup akan terasa sulit" Paman Max maju mendekat "latihan berat macam apapun itu, kalian akan bekerja satu team, jika kalian bergerak bersama, tidak akan ada yang tidak bisa, kelemahan kalian akan ditutupi oleh yang lain dan menjadi kesatuan dalam penyerangan dan pertahanan"

"kalau begitu siapa yang akan melatihku selanjutnya?" tanyaku

"Aku Lia" Shinji maju kedepan, Pria dengan Mata sipitnya dan rambutnya yang hitam pekat menggunakan baju lengan kutang.

"aaaa..... Shinji...?" aku tidak percaya harus berhadapan dengan dia, dia itu kan jago karate

"hanya aku yang cocok untuk melatihmu dalam serangan tangan kosong"
 
Last edited:
tidak ada waktu untuk ragu saat ini, semua harus aku jalani, kalau tidak, aku akan menjadi beban untuk semuanya bahkan untuk diriku sendiri. walaupun sebenarnya aku takut, sangat takut. tapi aku harus jalani ini semua, seperti biasa modalku hanya Nekat.

"baik aku siap sekarang!" kataku mantap.

aku dan Shinji berjalan ke tengah aula dan memulai pemanasan dengan gerakan-gerakan sederhana "kau pernah berhadapan dengan Duo dlu kan?"

"ha?" kenapa dia bicarakan hal itu?

"kau sudah lincah, hanya tinggal mengasahnya saja" jelas Shinji meyakinkanku

aku dan Shinji sudah siap dalam posisi, Shinji memberikanku kesempatan untuk menyerang terlebih dahulu. satu dua pukulan ku arahkan padanya dan dengan mudah ditepis olehnya, namun dia tidak berusaha untuk menyerang hanya membiarkanku untuk menyerang..

"kenapa kau tidak menyerangku?" kataku sambil terengah-engah

"aku akan menyerang saat kau dapat menyerangku terlebih dahulu"

aku mulai kesal dan terus saja memukul dan menendangnya tak beraturan "kau membuang tenagamu saja Lia" sedetik kemudian entah bagaimana caranya Shinji berhasil mengunci tanganku kebelakang dan aku tidak dapat berkutik "aaaw!!"

"kau harus banyak berlatih..." terangnya tanpa melepaskan tanganku sama sekali

"aku memang suka yang sembarangan Shinji..." entah apa yang aku pikirkan aku langsung adu kepala bagian belakangku ke arah kepalanya, membuat Shinji kesakitan dan aku juga tentunya hingga tanganku akhirnya bebas.

"aaw..... kepalaku..." Shinji meringis memegang dahinya

"jangan meremehkanku Shinji, serang aku!" gertakku padanya

"baiklah, karena seranganmu barusan mengenaiku, aku akan mulai bergerak"

Shinji berlari mendekatiku dengan tinju yang siap mengenai wajahku, namun dia berhenti tepat didepan wajahku tanpa melukainya "ceroboh" katanya singkat

"serang aku lagi!" pintaku padanya

segeralah dia melakukan gerakan yang sama, segera ku tangkis dengan tangan kananku, kupegang pergelangan tangannya dengan tangan kiriku, ku berbalik dan melemparkannya ketanah, aku lengah segera dia menendang kakiku hingga aku ikut terjatuh

Ku berusaha bangkit dia juga begitu kuserang dia dari arah depan, ku incar bagian perutnya, ku mulai menendangnya namun dia berhasil menghindar dan memegang kakiku dan lagi-lagi menjatuhkanku.

"atatatatatah....." ku meringis kesakitan

ku bangkit lagi dan mulai meninjunya, perlahan-lahan aku mulai megetahui pola serangannya itu sehingga makin bisa ku menghindari serangannya dan mencoba menyerang balik.

"bagus kau sudah tau pola seranganku" jelas Shinji

"dan aku memang harus bergerak lebih cepat daripada dirimu, karena jika aku lebih lambat, percuma saja, seranganku tidak akan bisa masuk" kataku terengah-engah

tenagaku sudah habis, hanya sekali lagi aku bisa menyerangnya, karena aku sudah tidak sanggup, ku berlari dan menghajarnya sekejap aku di lemparkan oleh Shinji kelantai dan aku tidak dapat bangun lagi "haaah..haah...haah... aku menyeraaaah!!!!"

Shinji menarikku untuk duduk didepannya "tidak buruk kok, ada kemajuan" senyumnya

Relena membawakan minuman dan handuk untuk menyeka keringatku dan Shinji, disusul yang lain mendekati kami. Putri kecil melihat beberapa memar di tangan, bahu dan kakiku segera disembuhkanlah luka itu olehnya, begitu juga dengan Shinji.

"tidak lama lagi Ka Putri akan datang, sekarang istirahat saja dulu" kata Putri kecil memberitahu kami

"bosannya... hanya menonton saja dari tadi" keluh Shin dan di setujui oleh Toma, Fuji dan yang lain

"nanti juga giliran kalian semua yang bergerak kok, tenang saja... persiapan yang Ka Putri lakukan membuatku ngeri..." Putri kecil bergidik

"memangnya apa yang akan kami lakukan nanti?" tanya Ka Shiho

"tentunya akan ada makhluk seperti naga yang pernah kalian hadapi sebelumnya. sepertinya Ka Putri mencurigai ada campur tangan dari Orang-orang dunianya bersama dengan sarnax dan pixie, karena makhuk-makhluk seperti naga itu hanya ada di dimensi lain, dan yang bisa melakukan itu hanya orang-orang yang berasal dari Dunia Ka Putri" jelas Putri kecil pada kami

"itu tentu saja mungkin, kita saja Hikatodwu berasal dari beberapa dunia yang berbeda. dan yang memberikan jalan bagi kita untuk berkumpul seperti ini karena bantuan Putri bukan? dan Putri juga yang menyelamatkan Lia dan bisa membawanya kesini" sambung Toma

"yah.. dan aku juga bersyukur mengenal Putri sehingga bisa bertemu kalian walaupun jika di duniaku kalian tidak bisa tampak" senyum kupaksakan

"iya, dan membuat cintamu dan Toru selalu abu-abu..." jelas Duo dengan santai dan blak-blakan

"huuh... sangat abu-abu, keluarga ku saja tidak tau aku sudah bertunangan!" Ku lirik Toru yang tersenyum menahan tawanya di dekatku.

********
 
Last edited:
Kami semua sudah menantikan kedatangan Putri sejak tadi namun tidak ada tanda-tanda kemunculannya sama sekali

"Hei Putri kecil!, mana Putri? lama sekali sudah jam 11 siang nih" oceh Duo

"nah, itu dia datang.." Putri kecil menunjuk kedepan aula, dan disana muncul sosok Putri dengan sayapnya yang mengembang diiringi dengan kilauan cahaya seperti biasanya yang membuat kemunculannya sangat mempesona

"maaf kalian sudah lama menungguku.." Putri berjalan perlahan mendekati kami

"lama sekali....." lagi-lagi Duo menggerutu kerjanya

"kau rupanya sudah tidak sabar lagi ya Duo... kau pasti akan menikmatinya nanti" jelas Putri singkat dengan senyumannya

teman dan keluargaku terpaku pada sosok Putri yang ada didepan kami, bagaimana tidak. ada wanita sangat cantik dengan sayapnya yang membentang seperti bidadari saja, aku tau rasanya, karena saat pertama kali melihat Putri pun aku seperti itu, Terpesona.

Putri hanya tersenyum pada mereka tanpa memberikan sapaan apapun, yah itulah khas dia, selalu menjadi misteri dalam diam.

"apa kalian selama ini pernah berfikir, kalau kalian tidak pernah terpisah selama ini dalam menghadapi masalah?" tanya Putri

"maksudnya terpisah?" tanyaku

"ah aku tau, memang selama ini kita jika menghadapi lawan, kita selalu bersama-sama bukan? saat ada Sarnax maupun Pixie kita ada di satu tempat yang sama dan saling menjaga" jelas ka Shin

"itu benar, terkadang bergerak secara berkelompok sangat menguntungkan, namun juga bisa merugikan..."

semua terdiam mencerna tiap perkataan yang di ucapkan oleh Putri. dirinya melangkah menuju dinding didepan kami dan mengusap dengan tangan kanannya, perlahan-lahan muncul seperti lubang setinggi Putri yang dipenuhi kabut berwarna putih abu-abu.

"lu, lubang dimensi!" teriak Sora

"kalian nanti akan masuk ke dimensi dibalik lubang ini, dimana aku sudah menyiapkan tempat dimana kalian akan menjalani latihan"

"seperti apa yang akan kami hadapi disana?" Tanya Ka Shiho

"kalian akan masuk satu persatu, dan disana kalian akan sampai di tempat yang terpisah, jika kalian beruntung, kalian akan bisa bersama salah satu dari kalian, jika kalian tidak beruntung kalian akan sendirian berada disana" jelas putri

"a, apa? sendiri?" Narisa tidak percaya

"tapi tidak perlu khawatir, aku dan Putri kecil akan terus memantau kalian, jika terjadi hal diluar perkiraan akan kami tangani"

"Telepati kalian juga masih dapat digunakan di sana. jadi tidak perlu takut kalian benar-benar sendirian." lanjut Putri kecil

"aku sudah meminta Lisa untuk menyiapkan alat Pelacak untuk kalian bawa masing-masing" jelas Putri dan Ka Lisa memberikan kami masing-masing sebuah Pelacak seperti Gelang namun ada layar digital yang menunjukan gambar titik-titik banyaknya dengan jumlah radar yang ada.

"ikuti petunjuk Radar itu untuk menemukan teman kalian yang terdekat dan bergabunglah melanjutkan perjalanan bersama untuk menemukan yang lainnya."

"hanya mencari orang-orang saja?" tanya Hero merasa semua ini terlalu mudah

"tentu tidak hanya itu, disana sudah menunggu berbagai macam penghuni yang tentunya akan menghambat kalian, dan kalian harus bisa menjaga diri kalian, Terutama kau Lia" mata Putri tertuju padaku "Aku tidak tahu apa kau nanti akan bersama dengan seseorang disana, bisa saja kau akan seorang diri"

nyaliku jadi menciut seketika memikirkan disana aku akan seorang diri, perlahan Toru menggenggam telapak tanganku yang ternyata kini sudah ada di sampingku "aku akan terus menemaninya"

senyum Putri merekah di bibirnya "tapi sebaiknya kau jangan terlalu memanjakannya Toru, karena itu akan merugikan dirinya sendiri, karena nanti dia tidak akan berkembang"

"aku mengerti, dan aku akan membiarkan dia berjalan disampingku, bukan dibelakangku" Toru meyakinkan Putri "itu lebih baik..." senyum Putri

"benar juga, daripada sendiri lebih baik berdua, kita masing-masing menggenggam satu orang untuk berpasangan, tidak masalah bukan?" tanya Fuji

"ya begitu juga tidak apa, mungkin jadi tidak begitu berat untuk kalian... ingat.. kalian jika sudah berkumpul, segeralah mencapai titik yang ditunjukan didalam Radar, karena disanalah jalan keluar yang aku sudah siapkan..."

"baik, kalau begitu aku dan Lisa yang akan masuk terlebih dahulu" pinta Ka Wiliam, dan dia menitipkan anaknya pada Paman Max

satu persatu teman-teman hikatodwu memasuki lubang itu, kemudian giliranku telah tiba, Toru menggenggam erat tanganku seolah-olah takut akan terpisah dariku "jangan jauh-jauh dariku" ku anggukan kepala tanda mengerti

melesatlah kami masuk kedalam sana... kedimensi lain yang merupakan tempat dimana kami akan menghadapi makhluk-makhluk yang sebelumnya belum pernah kami temui....

******


Bersambung~
 
Chapter 11
Kemunculan Pixie dan Sarnax







Lembap...

tiap helai Daun yang tersentuh olehku sangat Lembap... Hutan apa ini? benar-benar sangat lebat, Tanganku sejak tiba di tempat ini tidak pernah dilepas dari genggamannya.

"sial... tidak ada tanda dari siapapun disini, sepertinya kita terpisah cukup jauh" Keluhnya melihat pelacak yang melekat di pergelangan tangan

"kita kan bisa mengirimkan Telepati seperti yang Putri bilang.." tanganku terus merayap di atas rerumputan cukup tinggi yang menghalangi pandangan

"ha? apa ini?"

aku seperti menginjak sesuatu yang empuk dan kenyal, kulihat ke bawah, benda itu langsung melesat hingga membuatku jatuh terduduk "atatatatata.... sakit..."

Belum sempat Toru membantuku bangun, dia sudah mematung melihat sesosok makhluk didepan kami.

seekor Beruang dengan tinggi dua kali lipat dari ukuran Normal, Kulitnya bukan berlapiskan Bulu halus melainkan sisik ikan, dan ekornya berupa Ular Kobra sedang mendesis ke arah kami. kulihat dibagian ular itu terdapat luka merah, itu pasti bekas yang aku injak.

sepertinya beruang itu marah sekali terlihat dari sorot matanya yang merah melihat kearah kami. segera beruang itu menerkam dengan cakarnya, sigap Toru langsung menahan dengan pedangnya

"Bangun!"

Toru menarik dan menyeretku lari bersamanya. terdengar suara gemuruh teriakan hewan tadi, suaranya bergema ke seluruh isi hutan, dan tidak diragukan lagi munculah banyak makhluk yang sama dengan sebelumnya, Banyak sekali!

Langkah kami tertahan ditempat dan tak bergerak "Toru..." ku panggil namanya dalam ketakutan. baru kali ini aku dikelilingi oleh makhluk buas seperti ini.

"mereka kesal karena telah diganggu" Toru memandang Makhluk tersebut satu per satu "kita jangan membuat gerakan yang tiba-tiba.. karena jika itu kita lakukan... mereka merasa terancam dan akan langsung menyerang"

aku mengangguk dan mengawasi sekitar, aku mencoba untuk menenangkan diri, ku teringat perkataan Putri 'sebaiknya kau jangan terlalu memanjakannya Toru, karena itu akan merugikan dirinya sendiri, karena nanti dia tidak akan berkembang'

aku tidak boleh tergantung hanya pada Toru, saat ini aku harus bekerja sama dengannya untuk keluar dari sini, bukan berlindung dibelakang punggungnya seperti anak kecil.

"Toru, kita bisa melompat ke atas pohon besar untuk menghindari mereka" kutunjuk sebuah pohon besar didepanku "kau bisa terbang dengan cepat?" toru bertanya seolah ragu. kuyakinkan diriku sendiri bahwa aku pasti bisa melakukannya, toru mengerti aku sanggup dengan melihat aku yang siap melompat.

Hewan-hewan itu makin dekat dengan kami, tidak ada waktu lagi untuk berfikir. harus segera melompat! Toru memberikan tanda untuk melompat dan dengan hentakan kaki kami melesat keatas dengan cepat tapi aku tidak secepat Toru sehingga salah satu dari hewan itu ikut melompat dan mencengkram kakiku, membuat aku kembali terjatuh ke bawah dikelilingi makhluk-makhluk ini.

matilah aku... aku pasti mati...

wajahku pucat pasi, air mata mulai menggenang di kelopak mata, kaki kananku terasa nyeri membuatku tidak bisa bergerak
 
Last edited:
"Lia!!"

teriakkan Toru membuatku sadar, aku tidak boleh menyerah hanya karena makhluk-makhluk seperti ini, dalam posisi duduk aku memejamkan mata, merentangkan tangan munculah kedua pedangku. segera ku alirkan udara ke pedangku, tapat saat dua di antara makhluk itu mencoba menyerang, pedang ini memotong bagian dada hewan itu dan mati seketika.

cipratan darahnya mengenai baju dan wajahku, amis...

terlihat sisa dari makhluk itu menatap kearah tubuh teman-temannya yang sudah tak bernyawa dan bersuara seperti meringis sedih berusaha membangunkannya... makhluk itu menatapku lagi, kini lebih parah, mereka benar-benar marah melihat apa yang kulakukan barusan, cakar mereka sudah siap mengoyak tubuhku

aku hanya bisa menyilangkan kedua pedang didepan tubuhku, berusaha melindungi diri sebisaku "Lia Lompat kesini!"

ku mencoba segera untuk bangkit berdiri "aaakh..." kakiku terluka cukup parah, mengeluarkan cukup banyak darah, aku tidak sanggup berdiri, ku hanya bisa melihat kearah Toru pasrah dan sepertinya toru menyadari sehingga dia melompat turun sambil menggunakan angin menghempaskan mereka menjauh.

dia mendarat tepat di depanku, menghalau mereka dari sisiku "cepat naik ke punggungku" aku berusaha bangkit tanpa mengeluh, walaupun kaki ini sangat sakit bukan main... ku berusaha menggapai punggungnya, namun dari arah belakang Makhluk itu berusaha menerkam

ya tuhan...! tolong aku....! aku belum mau mati disini..! aku masih ingin bersama Toru dan yang lain lebih lama lagi,

entah apa yang mendorong keyakinanku, aku langsung mengeluarkan Sayap begitu saja dan "Trakkkk!!" kuku dari beruang itu patah, karena membentur sayapku ini, dalam sekejap ku peluk tubuh toru dan ku selimuti dengan sayapku agar tidak terkena cakaran para beruang itu dan membuat kekai sebisaku "Toru kau bisa membawaku sekaligus terbang kan?" ku berbisik lirih

"kau tidak apa-apa?" toru khawatir, aku terus menahan tubuhku yang sejak tadi sepertinya di cakar-cakar oleh para beruang itu, namun karena bantuan sayap dan kekai yang aku buat sepertinya cukup aman walau aku tidak tau sampai kapan bisa bertahan, alisku terangkat menahan nyeri

"bertahanlah" teriaknya, Toru menghentakkan kakinya dan melesat ke atas membawaku serta bersamanya melayang di udara, kini Toru yang memelukku erat seolah takut aku akan terjatuh.

aku mulai merenggangkan sayapku dan menatap kebawah, terlihat makhluk-makhluk itu masih menatap kami berusaha menggapai sambil melompat-lompat, kakiku terasa nyeri hebat membuatku mengeluh kesakitan

"lukamu cukup parah" Toru Khawatir "tidak apa, ayo kita harus mencari yang lain sekarang" ku meyakinkannya namun percuma, toru bukan melepaskan pelukannya malah tambah memelukku erat sambil tetap melayang "kau bodoh! kalau saja tadi kau celaka, aku tidak akan memaafkan diriku!"

ku dekap dia erat sekali, hangat...

"tapi aku tidak apa-apa.. kau bisa melihatnya kan?" ku berusaha melenyapkan rasa sakit di kaki kananku yang terluka dan tersenyum padanya

"tapi..." ku rebahkan kepalaku di pundaknya, menikmati bau tubuhnya yang khas, ah, aku baru ingat, bauku pasti sangat amis saat ini karena cipratan darah makhluk tadi, aku berusaha merenggangkan pelukannya, toru mengangkat alisnya bingung "kenapa?"

aku mengusap-usap wajahku berusaha membersihkan noda darah yang menempel "aku bau amis.. jangan dekat-dekat.." Toru tersenyum penuh arti dan jari jemarinya mengusap wajahku dari atas hingga dagu sampai bersih

"heeei... ada yang mendengarkanku??!!"

ah itu telepati dari Shin, aku dan Toru saling pandang karena terkejut, dan kami mencoba menyambungkan telepati kami dengannya dengan menutup mata sebentar dan berkonsentrasi, tidak lama kami membuka mata kembali

"kak Shin?? dimana posisimu?"
kataku dengan telepati

"aku dan Shiho sudah bersama Yasha dan Ami" nada bicara kak Shin sangat tenang sepertinya dia tidak mendapatkan hambatan yang berarti

"apa-apaan ini...!!!!" sora berteriak membuat kaget saja

"kenapa kau Sora?" tanya yasha

"banyak sekali kera-kera aneh mengejar kami, kuku-kukunya sangat runcing tidak semestinya ada pada seekor kera!!" suara sora seperti panik, pasti saat ini dia sedang dikejar-kejar oleh hewan-hewan itu

"wah, kalian menemukan makhluk aneh juga ya?" kak Lisa terdengar santai sekali

"semua disini isinya makhluk aneh, aku bertemu dengan Naga yang hampir sama dengan yang pernah kita lawan di DeepBlue... tadi aku dan Shiho berusaha menghindarinya" jelas kak Shin

perlahan aku dan Toru mulai bergerak di udara mencari titik terdekat dimana yang lain sekarang berada. ku biarkan sayapku terbentang, karena dengan begini aku lebih mudah untuk terbang dan sayap ini juga ternyata sekuat besi, tidak mudah terluka. aku baru tau setelah kejadian tadi.

baru beberapa meter kami bergerak tiba-tiba, seperti ada angin berhembus sangat kencang melewati samping kananku. anginnya membuatku dan Toru terkejut hingga berhenti bergerak "apa itu tadi?" tanyaku dengan telepati

"waspada, tadi itu bukan angin biasa" jelas Toru sambil terus menatap kedepan tempat angin itu bergerak

"kalian menemukan hal menarik lagi??" tanya Yasha dari kejauhan sana

ternyata benar saja, didepan tiba-tiba muncul seekor burung sangat besar, sebesar Matatabi pastinya, burung itu seperti Elang dengan bulu badan Perak dan sayap berwarna Emas, dia melesat dengan cepat ke arah kami sambil mengeluarkan suara khasnya, dengan sigap Toru menarikku untuk menghindar

"Cepat sekali!" Toru tetap waspada

burung itu kembali melesat kearahku, sepertinya Toru juga menyadari kalau burung itu mengincarku, kami bergerak kearah sebaliknya dan burung tersebut mengejar "Pasti karena dia melihatmu bersayap, dia mengira kau mangsanya"

"aku bisa stabil terbang dengan mengandalkan sayap ini Toru" ku menoleh kebelakang ternyata burung itu makin dekat, aku berhenti dan berbalik menanti kedatangannya "Hei mau apa!?" teriak Toru berhenti tidak jauh dariku "tidak ada jalan lain selain menghadapinya" kataku yakin

entah keputusan bodohku ini benar atau salah, tapi menghindari burung ini percuma, gerakannya lebih cepat dari kami, kami pasti akan tetap harus melawannya. harus di hentikan disini juga.

ku persiapkan pedang ditangan, mengalirkan angin disana. ku melesat menuju burung itu, kurang cepat, lebih cepat, harus cepat!

ku menukik tajam ke bawah, saat burung itu melesat tepat di atasku, ujung pedang ku hantamkan padanya, Nihil! Badannya sangat keras, tidak mudah di lukai!

"Sial... Kulitnya sangat keras seperti logam!" teriakku "tentu saja, sudah terlihat jelas dari warna bulunya itu kan?" Toru melesat mendekatiku, memutuskan bergabung menghadapinya.

dia kembali mendekat dengan cepat!
 
Toru berdiri tepat di depanku, burung itu membuka mulutnya hendak menyantap kami langsung "Kau gila?! ayo menyingkir!" Teriakku padanya, namun bukan menyingkir alih-alih Toru malah maju menyerang dan menghunuskan pedang sekuat tenaga kearah paruh bagian atas burung tersebut, alhasil mereka berdua sama-sama terpental, dengan sigap aku melesat menahan Toru

"Bodoh sekali kau menerima serangan langsung seperti itu, salah-salah tanganmu bisa patah karena tekanannya"

Toru hanya tersenyum ringan "aku sudah mengiranya kok, karena itu aku menyerang bagian atas paruhnya, dan memukulnya kebawah agar aku tidak ikut terdorong"

Toru menatap kebawah dan tersenyum "sepertinya dewi Fortuna memihak pada kita"

apa maksudnya? saat Toru menunjuk ke arah bawah dapat kulihat ada sebuah Sungai cukup besar disana "kau tau apa yang ku pikirkan Lia?" dia menguji pemikiranku "menggunakan air melawannya?" tebak ku, senyumnya mengembang

Burung tersebut kembali menyerang, aku dan toru menghindar gesit. Toru melesat kebawah menuju sungai dan aku ikut dibelakangnya, tidak tertinggal si burung juga ikut menukik

"Lia, bantu aku mengalihkannya, berikan aku waktu untuk mengumpulkan Chi" toru melesat dan berdiri tepat di atas sungai

aku mengangguk dan melesat menjauhi Toru dan memancing burung tersebut untuk mengikutiku, memang sedikit sulit, tiap ku mencoba menahan serangannya aku selalu terpental dan dengan susah payah kembali melayang agar tidak jatuh, tiap cakarannya dapat ku hindari berkat sayapku ini, sayap ini makin lama makin dapat di andalkan, kekerasannya bisa sekeras baja, sehingga dapat ku jadikan sebagai tameng

"Liaa!"

Toru mengisyaratkan dirinya telah siap, aku menukik ke arahnya dan terus di kejar oleh burung tersebut.

"berlindung di belakangku!"

setibanya di belakang toru, burung itu berada dalam jarak 2 meter dari kami, Toru mengangkat kedua tangannya dan membuat gerakan seperti memeluk dan di kepalkan tangannya kuat-kuat, dalam sekejap Air Bah besar menerjang Burung tersebut dan menggulungnya

Dia berusaha untuk bernafas dan melepaskan dirinya namun sia-sia, Toru terus saja menggulungnya dan menenggelamkan burung tersebut kedalam pusaran air.

terlihat burung tersebut melemah, Toru langsung mengangkat tinggi-tinggi dan membuat air itu seperti sebuah bola besar yang didalamnya berisikan seekor burung, diturunkan perlahan ke pinggir sungai "Lia!"

"ya!" aku palingkan pandanganku padanya "bantu aku membekukannya, kau bisa?"

aku membekukan benda sebesar itu? aku rasa tidak... aku belum pernah melakukan yang sebesar itu sebelumnya "aku tidak yakin" kataku ragu

"akupun tidak yakin aku bisa, tapi aku memerlukan bantuanmu, berdua lebih baik" katanya meyakinkan dengan tangan terus menahan bola air di depannya

aku mengangguk mengerti, aku mendekat ke air dan Toru mengikuti. ku posisikan diriku di sampingnya, dan mengangkat kedua taganku kedepan dengan sebelumnya melenyapkan kedua pedang yang ku pegang sedari tadi

ku kerahkan semua energi Chiku untuk membuat gumpalan air ini membeku dan membuat sang burung terkurung didalam sana.

dalam kesunyian perlahan air itu mengeras, terlihat sang burungpun membeku didalam sana, posisinya kini dengan sayap yang merentang dan mendongakkan kepalanya tanpa menutup mata. kini dia beku sepenuhnya.

"berhasil..." nafas toru terengah-engah begitu juga denganku, banyak tenaga yang ku keluarkan ditambah aku belum terbiasa

Toru melesat turun ke pinggir sungai dan meminum air sungai dengan genggamannya "minumlah, biar kau lebih segar, dan basuhlah lukamu dengan air"

aku menurut dan ikut duduk di sampingnya, ku coba menurunkan kakiku kedalam sungai "aaaaaakh.." sangat perih

"coba kulihat" Toru merebut kakiku dengan lembut, di angkat dan diletakkan kedepan tubuhnya "astaga... jika terlalu lama bisa infeksi, aku bersihkan lukamu dulu ya"

Toru Mengeluarkan sebuah sapu tangan diberikannya padaku "jika terasa sakit, Gigitlah itu, agar kau tidak menggiggit lidahmu sendiri"

ku sumpal mulutku dengan sapu tangan pemberiannya "Tahan ya" aku mengangguk, saat ia membasuh kakiku terasa sangat perih, kakiku sedikit mengejang karena nyeri yang kurasakan, mataku tertutup rapat menahan sakitnya dan ku gigit makin kuat sapu tangan ini.

tangannya membersihkan tiap sudut yang terluka hingga tidak ada darah yang tersisa disana "sudah selesai" aku melihat kakiku dan memang sudah bersih, yang tertinggal hanya luka cakaran yang menganga disana

Toru mengambil sapu tangan yang ada di mulutku dan mengikatkannya di kakiku untuk menutup lukanya "agar tidak kena terlalu banyak debu harus ditutup" katanya sambil tangannya sibuk mengikat

ya tuhan.. kebaikannya... perhatiannya... aku tidak akan pernah sanggup bila harus berpisah darinya, aku membutuhkannya melebihi siapapun.

"nah... sudah lebih baik?"

pertanyaannya itu membuatku tersadar dari lamunan "i, iya..."

"baiklah.. sekarang kita akan mencari mereka lagi, kau sudah sanggup untuk berdiri?" tanyanya menatapku

"istirahat dulu sebentar ya, aku lelah sekali..." kataku lirih, sepertinya dia setuju, karena sekarang dia telah duduk santai di sampingku

"Putri katanya akan mengawasi kita, bagaimana cara dia mangawasi ya? apa dia memasang CCTV di tiap sudut tempat ini??" mendengar perkataanku itu Toru malah tertawa pelan "mana ada dia menggunakan CCTV, mungkin seperti telepati, dia bisa melihat semua yang terjadi pada tiap yang dia tuju, seperti halnya kau juga kan?" mendengar perkataan Toru aku mengangkat alis bingung

"iya, kau juga bisa melihat apa yang kami lihat, kau dulu sering seperti itu, bahkan kau dapat merasakan perasaan yang kami rasakan"

aku menatap langit, dan menarik nafas panjang "membuatku makin Gundah..." aku ingat perasaan yang ku rasakan saat Tabi merasuki tubuhku, itu sangat tidak menyenangkan.

"astaga!!!"

terdengar suara Telepati Fuji terkejut, membuat kami sedikit kaget karenanya "ada apa Fuji?" tanyaku penasaran

"kalian tidak akan percaya apa yang sedang aku dan Narisa lihat!" katanya sedikit panik

"paling dia hanya melihat buah langka yang sangat enak dan bisa dibuat makanan" Ledek Yasha yang tau kebiasaan Fuji adalah memasak, dan masakannya memang sangat enak

"bukan! kami melihat sosok yang seseorang yang Mirip Lia dan Toru disini" jelas Narisa

"hah? aku dan Toru? dimana?" tanyaku penasaran

"ini didepan kami, tapi kami tidak yakin karena kalian berdua itu menggunakan seragam Hikatodwu, sedangkan mereka tidak, hanya menggunakan kaos biasa dan tatapan mereka itu.... sepertinya mereka adalah Pixie dan Sarnax!" jelas Fuji

kami semua terkejut atas pernyataannya itu "yang benar!?" tanya Hero tidak yakin

yang benar saja, Pixie dan Sarnax ada di dimensi ini? bukankah harusnya tempat ini adalah tempat yang hanya di ketahui oleh Putri, apa mungkin Putri sengaja membawa kami kesini untuk melawan mereka langsung? tapi bukankah ini sangat ceroboh? ini namanya nekat bukan? Putri tidak mungkin seperti ini, ada apa sebenarnya?

"lebih baik Hindari mereka dan jangan sampai mereka melihatmu dan Narisa" perintah Kak Lisa

"kita harus cepat berkumpul, tidak baik berpisah seperti ini, jika ada Pixie dan Sarnax sama saja bunuh diri" lanjut Kak Wiliam

tanpa pikir panjang aku dan Toru mulai melesat mencari dimana posisi yang lain "sial! belum kelihatan, coba aku perluas radius yang bisa di capai" Toru mengutak atik pelacak yang seperti jam digital itu.

"ah, dapat! mereka sedikit jauh dari sini" jelas toru kecewa

"tidak apa, asal sudah ditemukan posisinya itu sudah lebih baik, ayo jalan!" aku langsung melesat keatas tanpa memperdulikan kakiku yang sakit karena panik

"Gawat!!" teriak Fuji lagi

"ada apa!?" teriak Duo padanya

"dia mengetahui keberadaan kami! Narisa Lari!" suara Fuji terdengar panik, pasti mereka sangat terdesak

"kita harus segera ke posisi mereka!" aku panik

"kami tahu itu, tapi kita tidak tau yang mana posisi mereka di radar!" Akira resah

sedangkan telepati Fuji dan Narisa melemah, sepertinya mereka sudah mulai tidak dapat berkonsentrasi degan baik "bagaimana keadaan mereka!? kita harus selamatkan Fuji dan Narisa!" Utako terdengar sangat panik, wajar saja karena Narisa adalah teman yang paling dekat baginya dan satu-satunya wanita yang seumuran dengannya disini

disana sepertinya akira berusaha menenangkan Utako yang sangat mengkhawatirkan Fuji dan Narisa

aku sangat putus asa, aku punya firasat buruk akan hal ini, aku sangat ingin menemukan mereka berdua secepat mungkin. harus! aku melihat ke semua arah, berharap menemukan petunjuk dimana arah yang benar ke tempat mereka namun nihil, instingku tidak berjalan! kumohon.. aku harus segera menemukan mereka.

seketika keseimbanganku goyah, Toru yang melihat segera menahanku di udara agar tidak terjatuh "Kau kenapa Lia?" katanya panik

pandanganku mulai kabur dan perlahan-lahan mulai dapat melihat kembali dengan baik, namun sepertinya ini bukan pandangan dimana tempatku berada, karena aku melihat sosok yang mirip denganku, itu Pixie!

astaga! aku bisa melihat Pixie yang sedang menjambak Rambut Narisa, dan dia terlihat sangat kesakitan, ini.. ini.. ini apa mungkin pengelihatan Fuji??

______________________________

________________

______
 
Last edited:
Pixie makin menjambak tinggi rambut Narisa tanpa menghiraukan teriakan kesakitannya "Hentikaan!!!" teriak Fuji dan melesat kearah Pixie berusaha melepaskan Narisa "Bocah Sok Kuat!" teriak Pixie sambil menendang perut Fuji hingga Terpental "wah-wah... ternyata kabar itu memang benar adanya.. kalian berada disini dalam misi latihan" Pixie tertawa sinis menatap wajah Narisa yang sejak tadi meringis kesakitan

"bukankah sangat ceroboh membiarkan kalian berdua terpisah dari yang lain? ini menjadi sangat mudah menghabisi kalian satu persatu" tangannya yang bebas kini mulai menjelajahi Leher Narisa dengan jemarinya yang berkuku sangat runcing

"Jauhkan Tanganmu yang kotor itu dari Narisa" Fuji berusaha bangkit "hmm... kau kuat juga ya" Pixie menatap tertarik "kau pikir... kami tidak dapat berbuat apapun jika kami terpisah?" Narisa mulai angkat bicara "kau jangan terlalu meremehkan Kami" Narisa mengeluarkan belati kecil dari lipatan kerah tangannya dan menusuk tepat di tangan Pixie yang sedang menjambak rambutnya itu

"kyaaaa!" Pixie kesakitan dan melepaskan Narisa "Kurang ajar kau!" terlihat darah mengucur dari luka tusukan itu, Pixie mencoba menyerangnya namun Narisa melawan dengan menghempaskannya menggunakan angin.

"lancang kau!" Sarnax muncul dengan tiba-tiba dibelakang Narisa, dan entah sejak kapan, sebuah pedang sudah menembus Perut Narisa "itu hukuman untuk orang yang berani melukai Pixie ku" katanya dengan tatapan dingin dan tangannya masih memegang pedang yang bersarang di perut Narisa

"Ka..Kau...." Narisa mencoba menggapai Sarnax yang ada di belakangnya, namun belum sampai tersentuh Sarnax langsung mencabut Pedang itu dari tubuhnya dan melemparkan Narisa ke depan Fuji Persis. darah segar terus keluar dari tubuhnya yang tersungkur dan Narisa sudah tidak bergerak sama sekali

Air matanya mengalir dalam sekejap saat Fuji melihat kenyataan itu. Kekasih yang di cintainya, (Narisa) kini sedang tergeletak tidak bernyawa di hadapannya.

"tidak... tidak..." katanya dengan berlinang air mata terus menatap jasad Narisa yang ada di depannya "kau tidak boleh mati..." Fuji yang sangat terpukul berpaling menatap kearah Sarnax yang sedang menjilati Darah Narisa yang mengotori pedangnya, dia berdiri geram.

"tidak akan ku maafkan..." Fuji melangkah perlahan dengan terhuyung "tidak dapat dimaafkan..." air matanya terus mengalir, sorotan matanya penuh dengan dendam dan kesedihan yang mendalam, tangannya mengepal dengan sangat kuat hingga membuatnya terluka mengeluarkan sedikit darah.

dengan gerakan cepat dia menarik pedang yang ada di punggungnya dan mencoba menyerang Sarnax, dengan gemulai pedang Sarnax menahan pedang Fuji, kedua pedang saling berbenturan.

tangan kiri Fuji mengandalikan angin disekitarnya, membuatnya padat dan tajam. dia mengarahkan tepat pada Sarnax, dia menyadari apa yang akan dilakukan Fuji dan segera dia melompat mundur untuk menghindar, Fuji meihat kesempatan segera dia menyerang kaki Sarnax hingga terjatuh.

Fuji menahan Gerakan Sarnax dengan mencekiknya di bawah, Sarnax cukup kesulitan bernafas karena hal itu, wajah Sarnax basah oleh tetes demi tetes air mata yang mengalir dari Mata Fuji

"nyawa dibayar dengan nyawa..." katanya sambil terisak

Wajah sarnax mulai menegang mengetahui dirinya tidak bisa melepaskan diri dari cengkraman Fuji, karena entah kenapa sulit sekali melepaskan diri dari cengkramannya, tepat saat Fuji akan menyerang Sarnax Pixie muncul dibelakangnya

"nyawa dibayar nyawa hah...? kalau begitu luka dibayar dengan luka" dengan wajah sinis Pixie berkata demikian dan dalam sekejap Pixie menggapai tangan kiri Fuji yang sedang mencekik Sarnax dan memutarnya ke belakang membuat Fuji berteriak kesakitan "Aaaaaakkkhhh...!!!". tangan Fuji patah

"itu pembalasan karena kekasihmu sudah melukai tanganku ini" Pixie menjilati tangan kanannya yang terluka akibat diserang oleh Narisa

Sarnax kembali bangkit dan menjambak rambut Fuji yang sejak tadi sedang kesakitan menahan nyeri tangan kirinya yang patah "kau akan membayarnya!" Sarnax geram

Fuji sepertinya sudah tidak memperdulikan apapun lagi, wajahnya penuh dengan keputusasaan yang mendalam, ditambah saat ini dia melihat sosok Narisa yang berlumuran darah tergeletak tidak jauh di depannya, dia hanya bisa menutup mata dan menangis sejadinya

Pixie mendekat dan menyentuh wajah Fuji dengan kukunya yang runcing "ekspresi yang sangat indah.... keputusasaan, kepedihan, kehilangan..."

Fuji sama sekali tidak bergeming dan hanya menutup matanya dalam diam. aku tau, saat ini pasti dia sangat sedih, sakit dan putus asa...

"singkirkan tangan kotormu itu dari wajahku..." suara Fuji terdengar lirih sedikit berbisik "ha? kau bicara sesuatu?" wajah Pixie makin dekat sengaja agar lebih jelas mendengar kata-kata Fuji barusan yang jelas-jelas sudah dia dengar

"singkirkan Tanganmu dari wajahku!!!!!" Fuji tampak marah dan melakukan perlawanan dengan berusaha menghempaskan Sarnax dan Pixie menggunakan udara namun gagal, mungkin karena tenaganya yang mulai habis, sehingga hanya menyebabkan udara bergetar sesaat tanpa bisa menghempaskan mereka

Pixie yang geram mencakar wajah Fuji sebelah kanan sehingga meninggalkan bekas cakaran di pipi kananya, wajah yang tadinya putih lembut dan mulus kini telah terkoyak dan mengeluarkan banyak darah

"apa... kalian... sudah puas?" tanya Fuji dalam keadaan yang sudah payah dan nafas terengah-engah, Sarnax dan Pixie hanya bisa terdiam mendengarkan

"kalian menghabisi kami pun tidak akan membawa perubahan berarti, dan keinginan kalian tidak akan terwujudkan sampai kalian binasa sekalipun!" disaat kata-kata terakhir Fuji membuka matanya dan menatap tajam kearah Pixie

"anak ini menyebalkan, Sarnax, lakukan..." Pixie memerintahkan sesuatu pada sarnax dan kemudian sarnax langsung bertindak, dengan cepat dipeganglah kepala Fuji dan dengan gerakan seperti memutar terdengar suara "Kreeek" dari leher Fuji, dan seketika pandangan Fuji sudah gelap, dengan berlinangan air mata Fuji jatuh tersungkur tak bernyawa.

____

________________
 
Fuji... Fuji... tidak mungkin... Fuji juga Narisa sudah Mati...

"TIDAAAAAAK....!!!!" air mata tidak dapat ku bendung hingga terus mengalir dan kesadaranku mulai pulih

Toru yang sejak tadi menopangku sangat terkejut atas jeritanku tadi "kau kenapa Lia!?" tanyanya khawatir

aku hanya bisa menangis meraung-raung sambil memegang kepalaku, tidak percaya apa yang telah aku lihat "Fuji... Narisa..." aku tidak sanggup menerima kenyataan ini.. aku harus menyusul mereka, mungkin mereka belum mati.. mereka harus hidup..

aku tidak akan membiarkan mereka mati, tidak boleh! mereka harus tetap hidup! mereka hanya boleh mati jika aku sudah mati!

Sarnax dan Pixie tidak dapat ku maafkan! mereka berani melakukan hal keji sepeti itu pada mereka! tidak bisa ku maafkan! tidak akan!

tanpa memperdulikan Toru yang sedang khawatir, dalam keadaan kacau aku mencari-cari menggunakan instingku dimana keberadaan Fuji dan Narisa, entah apa yang menuntunku hingga aku bisa mengetahui posisinya dan yakin dimana mereka berada.

tanpa ku perdulikan Toru aku melesat cepat kearah yang ku yakini adalah tempat mereka, Toru yang melihat keanehanku ikut melesat di belakangku dan berusaha menghubungi yang lain

"semua, jangan ada yang bergerak dan lihatlah alat pelacak kalian!, Lia sepertinya menemukan sesuatu dan sekarang kami sedang menuju tempat itu, lihatlah dilayar titik yang bergerak, itu adalah aku dan Lia, kuharap semua begegas berkumpul dengan kami" Toru bernada cemas

"baik! tapi apa yang Lia temukan?" tanya Kak Lisa

"aku tidak tau, dia tadi seperti kehilangan kesadaran, lalu setelah beberapa lama, dia menjerit histeris sambil menangis dan kini terlihat kacau" jelasnya

"astaga... apa terjadi sesuatu?" tanya Hero

"Lia tadi... menyebut nama Fuji dan Narisa..." Toru berkata lirih

sekejap semua terkejut dan merasakan firasat buruk "itu tidak mungkin.. mereka pasti baik-baik saja kan?" Utako meyakinkan "kita semua berharap demikian" jelas kak Wiliam

"Lia..." toru tepat berada di samping memanggilku, aku tau dia sangat mencemaskanku tapi aku juga sangat mencemaskan Narisa dan Fuji

jika terjadi sesuatu terhadap mereka.. itu semua salahku... salahku... mereka hanya terjebak kedalam masalahku, mereka tidak bersalah, mereka tidak pantas mati karena masalahku, semoga apa yang aku lihat salah... kalau sampai kalian mati... aku tidak akan memaafkan diriku sendiri..

aku harap itu hanya rekayasa saja.. kumohon.. kalian tidak apa-apa... Narisa.. Fuji...

Toru dengan setia terus berada di sampingku, mendampingiku melesat menuju tempat yang aku tuju, tangannya perlahan menggenggan tanganku dengan ragu, dengan mata yang masih meneteskan air mata aku menatapnya

"tenang saja... Fuji dan Narisa kuat.. mereka pasti baik-baik saja..."Toru bicara seperti itu dengan wajah yang sengaja dibuat tenang

"tapi apa yang aku lihat berbeda..." air mataku tidak dapat berhenti karena aku masih terus terbayang saat-saat Narisa ditikam... dan Fuji yang disiksa hingga dihabisi

"aku.. akan menjemput mereka pulang walaupun hanya jasadnya saja!" kataku mantap berjanji pada diri sendiri walau sangat berat untuk mengakui... penglihatanku biasanya tidak pernah berbohong... dan yang tadi itu sangat menyakitkan...

"aku akan membawa mereka pulang..." aku berusaha tersenyum di depan Toru walau air mata terus mengalir, ekspresi Toru pun seperti tidak percaya dengan kata-kataku, dia hanya bisa terdiam tanpa berkata apapun dan makin meggenggam erat tanganku

*********


Bersambung~
 
Last edited:
Chapter 12
Sabotase


__________________________



ku melesat makin cepat, diikuti Toru dibelakangku. tidak ada yang kini dapat kupikirkan kecuali Nasib Fuji dan Narisa.

Hatiku sakit melihat yang telah terjadi, batinku menangis melebihi airmata yang ku keluarkan saat ini, walaupun aku tau, bukan hanya Fuji dan Narisa yang akan mengalami hal serupa. bila saja posisiku dan Toru ada di tempat Fuji, mungkin kami yang akan mati

tapi aku masih tidak bisa terima semua ini... aku tidak akan pernah rela Pixie dan Sarnax melakukan kekejaman itu lagi pada orang-orang yang berharga bagiku.

dalam hati aku bersumpah, saat melihat mereka nanti, akan kutebaskan pedangku ini di lehernya!

"jangan terburu-buru Lia" Toru memegang pundakku "kau jangan terbawa oleh emosi"

"aku..." bibirku tidak bisa mengucapkan banyak kata-kata. hanya air mata yang dapat keluar dari kelopak mataku. rasanya di tenggorkanku banyak sekali jarum yang menusuk hingga membuatku sakit bila berbicara, sesakit hatiku yang hancur.

"kau yakin? apa yang telah kau lihat itu benar terjadi?" Toru menatapku mencari tau

"ya... sangat jelas sekali...hiks" aku menyeka airmata dengan tangan.

Toru tidak melanjutkan pertanyaannya, dia hanya memperhatikanku yang terus saja menitikan air mata. walaupun aku ingin menghentikan air mata ku ini, tapi tidak bisa

Toru menggenggam tanganku dengan erat dan menjajarkan posisinya disampingku "kita akan menjemput mereka..." katanya pelan dan aku hanya bisa mengangguk pasrah

Toru melihat kembali pada alat pelacak yang dibawanya "sebentar lagi kita tiba di titik keberadaan pemancar milik Fuji"

aku mengangguk ringan "nanti kau jangan langsung menuju mereka, kita harus lihat situasi terlebih dahulu" lanjutnya

aku mengerti apa yang dimaksudkan oleh Toru, disana pasti masih ada Pixie dan Sarnax, kita tidak tau apa yang mereka rencanakan dan itu sangat berbahaya, karena itu lebih baik menunggu yang lain sampai di tempat kami terlebih dahulu setelah itu baru bergerak bersama-sama.

tidak lama, kami sampai di titik dimana radar menunjukan sinyal dari pelacak milik Fuji. Toru melesat maju mendahuluiku kemudian menghadangku melesat lebih jauh

"tunggu. itu mereka." rupanya Toru sudah melihat Pixie dan Sarnax dibawah sana, dengan segera Toru menarik tanganku melesat kearah salah satu pohon terbesar yang ada disana dan bersembunyi dibaliknya untuk mengamati mereka.

"itu naga yang sama dengan yang pernah menyerang Deepblue" dapat kulihat dua ekor naga hijau sedang berbaring santai di dekat Pixie dan Sarnax

bagus! hanya dengan keberadaan Pixie dan Sarnax saja sudah membuatku kembali tegang, ditambah dengan adanya makhluk itu sempurna sudah kecemasanku

mataku terus menatap sekeliling tempat Pixie dan Sarnax, mencari dimana dapat kulihat sosok Fuji dan Narisa betapa terkejutnya aku saat mataku melihat sepasang mayat yang tergeletak berlumuran darah tidak jauh dari tempat naga-naga itu tertidur, itu mereka!

Toru tidak sempat menghalangi, aku melesat turun dari pohon dan menuju arah dimana jasad Fuji dan Narisa tergeletak namun belum sampai satu meter jarakku dengan jasad mereka, Pixie dan Sarnax langsung berdiri dan menghadangku dengan wajah sinis mereka, aku langsung berhenti bergerak dan mendarat. senyuman merekah dari bibir Pixie menyambutku

"Lia!" toru berteriak ikut melesat turun di sampingku
 
"mencari sesuatu?" tanya Pixie dingin sambil melirik Jasad Fuji dan Narisa yang ada di sampingnya

"kalian...!!!" teriak Toru marah

mataku tidak lepas memandangi jasad teman-temanku itu, aku tidak memikirkan yang lain.. aku terpaku dengan kengerian yang terjadi pada teman-temanku itu. Pixie yang memperhatikanku itu langsung tersenyum senang

"ada apa dengan wajahmu Lia...?" katanya dengan menatap lekat padaku yang saat ini sedang terdiam dengan wajah hampir menangis

Toru yang melihat jasad kedua teman kami itu ikut marah dan mengaluarkan pedangnya "Bedebah kalian!"

melihat Toru bersiap dengan pedangnya, kedua naga yang sebelumnya tertidur tenang kini membuka matanya dan bersiaga di belakang Pixie juga Sarnax

"Lia.. Toru..!!" suara kakak Lisa terdengar dari belakangku dan ternyata teman-teman Hikatodwu yang lain sudah sampai disini dan mendarat persis di belakangku

"bagaimana Fuji dan Narisa?" tanya Utako mendekatiku.

mataku spontan menatap kearah dimana jasad mereka tergeletak tidak jauh dari Pixie berdiri. semua yang melihat sontak terkejut dan histeris melihat jasad mereka yang udah tidak bernyawa, namun tidak ada yang lebih histeris melebihi Utako, Akira dan Nokoru, karena mereka bertiga adalah sahabat yang berasal dari dimensi yang sama dengan Fuji dan Narisa.

Utako sangat terpukul dan menangis meraung-raung dibelakangku, kak Sherry mendekat dan berusaha menenangkannya.

"semua sudah berkumpul rupanya..." cetus Sarnax "bagaimana kalau kita mulai saja acara Reuni kita?" lanjutnya

"Hentikan Omong Kosongmu..!" Aku berlari maju berniat menyerangnya, namun kedua Naga yang berada di belakang Pixie dengan gesit maju kedepan mereka dan menyemburkan Apinya.

aku kira, saat itu aku pasti akan mati terpanggang, tapi ternyata ada kekai yang melindungiku. Kak Wiliam yang melakukannya untuk melindungi semuanya dari semburan api naga tersebut.

"Lia mundur!" teriak Kak Wiliam

"bagaimana kalian bisa berada disini?" tanya Kak Lisa tegang

"bagaimana ya?" jawab Pixie pura-pura berfikir "entah kalian itu terlalu ceroboh, atau terlalu bodoh... hingga tidak menyadari bahwa selama ini kami selalu mengawasi kalian..." Pixie memainkan rambut dengan jari-jarinya

kami semua cukup terkejut, bagaimana bisa mereka mengawasi kami?

"tidak perlu terkejut seperti itu... bagaimana mungkin aku membiarkan Lia dan kawan-kawannya lolos dengan hidup saat penyerangan di dunianya waktu itu?" Pixie bertolak pinggang dan selangkah lebih maju "kecuali jika kami membuat mereka sendiri menjadi umpan bagi kami agar menemukan markas kalian" senyuman sinis merekah di bibirnya
 
Last edited:
Aku dan teman-temanku dari duniaku?

picik sekali, dia menjadikan aku dan teman-temanku sebagai umpan agar dapat menemukan lokasi kami semua, dan bahkan bisa menuju kesini.

"kalau begitu, tidak heran kau bisa menyusul kami kesini.." jelas Kak Wiliam waspada

"dan beruntungnya kami..." Sarnax berjalan mendekati jasad Narisa dan menginjak tubuhnya "menemukan kedua makhluk malang ini berkeliaran..."

aku tidak tahan melihat kelakuan mereka, dan sepertinya hampir semua temanku juga merasakan perasaan yang sama sehingga aku dan hampir semua temanku melesat untuk menyerang mereka, namun lagi-lagi kedua naga itu menyemburkan Apinya kearah kami

"biadab kau! singkirkan kaki kotormu itu dari Narisa!" teriak Utako marah dengan matanya yang basah karena menangis

"tidak perlu terburu-buru, nanti juga kalian akan bergabung bersama dengannya di alam sana..." Pixie menempelkan jari telunjuk kanan di bibirnya, terlihat sexy "FiiwiiiiiiT...!!!" Pixie membunyikan siulan kencang dari mulutnya, hingga menggema keseluruh hutan

sedetik kemudian terdengar raungan hawan-hewan buas dari seluruh penjuru, tanpa menunggu waktu lama kami dikejutkan dengan banyak sekali makhluk-makhluk aneh muncul dari semak-semak dan pepohonan. Mulai dari Orc, Goblin, burung, bahkan sampai yang manusia setengah hewan

semua makhuk yang tadi kami temui kini berkumpul mendekati Pixie, burung raksasa yang tadi menyerang aku dan Toru menurut mendekatinya, bahkan Beruang mengerikan yang tadi nyaris menghabisiku juga sangat menuruti panggilannya itu

tunggu dulu! ada yang aneh pada semua makhluk itu. mata mereka... semua mata mereka merah menyala tidak seperti sebelumnya yang aku temui dan raut wajah mereka sangat garang

"mereka di kendalikan!" jelas Yasha panik melihat banyaknya jumlah yang muncul

"ini sih bukan latihan lagi namanya, cih" Gerutu Duo

"ini benar-benar diluar perkiraan kita semua..." kak Wiliam mengeluarkan pedangnya

"Dimana Putri!? bukankah dia akan mengawasi kita? dan akan bertindak bila semua diluar kendali?!"

"kau tidak sadar juga ya? mereka pasti telah mengambil alih dimensi ini, kemungkinan besar Putri juga kesulitan kesini" jelas Kak Shiho

Pixie maju lebih dekat kearah kami dengan santai, wajahnya yang bagaikan pinang dibelah dua denganku benar-benar membuatku Muak melihatnya

"aku harus berterima kasih kepada teman peri kalian itu... khukhukhu... berkat dia... aku mendapatkan banyak peliharaan baru yang sangat berguna"

"apa yang kau lakukan pada makhluk-makhluk itu!?" teriakku padanya

"apa yang aku lakukan? hmm..." Pixie tersenyum senang "tidak ada... aku hanya menjinakkan mereka saja... agar mereka lebih patuh padaku..." tangannya mengelus-elus Beruang bersisik ikan yang ada di sampingnya

"Narisa... Narisa...!!!"

teriakan-teriakan Utako memanggil nama temannya terus saja menggema... Utako tidak memperdulikan sama sekali keberadaan Pixie dan Sarnax, dia terlalu terpukul. tubuhnya terus saja di pegangi oleh kak Shiho agar tidak nekat lari mendekati jasad teman-temannya itu

"rupanya ada yang tidak sabar untuk bergabung bersama temannya.... baiklah... akan kukabulkan keinginanmu itu gadis manis!"

dengan Perintah dari Pixie, melesatlah Beruang bersisik ikan besar menuju kearah Utako yang tepat berada di sampingku

"Tidaaak..!!" saat aku berteriak, tanpa diduga Liontinku bersinar, muncullah sosok Matatabi dengan wujud Phoenixnya yang sedia kala, berukuran besar dengan sayap dan jambul api, gerakan gesit Matatabi mampu mencengkram tubuh Beruang itu dengan kedua kakinya ke udara. beruang itu berusaha melepaskan dirinya dengan terus menerus menggigit kaki Matatabi dengan ekornya yang seperti ular cobra itu

dengan kesal Matatabi menyemburkan Apinya kearah Beruang tersebut hingga terbakar seluruhnya dan dilepaskan dari cengkramannya di udara sehingga jatuh ketanah dan mati.

kami saat itu hanya terdiam menyaksikan Matatabi beraksi sedangkan Sarnax sudah mendekati Pixie dan terlihat berbisik padanya
 
"menarik sekali...." pixie tersenyum penuh arti "seekor burung Phoenix... Sarnax bilang... kau telah mengalahkan naga-naga kami saat di Deepblue..."

"kau bisa berbicara padanya... dia mengerti bahasa kita" sambung Sarnax menatap tajam Matatabi

"ada masalah dengan itu?" aku mendekati matatabi dan berdiri memegang kakinya yang besar

"aku mencium banyak bau tidak enak disini... aku ingin sekali menghilangkan bau itu untuk selama-lamanya..." pekik Matatabi dengan menatap tajam mereka dan sedikit mengembangkan sayapnya.

"ya... aku yang akan membuatmu tidak dapat mencium bau apapun lagi untuk selamanya... Habisi Merekaaaa...!!"

dengan Perintah dari Pixie melesatlah semua makhluk itu menyerang kami. Matatabi maju lebih cepat untuk menghadang para makhluk yang berada di udara

pekikan suara dari mereka yang kesakitan akibat serangan lawannya terdengar seperti suara yang akan mengantarkan pada kematian.

tibalah bagi kami menerima serangan dari berbagai jenis makhluk yang ada di daratan, ini bukanlah latihan yang dapat dihentikan bila lawan sudah m engaku kalah, ini adalah pertempuran yang sesungguhnya dimana bila kita lemah, maka kita akan mati.

karena itu dengan segenap tenagaku, aku akan bertahan untuk hidup dan membalaskan kematian Fuji dan Narisa!

kami semua maju dan sudah memasang kuda-kuda terbaik untuk bertempur. ku siagakan sayapku sebagai tameng dari cakar-cakar yang mencoba mengoyakku.

tidak seorangpun dari kami dapat bergerak dengan santai menghadapi semua ini, melawan makhluk-makhluk dengan tenaga yang besar dan gerakan yang lincah.

menghadapi jenis yang kecil seperti kera dengan cakar besinya masih termasuk mudah, yang sulit adalah menghadapi jenis yang sedang hingga besar, sepert Orc, beruang bersisik ikan, Goblin, Naga, dll.

"jangan jauh-jauh dariku!" teriak Toru di dekatku

"aku mengerti!" nyaris saja aku terkena sayat oleh kera lincah, tapi sayapku kuat melindungiku.

"bagaimana yang lain!?" teriakku khawatir pada keadaan yang lain, terlebih Utako yang sedang Down

"semua masih berjuang, dan sudah bisa merobohkan beberapa" dapat kulihat Toru berbicara sambil menghindar dan memukul balik para Goblin dengan lincah "tapi jumlahnya masih terlalu banyak" sambungnya

"Bagaimana dengan Utako?" kataku sambil menahan serangan Orc

"dia ada jauh di sebelah kanan kita, dilindungi oleh Akira dan Nokoru. kau tidak perlu mengkhawatirkannya"

"Awaaass...!!!" ku dorong Toru menggunakan udara secara tiba-tiba karena kulihat Sarnax mengayunkan pedang tepat dibelakangnya

"Aakh..." rintih Toru memegang pundaknya. ternyata pundak Toru terkena sabetan pedang Sarnax tadi.

karena terlalu khawatir akan Toru aku lengah dan badanku di terkam oleh serigala besar berkepala dua hingga ku terjatuh "Aaaakh..!!" dapat kulihat taringnya yang runcing dan lelehan air liurnya yang menetes sangat tidak sabar untuk mengoyak dagingku
 
"Liaaaa!" Toru bersiap menolongku namun dicegah oleh Sarnax dengan mengarahkan pedang ke lehernya "jangan acuh seperti itu terhadapku, saudara kembarku"

Toru sibuk menghadapi Sarnax, sehingga aku harus mengalahkan serigala ini sendirian, harus!

kucoba mengarahkan kedua pedang pendekku mengoyak kakinya, saat dia mengerang kesakitan serigala itu kutendang menjauh dan berhasil! namun tidak semudah itu membuatnya jera, dengan segera serigala itu kembali menerkamku, namun dapat ku tahan dengan menyilangkan kedua pedang di depanku.

disaat yang bersamaan kulihat Hero melompat diatasku dan menancapkan pedangnya ke salah satu kepala Serigala tersebut, dengan sekali hentakan hancurlah kepala itu menjadi berkeping-keping membuat kepala yang tersisa meraung kesakitan dan mundur bercucuran darah, akupun tidak luput dari cipratannya

"jangan lemah terhadap musuh, mereka hanya bisa di hentikan dengan kematian, jadi hancurkan saja" jelas Hero di depanku kemudian kembali pergi membantu yang lain

diantara teman-temanku yang lain, hanya dia yang terlihat begitu piawai dalam bertarung, mungkin karena kehidupannya yang kelam dalam dunia kejahatan membuatnya seperti itu.

ku kepakkan sayap dan melayang terbang, dapat kulihat Matatabi sedang menghadapi dua ekor Naga dan dua ekor Burung.

Toru juga sedang sibuk melayani serangan Sarnax, kuputuskan menuju tempat dimana Utako, Nokoru, Akira dan kak Shiho berada.

"makhluk ini kuat-kuat" Kak Shiho menyapaku dengan pendapatnya yang pesimis

"itu karena mereka dalam pengaruh Pixie, jadi kekuatan mereka bertambah" sambung Nokoru

"Pixie, aku tidak melihatnya sejak tadi" kataku heran

"jangan lengah, wanita itu licik... dia bisa berada dimana saja" Kak Shiho mengingatkanku

tanpa kusadari, seekor serigala berkepala dua yang lain menyerangku dari belakang dan menggigit sebelah sayapku "Kyaaaaa!!" aku diseret hingga beberapa meter hingga akhirnya aku dapat berontak dan melepaskan diri

ku lompat dan menusuk kepala serigala itu seperti yang dilakukan Hero sebelumnya

belum sempat ku tegakkan kembali badanku, ku balikkan badan kebelakang, betapa terkejutnya aku, Pixie sudah menantiku dan siap menancapkan pedangnya kearahku

"Ha Ha Ha Ha..... selamat tidur saudaraku!!" teriak Pixie sambil menusukkan pedangnya

belum hilang rasa terkejutku atas kehadiran Pixie, aku dikejutkan lagi oleh kak Shiho yang tiba-tiba datang melindungiku dari tusukan pedang Pixie

"Aaaakh..." teriak Kak Shiho memelukku yang ternyata tertusuk oleh pedang Pixie

"Kak... Kak Shiho...!" aku panik saat melihat darah yang keluar dari punggungnya "Kakak..!!"

"khukhukhu... dia sudah Tamat... pedang ini mengandung racun yang mematikan 100x lipat dari racun ular kobra... sekarang giliranmu Lia..!"

tiba-tiba ada sambaran petir saat Pixie akan mengayunkan Pedangnya untuk yang kedua kali padaku, petir itu membuatnya mundur dan terlihat bekas terbakar di tanah tempat dimana kilat itu mengarah

"Cih!" Pixie kesal dan Menatap kearah atas sumber kilat tersebut, dan ternyata di atas sana terlihat sosok Putri dan Putri kecil, di genggaman tangan Putri terlihat kilatan-kilatan cahaya yang sama dengan petir tadi, ternyata petir tadi adalah ulahnya

Putri dan Putri kecil amat marah, terlihat jelas dari mata mereka yang memutih seolah-olah berubah seperti mata mayat hidup, rambut mereka melambai-lambai mengikuti arah angin, langit menjadi gelap, gemuruh petir terdengar seperti berirama, angin bergerak tidak tentu arah

"Beraninya kalian menyusup ketempat dimana yang tidak seharusnya kalian datangi!" suara Putri terdengar sangat berat karena amarah yang memuncak

semua terdiam terpaku padanya, Makhluk-makhluk yang tadinya asik menyerang kami pun kini terpaku padanya
 
"akhirnya kau bisa juga menembus dinding tabir yang kami buat ya, Ratu!" Pixie memerintahkan makhluk terbangnya menyerang Putri, dan melesatlah mereka kearah Putri.

Naga menyemburkan apinya dan burung-burung menyerangnya secara langsung. namun dengan sekali gerakan, serangan mereka di halau olehnya. kemudian Putri membalas menyerang para makhluk itu dengan sekali serang menggunakan kejutan listrik

Pixie yang kesal melihat itu langsung mengarahkan satu tangannya kearah Putri dan dalam sekejap, keluarlah semburan api dari tangan Pixie namun berbeda dari api biasanya.

namun serangannya itu tidak berarti sama sekali, karena pelindung yang ada di diri Putri tidak dapat ditembus dengan apinya sekalipun

"Percuma...seranganmu tidak akan berpengaruh padaku sama sekali" Putri melayang mendekati Pixie

"katakan padaku... siapa yang memerintahkan kalian untuk melakukan ini semua?" lanjut Putri

"tidak penting bagimu untuk tau wanita Sialan!" teriak Pixie kesal dan memerintahkan semua penghuni dimensi itu yang tersisa menyerang Putri, dengan mudah Putri melemparkan mereka seperti melemparkan sebuah boneka yang sangat ringan

Pixie berlari menaiki Naganya "Sarnax!" teriaknya memerintahkan Sarnax untuk ikut dengannya, dan Sarnax pun menaiki Naga yang tersisa

sebelum melesat pergi ke atas, Pixie dan Sarnax menyemburkan Apinya ke semua pepohonan yang ada disini untuk mengalihkan perhatian, kemudian memanggil sisa makhluk yang masih hidup untuk ikut dengannya

Putri dengan sigap langsung merentangkan tangannya dalam sekejap matanya berubah mengeluarkan cahaya biru langit.

Pixie membuka Lorong dimensi dan masuk kedalamnya, makhluk yang terpengaruh oleh Pixie ikut masuk namun sebagian ada yang kembali tersadar karena kekuatan Putri dan mereka melesat kembali kedalam hutan.

Hutan yang masih dalam keadaan terbakar membuat semua panik "Putri kecil.. padamkan semua api ini" perintah Putri

"Baik Kak Putri" jawab Putri kecil. dia menutup mata dan merentangkan tangannya, tidak lama kemudian turunlah hujan yang lebat memadamkan api sedikit demi sedikit.

aku yang sejak tadi terduduk memegangi tubuh Kak Shiho mulai menyadari keadaannya makin memburuk "uhuk!"

"Kak Shiho!!! bertahanlah!" air mataku tanpa bisa ditahan menetes kewajahnya

semuanya berkumpul didekatku dan kak Shiho, semua yang sudah babak belur menatap kak Shiho dengan cemas, begitu juga dengan Matatabi, dia merubah dirinya menjadi burung Phoenix kecil kembali dan hinggap di dekat ku

"bagaimana keadaannya?" tanya kak Lisa

wajahnya makin pucat dibawah guyuran hujan buatan Putri kecil... matanya mulai terlihat sangat sayup

"kumohon bertahanlah kak..." kataku sambil menangis

"uhuk... Lia... sepertinya tugasku didunia ini sudah selesai" perkataannya membuatku amat terkejut

"Tidak...!!! semua ini salahku... aku yang menyebabkan kak Shiho terluka parah.. hiks"

"hei... tidak ada yang salah... ini takdir Li... uhuk...Lia.." Kak Shiho berusaha menggapai wajahku dan dengan segera ku ganggam tangannya yang dingin

"setelah kejadian ini... aku harap kau tidak menyalahkan dirimu sendiri...aku sangat mengenalmu... dan aku harus memastikan kau tidak akan melakukan hal bodoh karena merasa bersalah..." Mata Kak Shiho terus menatap dalam padaku

"tapi... semuanya memang karenaku..."

"tidak...semuanya terjadi karena keinginanku sendiri... begitu juga dengan Fuji dan Narisa... mereka pasti sependapat denganku..." senyum merekah dibibirnya yang sedikit mengeluarkan darah

"bertahanlah kak... Putri kecil bisa menyembuhkanmu, bertahan sebentar lagi! Putri kecil..!!" kataku panik memanggi Putri kecil

"berjuanglah terus bersama yang lain.. selesaikanlah misi kita..." pegangan tangan Kak Shiho ke tanganku melemah dan akhirnya terjatuh..

"kakak...." aku berusaha memegang tangannya "Kak Shiho... bangun kak!" aku mengguncangkan tubuhnya "Putri kecil!! sembuhkan Kak Shiho..!!"

Toru mendekatiku dan memegang pundaku dari belakang sambil menangis pelan

"kak Lia..." Putri kecil menghampiriku dan berjongkok mendekati Kak Shiho, dia mengarahkan telapak tangannya kearah kak Shiho dan semua bagian yang terluka disembuhkan olehnya hingga seperti sedia kala

"hanya ini yang bisa aku lakukan... aku hanya bisa menyembuhkan Luka yang diderita seseorang... tapi aku tidak bisa mengembalikan nyawanya kembali kak...hiks" Putri Kecil langsung menangis dan berlari kepelukan Putri yang diam berdiri

"Tidak... tidak mungkin... kak Shiho..." air mataku makin deras mengalir menatap wajahnya "bangun kak... bangun..." aku terus menggoyang-goyangkan tubuhnya tidak percaya akan kenyataan

"Lia... Shiho sudah tiada..." Kak Lisa memberitahuku sambil menangis begitu juga yang lainnya, tidak ada yang tidak menunjukkan rasa sedih dan kehilangannya

"hiks... tidak... tidak... tidaaaak!!! kakak...!! banguuun... banguuuun...huaaaa!" Kupeluk erat tubuh Kak Shiho yang sudah tak bernyawa, kuharap dia kembali membuka matanya, berharap semua ini hanya lelucon, tapi apa daya.. inilah yang terjadi.. dia telah pergi selamanya

"kita harus membawa jasad Shiho, Fuji dan Narisa kembali ke markas Max, masih ada yang harus kita lakukan disana, mengingat ada seseorang yang sudah di peralat oleh Pixie...kita harus segera menemukannya" perintah Putri pada semuanya

Yasha mengangkat jasad Fuji yang tidak terlalu jauh letaknya dari kami, dan Toma mengangkat jasad Narisa. sedangkan aku masih menangis memeluk jasad Kak Shiho yang ada didalam pelukanku

"Lia..." Toru berusaha membuatku tegar dengan memegang erat tubuhku, namun aku tidak perduli, aku masih ingin terus memeluk kak Shiho, berharap dia kembali membuka matanya

semua melihat kearahku yang tidak beranjak sedikitpun dari tubuh kak Shiho, Relena yang tidak bisa berdiam diri perlahan mendekatiku "Lia..." panggilnya dan saat ku melihat kearahnya kemudian

Plakk!!

sebuah tamparan melayang dipipiku... sakit... aku hanya bisa memegang Pipiku yang perih karena tamparannya dan kembali menatap Relena sedikit kesal

"tidak ada gunanya menangisi terus mereka seperti ini... kalau kau seperti ini, kematian mereka akan sia-sia. dan Pixie akan tertawa senang melihatmu yang Kalah karena terpuruk!" katanya berusaha sebijak mungkin

hatiku tersentak mendengarkan perkataannya itu, Kak Shiho memintaku terus berjuang di saat-saat terakhirnya, apakah aku bisa? kedepannya bahkan bisa lebih banyak yang akan jadi korban lagi

Toru membimbingku berdiri, Jasad Kak Shiho di bawa oleh Kak Shinji dengan sangat perlahan, melihat ketiga jasad itu membuatku lagi-lagi terpukul, ku memeluk Toru sekuatnya sambil berjalan dan menangis didadanya yang bidang.

Putri membuka Lorong dimensi menuju tempat paman Max menunggu, kami berjalan memasuki lorong dengan langkah yang amat berat, luka yang kami dapat tidak lebih sakit daripada hati kami yang telah kehilangan ketiga teman seperjuangan kami.

Narisa, Fuju dan Kak Shiho... aku berjanji kepergian kalian tidak akan sia-sia... aku akan membuat Pixie dan Sarnax membayar perbuatan mereka suatu saat nanti.. aku janji pada kalian

******

Bersambung~
 
Chapter 13

Toru & Kak Ken

____________________

__________________________



langit senja berhiaskan sedikit awan yang menghalangi sinar matahari sore menghasilkan warna oranye yang sendu menghiasi langit Deepblue.

dihadapanku kini terlihat makam ketiga sahabat baikku Fuji, Narisa dan Kak Shiho. Air mataku tidak juga habis melihat batu nisan bertuliskan nama mereka.

"Lia..." Toru memegang pundakku dari belakang dan dengan tatapannya yang lembut memintaku untuk kembali kedalam kastil

"aku tidak mau... aku masih ingin disini..." kataku sambil mengusap air mata

"tapi ini sudah hampir malam... tidak baik berada disini terus... mereka juga pasti akan berpendapat sama.." matanya menatap lekat pada makam

"apa mereka tenang di alam sana?" pertanyaanku pasti sangat bodoh didengar, tapi aku terus berfikir apakah demikian?

"tentu saja... kalau kau seperti ini terus... maka mereka akan sedih disana"

ku berbalik menghadapnya dan memeluk erat, tangannya yang kekar dengan lembut membelai kepalaku, suara tangisku kembali memecah keheningan, tidak dapat ku tahan... tidak bisa...

"hiks... aku melihatnya... aku melihatnya saat mereka sekarat... aku merasakannya... Fuji... Fuji... huaaaa...!!!"

Toru mempererat dekapannya berusaha menenangkanku, tapi aku tidak bisa menahan kesedihanku ini, Toru mengajakku berjalan menuju kastil sambil terus memelukku

sesampainya dikamar, aku langsung melemparkan tubuhku diatas tempat tidur, melanjutkan tangisanku di atas bantal yang menutupi wajah

kembali tangan Toru membelai lembut kepalaku "akan kubawakan makanan untukmu.."

"aku tidak lapar.... hiks" ku ambil guling dan memeluknya erat membelakangi tubuh Toru

"tapi kau belum makan apapun sejak pagi tadi..." katanya lirih

"kau saja yang makan... aku masih kenyang Toru..."

"aku juga tidak bisa makan kalau belum melihatmu makan sesuatu..."

ku berbalik memandangnya, perlahan ku terduduk, apakah mungkin? dia juga tidak makan sejak tadi pagi? karena mengkhawatirkanku?

"kau juga belum makan sejak pagi?" air mataku masih menggenang di kelopak mata, sedangkan Toru hanya tersenyum lemah sambil duduk disampingku

"bagaimana mungkin aku bisa makan?" senyum menghiasi wajahnya

ya tuhan... tanpa kusadari, aku telah membuat cemas orang-orang di sekitarku... apa yang harus ku lakukan agar rasa sakit ini hilang? agar tidak membuat semuanya khawatir?

"baiklah... aku kan makan, tapi aku ingin makan bersamamu, kau juga makan bersamaku Toru" kembali toru membelai kepalaku dengan lembut, itu kebiasaannya jika menenangkan dan ungkapan rasa sayangnya padaku

"baiklah... aku akan ambilkan makanan, kau tunggu disini saja ya, aku akan segera kembali"

perlahan tubuh Toru menjauh dan menghilang dibalik pintu kamar ang ditutup. kembali ku merenung seorang diri melihat langit yang ada di balik jendela, langit yang kini mulai gelap dan dihiasi banyak bintang.

tidak lama kemudian pintu kamar terbuka, kukira Torulah yang datang tapi ternyata bukan, yang masuk adalah Pria dewasa berambut hitam tidak asing bagiku, Kak Ken. ya, kekasihku di dunia asalku

"Lia... kau tidak apa-apa?" Kak Ken duduk disamping dan memegangi wajahku

"ya... aku tidak apa-apa..." kataku lesu sambil menahan air mata, aku tidak mau membuatnya khawatir

Kak Ken terlihat kecewa, entah kenapa dia seperti itu, tapi aku tau dia sedang kecewa saat ini.

"sejak tiba disini, kau berubah... biasanya jika kau gelisah ataupun sedih... kau akan berlari ke pelukanku... tapi sejak disini... seolah-olah... kau menjauhiku Lia..." matanya memandang lekat ke dalam mataku, aku tidak bisa berpaling dari wajahnya karena wajahku ditahan oleh tangannya

"aku... aku..." tidak ada yang bisa ku ucapkan... hatiku sedang kacau... otakku tidak bisa berfikir "maafkan aku Kak Ken... aku... aku tidak bisa..." saat ini hatiku benar-benar gelisah, entah kenapa, saat ini hatiku seolah menolak perlakuan Kak Ken padaku.

"kau berubah Lia... kau berubah karena orang-orang itu"

aku mengangkat alis mendengar kata-katanya itu "apa maksud kakak?"

"kau seperti orang lain, kau tidak seperti Lia yang ku kenal, sejak datang kesini dan bertemu mereka kau berubah dan menjauhiku" tangannya makin kuat memegang wajahku

aku tidak suka atas kata-katanya itu, aku berubah? mereka merubahku? atas dasar apa dia menuduh teman-teman Hikatodwu yang mengubahku?

"tidak ada seorangpun yang merubahku kak, tidak ada! inilah aku, aku yang sebenarnya... inilah aku yang asli, sebelm bertemu dengan kakak dan yang lain... dan kakak tidak berhak menjelek-jelekkan teman-temanku dari Deepblue ini, jangan pernah...! karena kakak tidak tau apa-apa!"

aku berontak melepaskan diriku dan berpaling membelakanginya sambil menangis, kata-katanya itu memang benar, aku menjauhinya namun aku berubah bukan karena teman-temanku... memang inilah aku... aku yang sebenarnya dibelakang Kak Ken

sejenak kami terdiam, hanya ada suara tangisku yang tertahan membelakanginya, sampai sebuah tangan mencengkram pundak membalikkan badanku, dengan cepat bibir Kak Ken melumat Bibirku dengan ganas, Lidahnya yang basah menembus bibirku dan bermain didalamnya. aku yang terkejut berusaha melepaskan diri namun cengkraman tangannya begitu kuat hingga aku tidak bisa melepaskan diri.

setelah puas dia melumat bibirku kemudian segera memelukku erat "aku tetap mencintaimu dan menyayangimu Lia... ingat itu...." katanya dengan nada khawatir

"Kak Ken aku... aku... aku tidak bisa... hiks" air mataku tumpah seketika mendengar pernyataannya itu... tidak seharusnya dia bicara seperti itu... tidak... seharusnya dia marah padaku dan membenciku.. agar aku bisa melepaskannya dengan mudah.. kenapa seperti ini...

"eheem...!"

Aku dan Kak Ken terkejut mendengar suara seseorang, dan terlihat di depan pintu sudah ada Toru yang berdiri membawa makanan sedang melihat kami yang dalam keadaan masih berpelukan, aku yang sadar langsung melepaskan diri dari pelukan Kak Ken dan kali ini berhasil.

"Toru..." aku memanggilnya
 
Toru melangkah mendekatku dan menyodorkan makanan yang berada di atas nampan "ini buatan Kak Lisa, mungkin tidak seenak buatan Fuji... tapi... rasanya enak kok" mendengar kata-katanya itu aku memegang erat dan tersenyum melihat makanan tersebut... "iya, pasti enak tidak kalah dari masakan Fuji..."

Toru melihat ke arah Kak Ken yang masih terduduk di sampingku yang juga menatap Toru "aku kira tadi Lia bersama siapa didalam kamar, ternyata Kak Ken" senyumnya. Toru sangat pintar menyembunyikan perasaannya dengan cara tersenyum, aku tau sebenarnya dia pasti sangat cemburu dan kesal melihat aku dan Kak Ken tadi

entah kenapa, perasaanku tidak enak melihat mereka berdua bertemu disini... aku benar-benar merasa serba salah, tapi bukankah memang harus aku selesaikan secepatnya? agar tidak ada yang tersakiti lagi lebih dari ini? aku harus menyelesaikannya sekarang

"Kak Ken... aku belum memperkenalkan Toru padamu kan?" mereka berdua serempak melihat ke arahku, dengan perasaan gugup dan takut aku memberitahukan semuanya pada Kak Ken "Toru adalah Tunanganku kak"

"apa?" wajah Kak Ken sangat terkejut tidak percaya

"kami sudah bertunangan jauh sebelum aku mengenal kakak... maafkan aku tidak pernah memberitahukannya selama ini..." kataku tertunduk

"apa maksudnya? kalau kau sudah ada tunangan, lalu selama ini untuk apa bersamaku?" katanya mulai kesal

"maafkan aku... aku... tidak bisa menjelaskannya..." air mataku makin deras mengalir, jika ingin menamparku untuk melampiaskan kemarahan Kak Ken saat ini, aku bersedia, asalkan dia puas dan memaafkan semua kebodohanku ini

"maaf Kak Ken... Lia tidak bermaksud.." sebelum sempat Toru berkata lebih lanjut Kak Ken berdiri dan berjalan keluar kamar dengan tangannya yang mengepal menahan marah "Kak Ken!" kataku berusaha memanggilnya tapi percuma, dia terus berlalu

Toru menahanku dengan memegang pundakku dan memintaku kembali duduk "biar aku yang akan berbicara padanya nanti"

"tapi Toru... Kak Ken...."

"yang kau lakukan sudah benar... biar aku yang menjelaskan sisanya pada Kak Ken, sekarang kita makan ya."

"aku khawatir Kak Ken akan melakukan hal-hal buruk..." kataku sambil memasukkan makanan sedikit demi sedikir ke dalam mulut

"dia seorang Pria, dan Pria tidak akan melakukan hal bodoh seperti yang biasa wanita lakukan.."

"aku harap seperti itu..."

Aku dan Toru menghabiskan makanan kami dalam diam, tidak banyak yang dapat aku bicarakan saat ini, kepalaku seperti mau pecah rasanya...

Aku rebahkan tubuhku mencoba untuk tidur, Toru masih setia menemaniku berada di sisi tempat tidur sambil menggenggam tanganku hingga perlahan-lahan kesadaranku hilang dan tertidur.



*****
 
Toru



Akhirnya Lia bisa tertidur setelah seharian ini menangis dan merenung di depan makam Fuji, Narisa dan Kak Shiho. ini pasti pukulan terberat baginya, karena kehilangan mereka... ditambah... dia juga melihat dan merasakan langsung saat fuji dibunuh.

ku belai lembut rambutnya yang lembut dan tebal terurai, masih terlihat sedikit air mata yang menggenang di pinggir matanya, segera ku hapus dengan jemariku.

ketika diriku sudah yakin, aku beranjak dari tempatku duduk dan pergi keluar mencari Kak Ken. Aku akan menjelaskan semua padanya, agar tidak ada salah paham atas apa yang telah terjadi

seperti dugaanku, Kak Ken sedang berada di halaman depan Kastil, dia duduk disebuah kursi putih panjang, tanpa permisi lagi aku ikut duduk dsampingnya.

"Aku harap kau tidak menyalahkan Lia..."

mendengar suaraku, Kak Ken hanya melirik dan kembali menatap langit "dia menyukaimu kan?" tanyanya pelan

"untuk itu... kau bisa tanya sendiri pada Lia... aku hanya ingin menjelaskan semuanya agar kau tidak berfikir buruk tentang Lia.."

"tak apa... jodoh itu tidak ada yang tau... kalau dia sudah tidak ingin bersamaku... ya mau bagaimana lagi?" walaupun Kak Ken bicara begitu, kesedihat terlihat sangat jelas di wajahnya

melihat itu, aku tidak bisa diam saja, ku putuskan untuk menceritakannya, dia mau dengar ataupun tidak, itu dia hak dia, aku hanya ingin menjelaskan semuanya

"sebelum Lia bertemu Kak Ken, Lia sudah denganku jauh sejak masih SMP, awalnya kami hanya berteman... kami bertemu secara diam-diam di suatu halaman kosong dekat rumahnya... saat itu... sangat menyenangkan, semakin lama... aku jatuh cinta padanya, dan dia menerimaku. namun saat kami tau kenyataan bahwa dunia kami berbeda, itu membuat kami terpukul..."

perlahan Kak Ken memandangiku yang sedang bercerita dan akhirnya mendengarkan dengan seksama

"pada akhirnya kami berjanji, jika aku belum juga bisa menjadi sosok manusia yang terlihat di dunianya, maka aku rela dia bersama orang lain didunianya, walaupun aku melihatnya dari jauh merasa sakit.. aku rela, karena aku ingin melihatnya bahagia... hingga pada akhirnya dia bersamamu... dan dia juga mencintaimu..."

Toru menggigit bibir bawahnya dan memegang kepala dengan kedua tangannya

"aku sudah pasrah, jika kalian akan menikah... kalian hidup bahagia di dunia kalian... dan aku akan terus melindungi Lia dari jauh... tapi, setelah penyerangan yang dilakukan Pixie dan Sarnax ke dunia Lia... semua keadaan berubah... Lia yang sebelumnya tidak dapat masuk kedalam lubang dimensi yang disiapkan Putri, kini bisa berada disini dan aku dapat dilihat dan dirasakan oleh orang-orang dari dunia Lia sekalipun, harapan kami untuk bersama kembali terbuka lebar... hari-hari yang selalu kami nanti sejak dahulu telah jadi kenyataan, walaupun tidak semuanya seperti yang kami inginkan..."

air mataku sedikit mengalir saat mengingat nasib ketiga temanku yang telah gugur dalam penyerangan kemarin "dan kini... Lia harus menyaksikan secara langsung teman-teman kami mati... aku tidak pernah melihatnya sangat terpukul seperti sekarang ini..."

"aku turut berduka atas kematian mereka... aku memang tidak tau bagaimana kejadiannya sampai mereka bertiga mati, tapi saat melihat kalian keluar dari lubang itu dalam keadaan babak belur dan penuh darah, dan juga Lia yang menangis di pelukanmu... aku bisa menduga kengerian apa yang terjadi" kata Kak Ken menatapku "dan aku tidak pernah tau sama sekali hal-hal semacam itu sering di hadapi oleh Lia" lanjutnya

"dia memang selalu menyembunyikannya dari semua orang di dunianya, dia juga memang sejak dulu jarang sekali bertarung langsung seperti sekarang ini, karena itu dia sangat terpukul.. walaupun begitu... dia adalah seseorang yang paling berharga untukku juga semuanya.."

"ya... dia juga sangat berharga buatku..." Kak Ken menimpali

"bukan salah Lia sudah menghianatimu, semua salahku, karena selama ini aku yang menyarankan agar mencari pria lain, aku yang salah..".

"tidak...." Kak Ken kembali menatap langit "yang salah itu Takdir... karena dia yang telah mempermainkan kita seperti ini"

"kau boleh marah padaku, kau boleh memukuliku jika itu bisa membuatmu merasa lebih baik..."

Kak Ken yang mendengar perkataanku tertawa pelan "memukulmu? ... hanya anak-anak yang saling pukul hanya karena wanita... sejak dulu aku sudah pernah bilang pada Lia, jika kami bukan jodoh mau di apakan lagi? cinta tidak bisa di paksakan... asalkan dia bahagia dengan pilihannya aku tidak apa..."

"kau benar-benar dewasa seperti yang Lia katakan ya..." kataku tersenyum

"tapi ada satu permintaanku..."

"apa itu?" tanyaku heran

"jangan buat dia sedih, aku tidak akan memaafkanmu bila membuatnya menangis..."

mendengar permintaannya itu membuatku tersenyum lebar "iya, pasti akan aku lakukan..."

"dan.... jangan sampai terjadi apa-apa terhadapnya atau aku akan membunuhmu... aku bersumpah akan hal itu..."

sejenak aku terdiam mendengarnya, perkataannya itu sangat menusuk "jika itu terjadi... malah sebaliknya... aku minta kau untuk membunuhku, karena jika Lia sampai celaka karena aku... tidak ada artinya lagi aku hidup"

"kalau begitu dengan senang hati akan kubunuh kau..." dengan perasaan senang aku mendengarkan perkataannya itu "kalau begitu nanti akan aku siapkan pedang nya...."kataku sambil tertawa kecil

tiba-tiiba ada cahaya menyilaukan muncul di depan kami membuat kami silau, muncul sosok Putri kecil dari dalam cahaya itu

"hallo... kalian berdua... sudah malam kenapa tidak masuk? semua sudah berkumpul di ruang keluarga.. cepat masuk sana" Putri Kecil nyerocos dengan nada memerintah dengan sebal pada kami membuatku tertawa melihatnya

"sekarang kau makin seperti nenek-nenek yang cerewet saja Putri Kecil ahahaha"

"sudah tugasku menertibkan kalian... oh iya Kak Toru, kata Kak Relena, lebih baik kau malam ini menemani Kak Lia dikamarnya, karena dia pasti masih sangat terpukul dan tidak akan dapat tidur nyenyak karena dia masih syok"

aku mengerti yang di khawatirkan oleh Relena, aku juga sejak dulu tidak akan dapat tidur dengan tenang setelah berhadapan dengan Sarnax dan Pixie... tapi... Putri kecil memberitahukan hal ini didepan Kak Ken...

"tidak apa-apa... kau harus menjaganya... kau sudah berjanji kan? tidak usah pikirkan aku"

"Kak Ken akan aku temani... ayo Kak!" dengan memaksa Putri Kecil menarik tangan Kak Ken untuk bangun dan menyeretnya masuk, aku hanya bisa melihatnya dengan tertawa kecil... terlihat sekali Putri Kecil berusaha menghibur Kak Ken

aku kembali menuju Kamar Lia, saat membuka pintu kamar, dapat kulihat dirinya yang berbaring di tempat tidur, masih terlelap sama seperti saat ku tinggalkan tadi

ku ambil kursi kecil yang berada dekat lemari pakaiannya dan ku letakkan di dekat tempat tidur untuk ku duduki.

posisi tidurnya sejak dulu tidak pernah berubah, selalu miring dan memeluk guling.

ku ambil satu tangannya dan ku genggam erat, tangannya sedikit dingin, perlahan ku tempelkan tangannya ke pipuku dan ku kecup perlahan agar tidak membangunkannya

"aku akan selalu menjagamu Lia..."



******
 
Lia



"dimana ini?" entah kenapa aku ada di sebuah hutan asing, dan aku seorang diri disini... dan aku... bertelanjang kaki.

ku berjalan menyusuri rerumputan yang cukup tinggi, dan terhenti saat ku mendengar seperti sesuatu yang berlari di belakangku, saat ku berbalik, seekor beruang besar bersisik mencoba menerkamku, namun aku berhasil lolos dan bersembunyi di belakang sebuah pohon besar.

"monster itu.. kenapa masih ada?? kemana yang lain???" kataku bingung.

aku sangat takut... kenapa aku sendiri? mana toru dan yang lainnya?

ku berjalan terus menelusuri semak dan pepohonan, hingga pada akhirnya aku mendengarkan ada suara tertawa dari balik pohon tidak jauh dari tempatku.

ku berlari mendekati sumber suara tersebut, karena penasaran ku coba melihat dari balik pohon. betapa terkejutnya aku, itu Pixie dan Sarnax!!

"sedang apa mereka?!" belum sempat ku berfikir, pemandangan yang terlihat membuatku terkejut bukan main. Pixie sedang menjambak rambut Narisa dan Fuji.

"Fuji, Narisa!" teriakku tertahan karena dengan cepat ku tutup mulut ini.

'tidak! aku harus menyelamatkan mereka sebelum terlambat, aku harus melakukan sesuatu' aku berusaha mencari sesuatu yang bisa ku gunakan, namun terlambat, karena aku mendengar suara Narisa berteriak dan disusul teriakan Fuji memanggil Narisa

aku segera melihat ke arah mereka kembali dan melihat Narisa sudah terkapar berlumuran darah, Fuji sudah pasrah tidak bergerak, menitikkan air mata di hadapan Narisa.

Pixie tersenyum lebar saat Sarnax memegang kepala Fuji dan dengan cepat memutarnya hingga terdengar "Krek"

"Tidaaak...!!! tidaaaak...!!"

tiba-tiba diriku terbangun dan masih berada di tempat tidur, kulihat Toru ada di sampingku sedang memegang tanganku sangat erat dan menatapku dengan cemas

"kau tidak apa-apa Lia?" katanya mendekatkan wajahnya padaku

aku masih mencerna apa yang baru saja ku impikan, tanpa kusadari ternyata air mataku telah mengalir dengan derasnya... ku tutup mata dengan satu tanganku yang bebas dan menangis sejadinya "huu..hu..huhu..."

Toru yang merasa khawatir makin mendekat padaku dan satu tangannya yang tersisa mengusap kepalaku "tenang Lia... kau mipi buruk...?"

"aku... aku... aku mimpi saat Fuji dan Narisa dibunuh... aku... aku tidak bisa berbuat apapun untuk menyelamatkan mereka Toru... aku... huu..hu..huhu..."

Toru dengan perlahan merebahkan tubuhnya di sampingku, memelukku sangat erat, wajahku tepat berada di dadanya yang bidang. hal ini biasa dia lakukan sejak dulu jika aku sedang sedih.. dan mencoba menenangkanku.

"itu hanya mimpi... kau harus tenang... aku akan menemanimu disini" katanya sambil mengecup keningku

kubalas pelukannya lebih erat dan menangis kencang hingga aku puas, Toru hanya diam dengan setia memelukku erat.

malam ini ku lalui dengan penuh kehangatan dari Toru yang setia menemaniku tidur, walaupun sesekali aku akan terbangun kembali sambil menangis, Toru akan menenangkanku kembali, terus seperti itu sampai pagi tiba.

"hmmm...." kataku sambil merenggangkan urat-uratku, dan masih dapat kulihat sosok Toru yang sedang tertidur di sampingku, tangannya masih memegang pinggangku.

dia pasti sangat lelah menjagaku semalaman, dia pasti sangat mengantuk. ku dekatkan wajahku ke wajahnya dan melihat tiap senti dari wajahnya, bibirnya yang mungil, hidungnya yang mancung, rambutnya yang pirang.. sungguh membuatku terpesona.

perahan ku dekatkan wajahku, makin dekat dan ku kecup bibirnya cukup lama, tanpa ku sadari ternyata ia terbangun dan membalas ciumanku, spontan aku membuka mata dan terkejut. tapi saat ku akan mundur tangannya dengan cepat memegang kepalaku dan menekannya kembali mendekatinya, melanjutkan ciuman kami, ciumannya berbeda dari Kak Ken, Toru lebih lembut tidak terlalu basah... Lidahnya bermain di dalam mulutku dan ku sambut juga dengan lidahku.

perlahan tubuhnya mulai menindihku dan ku rangkul lehernya "ehhmmm..." erangku saat lidahnya makin dalam bermain di kerongkongan membuatku kehabisan nafas begitu juga dengannya.

"I Love You Lia..." itulah yang dia ucapkan saat bibir kami selesai berpagutan, aku hanya bisa tersenyum bahagia merasakan sentuhan kasih sayangnya yang selama ini aku dambakan, perlahan dia mencium keningku, juga kedua mataku

"jangan tinggalkan aku lagi Toru... aku takut sendirian..." air mataku sedikit menggenang di pinggir mata, segera ia cium mataku dan mengeringkan dengan bibirnya "tidak akan... jika kau mati... aku akan menyusulmu ke alam sana..."

Kembali Toru memagut bibirku kali ini lebih bergairah, mungkin karena kini dia yakin kami sudah tidak akan dapat dipisahkan, hingga ia mengeluarkan semua hasratnya padaku, nafas kami berdua sudah terengah-engah namun Toru masih tidak mau berhenti malah kini ciumannya merambat ke leherku, ia mencium dan sedikit menjilatinya

"aah..." keluhku saat ia menyentuh telinga kiriku, bagian telinga dan leher adalah bagian tubuhku yang sensitif, membuatku lemas dibuatnya, dan toru menyadari hal itu hingga ia menyerang titik itu berulang-ulang

KRIIING...KRIIING...

bunyi telephone membuat Toru menghentikan aksinya. dengan segera ia mengangkatnya dan aku hanya terdiam lemas melihatnya

"iya dia tidak apa-apa, hanya beberapa kali terbangun karena mimpi buruk... iya... baik" Toru kembali menutup Telephonenya

"siapa toru?"

"Kak Lisa... dia menanyakan keadaanmu, dan sebentar lagi saatnya sarapan, kau harus membersihkan badanmu agar tampak cantik..." senyumnya menggodaku

"sekarang aku kurang canik?" tanyaku mengujinya

"cantik... jika kau sekarang mandi dan siap-siap... kau akan tampak cantik berkali-kali lipat..." kembali ia melayangkan kecupanya pada dahi disaatku terduduk

"aku juga akan mandi, jika sudah selesai, kau akan kutunggu di depan kamar ya" ia mengambil jacketnya yang tergeletak di bangku kemudian berlalu pergi, sebelum menutup pintu ia memberikan senyumannya kembali dan meninggalkanku yang terdiam sambil memegang bibiku yang lembab... masih sangat terasa sentuhan bibirnya tadi.

****
 
aku berjalan bersama Toru menuju ruang makan, setibanya disana semua sudah berkumpul dan duduk di tempat mereka masng-masing.

aku melihat sekeliling, melihat tiap orang yang berjalan, duduk, berbincang-bincang namun tetap saja ada yang kurang... ya, tidak ada keceriaan dari Fuji dan Narisa dan yang biasa duduk di samping Kak Shin adalah kak Shiho, namun kini adalah Yasha.

"bagaimana keadaanmu Lia?" Tanya Kak Wiliam padaku yang sejak tadi seperti orang bingung

"hmm... baik Kak...." senyum lemah keluar dari bibirku

di ruangan ini memang sudah tidak sesuram seperti sebelumnya, namun tidak juga seceria sebelumnya, masih tersisa rasa berkabung

Toru mengambilkan makanan kesukaanku dan diletakkan di atas piring yang ada di depanku, langsung saja teringat di kepalaku masakan yang dibuat oleh Fuji untuk kami semua

"Fuji... Kak Shiho... Narisa..." saat aku menyebutkan nama mereka, seketika semua melihat kearahku

ku ambil sendok dan garpu, ku abil makanan dan ku masukkan kedalam mulutku, ku kunyah hingga habis dan berkata "mulai hari ini... demi Fuji, aku akan doyan makan.... demi Kak Shiho, aku akan menjaga kesehatanku agar tidak mudah sakit.... demi Narisa, aku akan selalu Ceria menjalani hari-hariku..." senyum merekah lebar di bibirku menatap ke arah Toru namun Air mata membasahi pipiku

Toru yang melihatku merasa tidak tega dengan cepat memelukku dan menenggelamkan wajahku kedalam dadanya.

Totu ikut menangis pelan, begitu juga teman Hikatodwu yang lain, mereka ikut menangis karena mendengar perkataan dan melihat ekspresiku tadi

******
 
Back
Top