Hurt

QRi_Reichi

New member
Ide yang muncul menjelang tidur.. XD

hurt.jpg

Bibirnya mengembangkan senyum. Tersirat kesedihan dalam senyum manisnya. Ia memang paling pandai menyembunyikan kesedihannya, menyembunyikan perasaan yang sesungguhnya. Cinta dan kasih sayang pada seorang lelaki yang kini ada di hadapannya pun juga bisa ia samarkan. Cinta dan kasih sayang lawan jenis itu, ia samarkan menjadi cinta dan kasih sayang sebagai kakak adik. Wajah innocentnya yang selalu menjadi senjata andalannya. Selalu bisa menutupi semuanya dengan wajah innocentnya. Tapi sekuat apapun dia, dia hanyalah gadis yang lemah dan membutuhkan sandaran, seperti yang terjadi saat ini. Hikari hanya menyembunyikan wajahnya. Duduk di sudut kamar, mengeluarkan semua rasa sakit yang ia tahan selama ini. Air matanya keluar tak bisa terbendung lagi. Mengalir deras seperti derasnya hujan malam ini. Ia pun juga tak menyadari kedatangan Kaoru, sahabat sekaligus sang adik dari lelaki yang ia cintai. Hikari terlalu larut dalam kesedihannya. Kaoru terdiam di tempatnya berdiri, ia menatap pilu sahabatnya. Selama ini, Kaoru tak pernah melihat Hikari sesedih ini, bahkan setiap hari selama Hikari tinggal bersamanya, senyum manis dan tawanya yang selalu ia lihat dan ia dengar. Kaoru pun memberanikan diri perlahan melangkahkan kakinya menghampiri Hikari.

“Hikari, daijoubu?” tanya Kaoru penuh dengan hati-hati.


“Aku tak mengerti, kenapa dia selalu memberikan harapan padaku. Sikapnya, ucapannya membuat dirinya semakin menyita ruang di hatiku. Aku tak mengerti, Kaoru. Kenapa kakakmu melakukannya padaku.” Hikari hanya bisa mengucapkannya dalam hati menjawab pertanyaan Kaoru. “Apa rasanya sesedih ini? Apa aku pantas sedih sedangkan sebentar lagi adalah hari bahagia kakakmu,” lanjut Hikari.


“Hikari, jawab pertanyaanku. Apa ini gara-gara Ryuu niisan?” tanya Kaoru sambil menggoncang-goncangkan tubuh Hikari. Kaoru memang mengetahui perasaan sahabatnya pada kakaknya itu. Hikari yang tersadar memalingkan wajahnya menatap Kaoru, air matanya masih tetap saja mengalir.


“Aku sudah tidak kuat, Kaoru.” Hanya kata itu yang keluar dari bibirnya. Kaoru langsung memeluk Hikari. Ia tau sahabatnya kini berada dalam situasi yang sangat rumit. Saat inilah yang dibutuhkan Hikari. Matanya terpejam, pikirannya pun mulai melayang pada kejadian-kejadian yang membuat nama seorang lelaki terukir di hatinya. Semakin hari seperti tatto yang tidak bisa dihilangkan.


“Ayolah Hikari, sekali ini saja,” rengek Ryuu seperti anak kecil. Hari ini Hikari menemani Ryuu mengunjungi tempat wisata, taman bermain. Disinilah puncaknya. Ryuu ingin mencoba bungee jumping tapi Hikari menolaknya karena takut dengan ketinggian.
“Yang lain saja, Ryuu-kun. Aku takut.” Wajah Hikari pucat pasi.

“Jangan bilang kalau kau...” Ryuu menatap Hikari. Seulas senyum-senyum jahil- terkembang di bibirnya. Tanpa pikir panjang, ia menarik tangan Hikari. Dia tidak sadar kalau apa yang dilakukan itu membuat jantung gadis ini berdetak lebih cepat dari biasanya. “Sekali saja kau harus mencobanya, Hikari.”


“Kau yakin akan baik-baik saja?” tanya Hikari pasrah ketika mereka sudah bersiap untuk terjun dari ketinggian beberapa ratus meter dari permukaan tanah.
“Tenang, ada aku. Aku yang bertanggungjawab nanti jika terjadi sesuatu padamu.” Ryuu mengedipkan sebelah matanya. Ryuu pun memeluk tubuh Hikari dengan erat, membuat jantung gadis ini kembali berdetak kencang. “Kau siap?” tanya Ryuu. Dan dalam tiga hitungan mundur, mereka pun terjun.


“Woaaaaaa...hahahaha..” Ryuu tertawa puas. Sementara Hikari hanya memejamkan matanya, ketakutan. Darahnya berdesir hebat. Tanpa sadar, ia mengeratkan pelukannya.

“Hei, jangan takut Hikari. Kau akan baik-baik saja. Ayo, buka matamu dan lihat pemandangan dari atas sini,” kata Ryuu di sela-sela tawanya. Hikari hanya menggelengkan kepalanya. Menyembunyikan wajahnya di dada Ryuu yang bidang.

“Ayolah Hikari..” Ryuu mengangkat wajah Hikari. Ia tersenyum jenaka melihat wajah ketakutan Hikari. Senyumnya perlahan menghilang, bersamaan dengan itu, ia menundukkan wajahnya. Semakin dekat dengan wajah Hikari.

Hikari tercekat. Matanya terbuka dan membulat saat merasakan sebuah benda lembut dan hangat menyentuh bibirnya. Ryuu menciumnya. Mata lelaki yang ia cintai terpenjam. Dan dapat ia rasakan Ryuu semakin memperdalam ciumannya dengan menekan kepala Hikari dengan tangan kanannya. Ciuman pertamanya dengan orang yang ia cintai namun tak mencintainya.Air matanya mengalir.


Mengingat kejadian itu, air mata Hikari semakin mengalir deras. Apalagi saat mengingat saat Ryuu memperlihatkan sebuah cincin manis yang akan ia kenakan di jari manis Shiori, kekasihnya.


“Bagaimana menurutmu, Hikari?” tanya Ryuu sambil memperlihatkan sebuah cincin kepadanya.

“Cantik.” Hikari tersenyum.

“Aku akan melamarnya, apakah Shiori akan menerimaku?”


Kalimat itu sontak membuat Hikari merasakan ribuan benda tajam menyerangnya.

“Dia sangat mencintaimu, dia pasti akan menerimamu, Ryuu-kun.” Hikari tersenyum. Tanpa Ryuu sadari, sebenarnya gadis ini sangat terlukai.

“Kau yakin?”

Hikari mengangguk.

Sudah seminggu berlalu dan beberapa hari lagi, hari itu tiba. Shiori dan Ryuu akan melangsungkan pernikahannya.


Kini, tangis Hikari sedikit mereda.


“Katakan padaku, Hikari. Apa kau mencintai kakakku?” Kaoru melepaskan pelukannya dan menatap wajah Hikari yang tertunduk. Pertanyaan Kaoru membuat air matanya kembali terjatuh.


“Ya Tuhan, Hikari. Kau benar-benar mencintai kakakku? Kenapa kau begitu bodohnya mencintai orang seperti dia? Aish, Ryuu nii-san benar-benar....” Kaoru mengumpat menyumpahi kakaknya.


“Aku akan kembali ke Korea, Kaoru,” ucap Hikari lirih. “Aku juga sudah mengurus semuanya.”


“Kenapa?” tanya Kaoru.


Hikari menarik napas panjang dan menghempuskan perlahan. “Aku lebih baik tinggal di sana untuk beberapa waktu. Lagipula, tugasku di sini juga sudah selesai. Sebentar lagi, akan ada yang menemani di sini,” jelas Hikari sedih. “Aku akan berangkat lusa, saat pernikahan Ryuu. Aku tak ingin melihatnya.


“Kenapa tidak dari dulu kau katakan saja, Hikari?”


“Bukankah sama saja itu akan lebih menyakitkan?” balas Hikari. “Sudahlah Kaoru. Gwenchanhayo. Aku akan membereskan bajuku, tolong jangan katakan pada kakakmu,” pinta Hikari.


“Jika itu yang terbaik. Tapi kau harus janji, selalu hubungi aku, Hikari.”
Hikari tersenyum sedih melihat sahabatnya. 5 tahun tinggal bersama dengan Kaoru bukan waktu yang cepat, mereka juga saling memahami satu sama lain sebagai sahabat.


Hari yang ditunggu pun tiba. Hari pernikahan Ryuu dan Shiori, dan hari dimana Hikari akan meninggalkan negeri Sakura dan tinggal di negeri Gingseng. Hikari pun juga menyempatkan diri untuk bertemu dengan Ryuu sebelum berangkat ke gereja.


“Kau gugup?” tanya Hikari saat melihat Ryuu sedang berdiri di depan cermin.


“Ah, kau Hikari.” Ryuu menatap Hikari yang berdiri bersandar di pintu kamar dari cermin. “Sangat gugup.” Ryuu tersenyum , senyum bahagia. “Hei, kenapa kau belum ganti baju? Kau tidak ingin menghadiri pernikahanku?”


Baka. Babo. Hikari mengumpat dalam dua bahasa sekaligus. Ya, itulah kau Ryuu-kun. Selalu bisa bersikap tanpa dosa bahkan mungkin saja kau sudah membunuh ratusan nyawa.

“Aku nanti menyusul,” ucap Hikari bohong. Ia memang mengambil jadwal penerbangan yang jamnya hampir bersamaan dimana Ryuu akan mengikat janji suci bersama Shiori.


“Awas, kalau kau terlambat,” ancam Ryuu setengah bercanda.


“Nii-san, sudah saatnya berangkat.” Kaoru tiba-tiba muncul di samping Hikari.


“Aku juga sudah siap.” Ryuu mengenakan jasnya dan berjalan menuju mobil. “Ingat, jangan telat, Hikari.” Ryuu mengacak-acak rambut Hikari saat dia tepat berada di depan Hikari kemudian berlalu.


“Kau yakin, Hikari?” Kaoru memastikan lagi.


Hikari mengangguk mantap. Kaoru menghela napas pasrah.


Bandara Internasional Tokyo....

Hikari berjalan menarik kopernya setelah turun dari taksi. Ia segera melakukan check-in karena pesawat sebentar lagi akan segera lepas landas. Setelah beberapa menit, terdengar pengumuman bahwa pesawat yang akan ditumpangi akan segera lepas landas. Hikari pun langsung bergegas untuk masuk ke pesawat.
Hikari menatap keluar lewat jendela. Matanya terpejam, dan ribuan benda tajam mulai menyerbunya lagi. Air matanya menetes kembali.


Selamat tinggal, cinta pertamaku....
Akan ku tinggalkan semua kenangan pahitku di sini. Tentang dirimu, dan cintaku untukmu. Tekad Hikari.
 
Last edited:
cerpen dong jatuhnya? haha

Ya apalah itu namanya. Gak begitu bisa nulis dengan baik dan benar serta korespondensinya. XD
just for fun, makanya nggak pernah kelar nih.. *buka2 file*
nulis saat mood aja nee. wkwkwk
Gak kayak tia nee sama daina XD
 
Back
Top