Surat, Kantor Pos, Riwayatmu Kini

Status
Not open for further replies.

d-net

Mod
246902_gedung-kantor-pos_663_382.jpg

Gedung Kantor Pos di Fatahillah, Jakarta. (VIVAnews/Ananda Putri Laras)

Selembar prangko bergambar Burung Cendrawasih dengan cetakan harga Rp2.000. Tampilannya menarik. Sisi belakangnya dibubuhi lem, kemudian direkatkan di sudut kanan atas amplop.

Prangko ditekan-tekan dengan jari agar tidak mudah lepas. Setelah itu, pemiliknya mengecek kembali nama dan alamat tujuan. Jika sudah yakin, prangko dicap petugas dan surat siap dikirimkan.

Hingga 20 tahun yang lalu, kegiatan itu jadi urat nadi kesibukan di kantor-kantor pos. Pulsa telepon masih sangat mahal dan Internet masih kata yang asing. Kantor pos jadi ajang banyak orang untuk salurkan kekangenan, korespondensi, maupun sekadar beri ucapan kepada kerabat maupun kolega - baik melalui surat, kartu ucapan, maupun telegram.

Ketika itu, anak-anak sekolah dasar diajarkan betapa berharganya jasa Pak Pos. Dengan sepeda motor, ia berkeliling mengantar surat demi surat ke berbagai alamat. Dalam sepucuk surat, pengirim menggunakan berlembar-lembar kertas untuk menuliskan cerita, sekadar menanyakan kabar atau mencurahkan isi hati. Surat dikirimkan kepada saudara ataupun kerabat, semakin jauh jarak tempuhnya, semakin lama surat tiba di tujuan.

Lambat laun, manusia terus mengembangkan teknologi, menciptakan ponsel dan Internet sehingga komunikasi jadi lebih mudah. Saat gadget membuat pesan bisa dikirimkan hanya dalam hitungan detik, saat itu juga tradisi surat menyurat semakin luntur. Fungsi kantor pos pun semakin tak akrab di telinga generasi muda.

Walau surat-menyurat tidak seramai dulu, gedung-gedung kantor pos tetap berdiri megah di sudut-sudut jalan ibukota, sebut saja Kantor Pos Fatahillah ataupun Kantor Pos Pasar Baru. Keduanya menggunakan bangunan tua yang dicat putih, dilengkapi sentuhan warna jingga yang menjadi ciri khas PT. Pos Indonesia. Masih adakah kehidupan di sana, setelah kemajuan zaman merenggut tradisi menulis surat secara perlahan?

Masih bernapas

Tentu saja masih ada denyut nadi di tempat ini, bahkan selalu dipenuhi kesibukan setiap harinya. Belasan loket berjajar, melayani segala keperluan pengunjung mulai dari pembayaran listrik, air, pajak, kartu kredit, cicilan, asuransi dan masih banyak lagi.

PT. Pos Indonesia juga melayani pengiriman barang ke dalam dan luar negeri, sehingga Kantor Pos Pasar Baru sebagai pusat sirkulasi pun dipenuhi kardus-kardus besar berisi logistik.

“Kalau untuk yang logistik masih stabil, bagaimanapun juga pengiriman barang nggak bisa diwakili dengan teknologi,” kata Manajer Pelayanan di PT. Pos Indonesia, Teguh Prihatono kepada VIVAlife, Sabtu, 5 April 2014.

Kehidupan urban memang sudah disentuh perbankan, transfer uang dilakukan dengan cepat, mengambil tunai bisa melalui ATM yang tersedia di manapun. Tapi perlu diingat, ini tidak terjadi pada penduduk desa yang jarak rumahnya berkilo-kilometer dengan bank terdekat. Hanya kantor pos yang menyusup sampai ke kecamatan terpencil. Secara otomatis, pos adalah fasilitas yang dimanfaatkan oleh penduduk desa.

Bayangkan, berapa jumlah warga yang menggunakan jasa Perusahaan Listrik Negara (PLN)? Di manakah mereka membayar listrik setiap bulannya? Tentu di kantor pos. Dalam satu desa saja sudah ada ribuan rumah, apalagi jika dihitung se-Indonesia. Itu pun baru listrik, masih banyak lagi perusahaan yang bekerja sama dengan PT. Pos Indonesia. Jadi jangan khawatir, tempat ini tidak akan tinggal sejarah.

Pelayanan lain yang terus digunakan adalah pengiriman uang melalui wesel. Banyaknya penduduk desa yang belum tersentuh perbankan, membuat jasa ini masih laris manis. Selain itu, kantor pos juga masih digunakan pemerintah untuk mendisitribusikan uang, misalnya pengiriman dana pensiunan AKABRI.

Waktu beroperasi kantor pos adalah Senin hingga Jumat mulai pukul 08.00-18.30 WIB, sedangkan hari Sabtu tutup pukul 12.30 WIB. Khusus di cabang Cikini, kantor pos buka hingga pukul 22.00 WIB. Bangunannya antik dan bertempat di daerah ramai sehingga dianggap memiliki nilai jual yang tinggi.

Tergeser tren

Saat Hari Raya Idul Fitri dan Hari Natal mendekat, kantor pos kebanjiran banyak surat, kartu pos dan kartu ucapan. Teguh Prihatono, yang sudah mengabdi selama 28 tahun di Kantor Pos Cikini, pernah melalui masa-masa jaya itu pada akhir 1980-an sampai awal 1990-an. Sebelum berkirim pesan semudah menjentikkan jari.
“Tumpukan surat itu bisa bermeter-meter, hampir menyentuh atap gedung kami,” kata Teguh.

Untuk kiriman yang menggunakan prangko, jumlahnya mencapai 1 juta eksemplar per bulan saat itu. Namun angka ini terus menurun, berbanding terbalik dengan peningkatan teknologi di segala sisi. Akhir tahun 1990-an, tradisi berkirim kartu ucapan hari raya semakin menyusut dan hampir pudar. Prangko dan kartu pos tak lagi meraih hati banyak orang.

“Yang pakai kartu pos itu masih ada, tapi jarang sekali, berkirim surat secara personal pakai prangko ya sudah jarang juga,” lanjut Teguh.

Dari jutaan surat yang memanfaatkan prangko, kini jumlahnya mengerucut hingga 150 ribu per bulan. Yang masih setia adalah perbankan atau perusahaan asuransi untuk mengirimkan surat ke nasabah-nasabah. Karena jumlah surat mereka menyentuh angka jutaan, prangko dinilai masih menguntungkan untuk menekan biaya pengiriman.

Selain itu, ternyata turis-turis di Indonesia masih bersedia surat-menyurat menggunakan prangko. Di ranah internasional sendiri, prangko tidak dinilai sebagai benda yang ketinggalan zaman dan bersifat konvensional.

“Saya bisa bilang kalau prangko tidak akan pernah hilang, komunitas filateli juga terus berkembang,” ujar Teguh.

Namun ada pelayanan yang sudah punah, yaitu bis surat. Dahulu di pinggir jalan tertentu, kotak-kotak berwarna jingga disediakan untuk masyarakat yang ingin berikirim surat. Sistem ini menggantikan letak kantor pos yang kurang terjangkau bagi penduduk. Tapi kemudian, bis surat dinilai tidak efektif dan kemudian dihapus. Fisiknya pun hanya menjadi hiasan jalan.

Masih ingat sistem pengiriman PO BOX? Yang pernah terkenal di era 1990-an untuk undian berhadiah atau lamaran kerja. PO BOX tersedia di kantor-kantor pos dan merupakan layanan yang disewa oleh lembaga tertentu.

Secara berkala, pihak penyewa akan mengambil surat-surat yang diterimanya. Sistem ini terbilang memudahkan karena meminimalisir tersasarnya surat, juga bermanfaat bagi lembaga yang ingin merahasiakan alamat.

Ketika undian berhadiah sudah beralih memanfaatkan jejaring sosial, PO BOX mulai dilupakan. Tapi sistem ini masih berguna untuk berkirim lamaran kerja atau dokumen penting. Mayoritas pengirim adalah orang-orang yang tidak tinggal di kota besar.
Sedangkan penduduk di pusat-pusat kota nampaknya sudah tak tertarik pergi ke kantor pos. Teknologi menjanjikan kemudahan untuk berkirim dokumen penting lewat e-mail. Berkirim pesan pun sudah difasilitasi penuh oleh ponsel dan tablet.
Aplikasi praktis seperti Whatsapp, Blackberry Messenger, Line dan Yahoo Messenger, benar-benar melunturkan tradisi surat menyurat. Pesan sepanjang apapun mampu sampai ke tujuan dalam hitungan detik.

Percakapan lintas negara tak perlu lagi menghabiskan waktu lama dengan surat, ataupun dengan biaya mahal lewat telepon. Kini sudah ada Skype yang memungkinkan dua orang berkomunikasi secara visual, meskipun jarak yang terbentang puluhan ribu kilometer.

~VivaNews​
 
Last edited:
jangan khawatir..
Gak akan punah, kok..
Soalnya.. ada barang-barang & benda-benda tertentu yang butuh jasa pos untuk mengirimnya..
 
Pos tidak akan punah, karena dari sisi harga juga lebih terjangkau. Selain itu pernak pernik pos juga banyak yang dikoleksi para pecinta pos Indonesia termasuk saya. Hehehe
 
yang harus dilakukan sama Pos Indonesia itu memperbaiki servisnya.. setau gue masih banyak keluhan tentang lamanya paket kiriman mereka sampe gitu..
 
Status
Not open for further replies.
Back
Top