Harapan Keluarga WNI Disandera Abu Sayyaf

Status
Not open for further replies.

hendrasyahptr

New member
attachment.php

Kru Kapal Tugboat Brahma 12 yang disandera Abu Sayyaf


Liputan6.com, Padang - Keluarga Wendi Rakhadian, anak buah kapal Brahma yang disandera kelompok Abu Sayyaf, berharap pemerintah mengambil langkah tegas membebaskan 10 WNI yang ditahan.

"Info dari perusahaan, kapten kapal mengatakan anak saya (Wendi Rakhadian) sehat-sehat saja," kata Aidil (55) pada Liputan6.com, Selasa 29 Maret 2016.

Menurut Aidil, keluarga kontak terakhir dengan Wendi pada Rabu minggu lalu. Saat itu, anak tertua dari 7 bersaudara tersebut, sedang berada di kapal hendak bertolak ke Filipina.

"Ini perjalanan keempat bagi Wendi ke perairan tersebut mengangkut batu bara dari Kalimantan," kata dia.

Sejauh ini, pihak keluarga belum menerima pemberitahuan resmi terkait upaya penyelamatan anaknya yang baru 7 bulan berlayar. Pihak keluarga baru mengetahui Wendi disandera milisi Abu Sayyaf pada Minggu kemarin, sehari setelah penyanderaan awak kapal Brahma.

"Keluarga sudah 3 kali terima telpon dari perusahaan, Minggu, Senin, Selasa. Tadi kami coba telepon lagi gak bisa," ujar Aidil.

Pihak keluarga terus berupaya menghubungi anaknya yang tengah disandera. Meski tidak pernah berhasil menghubungi anaknya, Aidil mengaku, keluarga berharap Wendi baik-baik saja.

Pihak penyandera meminta tebusan sekitar Rp 14 miliar untuk membebaskan 10 awak kapal. Penyanderaan Kapal Motor Brahma 12 diduga terjadi di perairan Laguyan, Tawi-tawi, Mindanao Selatan.

Data Indonesia Liason Officer TNI, 10 nama kru kapal yang disandera, yakni Peter Tonsen Barahama, Julian Philip, Alvian Elvis Peti, Mahmud, Surian Syah, Surianto, Wawan Saputra, Bayu Oktavianto, Reynaldi, dan Wendi Rakhadian.



SUMBER
 

Attachments

  • 091531600_1459220346-kapal_tugboat_brahma_12_1_.jpg
    091531600_1459220346-kapal_tugboat_brahma_12_1_.jpg
    22.6 KB · Views: 128
pihak penyandera mengaku dari kelompok Abu sayyaf. Abu Sayyaf meminta tebusan 50 juta peso (sekitar Rp 14,3 miliar) untuk pembebasan 10 sandera itu.

tugas berat petugas utk menanganinya. Semoga para sandera tak di bunuh
 
dari kompas.com

JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Pertahanan RI Ryamizard Ryacudu mengatakan, pemerintah Indonesia tidak perlu membayar tebusan yang diminta untuk membebaskan 10 awak kapal Indonesia yang disandera kelompok bersenjata di wilayah Filipina.

Ryamizard menegaskan, persoalan penyanderaan tersebut terjadi di luar negeri. Karena itu, ia menunggu hasil koordinasi penanganan kasus ini dengan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi sebelum mengambil langkah selanjutnya.

"Ini tergantung Menlu. Kalau bisa lepaskan enggak pakai duit, kenapa harus pakai duit?" kata Ryamizard di Kompleks Kementerian Pertahanan, Jakarta Pusat, Selasa (29/3/2016).

Dia mengatakan, kasus yang terjadi di Filipina pada Sabtu pekan lalu tersebut tidak jauh berbeda dengan peristiwa penyanderaan awak kapal di Somalia beberapa tahun lalu. Motifnya pun sama, yakni soal ekonomi.

Ryamizard mengatakan, para perompak yang menyandera awak kapal berbendera Indonesia itu meminta tebusan sebagai upaya pembebasan. (Baca: Menhan: Jika Filipina Minta Bantuan, TNI Sudah Siap!)

"Betul, Rp 15 miliar. Hampir sama dengan peristiwa penyanderaan oleh perompak Somalia," ujarnya.

Ia menambahkan, sejauh ini, pihaknya terus berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait, termasuk dengan Kementerian Pertahanan Filipina. (Baca: Pemerintah Diminta Tak Negosiasi dengan Kelompok Abu Sayyaf)

Ia menyampaikan, pihaknya akan memanggil atase pertahanan setempat terkait apa yang akan dikerjakan dalam menangani masalah penyanderaan ini.

"Kami terus memonitor. Kapal-kapal patroli juga sudah siap dekat Ambalat sana," kata Ryamizard.

Sementara itu, Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menegaskan bahwa saat ini pemerintah memprioritaskan keselamatan 10 warga negara Indonesia yang disandera.

Dari komunikasi yang dilakukan Kementerian Luar Negeri dengan beberapa pihak, ditemukan fakta ada dua kapal yang dibajak, yaitu kapal tunda Brahma 12 dan kapal tongkang Anan 12 yang membawa 7.000 ton batubara dan 10 awak kapal berkewarganegaraan Indonesia.

(Baca: Pesan Terakhir Pelaut Indonesia yang Disandera Kelompok Abu Sayyaf)

Saat dibajak, kedua kapal sedang dalam perjalanan dari Sungai Puting, Kalimantan Selatan, menuju Filipina selatan. Tidak jelas kapan kapal dibajak.

Perusahaan pemilik kapal baru mengetahui terjadinya pembajakan pada 26 maret 2016 saat menerima telepon yang mengaku dari kelompok Abu Sayyaf.

Menlu menjelaskan, saat ini kapal Brahma 12 sudah dilepas dan berada di otoritas Filipina, sedangkan kapal Anan 12 beserta 10 awak masih dibajak dan belum diketahui posisinya.

Kelompok Abu Sayyaf pun sudah menghubungi perusahaan pemilik kapal sebanyak dua kali sejak 26 Maret 2016. Dalam komunikasi tersebut, penyandera meminta tebusan sebesar 50 juta peso.
 
ak dulu tinggal d mindanao sekitar 4 tahun, basis MILF, kehidupan masyarakatnya biasa aja tak ada tekanan apapun, yang mereka anggap musuh itu adalah polisi dan tentara.
kenapa polisi dan tentara mereka anggap musuh ?
 
kenapa polisi dan tentara mereka anggap musuh ?

polisi dan tentara kan aparat negara (philipina)
nah dalam kondisi perang para polisi dan tentara ini yang akan membunuh mereka. Sepanjang kelompok MILF tidak melakukan kejahatan, polisi dan tentara tak mengganggu mereka tapi tetap diawasi. Seperti halnya sekarang, MILF menyandera warga indonesia sebanyak 10 org, nanti org2 MILF yg terlibat akan dihabisi jika saat pembebasan mereka menghalangi. Menhan RI juga sudah siap membebaskan warga RI dan menolak tebusan yg diminta penyandera (MILF)
 
Status
Not open for further replies.
Back
Top