Suka Duka Jadi Perias Jenazah

spirit

Mod
a08e8f38-f903-4e88-a624-c6dd4fd44b65_169.jpeg

Gloria Elsa Hutasoit mungkin memang terlahir untuk menjadi perias jenazah. Sudah bertahun-tahun dia melakoni profesinya, meskipun dia memberikan jasanya secara cuma-cuma.

Elsa, begitu sapaan akrabnya, mengaku sudah sejak remaja merias mayat. Ibu bekerja di sebuah rumah sakit dan bertugas untuk memandikan jenazah. Saat itulah dia sering diajak ibunya untuk merias jenazah yang tak mampu membayar jasa perias.

"Saat itu usia saya masih belasan tahun. Kebetulan saya sudah belajar makeup standar. Sering bantuin makeup mama buat keluarga yang kurang mampu. Karena meninggal di kristiani itu mengeluarkan banyak biaya. Alangkah baiknya saya bisa memberikan sesuatu," ujarnya saat berbincang dengan detikcom.

Elsa memang sudah dikenal sebagai perias wajah tanpa memungut sedikit pun bayaran. Sejak dia kembali menjalani profesi ini pada 2016, dia sudah bernazar bahwa dia akan merias jenazah secara gratis.

Meksi begitu menurutnya profesi sebagai perias jenazah terbilang cukup menguntungkan. Bayaranya juga sama seperti perias manusia hidup, semakin ahli dan semakin mahal peralatan yang dia pakai biasanya tarifnya juga akan lebih mahal. Bagi sebagian orang yang memiliki harta banyak rela mengeluarkan jutaan rupiah untuk melihat jenazah tampil menawan.

Namun, perias jenazah sama seperti profesi lainnya tentu ada suka duka yang didapat. Dukanya perias jenazah harus siap kapanpun ketika ada panggilan bertugas.

Sebab makeup jenazah akan bisa dilakukan dengan baik maksimal 2 jam setelah kematian. Kulit jenazah jika sudah meninggal lebih dari 2 jam biasanya pori-porinya sudah tertutup.

Jika sudah seperti itu maka sama saja seperti merias kaca, akan mudah terhapus. Sementara bagi orang Nasrani, Budha maupun Konghucu, jenazah baru bisa dikebumikan setelah beberapa hari melalui serangkaian acara.

"Saya pernah dapat panggilan jam 2 pagi ke Cilincing. Ya untungnya sekarang sudah gampang ada ojek online. Tapi ya susah juga kadang nyari ojol jam segitu," tuturnya.

Merias mayat juga memberikan tantangan tersendiri bagi pelakunya. Sebab, berbeda penyebab kematian, maka berbeda pula teknik dan penggunaan jenis makeup yang dilakukan.

Setiap jenis penyakit yang menjadi penyebab kematian akan membuat warna dan kondisi kulit wajah berbeda-beda. Apalagi jika penyebab kematiannya adalah kecelakaan dan membuat wajah rusak. Dibutuhkan teknik dan pengetahuan untuk mengakalinya.

Untuk sukanya, tentu bayaran yang diterima si perias jenazah. Menurut Elsa tarif perias jenazah saat ini berkisar Rp 500 ribu hingga Rp 5 juta, tergantung tempat rumah duka atau rumah sakit dan jenis peralatan makeup.

Elsa sendiri tidak menarik bayaran sepeser pun dari profesinya itu. Sehari-hari dia mengandalkan pemasukan dari merias manusia hidup dan berjualan makeup lokal.

Namun dia menjalani profesinya itu dengan ikhlas. Banyak pelajaran kehidupan yang bisa dia ambil dari profesinya yang bersinggungan dengan kematian itu.

Setidaknya dia jadi ingin terus berbuat kebaikan. Elsa justru takut akan kematian, sebab dia merasa kebaikan yang dia perbuat masih jauh dari kata cukup.

"Kematian itu harus dipersiapkan dengan matang. Karena ketika kita mati, kita tidak bisa kembali lagi. Makanya kebaikan itu jangan ditunda-tunda sekecil apapun itu," tuturnya.


 
Honor seorang perias mayat ternyata lumayan, bahkan bisa saja bikin tajir. Dalam satu kali merias, biasanya mereka dibayar Rp 500 ribu. Belum lagi kalau mereka ikut melakukan kerja sama dengan sebuah lembaga atau institusi, bisa lebih tinggi hasilnya.
 
lumayan juga ya, tapi ga banyak yang berani, sebagian yang berani karena kepepet kayanya :))

peluang kerja yang jarang diminati namun menghasilkan banyak duit.
berbeda dengan profesi penggali kubur di daerah berkisar 1 jutaan perbulan. sedangkan di jakarta sudah mencapai UMR atau rp.3.600.000 perbulan
 
Back
Top