Perjodohan ala "Pariban"

spirit

Mod
pernikahan-adat-batak.jpg

Tentang Pariban

Banyak orang yang telah mengenal istilah “pariban” yang dipakai oleh orang batak. Hal ini banyak dibicarakan karena berhubungan dengan adat, silsilah, dan juga kepribadian dari orang batak. Banyak orang menganggap fenomena “pariban” sebagai sebuah istilah kuno-nya orang batak yang secara langsung tidak lagi dapat dipraktekkan untuk saat ini. Beberapa di antaranya mengetahui, entah dari mana, bahwa pariban merupakan warisan perjodohan kuno orang batak yang unik dan terkadang tampak tidak rasional lagi untuk saat ini. Berikut saya akan menjelaskan makna dari “pariban” itu sesuai dengan pemahaman saya.

Pariban secara singkat merupakan sebutan untuk sepupu yang konon di adat Batak sangat dianjurkan untuk dijadikan keluarga atau dikawini. Bagaimana hal ini dapat terjadi? Sesungguhnya ada alasan yang sangat rasional bagaimana dahulu para leluhur orang Batak menetapkan hal ini. Sebaiknya simak penjelasan saya.

Setiap orang batak biasanya memiliki marga yang diturunkan dari Ayah/ Bapak. Seorang anak laki-laki akan disebut marga Sinaga karena Bapaknya Marga Sinaga. Dan seorang perempuan akan disebut Boru Sinaga yang diturunkan dari bapaknya juga.

Misalnya:
Sahat Sinaga menikah dengan Linda Boru Sitorus
Linda Boru Sitorus memiliki kakak laki-laki bernama Rudi Sitorus yang kemudian menikah dengan Rita Boru Gultom

Kemudian Sahat dan Linda melahirkan anak laki laki bernama Joan Sinaga
Demikian juga dengan Linda dan Rudi melahirkan anak perempuan bernama Mira Sitorus
Kedua anak tersebutlah yang konon sering sekali dianjurkan untuk menikah dengan tujuan untuk mengikat kembali tali keluarga dari kedua marga tersebut: Sinaga dan Sitorus. Coba perhatikan kembali: Sahat Sinaga dan Linda Sitorus diteruskan oleh keturunannya Joan Sinaga dan Mira Sitorus.

Ketika pertama kali saya memperhatikan dan diam-diam mempelajari adat “pariban” yang banyak dibicarakan oleh orang batak ini, saya sangat kagum. “I’ts genius!”. Dua keluarga disatukan kembali.

Adapun hal tersebut sangat didukung oleh para orang batak terdahulu. Adalah merupakan sebuah prestasi jika seseorang akan menikahi paribannya. Hal tersebut juga merupakan kebanggan tersendiri bagi keluarga. Dahulu, sering sekali terjadi seorang Linda Sitorus akan pergi ke rumah ito-nya (kakak laki-lakinya), Rudi Sitorus, mangalap (melamar) putri ito nya tersebut untuk dijadikan menantu. Wow…

Dengan adanya perkembangan Zaman dengan masuknya pengaruh globalisasi dan agama, fenomena perjodohan ala “pariban” ini banyak pendapat respon yang berbeda-beda.

Kini, para kaula muda dengan sah-sah saja akan mengklaim seseorang sebagai paribannya dengan mempelajari persamaan marga seperti yang telah saya jelaskan tadi. Seorang pemuda biasanya akan mencari wanita yang sama “marga”nya dengan ibunya yang kemudian disebut sebagai boru tulang/ putri tulang. (*tulang: kakak/adik laki-laki dari ibu, sebagaimana seorang Joan Sinaga memanggil Rudi Sitorus)

Hal ini banyak ditemukan di kalangan pemuda-pemuda batak yang tersebar luas. Banyak hal menarik yang terjadi dengan fenomena “pariban” ini, terutama bagi para perantau. Ketika sepasang orang batak berkenalan, tentu akan bertanya marga dahulu. Jika marganya sama, sebaiknya jangan saling menyukai karena merupakan aib jika menikahi semarga sendiri. Hal tersebut dianggap sama saja seperti seorang kakak yang menikahi adik perempuannya sendiri.

Jika memang marganya tidak sama, kemudian akan langsung menanyakan marga ibunya. Karena dengan mengetahui marga ibulah, maka akan diketahui apakah istilaha “pariban” tersebut berlaku pada keduanya atau tidak. Jika tidak, hal tersebut tidak akan menjadi masalah. Namun jika ya, hal tersebut merupakan berkah untuk ke langkah pendekatan selanjutnya. hahhaha.

Kebanyakan agama tentu saja menunjukkan sikap kritis terhadap perjodohan ala “pariban” di kalangan orang Batak. Sebab, bagaimanapun juga, sepasang laki-laki dan perempuan yang merupakan pariban kandung masih memiliki ikatan darah yang sangat dekat. Hal tersebut kemudian kembali lagi kepada pihak yang bersangkutan. Toh, dari dulu hingga sekarang, tidak ada yang mengharuskan seorang laki-laki harus menikahi paribannya. Perjodohan tersebut bukanlah hal yang sangat mutlak.

Hal-hal yang mendasar tentang pariban telah dijelaskan. Namun, saya akan memberitahu beberapa hal lain yang masih berkaitan dengan “pariban”

1. bagi orang batak, ada hubungan marga yang telah digariskan sejak dulu. Namun, tidak semua marga memiliki hubungan mutlak ini. Misalnya; marga saya sendiri, parhusip, memiliki hubungan yang unik dengan Panjaitan. Hubungan tersebut malah dianggap sakral terutama bagi marga parhusip. Bagaimanapun juga seorang parhusip akan memanggil tulang terhadap seorang laki-laki yang bermarga panjaitan. (*tulang=telah dijelaskan di atas. Di tulisan lain, saya akan mengulas bagaimana sikap dalam ber-tulang). Hal ini dilatarbelakangi oleh adanya kepercayaan bahwa pada awalnya marga parhusip itu lahir dari rahim seorang Boru Panjaitan. Nah, dengan demikian seorang laki-laki parhusip secara otomatis akan berpariban dengan seorang perempuan boru panjaitan. Did you get it? pariban-ku= boru tulang-ku

2. pariban, selain dikenal sebagai sistem perjodohan yang unik dan menarik, juga dipakai oleh orang batak dalam hubungan kekeluargaan dengan posisi-posisi tertentu. Jika sebuah keluarga terdiri dari beberapa anak perempuan yang kemudian menikah dengan jodoh masing-masing dengan marga yang berbeda-beda, hubungan keluarga-keluarga mereka kemudian kerap disebut na-mar-pariban. Biasanya hubungan keluarga-keluarga yang demikian sangat akrab dan dekat satu sama lain karena dianggap sejajar. Walaupun dalam prakteknya nanti, tetap masih ada tingkatan, di mana keluarga putri tertua dianggap lebih dihormati oleh keluarga adik-adiknya.



 
Back
Top