Unit 731, Alat Pembunuh Massal Militer Jepang

spirit

Mod
09980456716459597988.large

Reruntuhan gedung bekas laboratorium Unit 731 (Wikimedia Commons)​

Tahun 1918. Perang Dunia I berakhir. Saling adu kekuatan negara-negara besar ini menyisakan dua kubu: pemenang dan pecundang. Satu negara di Asia yang terlibat, Jepang, ada di antara para pemenang. Kejadian itu menjadi hajat pertama militer mereka di dunia internasional, pasca kemenangan saat berperang dengan Rusia.

Kemenangan di PD I begitu membekas di dalam diri prajurit-prajurit Jepang. Sebagai negara yang sedang menarget posisi nomor wahid di wilayah Asia-Pasifik, kuasa atas PD I merupakan hadiah yang amat besar. Peristiwa itu menjadi ajang unjuk gigi Jepang di hadapan negara Barat. Juga memberi kesempatan bagi negeri para samurai itu mengembangkan kekuatan militernya.

Demi mewujudkan ambisi menjadi negara terkuat di Asia, Jepang berani menggunakan segala cara, termasuk menepikan sisi kemanusiaan mereka. Salah satunya dengan membentuk unit penelitian senjata biologis: Unit Manchuria No. 731 atau Unit 731. Sebuah kesatuan di dalam militer kekaisaran yang disiapkan untuk membuat senjata pemusnah dan menjadi pendukung kekuatan tempur utama. Unit itu turut menyumbang peran menghantarkan Jepang ke panggung utama PD II di Asia Pasifik pada 1939 sampai 1945.

Unit 731 merupakan satu dari alat kejahatan Jepang selama PD II. Korban percobaan unit biologis ini sangat banyak. Terparah terjadi di negara tetangganya, Cina. Sejak keduanya terlibat perang, kekejaman Jepang di negeri tirai bambu itu terus berlangsung (ingat Insiden Nanking pada 1937). Perbudakan, pembantaian, eksploitasi budak seks, menghiasi keberadaan militer Jepang di Cina. Percobaan senjata, beramunisi makhluk-makhluk mikrobiologis, terhadap manusia oleh Unit 731 mungkin menjadi yang terparah.

“Anehnya, rakyat Jepang tidak menerima (menghindari) kenyataan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh para pemimpin militer mereka sebelum dan selama PD II. Hampir tidak ada masyarakat Jepang yang menyinggung persoalan itu,” tulis Sheldon H. Harris dalam Factories of Death: Japanese Biological Warfare 1932-1945 and the American Cover Up.

Auschwitz versi Jepang

Kendali Unit 731 ada di Harbin, timur laut Cina, di bawah pimpinan Shiro Ishii. Pasukan militer Kekaisaran Jepang di Manchuria bertanggung jawab penuh atas penelitian tersebut. Demi menjaga kerahasiaan penelitian yang dilakukan unit itu, pemerintah Jepang melakukan penyamaran. Dipilihlah lembaga pencegahan penyakit dan pemurnian air bagi kepentingan militer (Epidemic Prevention and Water Purification Departement of the Kuantung Army). Selain di Harbin, unit lain juga dibangun di Changchun. Kali ini pemerintah Jepang menyamarkannya sebagai lembaga pencegah penyakit hewan.

95749091805876010135

Kompleks Unit 731 dilihat dari udara (Wikimedia Commons)​

Berdasar penelitian yang dilakukan sejarawan Hal Gold, aktifitas utama Unit 731 adalah melakukan eksperimen medis terhadap manusia. Sejumlah praktik medis terlarang; pemberian virus dan bakteri; serta obat-obatan diujicobakan kepada korban-korbannya. Para peneliti di sini dijaga dengan sangat ketat. Mereka tidak berhubungan langsung dengan pertempuran secara fisik.

Dalam bukunya Japan’s Infamous Unit 731: Firsthand Accounts of Japan’s Wartime Human Experimentation Program, Hal Gold menyebut sampel manusia yang diambil oleh pasukan Jepang untuk kebutuhan Unit 731 kebanyakan berasal dari tahanan dan korban perang saat Jepang menginvasi Manchuria pada September 1931, serta perang besar di tahun 1937.

“Pria, wanita, dan anak-anak dari berbagai daerah di bawa untuk kemudian digunakan sebagai bahan eksperimen, bahkan bayi-bayi yang lahir di dalam tahanan Unit 731 tampaknya juga tidak selamat,” ungkap Hal Gold.

Segala aktifitas penelitian Unit 731 dilakukan di lahan seluas kurang lebih tiga hektar. Dengan area yang luas tersebut, Unit 731 membagi satuan kerjanya ke dalam divisi yang lebih kecil. Masing-masing divisi diberi jatah tenaga ahli, ratusan objek eksperimen, serta berbagai fasilitas pendukung. Totalnya ada delapan: Divisi 1 menjadi tempat penelitian berbagai virus dan bakteri (pes, kolera, antrax, tipus, dan tuberculosis; divisi 2 menjadi tempat pembuatan senjata sebagai media penyebar mikrobiologis; divisi 3 dan divisi 4 mengembangkan senjata kimia; divisi 5 tempat pelatihan; sementara divisi 6,7,8 digunakan untuk kepentingan administrasi.

Selama melakukan penelitian, Hal Gold berhasil mengumpulkan kesaksian dari orang-orang yang terlibat di dalam Unit 731. Kisah yang paling terkenal dari kamp tersebut adalah kekejaman para dokter yang melakukan pembedahan kepada para korban dalam kondisi sadar dan tanpa obat pereda nyeri. Dapat dibayangkan bagaimana penderitaan para korban ketika itu. Kisah lain yang tidak kalah mengerikan adalah perjuangan mereka yang disuntikan bakteri dan virus ke dalam tubuhnya. Para dokter mencatat setiap reaksi yang dikeluarkan tubuh korbannya. Pada proses ini kemungkinan selamat sangat kecil. Umumnya para korban dibiarkan hingga tewas.

32078611772363965870

Bekas bangunan Unit 731 di Harbin yang bisa dikunjungi (Wikimedia Commons)​

Dapat dipastikan, kata Hal Gold, para korban yang telah masuk ruang percobaan tidak akan pernah keluar hidup-hidup. Kalaupun dapat bertahan, tidak lama mereka pun akan meninggal di tempat penampungan. Kekejian percobaan Unit 731 milik Jepang ini mengingatkan para sejarawan kepada Kamp Auschwitz milik NAZI Jerman. Sehingga banyak yang menyebutnya sebagai “Auschwitz of the East”.



 
421px-Shiro-ishii.jpg

Ishii Shiro, pemimpin unit 731.

Eksperimen senjata biologi

Unit 731 melakukan eksperimen pembuatan senjata biologi dengan menginfeksi tawanan perang dengan pes, antraks, kolera, wabah demam berdarah, radang dingin (frostbite), dan bahkan penyakit menular seksual. Walaupun sulit untuk mengetahui jumlah korban yang meninggal, diperkirakan sekitar 10.000 tawanan meninggal dunia akibat eksperimen yang dilakukan Jepang ini. Para dokter yang bertugas di Unit 731 melakukan perbanyakan bakteri atau virus patogen pada organ tubuh manusia kemudian menyebarkannya ke warga desa sekitar ketika telah didapatkan jumlah patogen yang mencukupi. Organ tubuh tersebut didapatkan dari hasil pembedahan tubuh tawanan. Berbagai pembedahan bagian tubuh dilakukan untuk melihat efek dari suatu senjata biologi. Namun, pembedahan dan eksperimen yang dilakukan Jepang berlangsung dengan sadis, diantaranya adalah transfusi darah binatang ke manusia, pemecahan bola mata, pemotongan anggota tubuh dan menyambungkannya kembali ke sisi yang berlawanan, hingga percobaan pada bayi dan anak kecil yang menyebabkan kematian.

Untuk melihat efek dari penyakit yang tidak dirawat, Jepang menginfeksi pria dan wanita dengan sifilis, membekukan manusia kemudian dicairkan kembali untuk mempelajari efek pembusukan daging, menempatkan manusia pada ruangan bertekanan tinggi, dan berbagai tindakan tidak manusiawi lainnya. Mayat-mayat korban yang telah diambil organ dalamnya kemudian dibuang dan dibakar dengan krematorium.

.
 
Ambisi militer Jepang untuk menguasai negara tetangga dimulai dengan menyerbu Manchuria, Cina, pada akhir tahun 1931. Serbuan yang dilancarkan oleh pasukan Kekaisaran Dai Nippon, Kwantung Army dan dipimpin oleh Kepala Staf Kwantung Army, Jenderal Shigeru Honjo. Tidak hanya menguasai wilayah perbatasan, namun juga langsung meluas ke wilayah pedalaman Cina. Setelah sukses menguasai Cina, Jepang bahkan menguasai wilayah Indo-Cina yang saat itu menjadi wilayah jajahan Perancis, dan kemudian menguasai wilayah Korea. Akibat pendudukan wilayah jajahan itu, Jepang tidak hanya mendapat sumber daya alam tetapi juga mendapatkan ratusan ribu tawanan perang dan tenaga pekerja paksa yang berjumlah 4 juta jiwa.
 
bahaya tuh mod,jepang katanya mau serang kita dalam waktu dekat,harap hati2,maksud nya kebelasannya
 
Back
Top