Cerita Pendek: Akhir yang Diperlukan

spirit

Mod
w1200

Pemikiran logis tetap mengalahkan cinta

Jagad berusaha keras mengendalikan ekspresinya, sadar betapa gadis yang duduk di hadapannya punya pesona yang kelewat memikat. Ekspresinya datar saja pada awalnya, tetapi berubah dalam sekejap begitu gadis itu menatapnya dengan sorot misterius. Jagad bisa merasakan dadanya berdegup, sensasi yang belum pernah dirasakannya.

"Jadi gini, lho, Sayang. Jagad ini gagal lupain Haruka." Hasan memulai pembicaraan pada Cerry yang duduk di sampingnya. "Mending kamu coba kenalin deh, sama Sandra temenmu."

"Gitu, ya." Cerry mengangguk paham. "Kalau mau, ya. Jagad, siniin ponselnya, deh. Gue bantu."

Jagad menggaruk tengkuknya terlebih dulu. Tampak konyol, ia salah tingkah hanya karena Cerry menatapnya sedemikian rupa. Barulah usai sadar tingkahnya konyol, Jagad segera memberikan ponselnya.

Cerry mengutak-atik sebentar ponsel itu, lantas mengembalikannya pada Jagad. Mereka bertemu pandang lagi, dalam waktu sebentar. Cerry sempat mengedipkan matanya, kemudian beralih fokus pada Hasan. Jagad merasa tertantang, saat itu juga. Pemikirannya mulai menggila.

Hari itu harus dilalui Jagad dengan pemikiran aneh yang menghampirinya. Jauh lebih aneh lagi karena di ponselnya tertera kontak Cerry, bukannya Sandra.

Jagad butuh banyak waktu meyakinkan dirinya. Memandangi Cerry setiap hari di kampus benar-benar menyiksa rasanya, ia ingin selalu mendekat. Jagad ingin menyapa, berikan senyuman terbaiknya lantas melakukan kontak fisik ringan yang bisa menambah kesan manis dalam hubungan. Makanya, Jagad memutuskan menghubungi Cerry. Pesannya dibalas dengan positif, sehingga tak butuh waktu lama baginya menjadi dekat bahkan menjalin hubungan aneh dengan gadis itu.

"Kamu tahu, kan, aku butuh sosok yang macam Hasan?" kata Cerry saat Jagad mengunjungi rumahnya dan memilih menonton bersamanya. "Jadi, jangan heran kalau nanti… kita berakhir."

"Bukannya kita sepakat buat nggak nyinggung ini?" kata Jagad, ia fokus menonton. Tepatnya, sandiwara. Menatap Cerry berbahaya bagi jantungnya. "I know it. Santai aja, Cer. Aku juga nggak yakin, kok, aku ini pantes buat siapa pun."

"Kamu udah lupain Haruka?" tanya Cerry lagi. Jagad menoleh, ia bahkan tak lagi merasa perlu membayangkan Haruka. Ada Cerry yang lebih. Cerry langsung menyengir, karena ditatap sengit oleh Jagad. "Maaf, deh. Nggak nyinggung soal yang lain lagi. Hari ini waktu buat kita. Lagian, kan, kamu tergila-gila banget sama aku. Aneh banget sampai langsung setuju kayak gini."

"Aku suka sensasinya," kata Jagad. "Aku suka saat kamu melempar senyuman diem-diem pas bareng Hasan. Suka banget."

"Gitu, ya." Cerry mengangguk paham. "Itu aneh."

"Hm, aneh… banget." Jagad memamerkan senyumannya. Membuat Cerry merasa sedikit kehilangan kendali. Jagad menyadari ekspresi salah tingkah gadis itu, tertawa beberapa saat kemudian. Terlalu gemas, Jagad memutuskan mengusap kepala Cerry penuh kasih. Tatapannya menghangat. "Kamu imut banget."

"Filmnya…." Cerry melirik film di hadapannya sejenak. Hanya sebentar sekali.

"Kamu lebih tertarik natap aku, kan?"

Cerry mengangguk dengan ekspresi lugunya. Jagad suka saat Cerry begitu, hanya ia yang melihat sisi menggemaskan Cerry yang begini. Makanya, Jagad tak bisa menahan diri. Ia langsung memeluk gadis itu erat, sebab waktu mereka memang singkat rasanya.

Usai melepaskan pelukannya, Jagad memandangi Cerry dengan penuh kekaguman. Pun dibalas Cerry dengan cara yang sama. Mereka tertawa bersama pada akhirnya, menyadari betapa konyolnya hal yang dijalani sekarang.

"Kamu cantik banget. Kenapa, ya?" kata Jagad.

"Takdir, Sayang," kata Cerry, lantas mengedipkan sebelah matanya. Ia kembali memberi kesan menggoda. "Ehm, peluk lagi… dong."

Ujung-ujungnya, selalu begitu. Film yang mereka tonton tak pernah habis. Mereka memutuskan saling membagi cerita diselimuti tatapan penuh kasih. Benar, keduanya saling mencintai. Terlepas dari hubungan aneh yang terjalin.

***

"Apa harus kayak gini, Jagad?" kata Cerry. Memandangi Jagad yang babak belur di hadapannya amat menyakiti perasaannya. "Aku benci… karena nggak bisa… bantu kamu. Aku cinta kamu, tapi bodohnya, aku nggak bisa ngubah kamu."

"Kita nggak diciptakan buat bersama." Jagad menarik napas. "Aku bahkan nggak beneran cinta sama diriku, Cer. Seperti yang kamu bilang sejak awal, Hasan sosok yang kamu butuhkan. Aku punya sisi gelap, yang nggak tertolong."

"Kamu nggak ngasih aku--"

"Nggak ada kesempatan apapun." Jagad memotong ucapan Cerry dengan tegas. "Haruka gagal… Cer. Gagal bikin aku berubah. Kita pisah karena masalahnya runyam. Dia cinta, tapi, sama… nggak mudah."

Cerry menggaruk kepalanya. Ia ingin lanjut dengan Jagad, tetapi pikiran logisnya menyatakan Hasan sosok paling tepat. Permainan sudah terlalu jauh. Rasanya terhadap Jagad bukan main, pula.

"Ini nggak semudah romansa picisan. Kamu tahu itu, kan? Aku bahkan pernah bikin banyak orang pingsan di hadapanmu. Kamu pantes buat yang lebih baik," jelas Jagad, kembali teringat saat di mana ia menjatuhkan puluhan orang yang mencoba menyakitinya. "Nggak ada yang bisa mengubahku. Termasuk diriku sendiri. Aku nggak tertolong. Jadi, tolong… jangan menyiakan kesempatan. Kamu harus bareng Hasan."

"Aku…." Cerry menunduk, kemudian menyadari airmata mulai membasahi pipinya. Hasan satu-satunya yang cocok menjadi pendampingnya untuk hubungan serius. "Tapi, aku betulan cinta terlepas dari anggapan bahwa ini cuma sementara atau apa."

"Cinta nggak bisa bikin kamu bahagia kalau sama orang yang nggak tepat," kata Jagad lagi. Ia menatap ke arah lain, tak tega melihat Cerry menangis. Ia ingin memeluk menenangkan gadis itu, tetapi sadar bahwa ia harus menahan diri. "Kamu harus bahagia, Cer. Makasih untuk hubungan kita yang menantang."

"Aku paham." Cerry menyeka airmatanya, memilih kembali menatap Jagad. Ia bukan orang yang mampu mengubah Jagad, tak sekuat itu jika menghadapi sisi yang lebih gelap dari Jagad. "Makasih… Jagad."

"Iya," balas Jagad. "Aku nggak pernah nyesal. Setahun penuh ini… kamu bertahan tanpa takut aja udah… bikin aku merasa istimewa."

Cerry menarik napas panjang. Permainannya sudah jauh. Ia harus segera menumbuhkan perasaannya terhadap Hasan, setidaknya sekali lagi. Sedangkan ia terdiam, Jagad berdiri dari tempatnya. Meninggalkan Cerry usai tersenyum miris.

Tak ada yang bisa dilakukan. Mengubah seseorang tak semudah di film romansa picisan. Kesempatan bersama Jagad sangat singkat, selayaknya durasi film yang bahkan tak pernah mereka tonton hingga akhir. Setidaknya, permainan itu akan selalu lekat di ingatan keduanya. Kembali membawa rasa menggelitik, sebab hubungan itu terlampau aneh sampai tak tahu harus dinamakan apa.***


.
~idntimes.com​
 
tak ada akhhir yg bahagia,coba cerita /kehidupan yg bahagia mana?ceria dia punya harta 8 keturunan tak habis?kena pula penyakit....wkwkwkwk
 
Back
Top