Mendikbud Jelaskan Banyak Dampak Negatif Pembelajaran Jarak Jauh

spirit

Mod
w1200

BANYAK dampak negatif selama 9 bulan pelaksanaan pembelajaran jarak jauh (PJJ) akibat pandemi covid-19. Ditemukan sejumlah kendala dalam pelaksanaan PJJ sebagai upaya mencegah penyebaran covid-19.

"Kurang lebih 9 bulan pelaksanaan PJJ, bukan tanpa kendala. Di satu sisi pelaksanaan PJJ merupakan upaya untuk pencegahan penyebaran covid-19 tetapi di sisi lain PJJ menimbulkan banyak sekali dampak negatif kepada anak-anak kita," kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim dalam Rakornas Pembukaan Sekolah Pada Masa Pandemi Covid-19 KPAI yang digelar secara virtual, Senin (30/11).

Menurutnya, berdasarkan fenomena yang terjadi di masyarakat dan negara lain, terdapat beberapa kecenderungan bahwa semakin lama pembelajaran tatap muka tidak terjadi semakin besar dampak yang terjadi pada anak. Dampak tersebut semisal ancaman putus sekolah. Risiko ini karena anak dipaksa bekerja untuk membantu keuangan keluarga.

"Kendala tumbuh kembang, baik kognitif maupun tumbuh kembang karakter, serta tekanan psikososial dan kekerasan dalam rumah tangga, banyak anak mendapatkan kekerasan dari orangtuanya tanpa terdeteksi oleh guru," sebutnya.

Dia menambahkan memperhatikan berbagai dampak tersebut pemerintah melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan PJJ di satuan pendidikan dan mendengarkan masukan dari berbagai pihak. "Hasil pencarian evaluasi digunakan sebagai dasar untuk menyesuaikan SKB 4 menteri di masa pandemi," jelasnya

Selanjutnya, panduan penyelenggaraan pembelajaran diumumkan jauh hari agar pemerintah daerah bisa bersiap dan seluruh pemangku kepentingan dapat mendukung pemerintah daerah.

"Untuk itu izinkan saya menyampaikan bahwa pembelajaran tatap muka (PTM) pada Januari 2021 bukan berarti tanpa syarat yang ketat," lanjutnya. SKB 4 Menteri membuka izin Pembelajaran Tatap Muka (PTM) mulai Januari 2021 dengan sejumlah revisi yakni peta zonasi dari Satgas Covid-19 tidak lagi menentukan pemberian izin PTM.

Kemudian kebijakan PTM dimulai dari pemberian izin dari pemerintah daerah, kanwil, atau Kemenag dan dilanjutkan izin berjenjang dari satuan pendidikan dan orangtua.

"Tidak harus serentak sekabupaten sekota tapi bisa bertahap di tingkat kecamatan dan desa. Semua tergantung dari pemerintah daerah tersebut," lanjutnya.

Nadiem menambahkan poin ketiga yaitu satuan pendidikan harus memenuhi data periksa, termasuk persetujuan komite sekolah dan perwakilan orangtua. Oleh karena itu, orangtua memiliki hak penuh untuk menentukan anaknya boleh masuk sekolah atau tidak.

Bila izin tidak diberikan, peserta didik melanjutkan PJJ di rumah secara penuh. Jika ketiga tahapan dipenuhi, peserta didik dapat memulai PTM di satuan pendidikan secara bertahap. "Bagi orangtua yang tidak mengizinkan anaknya untuk PTM, anak tersebut tetap akan difasilitasi PJJ oleh pihak sekolah," tegasnya.

Dari semua itu, kata Nadiem terpenting pemerintah daerah harus mempertimbangkan dengan matang pemberian izin PTM. Sebab, virus korona masih menyebar dan perlu dihentikan lajunya.

"Mari bersinergi bersama antara pemerintah pusat, daerah, dan orangtua dalam melaksanakan kebijakan PTM secara bijak, matang, dan tetap mengutamakan dua prinsip kebijakan di bidang pendidikan selama pandemi covid-19," ulasnya.

Nadiem meminta semua pihak paham bahwa walaupun sekolah melakukan tatap muka ada berbagai macam SOP yang baru sama sekali, seperti kapasitas maksimal 50% atau 30 anak biasanya per kelas menjadi 18 anak. "Aktivitas luar belajar di kelas tidak diperkenankan dan wajib pakai masker dan semua kondisi protokol kesehatan," tutupnya. (OL-14)



 
Back
Top