Re: Beredar Foto Persiapan KLB Demokrat yang Digelar di Deli Serdang
7 Hal tentang Sosok Moeldoko, Ketum Demokrat Versi KLB
Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko melambaikan tangan usai memberi keterangan pers di kediamannya kawasan Menteng, Jakarta, Rabu (3/2/2021). Moeldoko membantah tudingan kudeta kepemimpinan Partai Demokrat di bawah Agus Harimurti Yudhyono (AHY) demi kepentingannya sebagai calon presiden pada pemilihan umum tahun 2024 mendatang. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/rwa.
KOMPAS.com - Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko kembali menjadi perbincangan setelah ditetapkan sebagai Ketua Umum Partai Demokrat periode 2021-2025.
Penetapan itu digelar melalui Kongres Luar Biasa (KLB) yang mengatasnamakan Partai Demokrat, di Deli Serdang, Sumatera Utara, Jumat (5/3/2021).
Adapun selama ini Partai Demokrat dipimpin oleh Agus Harimuri Yudhoyono (AHY), anak sulung Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Simpang siur kabar kudeta kepemimpinan AHY telah berlangsung selama sebulan terakhir. Sampai akhirnya KLB berlangsung dan nama Moeldoko jadi perbincangan publik.
Lantas, bagaimana sepak terjang Moeldoko di dunia militer dan politik selama ini? Berikut 7 hal yang perlu kita ketahui dari sosok Moeldoko.
1. Lahir dari keluarga pas-pasan
Laki-laki yang berasal dari Kediri, Jawa Timur ini lahir pada 8 Juli 1957.
Melansir Kompaspedia, Moeldoko adalah anak bungsu dari 12 bersaudara. Ayahnya bernama Moestaman dan ibunya bernama Masfuah.
Semasa muda, Moeldoko hidup serba pas-pasan, karena pendapatan orang tuanya yang tidak menentu.
Sang ayah bekerja sebagai pedagang palawija dan perangkat keamanan di desanya, sedangkan ibunya mengurusi rumah.
Di usia muda, Moeldoko membantu menyokong kebutuhan keluarga dengan bekerja mengangkut batu dan pasir dari kali setiap pulang sekolah.
Ia kemudian pergi ke Jombang untuk menempuh pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Pertanian (SMPP) Jombang.
Setelah lulus, Moeldoko melanjutkan pendidikan militer di Akademi Militer (Akmil) di Magelang.
Pada usia 24 tahun, ia berhasil menyelesaikan pendidikan militer. Tak sekadar lulus, pada 1981 Moeldoko tercatat sebagai lulusan terbaik dan mendapatkan Bintang Adimakayasa.
2. Karier militer melesat
Moeldoko dikenal karena perannya di TNI Angkatan Darat.
Ia mengawali karier sebagai Komandan Peleton di Yonif Linud 700 Kodam VII/Wirabuana pada 1981.
Jabatannya terus melesat dengan singkat, sampai pada 1984, Moeldoko terlibat dalam Operasi Seroja Timor-Timur dan Konga Garuda XI/A pada 1995.
Ia juga pernah mendapat penugasan di berbagai negara seperti Singapura, Jepang, Irak-Kuwait, Amerika Serikat, dan Kanada.
Selanjutnya, pada 2011 Moeldoko dipromosikan di luar kesatuan Angkatan Darat dengan menjabat sebagai Wakil Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas).
Pangkatnya naik jadi bintang tiga atau Letnan Jenderal pada Agustus 2011.
3. Sempat harmonis dengan SBY
Selang tiga tahun bertugas di Lemhanas, pada 2013 Moeldoko kembali ke kesatuan Angkatan Darat dengan menjabat Wakil Kepala Staf TNI AD mendampingi adik ipar SBY, Jenderal Pramono Eddie Wibowo.
Hanya berselang beberapa bulan, Moeldoko diangkat menjadi Kepala Staf TNI AD (KSAD). Ia dilantik pada 22 Mei 2013.
Selang sekitar dia bulan, nama Moeldoko diusulkan SBY sebagai calon Panglima TNI ke DPR untuk menggantikan Agus Suhartono yang akan pensiun.
Baca juga: Kasus Jiwasraya, dari Bermasalah sejak Era SBY hingga Bungkamnya Erick Thohir
Moeldoko resmi dilantik oleh Presiden SBY di Istana Negara pada 30 Agustus 2013 dan tercatat sebagai Panglima TNI terakhir yang ditunjuk SBY.
Ini jadi penanda puncak kariernya di dunia militer yang ia geluti selama 32 tahun.
Jabatan itu pun membuat hubungan Moeldoko dengan SBY kian harmonis. Bahkan Moeldoko pernah mengusulkan SBY mendapatkan anugerah Jenderal Besar TNI.
4. Mendapat gelar doktor
Di pergulatannya di dunia militer, Moeldoko menyempatkan diri untuk meningkatkan jenjang pendidikkannya.
Ia menempuh pendidikan di Universitas Terbuka, kemudian lulus pada 2001.
Selanjutnya, ia mengambil jenjang pendidikan magister di Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Indonesia pada 2005.
Tak cukup dengan magister, Moeldoko mengambil program pendidikan doktoral atau S3 di FISIP Universitas Indonesia.
Dilansir dari Antara, 15 Januari 2014, Moeldoko mendapat gelar doktor dengan disertasinya yang berjudul "Kebijakan dan Scenario Planning Pengelolaan Kawasan Perbatasan di Indonesia (Studi Kasus Perbatasan Darat di Kalimantan).
5. Kekayaan mencapai Rp 49 miliar
Berdasarkan situs resmi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) acch.kpk.go.id, Moeldoko terakhir menunjukkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) pada 31 Desember 2018.
Total kekayaan Moeldoko mencapai Rp 49,5 miliar.
Adapun harta terbesarnya Moeldoko berupa tanah dan bangunan dengan nilai total Rp 30,25 miliar. Ia memiliki 11 bidang tanah tersebar di Bogor, Jakarta Timur, Pasuruan, dan Surabaya.
KPK juga mencatat mobil pribadi Moeldoko Toyota Camry tahun 2012 memiliki nilai Rp 240 juta. Sedangkan harta berbentuk kas dan setara kas totalnya mencapai Rp 13,2 miliar.
Kekayaannya meningkat dibandingkankan saat menjabat Kepala Staf TNI AD.
Pada 16 Agustus 2013, Moeldoko tercatat memiliki kekayaan mencapai Rp 28,7 miliar saat masih menjabat di dunia militer.
6. Jam tangan Rp 1 miliar
Nama Moeldoko sempat mencuat karena ia memiliki jam tangan mahal dan sempat disorot sejumlah media di Singapura pada 2014.
Seperti diberitakan Kompas.com, 23 April 2014, Moeldoko memiliki jam tangan tipe Richard Mille RM 011 Felipe Massa Flyback Chronograph "Black Kite".
Jam tangan ini langka dan sangat mahal, dengan harga di atas 100.00 dollar AS atau setara Rp 1 miliar.
Sebenarnya ulasan mengenai jam tangannya sudah muncul sejak 16 April 2014 di situs Singapura yang khusus membahas seputar jam tangan,
www.themillenary.com.
Namun, sorotan terhadap jam tangan Moeldoko baru ramai setelah tulisan tersebut dikutip situs lainnya,
www.mothership.sq. Tulisan ini juga menyorot gaya hidup Moeldoko.
Tulisan ini dikaitkan dengan kontroversi penamaan kapal perang KRI Usman Harun yang diprotes Pemerintah Singapura.
Sebagai informasi, Usman dan Harun adalah dua prajurit Korps Komando Operasi (KKO) TNI AL yang dihukum mati karena melakukan pengeboman di Gedung MacDonald House di Orchard Road pada 1965 saat ada kebijakan Dwikora yang dicetuskan oleh Presiden Soekarno.
7. Terjun di dunia politik
Setelah pensiun dari militer, Moeldoko pun terjun ke politik praktis. Ia masuk ke dalam jajaran pengurus Partai Hanura yang dipimpin oleh Oesman Sapta Odang (OSO) pada 2016.
Akan tetapi, pada 2018 Moeldoko mengundurkan diri dari partai tersebut.
Moeldoko juga aktif di Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) dengan menjadi Ketua Umum untuk periode kepemimpinan 2017-2020. Ia kembali menjabat untuk periode 2020-2025.
Ia dipercaya menjadi Ketua Ikatan Alumni Universitas Terbuka (IKA UT) periode 2019-2024.
Karier politiknya memuncak pada 17 Januari 2018, saat dilantik Presiden Joko Widodo menjadi Kepala Staf Kepresidenan, menggantikan Teten Masduki.
Di periode kedua pemerintahan Jokowi, Moeldoko kembali dipercaya sebagai Kepala Staf Kepresidenan.
Kini, Moeldoko kembali berkarier di politik praktis dengan menjabat sebagai Ketua Umum Demokrat.
Namanya jadi ramai diperbincangkan karena menjad kubu kontra AHY, anak dari mantan presiden yang dulu pernah membantunya menduduki posisi tertinggi di TNI.
.