Istri di Karawang Dituntut 1 Tahun Penjara karena Marahi Suami Pemabuk, Ini Faktanya

d-net

Mod
w1200

Kejadian miris harus dialami Valencya, seorang wanita asal Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Ia dipolisikan suaminya hingga terancam hukuman penjara selama satu tahun.​

Kejadian miris harus dialami Valencya, seorang wanita asal Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Ia dipolisikan suaminya hingga terancam hukuman penjara selama satu tahun.

Sang suami yang diketahui bernama Chan Yu Ching tak terima dimarahi Valencya gara-gara dirinya selalu pulang dalam kondisi mabuk. Chan Yu Ching kemudian melaporkan istrinya dengan tuduhan melakukan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Sementara itu Valencya menyebut jika ia bersama anaknyalah yang justru mendapat KDRT dari Chan Yu Ching.

Melansir laman dream.co.id Senin (15/11), berikut fakta-faktanya.

Bermula dari Perceraian

Kasus tersebut bermula dari laporan Chan Yu Ching pada September tahun 2020 lalu.

Ia melaporkan sang istri Valencya ke Unit Perempuan dan Perlindungan Anak Polda Jabar lantaran mengaku mengalami tekanan psikis dan pengusiran dari rumah usai keduanya bercerai.

Pengaduan Chan sendiri merupakan laporan balik terhadap Valencya yang sudah lebih dulu dilakukan ke Polres Karawang. Dalam keterangannya, Valencya menyebut jika Chan telah menelantarkan keluarganya di rumah.

Nahasnya, Valencya malah ditetapkan sebagai tersangka hingga kasus tersebut masuk ke meja hijau.

Valencya Dituntut Bersalah

Dalam persidangan yang dilakukan pada pekan lalu, Valencya dituntut bersalah oleh Jaksa Penuntut Umum.

Ibu dua anak itu didakwa melanggar Pasal 45 ayat 1 junto Pasal 5 huruf Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004, tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.

Pada kesempatan itu, jaksa juga membacakan sejumlah barang bukti yang disita seperti akta perkawinan dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Pontianak, Surat Keterangan Dokter, enam lembar salinan cetak tangkapan layar percakapan aplikasi WhatsApp, dan dua unit flashdisk berisi rekaman kamera CCTV yang dipasang di tokonya.

Valencya Tak Terima

Atas tuntutan jaksa tersebut, Valencya merasa tak terima dan menangis lantaran menganggap keputusan itu tak adil.

Ia mengaku kemarahannya cukup beralasan lantaran suaminya sering pulang dalam keadaan mabuk. Selain itu sang suami juga jarang kembali ke rumah.

Menurut Valencya, Chan sudah tidak pulang sejak Februari 2019 lalu dan selalu menolak saat ia memintanya untuk pulang ke rumah.

"Saya bukan bunuh orang, masa suami pulang mabuk saya harus sambut dengan senyum manis," kata dia kesal.

Dalam kasus tersebut, baik Chan Yu Ching maupun Valencya sama-sama berstatus tersangka. Sang suami tersebut sudah lebih dulu berstatus tersangka usai dilaporkan Valencya akhir tahun lalu, dan Valencya sendiri menjadi tersangka pada 11 Januari 2021.


merdeka.com
 
w1200

Kasus KDRT Istri Omeli Suami Pemabuk di Karawang, Aspidum Kejati Jabar Dinonaktifkan

BANDUNG, iNews.id - Kejaksaan Agung (Kejagung) melakukan eksaminasi khusus atas penanganan perkara kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Kabupaten Karawang dengan terdakwa Valencya, istri dari pelapor Chan Yu Ching. Hasil eksaminasi yang dilaksanakan pada Senin (15/11/2021) itu, Kejagung menonaktifkan Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejati Jabar.

Kejagung menilai, jaksa tak memiliki sense of crisis atau kepekaan atas perkara tersebut. Selain itu, dalam eksaminasi dengan memeriksa sembilan jaksa baik dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Karawang maupun Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jabar, Kejagung menemukan dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh jaksa penuntut umum (JPU).

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan, eksaminasi dilakukan didasari atas kasus ini menjadi perhatian publik. Jaksa Agung ST Burhanuddin merespons dan memberi perhatian khusus atas kasus itu dengan meminta Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum melakukan eksaminasi khusus.

Eksaminasi atas kasus dengan terdakwa Valencya alias Nengsy Lim, kata Kapuspenkum, dilaksanakan pada Senin (15/11/2021) pagi hingga sore. Eksaminasi dilakukan dengan mewawancarai sembilan orang baik dari Kejati Jabar, Kejari Karawang maupun jaksa penuntut umum (JPU).

"Temuan hasil eksaminasi khusus, dari tahap prapenuntutan sampai tahap penuntutan baik dari Kejaksaan Negeri Karawang maupun Kejaksaan Tinggi Jawa Barat tidak memiliki sense of crisis atau kepekaan," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak dalam konferensi pers virtual.

Leonard Eben Ezer Simanjuntak menyatakan, penanganan perkara itu juga tidak mengikuti Pedoman Peraturan Nomor 3 tahun 2019 tentang Tuntutan Pidana Perkara Tindak Pidana Umum, sebagaimana ketentuan pada bab II angka 1 butir 6 dan 7.

Dalam Pedoman Nomor 3 Tahun 2019, ujar Leonard Eben Ezer Simanjuntak, pengendalian tuntutan pidana perkara tindak pidana umum dengan prinsip kesetaraan yang ditangani oleh Kejagung atau kejaksaan tinggi dilaksanakan oleh kejaksaan negeri, seharusnya tetap memeprhatikan ketentuan butir 2, 3, dan 4.

Leonard Eben Ezer Simanjuntak menyatakan, JPU Kejari Karawang, telah melakukan penundaan pembacaan tuntutan hingga empat kali. Salah satu alasan yang disampaikan JPU ke hakim, yakni rencana tuntutan (rentut) belum turun dari Kejati Jabar.

"Padahal rencana tuntutan baru diajukan dari Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Karawang ke Kejaksaan Tinggi Jawa Barat pada 28 Oktober 2021 dan diterima di Kejaksaan Tinggi Jawa Barat tanggal 29 Oktober 2021. Persetujuan tuntutan pidana dari Kejati Jabar dengan nota telepon per tanggal 3 November 2021. Namun pembacaan tuntutan pidana oleh jaksa penuntut umum pada tanggal 11 November 2021," ujar Leornad Eben Ezer Simanjuntak.

Kapuspenkum Kejagung menuturkan, Kejagung juga mencatat JPU tak mengikuti pedoman Nomor 1 tahun 2021 tentang akses keadilan bagi perempuan dan anak dalam perkara pidana.

Termasuk tidak memedomani tujuh perintah harian Jaksa Agung yang merupakan norma atau kaidah dan pelaksanaan tugas penanganan perkara. "Sehingga, (jaksa diduga) mengingkari norma atau kaidah. Hal ini dapat diartikan tidak melaksanakan perintah pimpinan," tutur Kapuspenkum Kejagung.

Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan, atas temuan tersebut, Kejagung mengambil alih penanganan perkara tersebut. Termasuk melakukan pemeriksaan terhadap para JPU Kejari Karawang dan Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejati Jabar. Bahkan Aspidum Kejati Jabar dinonaktifkan untuk proses pemeriksaan.

Diketahui, Valencya, ibu dari dua anak, dituntut 1 tahun penjara oleh JPU Kejari Karawang di Pengadilan Negeri (PN) Karawang karena kerap mengomeli suaminya yang mabuk, Chan Yu Ching, asal Taiwan. Dalam pembacaan tuntutan, JPU mengatakan, Valencya menjadi terdakwa dalam kasus KDRT psikis dan dituntut 1 tahun kurangan penjara.

Kronologi kasus KDRT yang menjerat Valencya berawal berawal pada tahun 2000. Valencya menikah dengan Chan Yu Ching pria asal Taiwan yang berstatus duda anak tiga. Setelah itu, Valencya membantu membesarkan ketiga anak Chan Yu Ching di Taiwan.

Namun di awal pernikahan, Valencya merasa dibohongi oleh Chan Yu Ching yang sebelumnya mengaku tidak memiliki anak. Setelah itu, mahar emas dan uang yang dibawa ke Pontianak untuk meminang Valencya oleh Chan Yu Ching ternyata adalah pinjaman. Sehingga ketika Valencya dibawa menetap ke Taiwan, Valencya harus membayar utang tersebut.

Dari tahun 2000 sampai 2005, Valencya bekerja menjadi buruh tani, buruh pabrik, dan berjualan. Dalam pengakuan Valencya, suaminya Chan Yu Ching seorang alkoholik dan gemar berjudi.

Setelah pulang ke Karawang, Valencya lalu membuka usaha toko bangunan. Selama 2005 sampai 2016, Valencya berusaha membuka toko bangunan, Chan Yu Ching sebagai warga negara asing (WNA) tidak bekerja.

Setelah itu, pada September 2020, Chan Yu Ching melaporkan Valencya ke Polda Jabar atas Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) psikis dan Valencya menjadi tersangka pada 11 Januari 2021.
 
Back
Top