Memahami Makna Pragmatis

spirit

Mod
000639400_1629114112-pexels-ivan-samkov-4458554.jpg

Liputan6.com, Jakarta Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menerjemahkan pragmatis adalah bentuk sifat yang mengutamakan kepraktisan dan kegunaan atau manfaat. Pragmatis adalah bersangkutan dengan nilai-nilai praktis. Istilah pragmatis adalah berhubungan pula dengan pragmatisme.

Apa itu pragmatisme dari istilah pragmatis?

Pragmatisme adalah paham yang menyatakan segala sesuatu tidak tetap, melainkan tumbuh dan berubah terus-menerus. Masih mengutip sumber yang sama, pragmatisme dalam pragmatis adalah bentuk kepercayaan bahwa kebenaran atau nilai suatu ajaran bergantung pada penerapannya bagi kepentingan manusia.

Orang yang bersifat pragmatis adalah memiliki kecenderungan berfikir praktis, sempit, dan instan. Begitu pula menginginkan segala yang diharapkan segera tercapai tanpa melalui proses yang lama. Sifat pragmatis adalah identik dengan orang yang kurang penyabar dan sangat ambisius, melansir BUNGHATTA.ac.id.

Filsafat Pragmatisme

Memahami pragmatis adalah tidak cukup dari pengertian secara umum. Agar bisa lebih dalam memahaminya, pragmatis adalah harus dilihat dari kacamata filsafat pragmatisme.

Seorang filsafat Keraf dalam jurnal Pragmatisme, Humanisme, dan Impikasinya bagi Dunia Pendidikan di Indonesia oleh Wasitohadi menjelaskan secara etimologis, kata pragmatisme dari pragmatis adalah berasal dari bahasa Yunani “pragma”, adapula yang menyebut dengan istilah “pragmatikos”, yang berarti tindakan atau aksi. Pragmatisme berarti filsafat atau pemikiran tentang tindakan.

“Benar tidaknya sesuatu hasil pikir, dalil maupun teori, dinilai menurut manfaatnya dalam kehidupan atau menurut berfaedah tidaknya teori itu dalam kehidupan manusia,” dijelaskan.

William James merumuskan pragmatisme dari pragmatis adalah sikap memalingkan muka dari segala sesuatu, prinsip-prinsip, kategori-kategori, keniscayaan-keniscayaan awal, untuk kemudian beralih pada segala sesuatu, hasil-hasil, konsekuensi-konsekuensi, serta fakta-fakta baru.

“Para penganut pragmatisme menekankan sains empiris, dunia yang berubah dan masalah-masalahnya, dan alam sebagai seluruh realitas inklusif di luar keyakinan ilmiah tidak mendapat tempat,” dijelaskan.

Macam-Macam Sifat Pragmatis

Apabila sudah memahami dari sudut pandang filsafat, selanjutnya menerjemahkannya dalam sifat yang nyata. Pragmatis adalah sifat yang cenderung terburu-buru atau ambius.

Ada enam macam sifat pragmatis yang nyata ada dalam kehidupan, apa saja?

1. Menggebu-gebu Menggapai Sesuatu

Tak ada salahnya menjadi ambisius, asal ke arah yang baik. Namun, orang yang kelewat ambisius cenderung memiliki sifat menggebu-gebu alias tak sabaran. Tak jarang mereka juga sering mengabaikan aspek-aspek penting, dan hanya fokus pada tujuan saja.

Hindari sifat tak sabaran ini. Ingat, ada proses yang harus dilalui dan tak bisa di skip atau dilewati. Jangan berambisi tapi tanpa sadar kamu jadi stres.

Jadi, cobalah untuk sedikit lebih rileks menikmati hidupmu, tapi tetap fokus dan berusaha yang terbaik dalam mewujudkan impian.

2. Menghalalkan Segala Cara

Sifat ambisi berlebihan bisa berwujud seperti mulai menghalalkan segala cara agar bisa naik jabatan, dapat promosi hingga di sukai atasan. Bisa jadi, semua itu bermula dari sekedar iseng tapi lama-lama terbiasa dan menikmati cara-cara tak sehat ini.

Kamu boleh saja senang dan bahagia ketika merasa tindakan mu itu aman-aman saja dan kamu mendapatkan apa yang kamu mau. Tapi, ingat Karma is real.

Sadar dari sekarang bahwa trik-trik kotor untuk mencapat sukses itu tidak dibenarkan. Cepat atau lambat, hal jelek pasti ketahuan dan akan merugikan dirimu.

Terima kenyataan saja, dan mulai bangun karier dengan persaingan yang sehat dan adit. Hal ini justru lebih asyik. Kamu juga bisa sekaligus belajar tentang mengelola sifat ambisi dengan cara yang benar.

3. Lupa Kapasitas Diri

Sebagian ciri orang yang ambisius itu terkadang lupa akan kapasitas dirinya sendiri. Sebab, mereka tipe-tipe yang overconfident dan sudah terlanjur dibutakan dengan hal-hal indah yang belum tentu bisa terwujud.

Pahami bahwa kapasitas diri bukan hanya sekedar kemampuan intelektual, tapi juga emosional. Dua hal ini harus seimbang supaya bisa meraih kebahagiaan dan kesuksesan. Kini, tak sedikit orang pintar dan ambisius tapi justru gagal, mereka sukses tapi tak bahagia karena tidak mampu mengontrol emosi dengan baik.

Jadi, hindari sifat lupa diri. Bila kamu merasa belum layak dan pantas, sebaiknya tingkatkan dulu pengetahuan yang berkaitan dengan karier hingga kemampuan mengelola keuangan pribadi.

4. Suka Membanding-bandingkan

Umumnya tanpa disadari orang yang kelewat ambisius itu sering membandingkan dirinya dengan orang lain. Mulai dari jabatan, gaji, gaya hidup hingga jumlah likes & followers di sosial media.

Efeknya, kamu merasa paling hebat, sukses dan bahagia ketika sudah merasa dari “lebih” dari orang lain. Tapi, sebaliknya, kalau kalah sedikit saja, kamu langsung cepat-cepat ‘balas dendam’ mengejar ketinggalan.

Jelas bahwa sifat ambisius yang satu ini tidak sehat. Setiap orang memiliki standar sukses yang berbeda-beda. Berhentilah membandingkan dirimu untuk menang atau hanya ingin diakui orang lain. Lebih baik salurkan sifat ambisimu untuk hal-hal positif yakni membuat dirimu bahagia tanpa harus membandingkan.

5. Merasa Haus Pujian

Orang yang ambisius cenderung haus akan pujian orang lain. Bahkan ada yang sampai merelakan kebahagiaannya sendiri demi dipuji. Perilaku ambisi yang cenderung ke arah negatif seperti kerja sering lembur, tapi dengan niatan demi merebut simpatik dan berharap promosi dari atasan. padahal belum tentu.

Selain itu, merasa sempurna dan tidak suka saat mendapat kritik dan saran dari orang lain. Ingat, sikap ini sebaiknya tidak kamu miliki sebab orang lain bisa muak dengan semua sandiwara demi mendapat pujian itu.

Jadi, bersikaplah sewajarnya, lakukan tugas atau pekerjaan dengan baik dan percayalah atasan Anda pasti akan menyadarinya dan memberikan pujian dengan tulus.

6. Merasa Paling Sibuk Sedunia

Akibat semua ambisi yang ada di kepala, orang berambisi berlebihan biasanya tidak bisa membedakan kapan waktunya bekerja dan bersantai. Mereka cenderung terus bekerja, seakan-akan 24 jam tidak cukup.

Kecenderungan untuk sibuk atau mencari-cari hal lain supaya sibuk justru akan menjadi boomerang dan membuat kamu tidak fokus. Lakukan semuanya secara seimbang, hal ini lebih baik. Hasilnya, pekerjaan pun bisa lebih maksimal ketika kamu bisa mengatur waktu.

.
 
Back
Top