Agama Dan Teror

singthung

New member
AGAMA DAN TEROR



?Para Bhikkhu, Tathagata mengetahui sampai sejauh mana spekulasi, tujuan, akibat dan hasil dari pandangan-pandangan keliru pada waktu yang akan datang bagi mereka yang mempercayainya. Karena, Tathagata telah menyadari dan mengetahui hal-hal lain yang lebih jauh dari jangkauan pandangan-pandangan mereka tersebut, dan dengan kekuatan batin, Tathagata telah merealisasikan jalan pembebasan dari pandangan-pandangan tersebut. Tathagata telah mengetahui hakekat sesungguhnya, bagaimana muncul dan lenyapnya semua perasaan, rasa nikmatnya, bahayanya, yang tidak dapat dijadikan pegangan atau pun tumpuan. Tathagata telah terbebas dari pandangan-pandangan seperti itu.?

(Sutta Pitaka, Digha Nikaya 1: Brahmajala Sutta)


Sungguh ironi, tatkala ajaran yang luhur dari suatu agama menjadi ternoda oleh kebrutalan, perusakan, dan pembunuhan, yang semua perilaku itu seharusnya tidak dilakukan oleh seorang yang mengaku beragama. Banyak teror dan kejahatan-kejahatan yang disertai kekerasan telah terjadi dipicu oleh faktor agama, selain faktor-faktor sosial.

Ajaran suatu agama yang baik seharusnya tidak menimbulkan interpretasi yang negatif pada umatnya. Ajaran berisi kebaikan dan cinta kasih seharusnya menjadi ciri khas setiap ajaran agama, bukan ajaran-ajaran yang dapat membawa pada permusuhan dan persaudaraan yang sempit.

Sekalipun banyak agama mengaku membawa damai dan cinta kasih, tetapi hanyalah agama Buddha yang paling memenuhi syarat. Hal ini terbukti oleh sejarah di mana tidak ada umat Buddha yang bertindak brutal atas nama agama Buddha. Sang Buddha sendiri tidak pernah mengharapkan pengikut-Nya bertindak demi Dia. Beliau justru menganjurkan perdamaian dan cinta kasih yang universal.

Cinta kasih dan perdamaian bagi seorang Buddhis adalah tujuan yang utama dalam praktek ajaran Sang Buddha. Jika Anda membaca dan mempelajari kitab suci Buddha, sangatlah jelas bahwa Buddha selalu menganjurkan kebaikan dan disiplin moral. Tidak ada interpretasi ajaran Beliau yang dapat mengarah pada pembenaran kekerasan. Ini pula yang menyebabkan tidak mungkin terjadi perang yang mengatasnamakan agama Buddha karena Sang Buddha sendiri sangat mencintai perdamaian.

Seorang Buddhis tidak akan berpikir untuk mencari keselamatan dengan jalan melaksanakan perintah-perintah Tuhan. Karena, perintah-perintah Tuhan dalam kitab suci dapat disalah-tafsirkan oleh manusia. Dan yakinlah, pembenaran kekerasan adalah salah satu penafsiran perintah Tuhan yang dilakukan secara keliru. Apakah mungkin Tuhan menghendaki ciptaan-Nya saling bermusuhan dan bertindak brutal?

Seorang Buddhis pun tidak akan mempercayai begitu saja keselamatan yang dijanjikan suatu agama hanya dengan menerima suatu figur sebagai juru selamat. Apakah mungkin kita beroleh keselamatan sedangkan hidup dan perilaku kita masih penuh noda? Terlebih lagi, apakah masuk akal dosa-dosa yang kita perbuat sendiri, yang seharusnya kita sendiri yang bertanggung jawab, lantas terdapat seorang juru selamat yang mengaku dapat menanggung dan mengampuninya?

Bagi seorang Buddhis, surga dapat diperoleh apabila kita semasa hidup selalu berbuat baik dan menghindari perbuatan jahat, bukan bergantung pada kuasa faktor-faktor eksternal yang dianggap mampu mengangkat seseorang ke surga atau mencampakkannya ke neraka, sesuai kehendak-Nya. Dan, tujuan tertinggi bagi seorang Buddhis bukanlah bagaimana masuk surga, melainkan bagaimana untuk mengembangkan batin dan melatih diri untuk mencapai kesempurnaan, menjadi seorang Buddha. Dan, agar seseorang dapat mencapai kesucian melalui pelatihan meditasi, maka disiplin moral merupakan syarat mutlak. Tanpa landasan moral, mustahil kemajuan spiritual dapat dicapai. Dan, satu hal yang perlu kita ingat: Menjadi seorang Buddhis tidak selalu harus berlabel agama Buddha. Untuk menjadi seorang Buddhis, Anda hanya perlu mempelajari ajaran Buddha dan mempraktekkannya!


 
Back
Top