Sikap Yang Tepat Dalam Mengatasi Penyakit

singthung

New member
SIKAP YANG TEPAT DALAM MENGATASI PENYAKIT



Kita tidak seharusnya menganggap penyakit dan penderitaan sebagai suatu hal yang akan menghancurkan kita sampai benar-benar habis, dan karenanya kita menyerah menjadi putus-asa dan patah semangat. Sebaliknya kita (sebagai penganut Buddhis) dapat melihatnya sebagai suatu tes untuk mengetahui pemahaman kita akan ajaran-ajaran Sang Buddha, dan seberapa baik kita dapat menerapkan pengetahuan yang telah kita pelajari tersebut. Jika kita tidak dapat secara mental mengatasinya, jika kita gagal, maka hal ini menunjukkan bahwa pemahaman kita akan Dhamma, pelatihan kita, masih lemah. Dengan begitu, ini adalah tes dan kesempatan bagi kita untuk melihat seberapa baik kita telah menguasai latihan kita.

Selain itu, penyakit adalah suatu kesempatan bagi kita untuk meningkatkan lebih lanjut latihan kita dalam hal kesabaran dan toleransi. Bagaimana kita dapat melatih dan mengembangkan ?parami* ? (kesempurnaan) seperti kesabaran jika kita tidak dites, jika kita tidak mengalami kondisi yang sulit dan sengsara? Jadi, dengan begitu, kita dapat menganggap penyakit sebagai sebuah kesempatan bagi kita untuk lebih menanamkan kesabaran.

=======================================
* Ke sepuluh parami adalah memberi, moralitas, pelepasan, kebijaksanaan, semangat, kesabaran, kebenaran, tekad, cinta kasih dan ketenangan hati. Seluruh bodhisatta (mereka yang ingin menjadi Buddha) harus menanamkan parami ini. Seluruh pemeluk agama Buddha juga harus menanamkan parami ini sampai pada tingkat tertentu sebelum mereka dapat memperoleh penerangan di bawah bimbingan seorang Buddha.
=======================================

Kita juga dapat memandang kesehatan bukan hanya sebagai keadaan di mana tidak ada penyakit, melainkan sebagai suatu kondisi di mana kita dapat mengalami penyakit, dan kemudian belajar serta berkembang dari pengalaman tersebut. Ya, definisi baru mengenai kesehatan datang dari beberapa ahli kedokteran, seperti Dr. Paul Pearsall dari Rumah Sakit Sinai di Detroit, Amerika Serikat. Melihat bagaimana penyakit tidak akan pernah dapat benar-benar dilenyapkan dan bagaimana kita pada akhirnya akan dikalahkan dengan berbagai cara, para dokter ini telah membuat suatu definisi mengenai kesehatan yang dapat membantu kita menyesuaikan diri dengan penyakit ketika penyakit itu datang. Benar, bukan? ? bahwa tidak peduli sehebat apa mesin-mesin, prosedur, dan obat-obatan yang dapat kita temukan, orang masih dikalahkan oleh kanker, AIDS, penyakit jantung dan sejumlah penyakit lainnya. Pada intinya, tidak ada pelarian. Kita harus mengerti dan menerima kenyataan ini, sehingga ketika hal itu benar-benar terjadi dan kita harus kalah, kita dapat gugur dengan sebaik mungkin. Tak perlu diragukan lagi, kita akan berusaha mengobati penyakit sebaik mungkin, namun jikalau kita telah berusaha melakukan yang terbaik dan kita tetap kalah serta penyakit terus berkembang, kita harus dapat menerima dan pasrah pada hal yang tidak menguntungkan tersebut.

Dalam analisa terakhir, yang penting bukanlah lamanya kita hidup tetapi seberapa baik kita menjalani hidup, dan ini termasuk seberapa baik kita dapat menerima penyakit kita dan pada akhirnya seberapa baik kita meninggal. Sehubungan dengan hal ini, Dr. Bernie S. Siegel dalam bukunya ?Kedamaian, Cinta & Kesembuhan? (?Peace, Loving & Healing?), menulis:

Pasien-pasien tertentu tidak berusaha untuk tidak mati. Mereka berusaha untuk hidup sampai mereka mati. Dan merekalah yang sukses, tidak peduli apapun hasil penyakit mereka, karena mereka telah menyembuhkan hidup mereka, walaupun penyakit mereka sendiri belum tersembuhkan.

Dan dia juga mengatakan:

Hidup yang sukses bukanlah mengenai kematian,melainkan bagaimana hidup dengan baik. Saya mengenal anak-anak berumur 2 tahun dan 9 tahun yang telah mengubah orang dan bahkan seluruh komunitas dengan kemampuan mereka untuk mencintai, dan hidup mereka adalah hidup yang sukses walaupun pendek. Sebaliknya, saya telah mengenal pula banyak orang yang hidup lebih panjang namun hanya meninggalkan kekosongan.

Jadi sebenarnya alangkah indahnya kenyataan bahwa hidup kita dapat disembuhkan walaupun penyakit kita tidak dapat disembuhkan. Bagaimana mungkin? Karena penderitaan adalah bagaikan guru dan jika kita belajar dengan baik, kita pun dapat menjadi orang-orang yang lebih baik. Tidakkah kita pernah mendengar kejadian di mana orang-orang, setelah melalui penderitaan yang luar biasa, berubah menjadi orang-orang yang lebih baik? Jika sebelumnya mereka tidak sabar, egois, sombong, dan tidak peduli, mereka mungkin menjadi lebih sabar, baik, lembut, dan rendah hati. Kadang-kadang mereka mengakui bahwa penyakit sebenarnya adalah sesuatu yang baik untuk mereka ? karena hal itu memberikan kesempatan kepada mereka untuk memikirkan kembali gaya hidup mereka dan nilai-nilai yang lebih penting dalam hidup. Mereka menjadi lebih menghargai keluarga dan teman, dan mereka sekarang menghargai waktu yang mereka lalui bersama orang-orang yang mereka cintai. Dan jika mereka sembuh, mereka akan meluangkan lebih banyak waktu bagi orang-orang yang mereka cintai, serta melakukan hal-hal yang benar-benar lebih penting dan berarti.

Namun jikalau kita dikalahkan penyakit, kita tetap dapat belajar dan berkembang dari hal tersebut. Kita dapat mengerti betapa kritisnya hidup ini dan betapa benarnya ajaran Sang Buddha ? bahwa ada ketidak-sempurnaan yang mendasar dalam hidup. Kita dapat menjadi lebih baik hati dan lebih menghargai kebaikan yang kita terima dari orang lain. Kita dapat memaafkan mereka yang telah melukai kita. Kita dapat mencintai dengan lebih baik lagi, lebih dalam lagi. Dan ketika kematian tiba, kita dapat meninggal dengan pasrah dan damai. Dengan begitu, dapat kita katakan bahwa hidup kita telah tersembuhkan karena kita telah pasrah berdamai dengan dunia dan kita dipenuhi oleh kedamaian.

* * * * *

Kita dapat bermeditasi

Ketika kita sakit dan harus berbaring di ranjang, kita tidak perlu berputus asa. Kita dapat tetap bermeditasi walaupun kita sedang terbaring sakit. Kita dapat mengamati pikiran dan tubuh kita. Kita dapat memperoleh ketenangan dan kekuatan dengan melakukan meditasi pernapasan. Kita dapat mengamati masuk dan keluarnya napas kita, ketika kita mengambil dan mengeluarkan napas. Hal ini dapat memberikan rasa ketenangan. Atau kita dapat mengamati timbul dan tenggelamnya perut (abdomen) ketika kita menarik dan mengeluarkan napas. Pikiran kita dapat mengikuti timbul dan tenggelamnya perut, dan menjadi satu dengannya. Ini juga dapat menimbulkan rasa ketenangan. Dan dari rasa tenang tersebut, muncullah kesadaran. Kita dapat melihat sifat alami dari seluruh fenomena, yaitu kesementaraan (ketidak-kekalan) dan kehancuran, sehingga dapat menerima kenyataan akan fakta ketidak-kekalan, ketidak-puasan, dan tanpa diri. Jika kita telah mempelajari kesadaran penuh atau meditasi Vipassana*, kita dapat melalui waktu kita dengan mudahnya. Ada banyak obyek

===============================
* Vipassana adalah meditasi ke dalam atau meditasi dengan kesadaran penuh. Dalam Vipassana, praktisi meditasi menggunakan kesadaran penuh untuk mengamati fenomena mental dan fisik, pada akhirnya memahami karakter ketidak-kekalan, ketidak-puasan, dan tanpa diri dari segala fenomena tersebut. Untuk penjelasan singkat mengenai Vipassana serta latihan meditasi jenis lainnya yang disebut meditasi metta atau cinta kasih, bacalah ?Perkenalan kepada Vipassana? (?Invitation to Vipassana?) dan ?Menghalau Kemarahan Menyebarkan Cinta Kasih? (?Curbing Anger Spreading Love?) yang keduanya ditulis oleh penulis yang sama dan diterbitkan oleh Pusat Meditasi Buddhis Malaysia di Penang.
==============================

yang dapat kita amati dalam segala postur, apakah ketika kita sedang berbaring, duduk, berjalan, maupun berdiri. Kita dapat mengetahui postur kita sebagaimana adanya, dan merasakan sensasi yang muncul dalam tubuh kita. Kita dapat mengamati semua itu dengan pikiran yang antap dan tenang. Dan tentu saja, pikiran juga merupakan suatu subyek pengamatan. Jadi kita juga dapat mengamati keadaan pikiran kita. Semua dapat diamati ? kesedihan, depresi, ketidak-tenangan, kekuatiran, pikiran-pikiran ?dan semua itu akan lenyap, dan timbullah ketenangan hati, kedamaian, dan kebijaksanaan. Situasi yang sehat dan tidak sehat akan datang dan pergi. Kita dapat menyaksikan semua itu dengan penuh pengertian dan ketenangan hati. Kadang kita dapat memancarkan ?metta? (cinta kasih). Sesering mungkin kita dapat mendoakan semua makhluk:

Semoga semua makhluk sehat dan berbahagia.
Semoga mereka bebas dari rasa sakit dan bahaya.
Semoga mereka bebas dari penderitaan mental.
Semoga mereka bebas dari penderitaan fisik.
Semoga mereka menjaga diri mereka sendiri dengan bahagia.*​

Dengan cara ini juga, kita dapat melewati waktu dengan menyenangkan bahkan walaupun kita harus terbaring sakit. Kita dapat memancarkan cinta kasih kepada para dokter, suster, dan sesama pasien. Kita juga dapat mengirimkan cinta kasih kita kepada orang-orang yang kita sayangi, anggota-anggota keluarga dan teman. Terlebih lagi, kita dapat merenungkan Dhamma setiap saat, mengingat-ingat apa yang telah kita baca, dengar, atau mengerti. Dengan melakukan perenungan seperti itu, kita dapat menganggapi penderitaan kita dengan penuh kebijaksanaan dan ketenangan hati.

==========================
* Keterangan lebih lanjut mengenai latihan meditasi metta dapat ditemukan dalam buku ?Menghalau Kemarahan Menyebarkan Cinta Kasih? (?Curbing Anger Spreading Love)?. Lihat catatan kaki pada halaman sebelumnya.
==========================

Instruksi dari Sang Buddha adalah kita harus selalu mengelola pikiran kita, melakukan meditasi, dan tetap melakukannya walaupun kita sedang sakit. Malah sesungguhnya pada saat-saat seperti itulah kita harus lebih berusaha untuk melatih kesadaran diri kita. Siapa tahu, Nibbana atau kebijaksanaan tertinggi dapat tercapai ketika kita menghembuskan napas terakhir kita! Dalam catatan kuno, Sang Buddha bersabda mengenai seorang bhikkhu yang sedang menderita sakit ? didera oleh rasa sakit secara fisik yang memilukan, tajam, menusuk, menganggu, tidak nyaman, yang menyiksa dan memeras hidupnya. Namun bhikkhu tersebut tidak kecil hati, malah merasakan ?samvega? ? suatu semangat untuk terus berusaha/berjuang bahkan dalam detik-detik terakhir hidupnya. ?Dia berusaha sebaik-baiknya,? kata Sang Buddha. ?Pikirannya sangat terpusatkan pada Nibbana, dia menyadari dengan sendirinya kebenaran yang utama, dia melihat dan menembusnya dengan kebijaksanaan.?
 
Back
Top