Paket Januari 2007, Deregulasi untuk Pacu Fungsi Intermediasi

pratama_adi2001

New member
Paket Januari 2007, Deregulasi untuk Pacu Fungsi Intermediasi

Eliminasi Dana di SBI
Ada kado spesial dari Bank Indonesia (BI) awal tahun ini. Otoritas moneter itu mengeluarkan regulasi baru yang bertujuan memacu kinerja perbankan secara keseluruhan. Efektifkah kebijakan itu?
-------

Membaiknya sektor finansial yang tidak diikuti dunia usaha menjadi catatan terpenting di pengujung 2006. Berbagai pihak menuding tingginya suku bunga menjadi kambing hitam kesenjangan tersebut. Bank sentral pun menjawab dengan secara agresif menekan suku bunga pedoman perbankan (BI Rate) hingga level 9,5 persen. Namun, itu saja belum cukup. Menyerahkan penyaluran kredit secara alami kepada perbankan tanpa ada stimulus dinilai tidak akan membuahkan hasil optimal.

Perlu akselerasi cukup yang bisa membuat kalangan perbankan bergerak sedikit leluasa di tengah kondisi yang serba sempit. Terutama menyangkut risiko dan aturan batasan aktiva produktif. Gubernur BI Burhanuddin Abdullah dalam Bankers Dinner 2007 yang digelar Jumat pekan lalu, membeberkan pandangannya dengan tajuk ?Bekerja Keras untuk Memanfaatkan Stabilitas."

Pertemuan tersebut dihadiri pimpinan perbankan nasional, serta wakil pemerintah, parlemen, dan akademisi. Bertepatan dengan 10 tahun krisis ekonomi yang melanda negeri ini, Burhan juga menyampaikan beberapa catatan atas berbagai permasalahan perekonomian Indonesia dalam kurun satu dekade.

Tahun lalu ditandai dengan beberapa keberhasilan, terutama keberhasilan menempatkan kembali mesin perekonomian pada track yang benar. Pertumbuhan ekonomi, tekanan inflasi, nilai tukar, neraca pembayaran, cadangan devisa, menunjukkan tanda-tanda yang menggembirakan.

Secara kuantitatif, berbagai indikator kinerja keuangan dan operasional industri perbankan mengalami peningkatan cukup signifikan. Permodalan perbankan pun dapat bertahan pada tingkat yang sangat memadai, dengan rasio kecukupan modal (CAR) yang bertahan pada level cukup tinggi sekitar 20 persen. Sementara NPL mengalami penurunan cukup berarti.

Dilihat dari sisi yang berbeda, risiko mikro dan distorsi dalam perekonomian yang menghambat investasi terefleksi pada semakin merenggangnya (decoupling) hubungan antara sektor keuangan dan sektor riil. Perbankan enggan menyalurkan kredit. Bank-bank dan pemilik modal cenderung menempatkan dananya pada instrumen-instrumen keuangan yang berisiko rendah, misalnya pada SBI dan SUN.

"Kita menghadapi liquidity overhang dalam bentuk SBI outstanding yang jumlahnya lebih dari Rp 200 triliun. Ekonomi kita tumbuh tidak seimbang. Kondisi ini, apabila terus terjadi tentu amat tidak sehat bagi daya tahan sistem keuangan dan perekonomian kita," katanya.

Intermediasi perbankan juga menjadi salah satu topik pidato gubernur BI dalam Bankers Dinner 2006. Kala itu, BI mengeluarkan sembilan kebijakan untuk mengaktifkan fungsi intermediasi perbankan. Namun, kebijakan itu ternyata belum mampu mendongkrak intermediasi perbankan tahun lalu. Hal itu tecermin pada rendahnya rasio kredit terhadap dana pihak ketiga (LDR) yang per November 2006 berkisar 61 persen.

Direktur Bank Mega Kostaman Thayib sependapat perlunya relaksasi sejumlah kebijakan. "BI sebaiknya memberi kelonggaran aturan perbankan kepada dunia usaha," jelasnya. Kata Kostaman, BI seharusnya meninjau aturan mengenai pembiayaan terhadap perusahaan yang rugi. Sebab, perusahaan yang merugi belum tentu buruk. Bila mereka memiliki arus kas bagus, prospek ke depan pun baik.

Dia merujuk fakta banyak perusahaan baru yang belum untung. Namun, mereka berpotensi menjadi perusahaan besar. "Perusahaan itu layak untuk dibiayai kembali," jelasnya. Perbanas juga pernah mengusulkan kepada BI untuk mengkaji ulang konsep satu debitor (one debitor concept) dan konsep satu proyek (one project concept). Alasannya, kondisi debitor antara bank satu dengan bank lain bisa berbeda. "Di bank A mungkin buruk, tapi di bank B baik," jelasnya.

Direktur BII Dira K. Mochtar mengingatkan, definisi konsep tersebut sangat luas dan membingungkan. Dia mencontohkan, dalam melakukan pembiayaan terhadap subsektor perusahaan yang digolongkan satu proyek sama, akan memengaruhi klasifikasi koletibilitas.

Deputi Gubernur BI Muliaman D. Hadad mengakui, konsolidasi dan intermediasi perbankan akan menjadi fokus kebijakan BI pada 2007. "Kami berusaha keras untuk mengidentifikasi berbagai macam kebijakan yang bisa difasilitasi BI dan juga bisa dibantu oleh BI," tambahnya.

Dalam upaya mendorong intermediasi perbankan, BI akan berkomunikasi lebih sering dengan berbagai pihak terkait. Terutama dengan industri perbankan untuk mengetahui sektor-sektor yang bisa ditindaklanjuti. BI menganggap upaya perubahan peraturan pada 2006 sudah cukup banyak membantu. "Fungsi intermediasi perbankan terkadang tidak jalan karena kurangnya informasi," jelas dia.

Tiga hal yang menjadi tujuan utama arah kebijakan BI. Pertama dari sisi kebijakan moneter. Implementasi inflation targeting framework akan dipertajam agar keyakinan pasar dan stabilitas sistem keuangan dapat tetap terjaga. Berbagai dilema yang terkait dengan arus modal, nilai tukar, dan suku bunga dalam lingkungan kebijakan rezim devisa bebas dan nilai tukar mengambang, akan diletakkan dalam konteks kebijakan yang memberi insentif bagi arus modal jangka panjang.

Selain itu, untuk mendukung pengembangan pasar keuangan dan meningkatkan efektivitas kebijakan moneter, pihaknya melihat perlunya penyempurnaan kerangka operasional kebijakan moneter. Kemudian dari sisi kebijakan sektor keuangan secara umum, BI melihat perlunya memperkuat kemampuan sistem keuangan dalam meredam gejolak perekonomian. Untuk mengantisipasi berbagai potensi gejolak, berbagai langkah perlu dilakukan bersama BI, pemerintah, perbankan dan institusi keuangan non-bank. (iwan ungsi)
 
Back
Top