Kemenangan Terakhir

singthung

New member
KEMENANGAN TERAKHIR


buddha.gif



Duduk bersila di bawah sebatang pohon, yang kelak dikenal sebagai Pohon Bodhi, ?Pohon Pencerahan? atau ?Pohon Kearifan?, di tepi sungai Neranjara, di Gaya (sekarang dikenal sebagai Buddhagaya), mengerahkan usaha terakhir dengan tekad tak tergoyahkan: ?Sekalipun tinggal kulit, urat dan tulang, dan darah dan dagingku kering dan lapuk, aku tak akan bergerak dari tempat duduk ini sampai aku mencapai pencerahan sempurna (samma-sambodhi) .? Tanpa menyerah, tanpa kenal lelah dalam upayanya, begitu kuat tekadnya untuk mencapai kebenaran dan meraih pencerahan sempurna.

Menerapkan ?perhatian penuh pada napas masuk dan napas keluar? (anapanasati) , sang Bodhisatta masuk dan berdiam dalam tingkat keterpusatan pertama (jhana). Secara bertahap dan berangsur-angsur, ia masuk dan berdiam di jhana kedua, ketiga dan keempat. Dengan membersihkan batinnya dari kotoran secara itu, dengan batin tenang & terkendali, ia mengarahkannya pada pengetahuan akan kehidupan-kehidupan nya yang lampau (pubbenivasanussati -nyana). Inilah pengetahuan pertama yang dicapainya pada sepertiga pertama malam itu. Lalu sang Bodhisatta mengarahkan batinnya pada pengetahuan akan timbul & lenyapnya makhluk-makhluk berbagai wujud, yang berada dalam kebahagiaan, yang berada dalam kesengsaraan, masing-masing mengembara sesuai perbuatannya (cutuupapaata- nyana). Inilah pengetahuan kedua yang dicapainya dalam sepertiga menengah malam. Setelah itu ia mengarahkan batinnya pada pengetahuan akan tercabutnya arus kehidupan (aasavakkhaya- nyana).

Ia memahami apa adanya: ?Inilah dukkha, inilah sebabnya dukkha, inilah berakhirnya dukkha, inilah jalan menuju berakhirnya dukkha.? Ia memahami apa adanya: ?Inilah kotoran batin (asava), inilah munculnya kotoran batin, inilah berakhirnya kotoran batin, inilah jalan menuju berakhirnya kotoran batin.?


Dengan mengetahui seperti itu, dengan melihat seperti itu, batinnya terbebas dari kotoran kenikmatan indra (kama-sava), kotoran proses menjadi (bhava-sava) , dan kotoran kegelapan batin (avijja-sava) . Ketika batinnya terbebas, muncullah pengetahuan, ?pembebasan? , dan ia memahami: ?Berakhirlah kelahiran, kehidupan suci ini telah dijalani, selesai sudah apa yang perlu dikerjakan, tidak ada lagi apa-apa sesudah ini? (berarti, tidak ada lagi kelanjutan dari badan & batin ini, tidak ada lagi proses menjadi, tidak ada lagi kelahiran kembali). Inilah pengetahuan ketiga yang dicapainya pada sepertiga terakhir malam. Semua ini dikenal sebagai ?tevijja? (trividya), pengetahuan tiga rangkap.

Setelah itu ia mengucapkan syair kemenangan ini:

?Mencari dan sia-sia menemukan si pembuat rumah,
Aku tunggang langgang melalui rangkaian banyak kelahiran,
Sungguh memedihkan kelahiran yang berulang-ulang ini.

O, pembuat rumah, engkau kini telah terlihat,
Engkau tak akan membuat rumah lagi.
Tiang rusukmu telah patah,
Tiang utamamu telah runtuh.
Batinku telah mencapai Nibbana tanpa bentuk,
Dan sampai pada akhir kehausan.?


Demikianlah Bodhisatta Gotama pada usia tiga puluh lima tahun, pada bulan purnama di bulan Mei (vesaakha, Wesak), mencapai Pencerahan Sempurna dengan memahami sepenuhnya, Empat Kebenaran Suci, Kebenaran Abadi, dan ia menjadi Buddha, Penyembuh Agung yang mampu menyembuhkan penyakit kehidupan. Inilah kemenangan terbesar dan tak tergoyahkan.

Empat Kebenaran Suci adalah pesan tak ternilai yang diberikan oleh Sang Buddha kepada umat manusia yang menderita, untuk menuntun mereka, menolong mereka mematahkan belenggu dukkha, dan mencapai kebahagiaan mutlak, realitas mutlak?Nibbana.

 
Back
Top