melayat pd org kafir bag 1

Status
Not open for further replies.

nurcahyo

New member
melayat pd org kafir

TA?ZIYAH KEPADA ORANG KAFIR
Ada perbedaan pendapat dalam masalah melayat kepada orang kafir dzimmi (orang kafir dalam perlindungan). Sebagian ulama Hanafiyah dan Syafi?iyah memperbolehkanya. [13] Adapun Imam Ahmad bersikap tawaqquf, beliau tidak berpendapat apa-apa dalam masalah ini.

Sedangkan para sahabat Imam Ahmad memandang ta?ziyah sama dengan ?iyadah (menengok atau besuk). Dan dalam masalah ini, mereka memiliki dua pendapat.

Pertama : Menengok dan melayat orang kafir hukumnya terlarang atau haram.Dalil yang mereka pergunakan ialah.

?Artinya : Janganlah memulai salam kepada Yahudi dan Nasrani. Apabila kalian berpapasan dengan salah seorang dari mereka, himpitlah ke tempat yang sempit? [Hadits Riwayat Muslim 7/5]

Dalam hal ini ta?ziyah disamakan dengan memulai salam kepada mereka.

Kedua : Membolehkan ta?ziyah dan menengoknya, dengan dalil hadits berikut ini.

?Artinya : Dahulu ada seorang anak Yahudi yang membantu Nabi Shallallahu ?alaihi wa sallam. Suatu ketika si anak ini sakit. Rasulullah Shallallahu ?alaihi wa sallam menengoknya. Beliau duduk di dekat kepalanya, dan berkata : ?Masuklah ke dalam Islam?. Anak tersebut memandang bapaknya yang hadir di dekatnya. Bapaknya berkata, ?Patuhilah (perkataan) Abul Qasim Shallallahu ?alaihi wa sallam?, maka anak itupun masuk Islam. Setelah itu Nabi Shallallahu ?alaihi wa sallam keluar seraya berkata : ?Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan anak ini dari siksa neraka? [Hadits Riwayat Bukhari 2/96]

Pendapat yang rajih, yaitu tidak boleh melayat orang kafir dzimmi, terkecuali apabila membawa kemaslahatan ?menurut dugaan yang rajih- misalnya mengharapkannya masuk Islam. Wallahu a?lam

sumber : almanhaj.or.id - Berjalan Di Atas Manhaj As-Salaf Ash-Shalih
 
Last edited:
Bls: melayat pd org kafir bag 1

terus bagaimana dengan riwayat Kanjeng Nabi yang sedang menengok orang kafir yang sedang sakit padahal dengan jelas-jelas orang yang sakit itu adalah orang kafir yang telah menghina, mengolok, dan meludahinya? apakah kejadian tersebut tidak bisa digunakan dasar untuk melayat orang kafir yang nota bene seperti penjelasan diatas bahwa melayat disamakan dengan besuk ato iyyadah? terus sebagai agama rohmatan lil'alamin apakah melayat ke orang kafir menyalahi? sebagai sesama makhluk atau hubungan dengan sesama manusia, melayat orang kafir juga menyalahi? semoga pertanyaan saya bisa menambah wawasan kita semua, dan semoga diampuni dosa" kita semua, aamiin
 
Bls: melayat pd org kafir bag 1

Hehe
Keluargaku Bhineka Tunggal Ika banget.
Kakek nenekku Konghuchu
Papaku kristen..
Tanteku ada yang katholik, hindu, dan budha. Hehe apa kalo mereka meninggal dunia aku gak boleh melayat?
Semua perbuatan kembali pada niat..

Aku gak pernah tuh ngejenguk teman atau saudara yang sakit, dengan niat semoga mereka masuk islam. Hehe sesuai dalam Al Quran yang artinya, "Agamaku, agamaku. Agamamu, agamamu."
Betapa indah, kalau semua orang di dunia ini hidup berdampingan dalam damai, tanpa memandang apa agama mereka. Aku yakin Allah Maha Mengetahui Segala Perbuatan Hambanya.
 
Bls: melayat pd org kafir bag 1

saia nemu artikel ini via google ...

TA’ZIYAH KEPADA ORANG KAFIR​

Ada perbedaan pendapat dalam masalah melayat kepada orang kafir dzimmi (orang kafir dalam perlindungan). Sebagian ulama Hanafiyah dan Syafi’iyah memperbolehkanya. [13] Adapun Imam Ahmad bersikap tawaqquf, beliau tidak berpendapat apa-apa dalam masalah ini. [14]

Sedangkan para sahabat Imam Ahmad memandang ta’ziyah sama dengan ‘iyadah (menengok atau besuk). Dan dalam masalah ini, mereka memiliki dua pendapat.

Pertama : Menengok dan melayat orang kafir hukumnya terlarang atau haram.[15] Dalil yang mereka pergunakan ialah.

“Artinya : Janganlah memulai salam kepada Yahudi dan Nasrani. Apabila kalian berpapasan dengan salah seorang dari mereka, himpitlah ke tempat yang sempit” [Hadits Riwayat Muslim 7/5]

Dalam hal ini ta’ziyah disamakan dengan memulai salam kepada mereka.

Kedua : Membolehkan ta’ziyah dan menengoknya, dengan dalil hadits berikut ini.

“Artinya : Dahulu ada seorang anak Yahudi yang membantu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Suatu ketika si anak ini sakit. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menengoknya. Beliau duduk di dekat kepalanya, dan berkata : “Masuklah ke dalam Islam”. Anak tersebut memandang bapaknya yang hadir di dekatnya. Bapaknya berkata, “Patuhilah (perkataan) Abul Qasim Shallallahu ‘alaihi wa sallam”, maka anak itupun masuk Islam. Setelah itu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar seraya berkata : “Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan anak ini dari siksa neraka” [Hadits Riwayat Bukhari 2/96]

Pendapat yang rajih, yaitu tidak boleh melayat orang kafir dzimmi, terkecuali apabila membawa kemaslahatan –menurut dugaan yang rajih- misalnya mengharapkannya masuk Islam. Wallahu a’lam

MELAYAT ORANG MUSLIM YANG DITINGGAL MATI OLEH SEORANG KAFIR​

Jumhur ulama memperbolehkan ta’ziyah kepadanya. [16] Adapun pendapat yang melarangnya, dipegang oleh Imam Malik dan salah satu riwayat dari mazhab Hanabilah. [19]

Yang rajih dalam masalah ini, ialah pendapat jumhur ulama. Dalilnya ialah keumuman dalil-dalil yang memerintahkan ta’ziyah.

APA YANG DIUCAPKAN KETIKA BERTA’ZIYAH?

Berdasarkan pendapat para ulama dalam masalah ini, bisa disimpulkan bahwa
mereka tidak menentukan bacaan-bacaan khusus yang harus diucapkan ketika
berta’ziyah.

Ibnu Qudamah berpendapat [18] : “Sepanjang yang kami ketahui, tidak ada ucapan tertentu yang khusus dalam ta’ziyah. Namun diriwayatkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melayat seseorang dan mengucapkan.

“Artinya : Semoga Allah merahmatimu dan memberimu pahala” [Hadits Riwayat
Tirmidizi 4/60]

Imam Nawawi berpendapat [10], yang paling baik untuk diucapkan ketika ta’ziyah, yaitu apa yang diucapkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada salah seorang utusan yang datang kepadanya. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada utusan itu : Kembalilah kepadanya dan katakanlah kepadanya.

“Artinya : Sesungguhnya adalah milik Allah apa yang Dia ambil, dan akan kembali kepadaNya apa yang Dia berikan. Segala sesuatu yang ada disisiNya ada jangka waktu tertentu (ada ajalnya). Maka hendaklah engkau bersabar dan mengaharap pahala dari Allah” [Hadits Riwayat Muslim 3/39]

Sebagian ulama mensunnahkan, agar ketika melayat orang muslim yang ditinggal mati oleh orang muslim, membaca.

“Artinya : Semoga Allah melipatkan pahalamu, memberimu pelipur lara yang baik, dan semoga Dia memberikan rahmat kepada si mayit” [20]

Menurut madzhab Syafi’iyah, mendo’akan orang yang dilayat atau yang tertimpa musibah dengan mengucapkan : “Semoga Allah mengampuni si mayit,
melipatkan pahalamu, dan memberimu pelipur yang baik” tetapi, ada juga yang berpendapat berdo’a dengan do’a apa saja. [21]

Adapun ketika melayat seorang muslim yang ditinggal mati oleh seorang kafir, maka cukup dengan mendo’akan orang-orang yang ditinggal mati ini saja dan tidak mendo’akan si mayit (yang kafir). Dan melayat orang kafir,sebagaimana telah dibahas di muka, tidak diperbolehkan, terkecuali membawa kemaslahatan.

Sedangkan madzhab Syafi’iyah dan Hanabilah yang membolehkan melayat orang kafir karena ditinggal mati oleh seorang muslim, memberikan tuntunan do’a.

“Semoga Allah memberimu pelipur lara yang baik, dan semoga Dia mengampuni
si mayit”.

Dan ketika yang meninggal adalah orang kafir, do’anya ialah.

“Semoga Allah menggantinya buatmu, dan semoga tidak mengurangi jumlahmu”

Maksudnya, supaya jumlah jizyah (upeti) yang diambil dari mereka tetap besar.[22]

Masalah ini dikomentari oleh Imam Nawawi : “Ini sangat bermasalah, sebab berdo’a agar orang kafir dan kekafiran tetap ada atau eksis. Sebaliknya, ini ditinggalkan saja” [23] Apa yang dikatakan oleh Imam Nawawi adalah benar.

Selanjutnya, apa yang dikatakan oleh orang yang dilayat ? Dalam hal ini sama. Tidak ada ketentuan bacaan khusus yang harus dibaca sebagai jawaban kepada para pelayat.

Ada pendapat dari Mazhab Hanabilah, bahwasanya disunnahkan untuk mengucapkan.

“Semoga Allah mengabulkan do’amu. Dan semoga Dia mengasihi kita, juga kamu” [24]

DUDUK-DUDUK KETIKA TA’ZIYAH​

Berkumpul dan membaca Al-Qur’an ketika melayat, bukan petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, baik di pekuburan ataupun di tempat tidak diajarkan. [25] Jumhur ulama melarang duduk-duduk di tempat orang yang ditinggal mati. Yang disyariatkan ialah, setelah mayat dikuburkan, sebaiknya kembali kepada kesibukannya masing-masing.

Larangan ini adalah makruh (makruh tanzih) apabila tidak dibarengi kemungkaran-kemungkaran lain. Adapun jika dibarengi dengan kemungkaran-kemungkaran, misalnya bid’ah-bid’ah, maka hukumnya haram. [26]

Adat yang biasa dilakukan oleh orang-orang, seperti duduk-duduk di tempat
orang yang ditinggal mati, lalu dikeluarkan biaya untuk keperluan ini dan itu, mereka tinggalkan apa yang membuatnya maslahat ; pada saat yang sama, mereka mencela orang yang tidak mau mengikuti dalam acara tersebut. Dalam
acara itu mereka melakukan hal-hal yang tidak disyariatkan, dan ini termasuk kegiatan bid’ah yang dicela oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. [27]

Dalam masalah ini ada yang berpendapat membolehkannya. Mereka ialah sebagian dari ulama Hanafiyah dan Malikiyah. [28] Mereka berdalil dengan hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah Radhiyallahu ‘anha, dia menceritakan, ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam datang, ternyata Ibnu Haritsah, Ja’far bin Abu Thalib dan Abdullah bin Rawahah terbunuh. Lalu beliau duduk. Beliau mengetahui jika di tempat itu ada kesedihan….[Hadits Riwayat Muslim 3/45]

Jawabannya atau bantahan dari pendapat ini ialah, bahwa kedatangan Rasulullah dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam duduk, tidak bermaksud untuk ta’ziyah, dan tidak ada indikasi ke arah yang menguatkannya berta’ziyah. [29]

Maka dari itu, sebagian lagi dari ulama Hanabilah menyatakan, sebenarnya yang dimakruhkan adalah menginap di tempat orang yang ditinggal mati, duduk-duduk bagi orang yang sudah pernah melayat sebelumnya, atau duduk-duduk supaya bisa melayat lebih lama. [30]

Demikianlah beberapa point berkenaan dengan ta’ziyah. Semoga bermanfaat.

[Diambil dari kitab At-Taziyah oleh Syaikh Musa’id bin Qashim Al-Falih]

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun X/1227H/2006M, Judul
Artikel Fiqih Ta’ziyah oleh Muhammad As-Sunde. Penerbit Yayasan Lajnah
Istiqomah Surakarta, Jl Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo
57183]
_________
Foote Note
[13]. Hasyiyah Radd Al-Mukhtar 1/604, Al-Muhadzdzab –dicetak besama Al-Majmu- 5/304
[14]. Al-Mughni 3/486, Ahkam Ahl Adz-Dzimmah 1/204
[15]. Al-Inshaf 2/566, Kasysyaf Al-Qina 2/161
[16]. Hasyiyah Radd Al-Mukhtar 1/604, Al-Majmu 5/306, Al-Inshaf 2/565
[17]. Hasyiyah Ad-Dusuqi 1/419, Al-Inshaf 2/566
[18]. Al-Mughni 3/480
[19]. Al-Adzkar, hlm 127
[20]. Lihat Hasyiyah Radd Al-Mukhtar 1/604, Al-Mughni 3/486, Al-Inshaf 2/565
[21]. Al-Majmu 5/306
[22]. Al-Majmu 5/306, Al-Mughni 3/486
[23]. Al-Majmu 5/306
[24]. Al-Mughni 3/487, Kasysyaf Al-Qina 2/161
[25]. Zadul Ma’ad 1/146
[26]. Al-Adzkar An-Nawawiyah hlm 127
[27]. Lihata Fatawa Lajnah Daimah Lil Buhuts wal Ifta no. 38,diambil dari
surat kabarAl-Muslimun
[28]. Hasyiyah Radd Al-Mukhtar 1/604, Syarh Al-Khirasyi 2/130
[29]. Lihat Radd Al-Mukhtar 1/604
[30]. Kasysyaf Al-Qina 2/160
 
Bls: melayat pd org kafir bag 1

Melayat itu termasuk hubungan sosial n' toleransi antar umat beragama.. thanks yang udah partisipasi di thread lama ini...














-closed-
 
Status
Not open for further replies.
Back
Top