Cerpen Syifa :
LAST MOMENT
Sudah seminggu ini Karin terbaring di rumah sakit. Namun aku belum juga sempat menjenguknya. Maklum, banyak tugas sekolah, ekskul, dll. Bahkan aku tak sempat untuk meneleponnya. Kabarnya, Karin mengalami kecelakaan. Kata ayahnya, hanya kecelakaan ringan. Aku bernafas lega mendengarnya. Untunglah, bukan kecelakaan berat.
"Kamu nggak punya perasaan banget sih, Vid!!!! Kasihan Karin, kelamaan nungguin lo!!! Apa nggak kasian lo sama Karin?!!!" Meilia memaki-makiku keesokan paginya, setelah dia bertanya padaku apakah aku sering menjenguknya dan aku berkata tidak. "Yah, apa boleh buat... dah tau kan gue sibuk macem-macem. Lagian dia kan cuma kecelakaan ringan." jawabku santai namun dengan sedikit perasaan bersalah. Meilia geram mendengarku berkata seperti itu. Tanpa berkata apa-apa, dia pergi meninggalkanku.
Kuakui aku memang sangat rindu pada Karin, tapi aku juga tak dapat menghindar jadwal pribadi yang telah ditentukan orangtuaku itu. Selama ini aku bersikap sebagai anak penurut, tanpa memikirkan kebebasanku. Orangtuaku juga melarangku menjenguk Karin. "Toh cuma kecelakaan ringan, lebiuh baik kamu belajar saja, Vid" kata orangtuaku setelah mendengar kabar itu dan aku mengangguk.
Aaah, Karin... aku sekarang lebih dari merindukanmu... Teringat kenangan bersamamu pada hari itu, saat aku tersesat dalam hujan dan berteduh di rumahmu, saat awal perjumpaan kita. Kuingat juga saat pertama kali kau nyatakan cinta padaku, saat istimewa yang membuatku tak dapat berkata apa-apa. Selama ini kupendam perasaanku sampai kau menyatakan cintamu.
Aku mencintaimu, Karin....
Hari ini hari Minggu. Aku diam-diam bolos les piano untik menemui Karin. Aku segera berlari ke Rumah Sakit XX dengan bunga mawar kesukaannya. Aku tak sabar ingin bertemu dengannya. Dia pasti akan senang melihatku.
"David!" teriaknya girang melihatku. "Aku senang kau kemari." Aku tersenyum melihat wajahnya. "Aku juga senang kok. Maaf selama ini aku nggak bisa menjengukmu. Habis, sibuk terus, sih..." jawabku sekenanya. Sambil mencium mawar yang kuberikan, dia berkata, "Tak apa, aku selalu menunggumu.". "Karin..." panggilku. "Ya?" Sesaat aku memandangnya, perasaan galau yang kusimpan hilang sudah. "Aku mencintaimu, cepatlah sembuh lalu aku... akan menikah denganmu..." Raut wajahnya memerah ketika kuucapkan kata itu. "Yah, sebentar lagi kita lulus SMA kan? Kurasa itu saat yang tepat." kataku yang kini tak dapat lagi menyembunyikan wajah maluku. "Aku... aku bersedia..." jawabnya. Aku tersenyum kemudian menciumnya dengan mesra.
Lalu... BRAKKKK!!! Adaww, lamunanku buyar saat menabrak tiang listrik. Aduuh, ceroboh banget sih!!!! Rumah sakit XX sudah ada di depan mataku. "Dewi Karin Hanarina? Dia ada di ruang perawatan x". "Terimakasih" jawabku sambil melangkah ke ruang x.
Aku terkejut ketika melihat Karin yang terbaring lemah di atas tempat tidur. Cincin yang kugenggam jatuh seketika. Kuletakkan bunga mawar di atas meja. "Da... david.." katanya lemah tapi raut wajahnya terkesan bahagia. "Karin??? Kenapa kau tak ceritakan padaku kalau kau mengalami kecelakaan parah?? Kenapa kau biarkan aku tak mengetahuinya????!!!" kataku dengan perasaan kesal sekaligus sedih dan khawatir. "Ha, habis, aku tak ingin... kau terlalu cemas... " katanya. "Tapi, seandainya kau memberitahuku lebih awal..." nada suaraku menurun mendebngar kata Karin. Karin menggenggam tanganku. "Mungkin... ini saat terakhir..." katanya parau. "Hidupku hanya tinggal beberapa menit lagi... Selamat tinggal David" airmatanya menetes dan jatuh ke tanganku yang kini digenggamnua semakin erat. Tak terasa, air mataku ikut jatuh.
"If I die tonight, I'll go with no regrets.." Aku terkejyt mendengarnya. Itu lagu "Moments" kesukaan kami. Ku teringat kenangan kanangan itu. "If your eyes are the last thing that I see... that I know the beauty heaven holds for me." Kata-katanya itu menyusup lembut ke telingaku dan sampai ke hatiku. Dia sangat mencintaiku, dan aku pun tak inin berpisah dengannya. "David, you take my breath away, every minute, every hour, every day... Cause every moment we share together, it's even better than the moments before. If everyday was a good as today was..." dia mengenggam tanganku semakin erat. Tangisanku tak dapat dihentikan. Kucium tangannya yang lemah dan mulai melemah. "Then I can't wait 'till... tomorrow... comes.." suaranya yang kian melemah itu kini tak terdengar lagi. Hembusan nafasnya tak dapat kurasakan lagi. Degup jantungnya berhenti seketika.
"..Karin.." aku memandang wajah kekasihku yang kini terbaring kaku. "Aku mencintaimu, sangat mencintaimu... " aku menaruh cincin yang tadinya akan kuberikan di telapak tangnnya yang kaku itu. Kuingat setu persatu kenangan yang kujalani bersamanya, daripertemuan kita sampai saat kumendengar suaranya yang terakhir. Kuhapus air mataku dan meninggalkan rumah sakit itu, tapi aku tak akan meninggalkan semua kenangan antara kau dan aku, Karin, kekasihku yang t'lah pergi 'tuk selanmanya.