Sorry...

ayo_ok

New member
“Sst…sst…diem dong!” pintaku kepada teman-teman yang berada di belakangku. Aku nggak mau gara-gara suara ribut yang mereka timbulkan membuat Riska teman baikku dan Sendi cowok gebetanku mengetahui keberadaanku didekat mereka. Bisa dibilang saat ini aku sedang menguping pembicaraan mereka. Sebenarnya sich bukan maksudku untuk mengetahui apa yang mereka bicarakan. Karena mulanya aku mau nemuin Riska, maksudnya sich mau aku ajak pulang bareng. Tapi, saat aku ngeliat dia lagi ngomong serius sama Sendi, aku mengurungkan niatku. Saat itu tiba-tiba aku keinget kata teman-temanku bahwa Riska juga suka sama Sendi. Dan karena ingin membuktikannyalah aku mencoba menguping pembicaraan mereka. Bukannya aku nggak mempercayai sobat aku sendiri, tapi aku juga nggak tahu kenapa aku begitu ingin tahu dengan apa yang mereka bicarakan. Harapan aku sich apa yang dikatakan teman-temanku salah. Karena nggak mungkin Riska menyukai Sendi. Seandainya menyukaipun kenapa dia nggak pernah bercerita kepadaku. Terus kenapa dia juga selalu mau mendengarkan cerita-ceritaku tentang Sendi. Aku mencoba memasang telingaku tajam-tajam dengan maksud agar aku bisa mendengar jelas apa yang mereka bicarakan. Dan kata-kata Riska benar-benar terdengar jelas ditelingaku bahkan telah menusuk hatiku.
“ Sen…emang gue suka sama lo. Gue rela lakuin apa saja buat lo. Gue rela ngorbanin persahabatan gue selama ini. Sejak pertama kita bertemu gue udah suka sama lo. Dan selama ini pula gue nggak suka ngeliat lo deket-deket ama Tyas. Gue tau Tyas juga suka ama lo. Tapi gue yakin kalau gue suka lo lebih dari rasa suka Tyas ke lo. Gue harap lo juga suka ma gue. Gue ngomong semua itu karena gue dah gak bisa ngenyembunyiin rasa suka gue ke lo.” Jelas Riska. Saat itu Riska nggak bisa ngebendung air matanya. Satu demi satu air mata Riska mengalir membasahi pipinya.
Aku yang mendengar penjelasan Riska pun tak sanggup menahan air mataku lagi. Aku nggak menyangka Riska seperti itu. Selama ini ia tahu perasaanku terhadap Sendi, bahkan aku selalu cerita apa aja kedia. Tapi, kenapa dia nggak mau cerita kalau dia juga suka sama Sendi. Kenapa dia malah melakukan itu. Bahkan Dia rela mengorbankan persahabatan kami yang telah kami bina selama ini.
“Ris, gue ngehargai perasaan lo ke gue. Tapi cinta kan nggak bisa dipaksakan Ris. Lo cantik, gue juga suka ama lo. Tapi, suka gue cuman sebatas temen nggak lebih. Maafin gue Ris, semoga aja abis ini kita masih tetep temanan. Lo mau kan Ris?” kata Sendi. Riska hanya menganggukan kepalanya. Setelah itu Sendi pergi meninggalkan Riska. Riska menjatuhkan tubuhnya kekursi dan menangis.
Aku yang melihat kejadian itu juga bergegas pergi meninggalkan tempat itu. Hatiku benar-benar sakit. Aku nggak menyangka semua akan terjadi seperti ini.
Pagi itu aku berangkat kesekolah seperti biasa. Aku nggak mengingat lagi peristiwa yang aku lihat kemarin sore seusai pulang sekolah. Hubunganku dengan Riska pun tetap baik seperti biasa. Aku nggak peduli dengan apa yang dikatakan Riska ke Sendi kemarin sore. Aku tetap menyukai Sendi, dan aku juga tetap cerita perasaanku tentang Sendi ke Riska seperti biasa. Bahkan aku juga tak peduli bahwa Riska juga menyukai Sendi,toh selama ini dia juga nggak pernah cerita ke aku. Egois memang, tapi Riska lebih egois daripada aku. Siapapun yang dipilih Sendi nanti, aku tak begitu memikirkannya. Yang jelas dan yang aku tahu saat ini aku sangat menyukai Sendi.
Sebulan telah berlalu sejak peristiwa itu. Sikap Riska terhadapku tetap seperti biasa, begitu juga denganku. Dan sampai sekarangpun Riska juga tak pernah mengatakan tentang perasaannya ke Sendi kepadaku. Hingga siang itu saat istarahat, Sendi datang kekelasku dan menyatakan cintanya kepadaku. Tanpa pikir-pikir lagi akupun menerima Sendi. Saat itu aku tak mempedulikan bagaimana nanti perasaan Riska. Yang aku tahu aku sangat gembira karena ternyata Sendi juga menyukaiku. Bahkan dia lebih memilih aku daripada Riska. Dan seperti biasa aku menceritakan hal itu kepada Riska. Sebenarnya aku tak bermaksud pamer bahwa Sendi lebih memilih aku daripada dia. Akupun juga tak bermaksud membuat Riska benci ataupun marah kepadaku. Hal ini aku lakukan hanya semata-mata ingin berbagi kebahagiaan dengan sahabatku. Mungkin aku jahat, tapi aku tak bermaksud melakukan semua itu. Dan sewajarnya yang dilakukan oleh orang marah. Riska mendengarkan ceritaku dengan sikap yang ogah-ogahan sungguh berbeda dengan biasanya. Bahkan sekarang iapun memintaku untuk tidak menceritakan tentang Sendi kepadanya. Akupun menurutinya aku tak pernah menceritakan lagi satu hal pun tentang Sendi kepadanya tanpa aku meminta penjelasan kenapa dia tak mau lagi mendengarkanku. Tanpa meminta penjelasanpun aku tahu kenapa dia bersikap seperti itu. Entah kenapa semenjak aku berpacaran dengan Sendi sikap Riska benar-benar berubah. Kini ia tak mau bermain lagi denganku, bahkan sepertinya dia sangat membenciku. Aku tak peduli, Riska membenciku apa tidak. Aku tetap menikmati hubunganku dengan Sendi. Toh semua ini juga bukan salahku. Riska sendiri yang rela mengorbankan persahabatan kami demi Sendi. Dia sendiri yang membuat dirinya buruk dihadapanku. Kalau seandainya dia mau jujur, bukankah kita bisa bersaing secara sportif. Kalaupun Sendi lebih memilih Riska akupun rela. Tapi sayangnya Riska duluan yang menorehkan luka dihatiku.
6 bulan telah berjalan, selama itu hubunganku dengan Sendi tetap bertahan. Dan selama itu pula persahabatanku dengan Riska hancur. Namun, ternyata hubunganku dengan Sendi pun juga tak bertahan lama. Setelah berjalan 7 bulan akhirnya aku putus dengan Sendi. Setelah putus, aku berharap persahabatanku dengan Riska bisa kembali seperti semula. Tapi, rupanya Riska terlalu membenciku. Sampai sekarang iapun tetap mendiamkanku. Ya…aku hanya pasrah dengan nasib persahabatan kami. Aku tetap bersikap biasa terhadap Riska. Bahkan aku selalu menyapa bila berpapasan dengannya. Aku tak peduli dia selalu mengacuhkanku. Hingga akhirnya hatiku harus sakit untuk kedua kalinya saat kudengar bahwa Sendi menyatakan cintanya kepada Riska. Tapi aku mencoba untuk tegar. Aku tak perduli lagi dengan Sendi, yang jelas aku hanya ingin persahabatanku kembali seperti dulu. Akupun telah merelakan Sendi kini bersama dengan Riska. Tapi, Riska tetap membenciku. Bahkan sepertinya dia bahagia bisa mendapatkan Sendi.
Setelah beberapa peristiwa menimpaku, kini aku mengerti dan bisa bersikap lebih dewasa. Sekarang akupun tak bersedih lagi. Aku telah merelakan semuanya dengan hati lapang. Tanpa Sendipun aku masih bisa hidup. Dan tanpa Riskapun aku masih bisa berteman dengan yang lain. Walaupun sesungguhnya aku rindu dan menginginkan saat-saat kami bersama dahulu. Aku percaya persahabatanku takkan kembali. Hingga saat itu kudengar bahwa Riska sekarang udah bubaran sama Sendi. Saat itu akupun mempunyai harapan untuk mengembalikan persahabatanku dengan Riska.
“ Ris, lo masih benci gue ?” kataku sore itu dikantin sekolah seusai pulang sekolah. Riska hanya diam saja. Bahkan dia hendak bergegas pergi, tapi nggak jadi karena aku menahannya.
“ Lo kenapa sich Ris, kita udah sama-sama nggak berhubungan sama Sendi, kita juga sama-sama pernah disakitin ma Sendi. Kenapa lo masih benci ma gue? Apa bener lo nggak peduli lagi ma persahabatan kita?” jelasku panjang lebar.
“Sorry…” kata Riska pelan sambil bergegas meninggalkanku. Akupun tak sanggup menahannya lagi. Kulihat Riska menangis dan berlari membawa kepingan hatinya yang telah hancur. Akupun juga tak dapat lagi membendung air mataku. Kini akupun tak tahu harus membawa kemana kepingan hatiku yang juga telah hancur. “Sorry…” kataku pelan.
 
Back
Top