Cerpen Fiksi

bjhe

New member
halo rakyat II . . .[<:)

Gw, pengen buat wadah dimana cerpen2 fiksi, terkumpul disini. sharing yuk, sama2 buat cerpen . . .

gw mulai yak,

yohohoho gw sebagai rakyat baru, ingin memberikan sedikit inspirasi lewat cerpen gw. Kisah Gadis bertanya apa.

-----------------------------------------------------------------------------

Cerita kali ini adalah tentang seorang gadis kecil yang bernama Riri. Riri adalah gadis berumur 7 tahun yang tinggal sendiri. Dia tidak memiliki rumah, dia tidak memiliki harta yang cukup berharga. Riri sepanjang ingatannya memang tinggal di jalan. Mencari makan juga di jalan, bahkan tidur di jalan.
Riri yang masih terbilang cukup muda, sangat susah untuk berpikir sendiri. Ketika orang lain bertanya pendapat Riri bagaimana, dia akan bertanya balik seperti, “apa ya?” Dan pada akhirnya, Kehidupanlah yang mengaturnya bukan Riri yang mengatur kehidupannya.

Pada suatu hari, ketika Riri sedang duduk di tepian trotoar, seorang kakek-kakek menghampirinya lalu berkata, “nak, apa kamu tahu jalan ini?”
Riri menghampirinya, lalu ikut melirik ke kertas yang dipegang kakek tersebut. Telunjuknya menopang kepalanya yang dimiringkan agak ke kiri. Lalu bertanya pada diri sendiri, “apa ya?”

“Jalan ini,” kata kakek tersebut sambil terus mengotot bahwa Riri pasti mengenal lokasinya. “Setelah perempatan tadi dibelakang, seharusnya saya mengambil jalan kanan. Tapi saya malah lurus terus. Kamu tahu jalan tercepat menuju kesana jika dari sini? Akan sangat jauh kalau saya mengambil jalan yang sebelumnya,”

“Aku tak tahu harus ambil jalan yang mana,” jawab Riri.

“Kata orang sebelum aku menemuimu, tepat dibawah reklame besar ada anak kecil. Aku harus bertanya kepadanya untuk tahu dimana lokasi jalan ini. Tidak jauh kata mereka,” ucap kakek itu. Riri menoleh kebelakang dan bedirilah tidak jauh darinya sebuah tiang besar yang menyangga papan reklame yang sangat besar.

Lalu Riri kembali melirik kakek tua sambil berkata, “aku tahu yang mereka maksud adalah aku. Tapi apa ya?” Sambil terus bertanya-tanya dari salah satu ujung jalan dimana Riri dan kakek tua itu berada, ada seorang pemuda yang melambaikan tangannya sambil menyebutkan salah satu nama yang tidak salah lagi adalah nama kakek itu. Dengan kesal, kakek tersebut meninggalkan Riri sendirian dibawah tiang reklame. Riri kembali duduk dan termenung dibawahnya.

Setelah agak lama, muncullah seorang koki dari salah satu toko yang tidak jauh dengan Riri sekarang berada. Dia menghampiri Riri seperti kakek tua tadi lalu berkata, “Gadis kecil yang malang. Apa kamu lapar?”

“Iya pak. Tapi saya harus menunggu sesuatu disini,” jawab Riri.

“Kamu sudah lama menunggu disana. Akan kubuatkan sesuatu untuk kau makan. Apa yang kamu inginkan?” Tanya koki tersebut yang perutnya yang besar tersembunyi dibalik celemeknya.

“Apa ya? Terserah bapak saja,” jawab Riri enteng. Koki yang baik hati itu kembali masuk kedalam tokonya. Beberapa menit kemudian, koki tersebut keluar dengan sebuah hidangan yang tampak lezat sekali. Dengan semangat Riri berdiri dari tempatnya dan menunggu koki tersebut datang menghampirinya. Ketika Riri dan koki itu jaraknya begitu dekat, Riri dapat mencium aroma masakan dari sang koki. Ada hal yang tidak ia suka dari aromanya. Ada aroma kacang yang masih panas. Dengan senang hati Koki tersebut menyerahkan hasil karyanya kepada Riri. Riri menerimanya dengan baik, lalu mereka berpisah dengan lambaian tangan hingga koki tersebut menghilang ke balik pintu.

Dengan cepat Riri memeriksa makanannya. Tepat seperti dugaannya. Dibalik sayuran yang hijau, bersembunyi beberapa kacang diatas piringnya. Riri tidak menyukai kacang, apalagi memakannya. Dia sangat alergi akan kacang, hingga tidak mungkin untuk memasukkan kacang tersebut kedalam mulutnya selamanya. Kembali Riri hanya duduk termenung dibawah tiang papan reklame sambil menahan rasa laparnya.

Tidak lama kemudian, turunlah seekor burung yang sangat besar. Sehingga kalau ia mendarat, harus melipat sayapnya yang besarnya melebihi jalan raya. Dengan anggun ia berjalan mendekati Riri yang masih terduduk dibawah papan reklame lalu bertanya, “Nak, apakah kamu pernah melihat gadis kecil kira-kira mungkin seukuranmu tinggal sendiri di desa ini?”

“Sepertinya aku kenal. Tapi, apa ya?”
Dengan sumringah, burung tersebut merasa akan ada sedikit harapan untuknya. Ia membentang sayapnya yang sangat lebar di jalan lalu berkata kepada Riri, “naiklah ke punggungku. Mungkin kalau lewat udara kamu bisa mengingat dengan baik.”

Tanpa ragu Riri terbang bersama burung yang baru dikenalnya. Mereka terbang berputar-putar di desa dimana Riri tinggal hingga menuju lautan terbuka yang tidak jauh dari desa Riri. Namun, orang yang dicari burung tersebut masih belum ditemukan.
Karena mulai meragukan kesungguhan Riri, burung tersebut bertanya lagi,

“Apa kamu tahu dimana? Apa kamu ingat?”

“Aku tahu! Tapi apa ya?” tanya Riri kepada burung tersebut. Lalu mereka kembali memutar tempat yang sebelumnya, diatas desa dimana Riri tinggal. Karena lelah dan kesal burung tersebut langsung mendarat tepat di tepian jurang dekat desa dimana Riri tinggal.

“Aku sudah lelah terbang. Kamu tahu? Menurutmu apa aku harus menyerah? Yang kubawa ini adalah benda yang sangat spesial – surat dari raja negri ini,” kata burung tersebut kepada Riri.

“Apa ya? Mungkin kau harus menyerah,” jawab Riri.

“Benarkah? Aku sudah berkeliling ke berbagai desa di negri ini. Semua mengatakan bahwa si penerima surat ini ada di desamu. Baiklah, aku akan berpura-pura telah mengirim surat ini. Terima kasih nak,” burung tersebut langsung membuang surat dari raja negri dimana Riri tinggal. Jauh ke bawah, tepat diatas karang-karang terjal dengan ombak yang ganas. Burung itu mengucapkan terima kasih lagi untuk kedua kalinya, lalu kembali terbang dan membumbung tinggi, jauh diatas Riri.

“Katakan pada Riri, maaf. Jika kamu mengenalnya,” ucap sang burung tersebut sambil beranjak pergi.

Riri menjatuhkan dirinya diatas rumput. Surat itu sebenarnya untuk dirinya. Akan tetapi ia telah menyia-nyiakan niat sang burung dalam mengerjakan tugasnya sungguh-sungguh. Riri tidak pernah tahu bagaimana isi surat tersebut atau kearah mana ia harus menemui sang raja. Yang ia lakukan sepanjang tahun hanya menunggu dibawah tiang reklame, sepanjang hayatnya.

--------------------------------------------------------------------------

copyright by Bjhe

--------------------------------------------------------------------------

Ada yang mau kasih komentar?
 
Bls: Cerpen Fiksi

ada . . . :D

sabar yah . . . harus ngubek-ngubek FB [<:)

kalo km punya cerpen fiksi juga, taruh aja . . . :D

=b=
 
Back
Top