Istri yang Sibuuuk Sekali Mengurus Rumah Tangga...

T-Rex

New member
Banyak sekali tugas seorang istri (juga ibu) di rumah. Bisa jadi seorang istri tidak sanggup memberikan seluruh perhatiannya kepada masalah rumah tangga, karena pekerjaannya terlalu banyak: memasak, menyapu, mencuci pakaian, dan semisalnya yang memang menjadi tuntutan tigas sehari-hari. Keterbatasan waktu menyelesaikan pekerjaan menjadikan pekerjaan lain mau tidak mau ada yang tercecer. Dan dengan hadirnya pembantu, diharapkan seorang istri memiliki waktu istirahat lebih banyak.

Banyak sekali tugas seorang istri (juga ibu) di rumah. Bisa jadi seorang istri tidak sanggup memberikan seluruh perhatiannya kepada masalah rumah tangga, karena pekerjaannya terlalu banyak: memasak, menyapu, mencuci pakaian, dan semisalnya yang memang menjadi tuntutan tigas sehari-hari. Keterbatasan waktu menyelesaikan pekerjaan menjadikan pekerjaan lain mau tidak mau ada yang tercecer. Jika sudah demikian, suami merasa sumpek tatkala memasuki rumahnya. Sepatu-sepatu tercecer dimana-mana, pakaian anak-anak di pintu rumah, mainan anak-anak pun tumpah ruah di tempat tidur dan bahkan sisa-sisa makanan memenuhi sudut-sudut rumah.

Apabila suami melihat anak-anaknya, maka terlihat pakaian mereka lusuh dan menyebarkan bau tidak sedap. Sedangkan istri beralasan bahwa bukan kewajibannya mengurus itu semua. Istri menuntut suami agar mencarikan pembantu dengan mengesampingkan tinjauan-tinjauan syari'ah. Dengan hadirnya pembantu, diharapkan seorang istri memiliki waktu istirahat lebih banyak.

Berkenaan dengan tuntutan adanya pembantu, kami menanggapi, "Betul, pekerjaan istri memang berat. Namun, perlu dimengerti bahwa keadaan istri-istri sekarang jauh lebih baik (enak) daripada keadaan istri-istri sahabat yang mereka tentu lebih baik daripada istri-istri zaman sekarang. Terbukti bahwa pekerjaan mereka sangat sulit. Sebagai contoh adalah kisah-kisah sebagai berikut:
Dari Asma' binti Umais dia berkata, "Pernah pada suatu hari bersamaan dengan musibah yang Ja'far dan sahabat-sahabatnya (pasukannya), maka RasuluLlah mendatangiku dan saat itu aku telah selesai menyamak empat puluh kulit dan menggiling tepung, kemudian aku hampiri anak-anakmu dan kubersihkan wajah serta kuminyaki mereka" **1)

Asma' binti Abu Bakar berkata, "Tatkala Zubair menikahiku, dia tidak memiliki harta benda di dunia ini. Tidak pula memiliki hamba sahaya, tidak memiliki apapun kecuali onta dan kuda, maka akhirnya akulah yang harus mengurusi kudanya".

Dalam riwayat lain disebutkan, "Tidak ada pekerjaan yang aku rasakan lebih berat kecuali mengurus kuda, akan tetapi aku tetap mengerjakannya." Dia juga berkata, "Aku juga memberi minum kuda dan onta, menambal embernya dan menggiling tepung. Disebabkan aku tidak pandai memasak roti, maka tetanggaku yang membuatkan roti. Mereka adalah wanita-wanita Anshar yang jujur. Aku juga yang mengangkat biji kurma dari kebun Zubair yang diberi RasuluLlah, padahal jarak antara kebun dan rumahku adalah sepertiga farsakh. Aku pernah datang dengan memanggul biji-biji kurma di atas kepalaku". **2)

Adapun Fathimah binti RasuluLlah, biasa menarik penggilingan sehingga tangannya lecet, mengambil air dengan qirbah sehingga bekas-bekas goresan qirbah itu membekas di lehernya, membersihkan rumah dan menyalakan tungku sehingga mengotori pakaiannya dan kesusahan dalam mengurus dirinya." **3)

Semuanya itu menggambarkan bahwa pekerjaan wanita di rumah adalah pekerjaan yang sudah dimaklumi, dikenal manusia dari zaman ke zaman sejak dahulu kala.

Ibnul Qoyyim berkomentar tentang hal tersebut, "Sesungguhnya perjanjian-perjanjian yang umum dikembalikan pada tradisi, tradisi yang sudah umum adalah pengabdian seorang wanita dalam mengurus rumah tangganya. Jikalau ada yang berdalil bahwa pekerjaan Fathimah dan Asma' hanyalah pekerjaan sukarela yang tidak mengikat, maka pernyataan itu dapat dibantah. Sebab, ternyata Fathimah juga mengeluhkan perihal pekerjaan yang berat itu. Rasul tidak mengatakan kepada Ali, bahwa Fathimah tidak wajib memberikan pelayanan, dan justru itu adalah kewajibannya. Padahal beliau tidak pilih kasih kepada seorangpun dalam hukum. Ketika beliau melihat Asma' memanggul makanan ternak di atas kepalanya dan saat itu Zubair ada di sampingnya, maka Nabi tidak mengatakan, "Ini bukan pekerjaan Asma', dan ini tindakan dhalim terhadapnya." Tapi beliau menyetujui pelayanan (Asma') dan semua sahabat yang lain juga menyetujui pelayanan istri mereka. Beliau memahami bahwa di antara tabiat wanita ada yang lapang menerima pekerjaan, tapi ada pula yang sebaliknya. Ini adalah perkara yang pasti." **4)

Termasuk dukungan moral terhadap wanita dalam hal ini adalah wasiat Rasululah tatkala Fathimah mengeluh untuk dicarikan pembantu, Rasul bersabda,
"Maukah aku kabarkan kepadamu sesuatu yang lebih baik daripada pembantu? Hendaklah engkay ucapkanlah menjelang tidur, tasbih (SubhanaLlah) 33 kali, tahmid (AlhamduliLlah) 33 kali, dan takbir (Allahu akbar) 34 kali" **5)

Sekalipun urusan rumah adalah tanggung jawab istri, tapi hendaklah suami juga membantu istrinya dalam menyelesaikan urusan di dalam rumah, tentunya terkait dengan pekerjaan rumah yang selaras dengan kemampuan dan kelayakan bagi suami. Hal ini sesuai dengan pertanyaan yang dilontarkan kepada 'Aisyah berkenaan dengan peran serta Rasul dalam urusan rumah tangga, maka 'Aisyah berkata, "RasuluLlah biasa ikut mengerjakan urusan rumah tangganya." **6)

Beliau adalah semulia-mulia hamba. Beliau biasa menjahit pakaian, memperbaiki sandal dan menambal ember, tanpa mengurangi kemuliaannya.

Ibnu Hajar berkata, "Hadits ini menganjurkan (suami) untuk bersikap tawadhu' (rendah hati), tidak sombong serta siap membantu istrinya" **7)

Barangsiapa yang dikaruniai rezeki yang cukup, maka bolehlah baginya mengambil pembantu untuk keluarganya sesuai dengan aturan syari'at. Karena hal ini termasuk sikap terpuji, lembut dan toleransi terhadap istri yang memang sarat dengan pekerjaan. Hal ini pernah juga dilakukan oleh RasuluLlah dan para sahabat, dan hal ini bukanlah merupakan sesuatu yang tabu.

Catatan kaki:
1. Thobaqat, Ibnu Sa'ad, 8/282
2. HR. Bukhari, Fathul Bari 9/230
3. Hilyatul Auliya', Abu Nu'aim, 9/230
4. Zaadul Maad, Ibnul Qoyyim Al-Jauziyah, 5/188
5. HR. Bukhari, Fathul Bari 9/416
6. HR. Bukhari, Fathul Bari 10/476
7. Fathul Bari, 2/19


* disalin dari buku: Problem Suami Istri dan Cara Penyelesaiannya secara Islami, Ummu Sufyan, ed. Indonesia dicetak At-Tibyan, Desember 2000
 
Back
Top