Organik : Sistem dan Produk Pertanian

Bertani secara organik lebih menguntungkan

Bertani secara organik lebih menguntungkan


Bertani secara organik ternyata lebih murah, ramah lingkungan, dan hasilnya pun tak kalah dengan bertani menggunakan pupuk kimia. Hal itu dibuktikan oleh sebagian masyarakat kelompok tani di daerah Depok, Pancoran Mas, Jawa Barat, yang kini mulai menerapkan bertani secara organik.

Program yang diprakarsai Konphalindo ini telah dilaksanakan sejak tahun 2002. Selain bibit, juga diberikan penyuluhan dan pelatihan tentang tata cara bertani secara organik kepada masyarakat kelompok tani tersebut.

Rakum Sukardi, anggota kelompok tani yang ditemui beritabumi.or.id tanggal 23 Juli bulan lalu, di sela-sela kesibukannya bertani mengungkapkan, ?Lebih bagus pake pupuk kandang. Lebih subur, hasilnya lebih banyak?. Dengan menggunakan perbandingan 3:1 (satu ember pupuk untuk campuran tiga ember tanah), cukup untuk pengolahan satu lahan tanahnya seluas 400 meter persegi.

Jenis yang ditanam bermacam-macam. Selain menanam sayuran seperti bayam dan kangkung, Sukardi juga menanam kacang-kacangan seperti kacang tanah, kacang tolo, dan kacang panjang, umbi-umbian, serta jagung. Hasilnya panennya cukup banyak. Untuk kacang tanah, sekali panen bisa menghasilkan bibit beberapa tampah dengan satu tampahnya kurang lebih seberat lima kilogram.

Sebenarnya, hasil yang sama juga bisa didapatkan dengan menggunkan pupuk kimia. Hanya saja, biaya yang dikeluarkan lebih murah bila menggunakan pupuk organik sehingga lebih efesien dan tidak membahayakan lingkungan.

Jarang sekali suami istri tersebut menjual hasil panennya. Mereka pernah menjual kacang tanahnya dengan harga 15 ribu satu ons-nya. Namun mereka lebih memilih untuk menjadikan hasil panennya sebagai bibit atau untuk dimasak. ?Yang bagus dijadikan bibit, yang kurang bagus kita masak,? kata Komsyah, istri Sukardi.

Dalam bertani organik, pupuk yang digunakan adalah pupuk kompos dan pupuk kandang. Pupuk kandang yang digunakan Sukardi biasanya dibuat dari kotoran sapi atau kambing. Pemakaiannya pun sederhana, pupuk disebar dan dicampur dengan tanah dengan cara dicangkul atau membalik-balikkan tanah.

Pupuk kompos yang digunakan Sukardi ada dua macam. Pertama, dengan sampah dedaunan yang dikumpulkan kemudian dibakar supaya lebih mudah diurai. Yang kedua dengan menggunakan rumput yang dibusukkan. Penanaman dengan menggunakan pupuk kompos biasa, lazim dilakukan dengan membuat lubang di tanah, kemudian langsung ditanami setelah lubang ditutup.

Yang dilakukan Sukardi sedikit berbeda dan sedikit lebih rumit. Menurutnya, tanah yang akan ditanami terlebih dulu disebarkan rumput segar di permukaannya. Setelah itu, sebaran rumput tadi ditutup kembali dengan tanah. Kemudian ditunggu beberapa saat sampai rumputnya membusuk, baru kemudian ditanami. Cara ini lazim dikenal sebagai double digging

Pengolahan tanah dengan pupuk rumput yang dibusukkan tadi cocok untuk menanam umbi-umbian seperti singkong. Biasanya, Sukardi menanamnya secara bergiliran. ?Kalau tanahnya masih subur, setelah panen kurang lebih 3 bulan, langsung ditanami lagi,? ujar pria kelahiran Purwokerto, 6 September 1938, ini. Kadang-kadang Sukardi juga menggunakan pupuk cair berwarna putih yang sama dengan pupuk kandang, namun dicairkan.

Karena sekarang musim kemarau, suami istri ini jarang menanam sayuran seperti bayam dan kangkung. Kedua sayuran tadi membutuhkan banyak air untuk terus tumbuh. Sedangkan air yang mereka gunakan untuk bertani berasal dari pompa air, yang sumbernya dari kali yang sekarang semakin mengering.

Kendala

Secara umum, kendala bertani secara organik ini ada pada permasalahan teknis seperti sumber air yang mengering karena kemarau, dan masalah kemauan dari para petani untuk lebih mengembangkan lagi usaha pertaniannya. Biasanya masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan atau sub-urban memang tidak begitu antusias untuk melakukan usaha pertanian.

Seperti Sukardi dan Komsyah yang lebih memilih memasak dan menjadikan bibit hasil panennya daripada menjualnya. Padahal jika lebih dikembangkan, bertani secara organik akan lebih menguntungkan karena lebih murah biayanya daripada bertani menggunakan pupuk kimia dan pestisida. Untuk bertani organik, tidak perlu membeli pupuk kimia karena yang diperlukan hanya sisa kotoran ternak dan sampah dedunan.

Sebagian anggota kelompok tani lebih memilih mengembangkan usaha ikan hias. Seperti Sutar, salah satu anggota kelompok tani yang mengembangbiakkan Black Tail dan ikan koral. Menghadapi hal ini, perlu dipikirkan cara penyadaran terhadap masyarakat bahwa bertani organik bisa dikembangkan sebagai usaha yang menjanjikan keuntungan di masa depan. Tidak hanya bagi diri sendiri, tapi juga bagi lingkungan.
 
Belajar organik, belajar sabar

Belajar organik, belajar sabar


Pada tahun 1998 saya mulai belajar bertani, mulai dari buka lahan sampai menanam. Waktu itu hanya satu petak dengan satu atau dua macam tanaman. Setelah berumur tiga minggu, saya pupuk dengan urea terus sampai tahun 2001.

Awal tahun 2001, saya mulai mengenal Mas Daniel (Elsppat ? Bogor) dan kawan-kawannya. Mereka sering membicarakan pertanian organik. Saya juga diajak Kak Ida (Elsppat ? Bogor) ke lahan di Desa Geblug untuk melihat pertanian organik. Saya sering tanya-tanya bagaimana tanaman organik ini? Waktu itu saya sering perhatikan Mas Daniel di Cijulang yang sangat ulet dengan tanamannya. Lama saya belajar dan mengamati pertanian organik ini.

Awal tahun 2002 saya mulai semakin tertarik dengan tanaman organik. Selain mengurangi modal, juga karena pupuk urea semakin melonjak harganya. Saya mulai dengan sama sekali meninggalkan pupuk urea diganti dengan pupuk kandang. Pertama-tama, hasilnya jauh lebih sedikit bila dibandingkan dengan menggunakan pupuk urea. Bahkan selama tiga kali saya gagal panen, hanya ada sedikit yang bisa dimakan. Dengan kesabaran walau pun rugi, rugi dan rugi tetap saja saya jalankan.

Setelah saya amati ternyata tanah itu keras seperti pasir dan di dalamnya tidak ada bakteri-bakteri. Selanjutnya saya mencoba mengubur sampah dan pupuk kandang. Setelah lima belas hari samapai satu bulan, mulai ada bakteri-bakteri di dalam tanah.

Kurang lebih setelah sembilan bulan, tanaman mulai kelihatan agak subur. Panennya kadang bisa dijual, meski kadang hanya untuk dimakan saja. Itu hasil belajar di lahan sendiri dengan cara tumpang sari, sistem rolling dan rotasi.

Selain itu saya juga belajar pertanian organik bersama kelompok ibu-ibu. Di Dusun Pangkalan sudah berjalan tiga bulan, di Dusun Cijulang sudah berjalan 2,5 bulan. Dimulai dengan belajar membuat kompos guna mengurangi penggunaan pupuk pabrik.

Omistriyah adalah pengurus Kelompok Perempuan Mandiri, pendamping Usaha Simpan Pinjam dan Kelompok Usaha Bersama Pertanian, Bogor

(Catatan Redaksi: tulisan diambil dari buku "Belajar dari Petani. Kumpulan Pengalaman Bertani Organik," editor Wangsit St dan Daniel Supriyana, diterbitkan oleh SPTN-HPS - Lesman - Mitra Tani)
 
Ada 16 lembaga sertifikasi produk organik menunggu diakreditasi

Ada 16 lembaga sertifikasi produk organik menunggu diakreditasi


Ada 16 lembaga sertifikasi di Indonesia yang telah mendaftarkan diri ke Pusat Standarisasi dan Akreditasi (PSA) Otorita Kompeten Pangan Organik (OKPO) untuk mendapatkan akreditasi. Sampai saat ini di Indonesia belum ada lembaga sertifikasi jaminan mutu organik yang terakreditasi.

Demikian diungkapkan Syukur Iwantoro, Kepala Pusat Standarisasi dan Akreditasi Departemen Pertanian RI dalam seminar bertema ?Indonesia Organic Forum,? di Jakarta 28 Mei 2004.

Untuk mengembangkan pertanian organik, menurut Iwantoro, Indonesia menghadapi sejumlah tantangan yaitu:

1. Kepercayaan konsumen terhadap produk organik bertumpu pada label, dan pemberian label harus didahului dengan kegiatan inspeksi oleh suatu lembaga sertifikasi yang telah terakreditasi.

2. Indonesia membutuhkan inspektor organik. Saat ini baru beberapa orang yang diakui sebagai inspektor internasional.

3. Belum banyak sarana produksi yang mendukung pertanian organik di Indonesia.

4. Kondisi iklim Indonesia, yang sebagian besar tropika basah, menguntungkan perkembangan jasad pengganggu, khususnya jamur. Intensitas serangan jasad pengganggu yang tinggi lebih menyulitkan dalam penerapan praktek pertanian organik.

5. Pemahaman para petani terhadap sistem pertanian organik masih sangat kurang.

6. Organisasi di tingkat petani, merupakan kunci penting untuk budi daya pertanian organik. Terkait dengan sertifikasi agribisnis produk organik di tingkat petani kecil akan sulit diwujudkan tanpa dukungan organisasi petani yang baik.

Departemen Pertanian menunjuk Pusat Standarisasi dan Akreditasi sebagai Otoritas Kompeten (competent authority) Pangan Organik, yang mempunyai tugas:

1. Merumuskan kebijakan pengaturan, pengawasan dan pembinaan sistem pangan organik.

2. Merancang serta memformulasikan sistem dan acuan untuk dijadikan persyaratan wajib dalam pendirian lembaga sertifikasi pangan organik.

3. Melakukan verifikasi lembaga sertifikasi, dan atau badan usaha yang menerapkan sistem jaminan mutu pertanian organik dalam program sertifikasi.

Untuk memperlancar pelaksanaan tugas itu, Otoritas Kompeten Pangan Organik membentuk Kelompok Kerja Pangan Organik.

Anggota Kelompok Kerja Pangan Organik adalah wakil dari pemerintah, swasta, pakar, Badan Standarisasi Nasional (BSN), Komite Akreditasi Nasional (KAN), perguruan tinggi, praktisi, petani/produsen, dan konsumen.

Kerangka Kerja Otoritas Kompeten Pangan Organik dalam pembangunan sistem pengawasan pertanian organik meliputi :

1. Sebagai otoritas kompeten, membuat SNI Pangan Organik, membangun sistem monitoring dan pengawasan, dan harmonisasi dengan negara mitra dan lembaga internasional. Selain itu membuat Lembaga Pelatihan Organik dan Lembaga Sertifikasi Organik yang akan diterapkan di para pelaku agribisnis organik.

2. SNI Pangan Organik, dalam pembuatan sistem pelabelan,mengacu pada PP No 59 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan serta aturan-aturan yang terkait. Pelabelan terdiri dari: label kuning menandakan produk transisi organik, sedangkan label hijau menandakan produk telah penerapkan prinsip organik sesuai dengan SNI Pangan Organik. Lembaga Pelatihan Organik akan menghasilkan fasilitator organik dan inspektor organik, sedangkan Lembaga Sertifikasi Organik akan menghasilkan inspektor organik.

3. Pembuatan logo produk pangan organik.

Untuk mengetahui informasi lebih lanjut silahkan mengakses situs PSA OKPO.
 
Amerika Utara pasar produk organik paling besar di dunia

Amerika Utara pasar produk organik paling besar di dunia


Pasar produk pertanian organik paling besar di dunia adalah pasar di kawasan Amerika Utara yaitu mencapai nilai penjualan US$11,75 milyar atau 51 persen dari total nilai pasaran dunia.

Demikian dilaporkan dalam "The World of Organic Agriculture, Statistics and Emerging Trends 2004" yang diterbitkan oleh The Swiss Research Institute of Organic Agriculture FiBL.

Nilai total pasar produk organik dunia tahun 2002 mencapai US$23 milyar.

Pasar kedua terbesar menurut Organik Monitor, organisasi yang menyediakan informasi mengenai pasar produk pertanian organik seperti dilaporkan di dalam statistik organik itu, adalah pasar Eropa yang mencapai nilai US$10,5 milyar (atau 46 persen).

Sisanya tersebar di beberapa negara Asia, Amerika Latin dan Oceania dengan total nilai US$650 juta (atau tiga persen). Di Asia, pasar Jepang pada tahun 2002 diperkirakan sebesar US$350 juta.

Pasar di Cina, Korea Selatan, Singapura, Hongkong, dan Taiwan masih kecil nilainya, tetapi kecenderungan meningkat terus,

Organic Monitor memperkirakan pasar di Malaysia,Thailand dan India akan cepat berkembang mengingat petani organiknya selangkah lebih maju dalam produksinya.

Sedangkan hasil penjualan pangan dan minuman organik di Amerika Latin, khususnya dari negara Brazil dan Argentina, pada tahun 2002, diperkirakan mencapai US$100 juta.

Kawasan Oceania, termasuk Australia, pada tahun 2002, nilai pasar dari hasil penjualan pangan dan minuman organik diperkirakan mencapai sekitar US$200 juta. Perkembangan penjualan produk di kawasan itu meningkat sekitar 15?20 persen per tahun dan permintaan konsumen semakin menguat.

Pada tahun 2003, semenjak adanya fluktuasi dan melemahnya mata uang dollar terhadap mata uang lainnya, terjadi perubahan data pasar organik di dunia.

Laporan "The World of Organic Agriculture, Statistics and Emerging Trends 2004" dalam format PDF bisa di-download di situs FiBL.
 
Jerman pasar organik terbesar di Eropa

Jerman pasar organik terbesar di Eropa


Jerman adalah pasar produk pertanian organik terbesar dibandingkan negara Eropa lainnya. Pasar organik Jerman tahun 2003 berdasarkan survei pasar organik dunia mencapai nilai US$3,06 milyar atau 30 persen dari total nilai pasar organik Eropa.

Demikian dilaporkan dalam "The World of Organic Agriculture, Statistics and Emerging Trends 2004" yang diterbitkan oleh The Swiss Research Institute of Organic Agriculture FiBL.

Nilai total pasar organik di Eropa kurang lebih antara 7-10 milyar euro. Eropa merupakan pasar organik yang paling menonjol selama bertahun-tahun. Pasar organik dengan nilai lebih dari satu milyar euro, selain Jerman, adalah Perancis, Inggris dan Italia.

Inggris adalah pasar terbesar ketiga di dunia. Hasil penjualan pada tahun 2002 diperkirakan mencapai nilai US$1,5 milyar. Kemudian pasar Inggris perlahan-lahan berkembang antara 20?40 persen pada tahun berikutnya.

Italia dan Perancis mengambil porsi pasar sekitar US$1.3 milyar. Swiss adalah pasar terbesar kelima di Eropa, dengan hasil penjualan mencapai US$766 juta pada tahun 2002.

Swiss juga merupakan konsumen organik tertinggi di dunia dengan rata-rata daya beli produk organik sebesar US$105 per tahun. Sedangkan Denmark adalah konsumen organik terbesar kedua dengan rata-rata daya beli sebesar US$71 per tahun.

Negara lain di Eropa yang memiliki pasar produk organik adalah Switzerland, Denmark, Swedia, Austria, dan Belanda.

Berdasarkan pengamatan tiga tahun terakhir, laju perkembangan pasar organik di Perancis dan Inggris rata-rata lebih dari 40 persen. Sedangkan di Italia, Belanda dan Switzerland, perkembangan pasar bervariasi antara 20?30 persen per tahun. Di Austria dan Denmark perkembangan pasar organik sudah pada tingkat mantap.

Daya beli konsumen produk organik di Eropa rata-rata US$27,2 per tahun. Daya beli bervariasi antara US$7,3 per kapita di Spanyol hingga US$105 per kapita di Switzerland.

Daya beli di Switzerland, Denmark dan Swedia rata-rata di atas US$40 per tahun, dan ini menjadi aspirasi bagi negara lain di Eropa untuk pertumbuhan pasar ke depan. Peningkatan daya beli konsumen mencapai US$40 dapat meningkatkan pasar organik senilai US$15,4 milyar di Eropa bagian barat.

Jenis produk organik yang diperlukan konsumen di negara-negara di Eropa di antaranya buah, kacang-kacangan, daging, sayuran, dan susu.

Laporan "The World of Organic Agriculture, Statistics and Emerging Trends 2004" dalam format PDF bisa di-download di situs FiBL
 
Bertani tanpa bahan kimia memberikan hasil tinggi

Bertani tanpa bahan kimia memberikan hasil tinggi


Hasil uji coba penanaman padi dengan pupuk kandang yang dilakukan oleh petani di Subang di lahan seluas 1.500 meter persegi memberikan hasil total sembilan kwintal gabah kering. Hasil panen ini lebih tinggi dari hasil sistem pertanian konvensional yang hanya menghasilkan tujuh kwintal gabah kering. Hingga kini hasilnya tidak dijual, tetapi untuk dikonsumsi sendiri dan sebagian akan dijadikan benih untuk musim tanam berikutnya.

Lahan seluas 1500 meter persegi, kata kang Boy, sebenarnya bisa menghasilkan gabah kering sebanyak 12 kwintal. Namun karena 40 % areal terserang hama tikus, maka hanya diperoleh 5,5 kwintal gabah kering dengan kualitas baik. Sedangkan lahan yang terserang tikus, masih bisa menghasilkan 3,5 kwintal gabah kering, meskipun kualitasnya tidak sebaik yang tidak terserang.

Uji coba ini dilakukan oleh Arinda, sebuah LSM pendamping petani di Subang. Arinda baru pertama kali melakukan kegiatan pertanian tanpa menggunakan pupuk dan pestisida kimia buatan. Mereka menggunakan lahan milik H Rifai, yang berada di desa Blanakan, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang Propinsi Jawa Barat dan terletak kurang lebih dua kilometer dari laut. Benih padi yang mereka gunakan adalah jenis IR 64, sebanyak delapan ons.

Menurut Lilik Rusmana, koordinator lapangan kegiatan ini, pola tanam yang digunakan adalah Rancang Intensifikasi dengan jarak tanam antar bibit adalah 30 cm x 30 cm. Pola tanam ini mengikuti anjuran Kantor Pengawasan Penyuluhan Pertanian (KP3).

Untuk pemupukan digunakan pupuk dari kotoran kambing dan sampah pasar (sisa ikan, sayuran) yang terlebih dahulu difermentasi dengan menggunakan zeolit, kata Garna Abdullah Ketua Arinda yang biasa disapa Kang Boy. Sedangkan untuk mengusir hama mereka menggunakan biopestisida cair yang terbuat dari tumbuhan yang beraroma menyengat.

Riyanto, Ketua KP3, mengharapkan dengan keberhasilan ini Arinda juga dapat menjadi pemasar produk pertanian "organik" di wilayah Subang. Untuk mendukung pertanian tanpa kimia, KP3 akan mengajak masyarakat sekitarnya untuk bertani secara "organik," atau dalam Bahasa Sunda disebut malire tatanen buhun yang berarti melirik pertanian dahulu yang ramah lingkungan.
 
Sertifikasi organik versi BIOCert

Sertifikasi organik versi BIOCert


Penjaminan produk pertanian organik (PO) bukan saja penjaminan terhadap produk dan proses organik, tetapi juga penjaminan terhadap nilai-nilai dan filosofi yang tercermin dari perilaku dan sikap organik.

Karena alasan tersebut, BIOCert (Board of Indonesia Organic Certification) atau Lembaga Penjamin Pertanian Organik Indonesia didirikan oleh beberapa organisasi non-pemerintah yang bergerak di pertanian organik, akademisi, organisasi tani di Indonesia, ungkap Agung Prawoto, Pelaksana Harian BIOCert.

"Kelahiran BIOCert didasari keberpihakan kepada petani sebagai produsen pertanian organik dengan prinsip kesetaraan, demokrasi, transparansi, menghargai kearifan lokal, independensi dan akuntabilitas," kata Agung Prawoto menjelaskan.

Program Sertifikasi BIOCert mengevaluasi dan mengakreditasi program sertifikasi berdasarkan standar dasar IFOAM (International Federation of Organic Agriculture Movement) dan kriteria yang dipublikasikan dalam bentuk panduan operasional.

Apabila pengujian secara spesifik tidak dapat mengacu pada standar BIOCert, maka pengujian dikembalikan pada standar-standar dasar IFOAM, kata Agung Prawoto lebih lanjut. Penjaminan terhadap mutu produk PO dibagi tiga:

1. Penjaminan Pihak I, yaitu penjaminan yang dilakukan oleh produsen terhadap produk yang dihasilkannya.

Jika produsen bertemu langsung dengan konsumen, maka timbullah kepercayaan bahwa produk tersebut organik. Terbentuknya kepercayaan karena jarak berdekatan, saling kenal dan saling interaksi.

2. Penjaminan Pihak II, yaitu penjaminan yang dilakukan oleh perantara (ornop, pedagang) terhadap produk yang dihasilkan oleh produsen.

Contoh perantara (pendampingan/ornop, pedagang/pemasar) bertemu dengan produsen, lalu perantara berhubungan langsung dengan konsumen. Maka terbentuklah kepercayaan.

Bisa juga perantara mempertemukan antara produsen dan konsumen, sehingga terbangun kepercayaan.

3. Penjaminan Pihak III, terjadinya pemasaran jarak jauh, tidak saling kenal dan orientasi pasar ekspor. Maka untuk meyakinkan konsumen perlu sertifikat. Sertifikasi butuh pengakuan formal dari lembaga sertifikasi untuk produk organik yang memenuhi standar.

Proses sertifikasi

-Penyerahan dokumen dari produsen kepada lembaga sertifikasi.

-Lembaga mengutus inspektur untuk menginspeksi lapangan. Lembaga sertifikasi dan inspektur akan mengevaluasi dokumen dan adiministrasi produsen, sebelum setuju atau tidak mengeluarkan setifikat. Masa berlaku Sertifikasi sekitar tiga tahun, dan akan ada tinjauan ulang (re-sertifikasi).

-Inspektur akan sebagai pengawas bila ada keluhan dari konsumen, data yang mencurigakan sewaktu inspeksi lapangan. Dan sudah ada keterikatan dalam kesepakatan sertifikasi bahwa sewaktu-waktu akan ada inspeksi lapangan.

Sertifikasi BioCert

Secara prinsip standar PO berpegang pada segala usaha produksi PO yang dikelola secara alami dengan menjaga keseimbangan dan kesinambungan alam serta ekosistem di sekitarnya.

Standar dasar PO:

-Prinsip-prinsip, nilai dan proses budi daya pertanian organik.

-Mempunyai pedoman minimum, yaitu tiap daerah atau kelompok tani dimungkinkan mempunyai prinsip-prinsip dan nilai proses PO yang dapat diterima oleh BioCert.

-Harmonisasi, standar yang dibuat oleh tiap daerah atau kelompok tani minimal sesuai dengan standar umum yang menjadi acuan yaitu SNI, IFOAM, Codex, dan lain-lain. Hal ini agar produk yang dihasilkan oleh petani organik dapat diterima oleh konsumen di daerah atau negara lainnya.

-Produk organik mempunyai kekhasan lokasi/kondisi Indonesia, misalnya harus memakai benih lokal.

-Bersifat dinamis, yaitu secara prinsip dasar PO berpegang pada segala usaha proses produksi PO yang dikelola secara alami dengan menjaga keseimbangan dan kesinambungan alam dan ekosistem sekitarnya.

-Inisiatif lokal, yaitu tiap daerah atau kelompok tani dimungkinkan membuat standar PO yang disesuaikan dengan kondisi kelokalan dan pengetahuannya.

-Keadilan sosial, berprinsip pada tiga pilar pokok dalam pertanian organik yaitu bersifat ramah sosial, ekonomi dan lingkungan.

-Dapat diakses petani kecil.

Model sertifikasi

Sertifikasi dapat diberikan kepada:

-Petani kecil, kelompok tani sebagai pihak I, maupun ornop atau pemasar sebagai pihak II. Antara pihak I dan pihak II harus dibangun internal control system (ICS).

-Individu (skala besar) bisa perusahaan atau petani besar.

-Masing-masing menyerahkan dokumen kepada lembaga sertifikasi, yang akan diproses sesuai standar yaitu aspek ekologi, budi daya, ekonomi dan sosial.
 
Go Organik 2010

Go Organik 2010


Naiknya permintaan produk pertanian organik dunia mendorong keinginan pemerintah Indonesia untuk menjadi salah satu negara produsen produk pertanian organik terbesar di dunia. Untuk itu Departemen Pertanian meluncurkan program ?Go Organic 2010.?

Kepala Subdirektorat Pengelolaan Lingkungan Departemen Pertanian Ananto mengatakan penerapan program ?Go Organic 2010? unik yaitu berorientasi pada pasar yakni dengan berusaha memenuhi keinginan pasar, dimulai dari bawah ke atas dan ada proses klaim.

Untuk melaksanakan program ?Go Organic 2010? Subdit Pengelolaan Lingkungan, Direktorat Pengembangan Usaha, Departemen Pertanian melakukan kegiatan:

-Memasyarakatkan pertanian organik kepada konsumen, petani, pelaku pasar, serta masyarakat luas.

-Memfasilitasi percepatan penguasaan, penerapan, pengembangan dan penyebarluasan teknologi pertanian.

-Memberdayakan potensi dan kekuatan masyarakat untuk mengembangkan infrastruktur pendukung pertanian organik.

-Merumuskan kebijakan, norma, standar teknis, sistem dan prosedur yang kondusif untuk pengembangan pertanian organik.

Diharapkan, kata Ananto, semua infrastruktur di atas bisa selesai dibangun pada tahun 2005, sehingga impian untuk mewujudkan Indonesia menjadi salah satu produsen pangan organik terbesar di dunia pada tahun 2010 menjadi kenyataan.

Selain itu untuk mendukung ?Go Organic 2010? perlu dikembangkan standar produksi, pemrosesan, pelabelan dan juga pemasaran pertanian organik.

Badan Standarisasi Nasional (BSN) melalui Panitia Teknik Perumusan Standar Nasional Indonesia (SNI) yang berada di Departemen Pertanian telah mempersiapkan Sistem Pangan Organik.
 
Hasil studi perkembangan pertanian organik di dunia

Hasil studi perkembangan pertanian organik di dunia


Praktek pertanian organik semakin berkembang di dunia berdasarkan hasil studi tiga organisasi penelitian pertanian dan pertanian organik. Paling tidak lebih dari 100 negara di dunia memiliki lahan organik.

Berikut ini adalah hasil studi yang belum lama ini disampaikan di pertemuan pertanian organik di Jerman, Februari 2004.

Lebih dari 10 juta hektar atau 41% lahan pertanian di Australia dan Oceania dikelola secara organik oleh lebih dari 2.000 petani. Australia memiliki lahan organik bersertifikat terbesar di dunia menurut Food and Agriculture Organisation. Perkembangan pertanian organik di Australia dipengaruhi oleh peningkatan permintaan kebutuhan produk serat dan pangan organik di Eropa, Asia (khususnya Jepang) dan Amerika Utara.

Di negara-negara Amerika Latin rata-rata luas lahan organiknya lebih dari 100.000 hektar. Total luas lahan organik di Amerika Latin mencapai 5,8 juta hektar atau 24,2% dari total lahan pertanian dengan jumlah petani 150.000 orang. Argentina memiliki luas lahan paling luas hampir tiga juta hektar.

Di Eropa lahan yang dikelola secara organik lebih dari 5,5 juta hektar atau 23% dari lahan pertanian. Lahan seluas itu dikelola oleh lebih dari 170.000 petani. Italia memiliki hampir 1,2 juta hektar lahan organik. Pertanian organik meningkat di Eropa karena ada kebijakan yang mendukung pengembangan pertumbuhan pasar pertanian organik.

Di Amerika Utara memiliki hampir 1,5 juta hektar lahan yang dikelola secara organik atau sekitar 0,3% dari kawasan total pertanian. Jumlah petani organik sekitar 10.500 orang. Standar Organik Nasional Amerika Serikat akhir tahun 2002 menyetujui diterapkannya standararisasi organik, dan meningkat menjadi untuk sector organik dan konsumen.

Sekarang total kawasan organik di Asia sekitar 880.000 hektar atau kurang lebih 0,07% dari kawasan pertanian. Jumlah petani organik lebih dari 61.000 petani.

Di kawasan Afrika (kecuali Mesir dan Afrika Selatan) produk organik berserfitikat terutama didorong untuk pasar eksport ke luar Afrika. Kini lebih dari 320.000 hektar lahan dikelola secara organik atau 0,04% dari lahan pertanian. Jumlah petani organik 7.000 petani.
 
Lebih dari 24 juta hektar lahan pertanian organik di dunia

Lebih dari 24 juta hektar lahan pertanian organik di dunia


Hasil studi organisasi pertanian organik menunjukkan luas lahan pertanian organik bersertifikat di seluruh dunia mencapai 24 juta hektar. Di Australia lahan organik mencapai 10 juta hektar.

Argentina adalah negara nomor dua yang jumlah lahan organiknya paling luas setelah Australia yaitu mencapai tiga juga hektar. Italia nomor tiga dengan luasan satu juta hektar lahan organik.

Hasil studi disampaikan oleh The Swiss Research Institute of Organic Agriculture (FiBL), Foundation Ecology & Farming (S?L) dari Jerman, dan International Federation of Organic Agriculture Movements (IFOAM) dalam pameran pangan organik BioFach di Nuremberg, Jerman, Februari 2004.

Jika membandingkan lahan pertanian modern dengan pertanian organik, maka Austria, Switzeland dan negara-negara Skandinavia yang paling tinggi. Misalnya, di Switzerland 10 persen dari total lahan pertaniannya dikelola secara organik.

Tahun 2002, menurut laporan studi, nilai pasar produk organik dunia mencapai US$23 milyar, pasar terbesar adalah Eropa dan Amerika Utara. Pada tahun-tahun selanjutnya diperkirakan pertumbuhan pasar meningkat.
 
Aksi penolakan terhadap produk transgenik terjadi di Meksiko dan Thailand

Aksi penolakan terhadap produk transgenik terjadi di Meksiko dan Thailand



Produk rekayasa genetika (transgenik) begitu gencar dikembangkan oleh perusahaan multinasional dari negara-negara besar termasuk Amerika Serikat. Namun berbagai protes dan penolakan juga terus digulirkan oleh berbagai kalangan termasuk aktivis lingkungan dan masyarakat.

Di Meksiko, protes aktivis lingkungan disertai kegagalan ilmuwan bersama perusahaan multinasional produk transgenik, akhirnya berakhir dengan larangan bagi lahan percobaan Jagung Transgenik di negara Amerika Latin itu. Meski demikian Meksiko masih terbuka bagi produk transgenik impor dari Amerika Serikat. Sebagai negara asal varietas Jagung, Meksiko membeli sekitar enam juta ton Jagung dari Amerika Serikat (AS), dimana sepertiganya adalah transgenik.

Dalam studi tahun 2001 menyebutkan, gen asing telah mengkontaminasi varietas Jagung yang dikembangkan petani secara tradisional. Meski tak ada seorangpun yang tahu dengan pasti bahwa kontaminasi genetik terjadi, tapi kemungkinan terjadinya kontaminasi, tidak bisa dihindari.

Pada 16 Oktober 2006 lalu, Badan Pelayanan Kualitas dan Keamanan Pangan Hasil Pertanian Nasional Meksiko (Mexico 's National Service for Agro-Food Safety and Quality) menolak tujuh permintaan perusahaan agribisnis multinasional, yakni Monsanto, Dow Agrosciences and Pioneer, untuk melakukan penanaman percobaan benih Jagung. Penolakan itu berdasar pada fakta pada tahun 2003, bahwa peraturan atas keamanan hayati (biosafety) tidak diatur. Lalu, tidak ada kesepakatan tentang wilayah Meksiko sebagai daerah bersejarah asal varietas Jagung.

Sementara di Thailand, pada tanggal 25 Oktober 2006 lalu, Greenpeace menggugat Departemen Pertanian Thailand dan Direktur Jenderalnya, Dr. Adisak Sisapkij atas kelalaian tugasnya yang menyebabkan meluasnya kontaminasi Pepaya Transgenik ilegal pada lahan pertanian Thailand. Greenpeace menyampaikan gugatan itu pada Pengadilan Administrasi Thailand.

Dalam gugatannya Greenpeace meminta Departemen Pertanian Thailand untuk menarik kembali perintahnya yang mengijinkan lahan percobaan Pepaya Transgenik dan menghukum pejabatnya atas kelalaiannya. Terutama yang melibatkan pendistribusian benih Pepaya Transgenik ilegal pada petani.

Greenpeace mengajukan gugatan itu setelah usahanya meminta lembaga pemerintah itu agar menghentikan kontaminasi dan bertanggungjawab atas masalah lingkungan tidak dihiraukan.

Dalam salah satu media Thailand, Adisak mengatakan bahwa lahan percobaan itu untuk membantu pemerintah dalam menilai apakah hasil pertanian transgenik membahayakan lingkungan atau tidak.

Sedangkan Banpot Napompeth sebagai Ketua Pusat Penelitian dan Pengawasan Biologi Nasional (National Biological Control Research Centre) mengungkapkan bahwa kontoversi atas tanaman transgenik itu telah menyebabkan penundaan dikeluarkannya peraturan keamanan hayati (biosafety). Menurutnya sulit membuat pengembangan peraturan itu di tahun ini. Namun kepastian hukum sangat penting sebagai alat penjamin keamanan.
 
Beberapa produk pangan positif kandung transgenik

Beberapa produk pangan positif kandung transgenik



Tak bisa terbendung, pangan transgenik (rekayasa genetika) telah masuk ke Indonesia. Meski kenyataannya, informasi minim dan peraturan lemah. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) telah membuktikan dalam tiga kali hasil pengujiannya. Beberapa produk turunan kedelai, jagung dan kentang positif mengandung transgenik.

Dalam siaran pers Koalisi Keamanan Hayati dan Pangan (YLKI, Konphalindo dan ICEL) 20 Juli lalu di Jakarta, nampak bahwa bukan hanya produk tidak bermerk seperti tahu dan tempe yang positif mengandung transgenik, tetapi sejumlah produk pangan bermerk juga terbukti positif mengandung transgenik. Produk tersebut adalah keripik kentang merk ?Pringleys,? keripik kentang merk ?Master Potato,? Corn flakes merk ?Petales De Mais Carrefour,? tepung jagung merk ?Honig Maizena Spesial,? dan Soy Infant Formula merk ?Nutrilon Soya.?

Melalui siaran pers itu pula disebutkan bahwa keberadaan produk pangan transgenik ini benar-benar melanggar hak konsumen, yaitu hak atas keamanan, hak atas informasi (karena sama sekali tanpa label di kemasan produk), hak untuk memilih dan hak untuk mendapatkan ganti rugi.

Padahal hak-hak tersebut telah dijamin di dalam Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) pasal 4. Pemenuhan hak-hak konsumen dalam mengkonsumsi pangan (terutama hak atas keamanan dan hak atas informasi) juga tercantum di dalam UU No. 7 tahun 1996 tentang Pangan, Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan dan PP No. 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan.

Dengan masuknya pangan transgenik ke Indonesia, koalisi menilai bahwa Pemerintah mengabaikan atau tidak mampu melindungi konsumen atau masyarakat dengan membiarkan pangan transgenik masuk ke Indonesia tanpa prosedur keamanan pangan.

Konsekuensi dengan tidak adanya prosedur keamanan ini, berarti Pemerintah tidak mempunyai mekanisme untuk melindungi rakyatnya sendiri dari pintu pertama masuknya pangan transgenik. Selain itu, Pemerintah tidak mempunyai mekanisme pelacakan jika suatu ketika terjadi dampak pangan transgenik (karena tanpa pelabelan). Pemerintah juga tidak mempunyai mekanisme penelitian independent untuk menguji dampak pangan transgenik.

Konsekuensi lainnya, berarti Pemerintah mengabaikan hak konsumen untuk melindungi dirinya sendiri dengan membiarkan masuknya pangan tersebut tanpa pemisahan (segregasi) dan juga pelabelan.

Sedangkan dampak pangan transgenik pada kesehatan diantaranya menimbulkan alergi dan kemungkinan terjadi akumulasi racun, protein baru yang tidak dikenal serta adanya zat anti gizi.

Sementara itu, dalam Diskusi ?Keberadaan dan Bahaya Produk Rekayasa Genetika?, 12 April 2006 di Solo, Dwi Andreas Santosa dari Indonesian Center for Biodiversity and Biotechnology (ICBB), Bogor, juga menyebutkan bahwa dampak atau risiko transgenik dalam jangka panjang sulit dianalisis. Menurutnya, tidak seorang ilmuwan pun yang sanggup menyatakan transgenik aman 100%. Untuk itu perlu right to know and right to choose bagi konsumen sesuai pelaksanaan PP 69/1999 tentang labelisasi pangan transgenik.

Beberapa temuan ilmiah terbaru dari Dr. Mae Wan Ho seperti dalam ISIS Press Realease dan peneliti lainnya juga menunjukkan kekawatiran pada produk transgenik. Temuan itu seperti terangkum dalam terjemahan dan kajian Hira Djamtani yang berjudul Insiden dan temuan ilmiah terakhir: tanpa protokol pengujian, pangan transgenik bermasalah pada kesehatan
 
CFS gugat kelalaian FDA atas pangan transgenik

CFS gugat kelalaian FDA atas pangan transgenik


Pusat Keamanan Pangan (Center for Food Safety atau CFS) mengajukan gugatan kepada Administrasi Pangan dan Obat-Obatan Terlarang (Food and Drug Administration atau FDA) di Amerika Serikat. Alasannya FDA dianggap lalai dalam mengadopsi beberapa syarat keamanan pangan rekayasa genetika (transgenik) sebelum pemasaran dan mengabaikan pelabelan dimana konsumen dapat mengetahui bila makanan berisi bahan dari tanaman transgenik. Dalam gugatan hukumnya, CFS meminta sistem peninjauan pengaturan semua pangan transgenik sebelum pemasaran. Menurut Center for Food Safety (CFS), sekarang tidak ada peraturan FDA yang melindungi masyarakat dari risiko pangan transgenik yang banyak ditemukan pada ribuan produk di Supermasket.

CFS bersama 50 konsumen dan kelompok lingkungan hidup, meliputi Union of Concerned Scientists, Physicians for Social Responsibility dan Natural Resources Defense Council telah mengajukan petisi hukum kepada FDA di bulan Maret 2000. Petisi itu menguraikan pendekatan komprehensif yang seharusnya FDA tempuh untuk mengkaji masalah kesehatan dan keamanan pangan transgenik.

Walaupun sejumlah upaya meminta, FDA menolak menanggapi petisi hukum itu. FDA lebih memelih kebijakan lepas tangan atas pangan transgenik di tahun 1992. Walaupun fakta ancaman tanaman transgenik terhadap kesehatan dan lingkungan meningkat, tidak pernah ada perubahan signifikan pada peraturannya. Akhirnya gugatan hukum diajukan terhadap kelambatan tak beralasan dalam lemahnya tanggapan pada petisi Maret 2000.

"Sekian lama FDA membiarkan perusahaan bioteknologi menyusun tabel pengaturan pangan transgenik," kata Joseph Mendelson, Direktur Hukum CFS. "Selama enam tahun lalu, kami meragukan lembaga itu menanggapi dengan perlindungan ilmiah pada pendekatan pangan transgenik. Pengabaian mereka untuk menanggapi menunjukkan kurangnya ilmu pengetahuan dibalik kebijakan pangan transgeniknya."

CFS meragukan FDA yang mengatakan akan menguji dengan teliti pangan transgenik sebelum dipasarkan. Ilmuan termasuk dokter dan ahli FDA telah memperingatkan bahwa teknologi rekayasa genetika berbeda dari teknik pembiakan tradisional dan mungkin memiliki risiko yang berbeda. Contohnya, FDA dan ilmuan lain telah memperingatkan bahwa makanan transgenik dapat menimbulkan alergi makanan tak terduga, menciptakan racun dalam makanan dan mempercepat menyebarnya penyakit tahan antibiotika.

Walaupun ilmuan memperingatkan, kebijakan FDA tetap memperkirakan bahwa pangan transgenik aman. Hal itu semata-mata berdasarkan pada kurangnya informasi yang sengaja disampaikan perusahaan bioteknologi dalam konsultasinya dengan FDA. Sejak konsultasi itu, pihak industri menentukan informasi apa yang mereka sampaikan dan dalam bentuk apa. Dimana secara umum ketentuannya hanya merupakan perbandingan komposisi yang menunjukkan pangan transgenik "sama dengan" jenis alaminya.

Meski demikian ilmuan mengatakan bahwa tingkat perbandingan tidak cukup menunjukkan jenis perubahan tak terduga dalam pangan yang tercipta dari proses rekayasa genetika, termasuk perubahan yang dapat menimbulkan masalah kesehatan. Contohnya, yang baru dialami ilmuan Australia. Mereka kaget setelah menemukan gen buncis direkayasa ke dalam tanaman kacang polong dapat menimbulkan bahaya alergi dalam kacang polong transgenik. Hasil uji menyebutkan bahwa zat berbahaya itu belum pernah ada di pasar Amerika Serikat sekarang. Meski demikian pangan transgenik itu berisi gen dari organisme non pangan yang belum pernah menjadi makanan manusia dan tidak pernah dikaji efek alerginya.

FDA juga mengabaikan potensi alergi berbahaya dalam tinjauan jagung StarLink, tanaman transgenik yang mengkontaminasi sejumlah suplai pangan dan menimbulkan kerugian jutaan dolar karena hilangnya ekspor ratusan petani Amerika dan biaya pembersihan. Di tahun 2001, CFS adalah bagian dari koalisi organisasi yang menemukan kontaminasi illegal StarLink dalam taco shells dan produk lain yang dijual di supermarket seluruh negeri itu. Ketika kajian FDA mengabaikan untuk mengidentifikasi atau menunjukkan beberapa potensi alergi pada StarLink, penasehat hukum ilmiah Environmental Protection Agency (EPA) memperingatkan bahwa jagung transgenik dapat memicu alergi.

EPA mengijinkan pemasaran jagung hanya untuk penggunaan non-pangan. Tetapi StarLink mengkontaminasi suplai pangan, menyebabkan 300 produk ditarik kembali dan melumpuhkan ekspor jagung Amerika Serikat dalam sebulan.

Sejumlah negara yang mengadopsi persetujuan peraturan sebelum pemasaran dan sistem pelabelan pangan transgenik meliputi Rusia, Cina, Brasil, India, Jepang, Australia, Selandia Baru, Korea Selatan dan semua negara Uni Eropa. Dalam forum internasional, FDA dan pejabat Amerika Serikat lain juga telah mengesahkan sedikitnya tiga perjanjian atas kajian keamanan dan pemeriksaan sebelum pemasaran untuk melindungi konsumen seluruh dunia dari risiko pangan transgenik. Tetapi FDA sendiri membiarkan konsumen Amerika Serikat tidak mengikuti standard keamanan internasional itu.

Kenyataannya, dalam pengembangan kebijakan pangan transgenik, FDA lebih dipengaruhi pihak bioteknologi. Contohnya, mantan pengacara Monsanto (produser produk transgenik terbesar di dunia), merupakan pembuat kebijakan FDA tentang pelabelan pangan transgenik saat bekerja sebagai pejabat FDA di pertengahan tahun 1990. Sebelumnya, gugatan legal action CFS menemukan sejumlah dokumen FDA yang menunjukkan bahwa lembaga ilmiah telah memperingatkan risiko kesehatan tak terduga dari pangan transgenik, tetapi tak mempengaruhi pengambilan kebijakan.

"Saat dunia menolak risiko pangan tak teruji itu, pendekatan tak ilmiah FDA malah menjadikan konsumen Amerika Serikat kelinci percobaan dalam uji coba pangan transgenik," kata Mendelson. Masyarakat Amerika berhak mengetahui apa yang ada dalam makanannya. FDA harus menghentikan permainan politik dan mulai mengembangkan kebijakan berdasarkan ilmu pengetahuan untuk melindungi masyarakat dari risiko pangan transgenik itu."
 
Petani antisipasi penyebaran tanaman transgenik

Petani antisipasi penyebaran tanaman transgenik



Petani di Asahan dan sekitarnya mengambil langkah antisipasi penyebaran tanaman transgenik. Mereka ingin menghindari benih rekayasa genetika itu. Tetapi tidak bisa membedakan tanaman transgenik dengan yang biasa. Meski demikian mereka sudah mengenal benih transgenik dan dampaknya pada pertanian mereka.

"Karena tidak bisa membedakan benih tanaman transgenik dengan biasa maka kita perlu membuat list (daftar) benih tanaman transgenik itu apa saja," tegas Binsar, salah satu petani dalam diskusi sosialisasi dampak tanaman transgenik di Asahan, Sumatera Utara 17 April lalu.

Binsar juga berpendapat bahwa untuk berhati-hati terhadap kemungkinan penggunaan transgenik, petani bisa belajar dari pengalamannya. Jika petani pernah mendapat pengalaman menemui benih yang tidak jelas asal-usulnya (berlabel atau tidak) dan hasil pertumbuhannya buruk atau berbeda dari biasanya, harus berhati-hati untuk memakainya lagi atau bisa juga tidak menanamnya lagi.

Dalam upaya mengantisipasi tanaman transgenik yang bisa merugikan petani, Binsar menyimpulkan bahwa petani perlu mendapat list atau daftar produk tanaman transgenik. Pengalaman dari penanaman benih juga bisa menjadi pembelajaran petani. Benih itu jenisnya apa, labelnya bagaimana, kodenya apa, bagaimana pengelolaan dan hasil penanaman.

Petani juga bisa berbagi pengalamannya itu dengan petani lainnya. Bahkan petani dapat membuat daftar nama perusahaan yang kemungkinan memproduksinya, sehingga bisa berhati-hati atau menghindari produk mereka. Serta jenis tanaman transgenik apa saja yang sedang dikembangkan maupun diuji di Jawa.

Yusa Abdi Ramadhan, Pendamping Lapangan Petani dari Sintesa (Organisasi Non Pemerintah Pendamping Petani Sumatera Utara), menjelaskan bahwa biasanya tanaman transgenik juga menunjukkan penggunaan pestisida dan pupuk lebih hemat atau sedikit. Hal itu dikarenakan tanaman sudah dibentuk untuk pengurangan pestisida dan pupuk.

Selain itu ciri-ciri benih yang aneh dan dicurigai transgenik diantaranya :

1. Tepung kemerahan pada tongkol jagung dikawatirkan wujud pestisida dalam tanaman

2. Penanaman lanjutan gagal

3. Tanah menjadi rusak, tandus, kering tak berhara lagi, karena diserap tanaman itu

4. Saat membeli benih itu ada bahan iringannya juga yang harus berikan pada benih tanaman, atau ditentukan jenis pestisidanya.

Pohidi, Kepala Desa Pematang Jering, Asahan berpandangan bahwa masuknya benih transgenik disebabkan masih tergantungnya petani Indonesia termasuk di Sumatera Utara pada benih asing. "Mestinya petani harus bisa mengembangkan benihnya sendiri (benih lokal). Sehingga petani bisa mandiri dan benih lokalpun tidak terpinggirkan," imbau Pohidi.

Petani harus mandiri. Apalagi perdagangan bebas tidak bisa dihindari. Dengan mandiri petani bisa lebih professional. Apapun keadaan luar yang mungkin masuk termasuk benih, tidak bisa mempengaruhi Petani. Bahkan keadaan petani akan menjadi lebih baik dan sejahtera. Tentu langkah yang ditempuh petani perlu mendapat dukungan sosial, politik dan budaya. Sebagai aparat pemerintahan desa, Pohidi siap mendukung langkah mandiri petani Desa Pematang Jering, wilayah kepemimpinannya.
 
Pekebun Buah Demam Pupuk Organik

Pekebun Buah Demam Pupuk Organik
Oleh trubus


Ribuan makhluk supermini berukuran kurang 1/1000 mm itu berpesta-pora. Mereka berebut menyantap protein, karbohidrat, lemak, dan lignin dari bahan organik yang ditumpuk berlapis-lapis tanpa udara. Dalam 3-4 minggu bahan itu membusuk dan siap dimakan tanaman. Makhluk supermini yang ada sejak zaman Nabi Adam itu baru populer 10 tahun silam. Mereka dipekerjakan untuk mempercepat pelapukan. Lima tahun belakangan pupuk fermentasi-sebutan pupuk hasil pelapukan tanpa udara-itu ramai dipakai untuk memupuk tanaman buah.

Peran makhluk supermini untuk membantu proses penguraian bahan organik telah diketahui sejak akhir abad ke-18. Selama 100-150 tahun liliput itu diteliti para ahli di balik dinding laboratorium. Baru pada 1993 mikroba-sebutan makhluk supermini-itu muncul ke pasaran. Lima tahun kemudian mikroba golongan Lactobacillus sp digunakan secara meluas oleh pekebun. Ketika itu sebuah teknologi Jepang memperkenalkan bokashi. Pupuk yang dibuat secara fermentasi, kata Ir Suhendro Atmaja, konsultan pertanian, di Jakarta yang pernah bergelut mensosialisasikan bokashi.

Menurut Yos Sutiyoso, praktisi hortikultura di Jakarta, mikroba yang ditambahkan ke dalam bahan organik berperan sebagai pemacu pelapukan. Prinsipnya mempercepat pelapukan, bukan mensuplai hara, ujarnya. Ia memberi contoh bila kotoran kandang-sapi atau kambing-dibuat kompos alami membutuhkan waktu 2 bulan, maka kehadiran mikroba tambahan bisa memangkas waktu hingga separuhnya. Mikroba golongan Lactobacillus sp biasa diperoleh dari rumen sapi. Sementara golongan Bacillus sp-yang membutuhkan udara-banyak ditemui di lapisan tanah subur di bawah pohon-pohon tua.

Sebetulnya kotoran sapi dan kambing di alam melapuk dengan sendirinya. Namun, waktu yang dibutuhkan lebih dari 6 bulan. Kotoran kambing sulit terurai karena berbentuk butiran dan diselimuti selaput tipis yang sulit hancur. Pun kotoran sapi, ia cenderung memadat bila dibiarkan. Trubus kerap menemukan butiran kotoran kambing di pot tanaman yang tak juga hancur meski telah diberikan selama setahun. Sebaiknya dihancurkan dulu, lalu difermentasi, kata Yos.
Pernah gagal

Sayang, bulan madu penggunaan mikroba tambahan untuk mengurai bahan organik tak berlangsung lama. Paling lama hanya 5 tahun. Contohnya kebun jeruk seluas ? ha di Cicurug, Bogor, terlihat kering kerontang meski memakai bokashi. Diduga ada 2 faktor sebagai biang keladi: bokashi dianggap pupuk lengkap sehingga pupuk kimia tak lagi diberikan. Sebab lain, bahan baku sulit terurai dan miskin hara. Misal, bokashi sekam dan jerami murni. Kedua bahan itu sulit lapuk karena mengandung lignin. Bila pupuk kimia tetap dipakai dan bahan baku bokashi kaya hara, pasti tanaman lebih subur, ujar Yos.

Pendapat Yos diamini oleh Ir M Zakky Husein dari PT Songgolangit, distributor Effecktive Mikroorganisme (EM) 4. Menurutnya sekam dan jerami murni tidak disarankan meski difermentasi. Tanaman seperti makan nasi dengan garam. Padahal, tanaman butuh lauk pauk lain, ujar alumnus Agronomi Universitas Nasional itu.

Selain di pekebun buah, cerita kegagalan penggunaan bokashi sekam dan jerami murni banyak ditemui di pekebun sayuran, pangan, dan perkebunan. Contohnya, di Prabumulih, Sumatera Selatan. Pada 2.000 sebuah kelompok tani jagung menolak menggunakan bokashi karena tidak berpengaruh terhadap hasil yang diperoleh. Maklum, selama ini pengguna terbesar pupuk fermentasi ialah nonpekebun buah. Banyak kalangan sepakat, jumlah pekebun buah yang menggunakan pupuk fermentasi tak lebih dari 10 persen.
Untuk buah

Toh, pengalaman pahit itu tak menyurutkan Prakoso Heryono, pekebun di Demak, untuk tetap menggunakan mikroba tambahan. Bahan baku yang saya pakai kaya hara. Kotoran kambing dan sapi disemprot EM4. Karena itu saya menyebutnya bokashi pupuk kandang atau pupuk kandang fermentasi, tuturnya. Sejak awal 2000, pemilik nurseri Satya Pelita itu mengganti pupuk kandang konvensional dengan pupuk fermentasi.

Menurutnya, tanaman yang diberi pupuk fermentasi lebih bandel. Tanaman muda tak mudah diserang hama dan penyakit, ujar alumnus Fakultas Hukum Universitas Sultan Agung, Semarang itu. Prakoso berani mengatakan itu karena sebelumnya tanaman muda hanya diberi pupuk kandang dan pupuk N tinggi pada masa vegetatif. Akibatnya hanya N tinggi yang diserap tanaman. Tanaman terlihat bongsor dan daunnya menghijau, tapi lemah, mudah terserang hama dan penyakit.

Langkah Prakoso itu diikuti oleh Suko Budi Prayogo, penangkar buah di Semarang. Benar, lengkeng pingpong muda menjadi bandel, ujarnya. Tanpa pupuk kandang fermentasi, pucuk lengkeng pingpong muda mudah terkulai. Nun di Singkawang, Kalimantan Barat, Hendrik Virgilius MS menggunakan bokashi kotoran ayam, guano, dan jerami untuk merawat durian dan rambutan yang mogok berbuah di Bintan, Riau. Setelah bokashi dibenamkan di sekitar pangkal batang, durian dan rambutan tumbuh subur. Beberapa cabang pun mulai memunculkan buah (baca Pukan Ditutup, Bokashi Didapat, Trubus Oktober 2006).
Organik cair

Ramainya pekebun buah menggunakan pupuk organik fermentasi dilirik para produsen pupuk. Sebut saja PT Diamond Interest International di Jakarta, PT Natural Nusantara di Yogjakarta, dan UD Pusaka Alam. Yang disebut pertama sebetulnya bergerak di bidang suplemen kesehatan, tapi mulai memasarkan pupuk organik cair sejak 1,5 tahun silam.

Kita melihat program pertanian organik yang didengungkan pada 2.000 diterima pekebun. Sampai-sampai pekebun buah yang jarang menggunakan pupuk organik fermentasi sekarang meliriknya, tutur G Chandra Rini, senior marketing Diamond Interest International.

Diamond memproduksi pupuk organik asal ganggang laut dan asam humat yang diekstrak menjadi pupuk cair. Kini tak kurang dari 100 pekebun jeruk, apel, dan durian menggunakannya. Sebut saja, YS Alexander Meliala, perawat di RSU Kabanjahe, Medan, yang memiliki 1/3 ha keprok medan. Pada Agustus 2005, sebanyak 250 tanaman berumur 4 tahun menghasilkan buah rata-rata 100-150 kg per pohon. Meningkat hampir 6 kali lipat, katanya. Pada panen sebelumnya, saat tanaman berumur 3 tahun dan belajar berbuah, hasilnya hanya 25 kg.

Cerita Sarno Ahmad Darsono, pekebun durian di Banyumas lain lagi. Pria kelahiran Banyumas 42 tahun silam itu sukses memanen 30-40 butir bawor dari tanaman berumur 6-7 tahun. Di umur sama lazimnya durian itu berbuah 25-30 butir. Itu setelah ia menggunakan pupuk organik yang berasal dari ekstrak limbah hewan dan tanaman. Cukup beli ekstraknya, tak perlu repot-repot mengumpulkan pupuk kandang dan memfermentasinya, kata guru Sekolah Dasar itu.

Kisah Sarno itu memang bukan omong kosong. Menurut Tirta Barata SE, manajer pemasaran PT Natural Nusantara, produsen pupuk cair organik, seiring dengan kemajuan teknologi, pupuk organik cukup diekstrak sehingga efisien. Ia mencontohkan 1 liter pupuk cair organik asal ekstrak nilainya setara dengan 1 ton pupuk kandang.

Bila Diamond dan Natural memproduksi pupuk cair organik, maka Pusaka Alam membuat pupuk organik tablet asal limbah jamur dan kotoran ternak. Prinsipnya hampir sama, hanya bentuk akhir yang berbeda. Tertarik menggunakan pupuk organik? Gunakan makhluk supermini bila bahan baku tersedia. Bila ingin yang praktis gunakan ekstrak pupuk organik dalam bentuk cair atau tablet.
 
Mas nurcahyo saya numpang tanya, saya mewakili masyarakat yang bertani dengan sistem organik kita pengen menuj sertifikasi tapi klo pake sertifikat Indonesia kaya SNI kan kaynya kurang di akuin jadi saya ingin tahu klo sertifikasi memakai badan yang ada di australi seperti NASAA itu prosesnya seperti apa ya? karena saya ingin melempar produk ini ke ekspor, mohon bantuannya mas , bisa ke email saya saja tai_pan_watenschuf@yahoo.co.id

Thx

Ary
 
Saya baru pertama kali membaca, jadi belum bisa mengetahui lebih jauh.
Semoga media ini dapat menjadi forum pembelajaran bersama untuk masa depan pertanian indonesia lebih indah.

Salam dari Udik,

GGN
 
saya tertarik dengan topik beras organik khususnya untuk perkembangan bisnisnya. kalo boleh tolong tampilkan info-info terbaru tentang peluang maupun kendala yang ada dalam bisnis beras organik. alamat email saya: yendudiani@yahoo.com. Terima kasih sebelumnya....
 
saya arif setiawan, saya tertarik dengan liputan pastor kemarin di trans tv, yg telah mempelopori petani pribumi untuk keluar dari paradigma sulitnya all out mandiri di wliayah pertanian, tanpa harus mengandalkan keabikan dari pemerintah. memang saat ini petani kita menangis karena, tangan pemeintah yg diharapkan bisa menyambangi tak kunjung datang! harga pupuk naik menggencet tangan petani dan mash banyak lgi derita petani negri kita.
Dari kiprah pastor, serasa petani dan saya khususnya mendapatkan air dari kedahagan ini. Wilayah pertanian organik bagi kita seperinya bisa menjadi obat mujararab utk penyakit pada petani dan pemerintah kita, saya pribadi memohon utk bisa mendapat kontak dengan pastor, di wilayah sy jml petani banyak, potensi alam mendukung tetapi karena keterbatasan informasi dan bimbingan banyk dari kita sbg petani harusnya makmur ditanah sendiri malah memderita ditanah sendiri! pemerintah daerah tidak peduli, program ada dari masyarakat swasta dan pemerintah tetapi program pemberdayaan yg mencekik! hanya menguntungkan pemerintah dan msyrkt swasta penanam modal. hasil panen habis untuk menutup kredit pupuk dari pemerintah, dan pengembalian modal investasi....! seperti maksud sy diatas mohon kesediaannya pastor mau membantu kami .....? terutama desa kami saya
Arif setiawan, alamat contact jakabodo@telkom.net atau arifan11@yahoo.com
terima kasih
 
Ass,..terima kasih tas komen yg judulna "produksi singkong di Indonesia dapat meningkat dengan pupuk organik"..dah menginspirasikan,..
 
Back
Top