Apakah Anda Seorang Pecinta

andy_baex

New member
Cinta dan keinginan.
Kata yang singkat namun ketahuilah bahwasanya tanpanya dunia akan sepi dan hampa. Ibnu Qoyyim mengatakan: ??, maka setiap perbuatan dan gerakan di alam semesta ini adalah berasal dari cinta dan keinginan. Kedua hal itulah yang mengawali segala pekerjaan dan gerakan, sebagaimana benci dan ketidaksukaan yang mengawali untuk meninggalkan dan menahan diri dari sesuatu.?

Tak heran jika ada seseorang yang dengan relanya mengorbankan apa saja demi sesuatu yang dicintainya. Ibnu Qoyyim berkata: ?Cinta menggerakkan seorang pecinta untuk mencari yang dicintainya, dan kecintaannya akan sempurna manakala ia telah mendapatkannya . Maka cinta itulah yang menggerakkan pecinta Arrahman, pecinta Al-Quran, pecinta ilmu dan iman, pecinta materi dan uang, pecinta berhala dan salib, pecinta wanita dan anak-anak, pecinta tanah dan air dan cinta pula yang menggerakkan pecinta saudara-saudaranya.?

Orang yang mencinta akan bergetar hatinya saat yang dicintainya disebutkan namanya. Tentang fenomena para pecinta, Ibnu Qoyyim menyebutkan:? Karena itu engkau dapati pecinta wanita dan anak-anak, pecinta nyanyian dan qur?an syetan, mereka tidak bergerak hatinya ketika mendengarkan ilmu dan kesaksian iman, juga tidak ketika dibacakan Al-Qur?an. Tetapi saat disebutkan yang dicintainya serta-merta bangkitlah jiwanya, tergeraklah lahir batinnya, karena rindu dan menikmati yang dicintainya, meski sekedar disebut namanya.?

Sungguh benar sekali apa yang telah dikatakan oleh Ibnu Qoyyim diatas. Dan tak ada yang bisa memahami apa yang telah beliau katakan kecuali orang yang pernah mencintai sesuatu. Jika ada seseorang mengatakan kepada orang yang ada dihadapannya: ?Saya mencintaimu !? apakah lantas orang tersebut percaya begitu saja tanpa bukti yang nyata?

Ibnu Qoyyim menyebutkan ada 20 tanda dan bukti cinta:

Pertama, menghunjamkan pandangan mata, pandangan mata seorang pecinta itu hanya tertuju pada orang yang dicintai.
Kedua, malu-malu jika orang yang dicintai memandangnya, maka dari itu didapati seorang pecinta hanya bisa memandang kebawah, kepermukaan tanah, disebabkan rasa sungkannya terhadap orang yang dicintainya.
Ketiga, banyak mengingat orang yang dicintai, membicarakan dan menyebut namanya.
Keempat, tunduk kepada perintah orang yang dicintai dan mendahulukannya daripada kepentingan diri sendiri.
Kelima, bersabar menghadapi gangguan orang yang dicintai, yaitu bersabar dalam menghadapi kedurhakaan dan bersabar dalam melaksanakan keputusan orang yang dicintai.
Keenam, memperhatikan perkataan orang yang dicintai dan mendengarkannya.
Ketujuh, mencintai tempat dan rumah sang kekasih
Kedelapan, segera menghampiri yang dicintai, kesibukan yang lain ditinggalkan dan menyukai apapun jalan yang bisa mendekatkan dirinya dengan orang yang dicintai.
Kesembilan, mencintai apapun yang dicintai sang kekasih
Kesepuluh, jalan yang terasa pendek -padahal panjang- saat mengunjungi sang kekasih
Kesebelas, salah tingkah jika sedang mengunjungi orang yang dicintai atau sedang dikunjungi orang yang dicintai
Keduabelas, kaget dan gemetar tatkala berhadapan dengan orang yang dicintai atau tatkala mendengar namanya disebut.
Ketigabelas, cemburu kepada orang yang dicintai, cemburunya akan bangkit jika kekasihnya dijahati dan dirampas haknya.
Keempatbelas, berkorban apa saja untuk mendapatkan keridhaan orang yang dicintai
Kelimabelas, menyenangi apa pun yang membuat senang orang yang dicintai
Keenambelas, suka menyendiri.
Ketujuhbelas, tunduk dan patuh kepada orang yang dicintai
Kedelapanbelas, helaan napas yang panjang dan kerap.
Kesembilanbelas, menghindari hal-hal yang merenggangkan hubungan dengan yang dicintai dan membuatnya marah
Keduapuluh, adanya kecocokan antara orang yang mencintai dan yang dicintai

Jika tanda dan bukti cinta itu telah ada maka yang perlu dipertanyakan ditujukan untuk siapakah perasaan cinta itu ? Ibnu Qoyyim menjelaskan setelah menjelaskan fenomena orang ?orang yang mencinta :?Semua kecintaan tersebut adalah batil kecuali kecintaan kepada Allah dan konsekwensi dari kecintaan padaNya, yaitu cinta kepada rasul, kitab, agama dan para kekasihNya. Berbagai kecintaan inilah yang abadi dan abadi pula buah serta kenikmatannya sesuai dengan abadinya ketergantungan orang tersebut padaNya. Dan keutamaan cinta ini atas kecintaan kepada yang lain sama dengan keutamaan orang yang bergantung padaNya atas orang yang bergantung pada yang lain. Jika hubungan para pecinta terputus , juga terputus pula sebab-sebab cintanya, maka cinta kepadaNya akan tetap langgeng abadi.

Ada sebuah syair tulisan seseorang:

Sesuatu yang terlupa
biasanya tak berarti apa-apa
Sesuatu yang ingin dilupa
biasanya sesuatu yang pernah dicinta
Namun yang dicinta tak mau memperdulikannya
Sakit memang sakit hatinya
Dan itulah penyakit yang Lebih berat dari biasanya
ingin dia sembuhkan penyakitnya
Namun citra kekasih selalu membayanginya
Memang sembuhnya sakit kepala
Ternyata lebih mudah daripada sembuhnya orang yang dimabuk cinta

kemudian dia melanjutkan :

Orang yang dimabuk asmara
bagaikan orang yang terkena panah kaki dan tangannya
dengan kedalaman yang sungguh mengena
Jika dicabut kan terasa benar sakitnya
Jika dibiarkan kan terhambat gerak dan langkahnya
Sungguh sakit jika tak dihiraukan oleh yang dicinta
Bagaimana jika tak dihiraukan oleh Sang Pencipta
Tatkala semua makhluk membutuhkanNya
Tak ada cinta yang benar-benar membuat sehat hati manusia
Kecuali cinta karena Allah dan RasulNYa
Setiap orang menginginkannya
Namun sayang enggan meniti jalannya

Jika sesorang mengatakan:? Saya mencintai Allah dan Rasulnya !? namun anehnya dia malah melakukan perbuatan-perbuatan yang membuat marah Allah ?azza wa jalla maka patut dipertanyakan padanya bagaimana kesungguhan cintanya kepadaNya.

Allah berfirman yang artinnya: ?Katakanlah, ?Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikuti aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.? ? (Ali imron :31)


Sumber bacaan:
Raudhatul Muhibbin wa Nuzhatul Musytaqin (terjemahan) Ibnu Qoyyim Al Jauziyyah, pustaka Al Kautsar
Mawaridul Aman Al- Muntaqa min Ighatsatul Lahfan fi Mashayidisy Syaithan (terjemahan), Ibnu Qoyyim Al Jauziyyah editor syaikh Ali Hasan Abdul Hamid, Darul Falah
Last Updated ( Sunday, 28 November 2004 )

Ketika Sakit Merupakan Nikmat dan Anugerah
Written by Abu Faradisa & Ummu Fida Firdausa
Saturday, 26 July 2003

Pernah sakit?
Apa yang Anda rasakan?
Senang, gembira, sedih, jengkel, atau??

Tahukah temen-teman, bahwa sakit yang menimpa kita, penderitaan yang kita alami, kesempitan yang kita rasakan, kesulitan yang menggelisahkan, ... ; merupakan kenikmatan dan anugerah yang diberikan Allah kepada kita?
Yang kenikmatan ini tidak diberikan kepada setiap orang dan setiap saat....
Bagaimana mungkin? Nggak masuk akal ya?
Jangan keburu percaya, jangan tergesa-gesa mempercayai sesuatu sebelum Anda memperoleh penjelasan mengenai hal tersebut!
Simak dulu tulisan berikut:

Ketika sakit menghampiri kita, ada dua hal yang mesti kita ingat:
1. Bahwa sakit yang kita alami ini datang dari Allah Subhanahu wa Ta'ala ''Tiada sesuatupun bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu bergembira terhadap apa yang diberikanNya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi menyombongkan diri.'' (Al-Hadid:22-23)

2. Bahwa sakit itu baik bagi kita.
Di balik sakit yang kita alami, terdapat hikmah dan faidah yang besar, yang itu baik dan bermanfaat untuk kita. Tentunya apabila ketika sakit itu datang kita hadapi dengan kesabaran. Diantara hikmah dan faidahnya adalah:

a. Diampuni dosa dan kesalahan
''Setiap musibah yang menimpa mukmin, baik berupa wabah, rasa lelah, penyakit, rasa sedih, sampai kekalutan hati, pasti Allah menjadikannya pengampun dosa-dosanya.'' (HR. Bukhari-Muslim)

''Tidaklah seorang Muslim ditimpa gangguan berupa penyakit dan lain-linnya, melainkan Allah menggugurkan kesalahan-kesalahannya sebagaimana pohon yang menggugurkan daunnya.'' (Bukhari-Muslim)

b. Ditinggikan derajatnya
''Tidaklah seorang mukmin tertusuk duri atau yang lebih kecil dari duri, melainkan ditetapkan baginya satu derajat dan dihapuskan darinya satu kesalahan.'' (Diriwayatkan Muslim)

Dari Aisyah, dia berkata: ''Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda (yang artinya):
''Tidaklah seorang Mukmin itu tertimpa penyakit encok sedikit pun, melainkan Allah menghapus darinya satu kesalahan, ditetapkan baginya satu kebaikan dan ditinggalkan baginya satu derajat.'' (Ditakrij Ath-Thabrani dan Al-Hakim. Isnadnya Jayyid)

Dari Abu Hurairah Radhiallahu 'Anhu, dia berkata Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda (yang artinya):
''Sesungguhnya seseorang benar-benar memiliki kedudukan di sisi Allah, namun tidak ada satu amal yang bisa menghantarkannya ke sana. Maka Allah senantiasa mencobanya dengan sesuatu yang tidak disukainya, sehingga dia bisa sampai ke kedudukan itu.'' (Ditakhrij Abu Ya'la, Ibnu Hibban, dan Al-Hakim; Menurut Syaikh Al-Albany: hadits hasan)

c. Pembuka jalan ke Surga
''Allah Subhanahu berfirman: 'Hai anak Adam, jika engkau sabar dan mencari keridhaan pada saat musibah yang pertama, maka Aku tidak meridhai pahala bagimu selain surga.''' (Ditakhrij Ibnu Majah; Menurut Syaikh Al-Albany: hadits hasan)
Wahai Saudaraku, bukankah sakit merupakan bagian dari musibah?

d. Keselamatan dari api neraka
Dari Abu Hurairah Radhiallahu 'Anhu, dari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, bahwa beliau menjenguk seseorang yang sedang sakit demam, yang disertai Abu Hurairah. lalu beliau bersabda (yang artinya):
''Bergembiralah, karena Allah Azza wa Jalla berfirman, 'Inilah neraka-Ku. Aku menganjurkannya menimpa hamba-Ku yang mukmin di dunia, agar dia jauh dari neraka pada hari akhirat.'' (Ditakhrij Ahmad, Ibnu Majah, dan AL-Hakim. Menurut Syaikh Albani: isnadnya shahih)

e. Menjadikan kita ingat kepada Allah dan kembali kepada-Nya
Biasanya ketika seseorang dalam keadaan sehat wal afiat, suka tenggelam dalam kenikmatan dan syahwat. Menyibukkan diri dalam urusan dunia dan melalikan Allah, yang tidak jarang terjerumus dalam kemaksiatan dan kedurhakaan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Ketika Allah mencobanya dengan sakit atau musibah lain, dia akan ingat kepada Allah, bertobat, dan kembali memenuhi hak-hak Allah yang telah dia tinggalkan.

Dari Abdurrahman bin Sa'id, dari bapaknya, dia berkata, ''Aku bersama Salman menjenguk orang yang sedang sakit di Kandah. Tatkala Salman memasuki tempat tinggalnya, dia berkata, ''Bergembiralah, karena sakitnya orang mukmin itu akan dijadikan Allah sebagai penebus dosanya dan penyebab kewaspadaannya. Sedangkan sakitnya orang fajir itu laksana keledai yang diikat pemiliknya, kemudian dia melepaskannya kembali, namun keledai itu tidak tahu mengapa ia diikat dan mengapa ia dilepas.''

Maksudnya, penyakit itu merupakan penebus dosa bagi orang mukmin dan penyebab taubat dan kesadarannya dari kelalaian. Berbeda dengan orang-orang fajir, yang tetap durhaka, tidak terpengaruh oelah penyakitnya dan tidak mua kembali kepada Rabb-nya. Dia tidak tahu kalau penyakit itu menimpa dirinya, agar dia sadar dari kelalaian dan agar kembali kepada kebenaran. Ibaratnya seekor keledai yang dipegang dan diikat, kemudian dilepas kembali, namun ia tidak tahu mengapa ia diikat lalu dilepas lagi.

f. Mengingatkan kepada nikmat yang telah diberikan Allah
Sakit dapat mengingatkan kita terhadap nikmat yang telah Allah berikan ketika kita dalam keadaan sehat, dengan demikian kita semakin bersyukur kepada Allah. Seorang penyair berkata: ''Seseorang tidak mengenal tanda-tanda sehat selagi dia belum tertimpa sakit.''

g. Mengingatkan keadaan orang-orang yang sakit
Allah menimpakan sakit kepada kita agar kita mengingat saudara-saudara kita yang sedang sakit, yang selama ini mereka kita lalaikan, sehingga kita kembali sadar dan terketuk hati kita untuk memenuhi hak-hak sauadara kita yang sedang sakit tersebut, seperti: mengunjunginya, membantu keperluannya, meringankan musibahnya, menghiburnya, membantukan mencarikan obat, mendoakannya, dll.

h. Mensucikan hati dari berbagai penyakit
Keadaan yang sehat bisa mengundang seseorang untuk bersikap sombong, bangga dan taajub kepada diri sendiri, sebab dalam keadaan seperti itu dia bebeas berbuat apa saja. Namun ketika sakit dataang menjenguknya, penderitaan menimpa dirinya, maka jiwanya bisa melunak, sifat-sifat sombong, takabur, dengki, membanggakan diri; dapat menjadi hilang sehingga akhirnya ia tunduk dan pasrah kepada Allah serta tekun beribadah kepada-Nya.

i. Menjadikan kita sabar
Abdul Malik bin Abjar berkata: ''Setiap orang pasti mendapat cobaan afiat, untuk dilihat apakah dia bersyukur, atau mendapat bencana untuk dilihat apakah dia bersabar.''

Wahai Saudaraku!
Bukankah faidah dan hikmah yang kita dapatkan ketika sakit sangat besar? Bukankah itu merupakan kenikmatan dan anugerah? Tidakkah engkau ingin mendapatkannya?
Karena itu, Bersabarlah!
Engkau memperoleh kesempatan memperoleh janji-janji tersebut di atas....jangan sia-siakan kesempatan emas tersebut!

Semakin berat penderitaan, semaikin pahala dilipatkan
Sahabat Abdullah bin Mas'ud Radhiallahu 'Anhu berkata: Saya menjenguk Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam sedangkan beliau sedang menahan sakit karena demam, saya berkata: ''Wahai Rasulullah, sungguh engkau kelihatan sedang menahan rasa sakit yang berat?'' Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam berkata: ''Benar, sesungguhnya saya sedang menahan sakit sebagaimana dua orang di antara kalian.''
Abdullah berkata: Saya berkata: ''Hal itu karena engkau mendapatkan dua pahala.'' Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam menjawab: ''Benar'', kemudian beliau melanjutkan:
''Tidak ada seorang muslim tertimpa musibah baik itu sakit atau lainnya kecuali Allah menghapus kesalahan-kesalahnnya sebagaimana pohon menjatuhkan daunnya.'' (HR. Bukhari-Muslim)

Hadits di atas memberikan penjelasan kepada kita bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam menetapkan bahwa apabila penyakit bertambah berat maka pahalanya dilipatgandakan dan pelipatgandaan ini terus meningkat sampai terhapusnya kesalahan-kesalahan semuanya. Dengan kata lain beliau berkata: Beratnya penyakit mengangkat derajat, menghapuskan kejelekan-kejelekan tanpa tersisa.

Apabila kita memahami hal ini, yaitu rasa sakit atau musibah lainnya dapat menghapus dosa kita dan mengangkat derajat kita; maka hendaklah kita bersabar dan ridho terhadap hal tersebut agar kita mendapatkan apa yang dijanjikan Allah terhadap orang yang bersabar:
''Dan Allah menyukai orang-orang yang sabar.'' (Ali Imran:146)
''Sesungguhnya hanya kepada orang-orang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.'' (Az-Zumar:10)
''Sedang para malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu, (sambil mengucapkan): 'Keselamatan atas kesabaranmu.' Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.'' (ar-Raad: 23-24)

Apakah ini bukan suatu kemuliaan? Bukankah ini merupakan derajat yang tinggi?
Tidakkah kita menginginkan sakit yang kita alami menjadi suatu kenikmatan dan anugerah yang besar?
Jangan biarkan semua janji-janji tersebut...hilang begitu saja....
Jangan biarkan...kesempatan sudah ada di depan mata, namun kita tak sanggup meraihnya....
Klo hal ini terjadi pada kita... Innalillahi wa inna ilaihi raji'un....
tak ada kata lain yang pantas..selain: Saya mendapat musibah besar karena tidak mampu memanfaatkan kesempatan emas dengan adanya musibah yang ada pada saya...

Jika kamu tidak mengetahui maka itu adalah musibah, jika kamu mengetahuinya maka musibahnya lebih besar lagi....
Jika kamu tidak tahu bahwa di balik sakit ada kenikmatan yang besar, ada janji-janji Allah yang menggiurkan...itu adalah suatu musibah;
Jika kamu mengetahui hal ini (keutamaan-keutamaan sakit jika bersabar) namun luput dari memperoleh janji-janji Allah ini ..., maka ini adalah musibah yang sangat besar.

''Sungguh unik perkara orang mukmin, sesungguhnya semua perkaranya adalah baik. Jika ia mendapat kebahagiaan, ia bersyukur dan jika ia mendapat ujian ia bersabar, maka (hal itu) merupakan kebaikan baginya.'' (HR.Muslim)

Semoga bermanfaat, Allahu A'lam.

Sumber Utama:
-Tuhfatul Maridh, Abdullah bin Ali Al-Ju'aitsin, Edisi Indonesia: Hiburan bagi Orang yang Sakit, Penerjemah: Kathur Suhardi. Penerbit: Putaka Al-Kautsar, Jakarta.
Sumber Pendukung:
-Tasliyatu Ahlil Masha'ib, Muhammad bin Muhammad Al-Manjabi Al-Hambali. Edisi Indonesia: Hiburan Bagi Orang yang Tertimpa Musibah. Penerjemah: Abu Umar Basyir. Penerbit: Darul Haq, Jakarta
-Tuhfatun Nisaa', Abu Maryam Majdi Fathi As-Sayyid. Edisi Indonesia: Bingkisan Istimewa bagi Muslimah. Penerjemah: Izzudin Karimi, Lc. Penerbit: Darul Haq, Jakarta
-Catatan-catatan pribadi, dan sumber-sumber yang tidak terikat
 
Back
Top