Cerbung: Dia

Kalina

Moderator
Dia

Sebuah cerita tentang perjalanan hidup dia..
Sebuah cerita tentang cinta dia..
Tentang dia.. tentang dia.. dan dia..
 
1

Seorang pemudi dengan sekuat tenaga melarikan diri dari kejaran segerombol orang. Pemudi bertopi merah itu, membawa sesuatu di tangannya. Apa itu?
"Hey! Jangan kabur!" teriak orang-orang itu. "Copet! Copet!"
Rupanya, si pemudi membawa lar dompet hasil coretannya. Apes, ia kepergok! Dia berlari menelusuri gang-gang sempit nan kumuh. Hingga akhirnya terpaksa sembunyi di dalam tong sampah!
Dia pun lolos dari kejaran mereka, yang mengiranya kabur ke hutan. Ya. Di dekat tempat itu ada hutan kecil yang tak terlalu lebat.

Pemudi itu adalah Ara. Gadis berusia 19 tahun, yang agak tomboy, tapi selalu menyadari kodratnya sebagai wanita. Kehidupan yang miskin, dan lingkungan yang keras, mengajarinya untuk menghalalkan segala cara, demi mendapatkan apa yang ia inginkan. Contohnya, mencopet. Ia sangat ingin punya baju baru untuk tahun baruan minggu depan. Karena tidak punya uang, ia pun mencopet.

Ara pulang ke rumahnya yang sangat kumuh. Terbuat dari sisi-sisi kardus. Kalau hujan, basahlah 'rumah' itu.
Bimo melihat Ara pulang bawa sesuatu, yang dibungkus keresek hitam.
Bimo: "Apaan tuh?"
Ara: "Oh.. ini baju baru untuk tahun baruan."
Dengan bangga, mengeluarkan isi kereseknya, dan menunjukkan baju barunya.
Ara: "Keren, kan?"
Sayang, tampang Bimo tidak ikutan senang.
Bimo: "Nyopet di mana kamu?"
Ara: "Nyopet? Engga kok.. Ara gak nyopet.. Suer, deh!"
Bimo: "Jangan bohong! Tadi, Ibil cerita ke kakak."
Ara: "Salah liat kali.. Belakangan ini, ada banyak cewek yang ngikutin gaya Ara. Pake baju mirip, bahkan, bikin tato mirip yang kayak di belakang kuping Ara. Kayaknya Ara udah jadi trendsetter untuk mereka. Harusnya Kakak bangga.."
Ara bicara sambil tersenyum. Nyerocosin bualan gak berarti untuk membela diri. Tapi..
Bimo: "Ara!!"
Bentakan Bimo membuat senyum itu berubah jadi ketakutan, dan cerocosan itu juga terputus.
Bimo merebut baju baru yang dibeli Ara, dan merusaknya.

Ara: "Kak, jangan dirusak! Jangan! Ara mohon..!"
Ara berusaha merebutnya kembali. Tapi, Bimo telah berhasil mengoyaknya, hingga jadi tak layak pakai. Hal itu membuat Ara menangis.
Ara: "Kakak jahat! Kakak gak ngerti maunya Ara! Kakak gak ngerti keinginan Ara! Ara benci sama Kakak! Baju ini, gak pa-pa rusak. Tapi, Ara bisa nyopet lagi, dan beli yang lebih bagus!"
Lalu, Ara pergi meninggalkan kakaknya.
Bimo: "Ara!!"
Teriakan Bimo tidak dihiraukannya lagi.

Ara duduk di jembatan kecil dekat pemukiman kumuh tempatnya tinggal. Masih menangis. Baju barunya yang dirusak kakaknya, masih ia pangku.

Meski pun lingkungan dan masyarakatnya sebagian adalah bajingan, tapi Bimo tidak lepas kontrol. Ia pemuda yang baik. Memberi makan adiknya juga dengan hasil kerja sebagai kuli bangunan yang digaji 10 ribu rupiah per hari.

Ara masih menangis. Lalu, datanglah seorang wanita tua. Namanya Mbah Lela. Dia sangat dekat dengan Ara dan Bimo.
Mbah Lela: "Kamu kenapa, Ra?"
Ara pun mengadu pada wanita yang sudah seperti neneknya sendiri itu.
Ara: "Pokoknya, Ara kesel sama Kak Bimo. Dia boleh aja ngelarang Ara nyopet. Tapi kan jangan sampai ngerusak baju ini. Belum tentu sampai minggu depan Ara dapet duit."
Mbah Lela: "Iya.. Mbah ngerti. Sudah, jangan menangis lagi.."
Ara mengusap air matanya.
Mbah Lela: "Kamu harus yakin satu hal. Bahwa Tuhan menyayangimu. Siapa tau, dengan kamu berhenti nyopet, kamu bisa dapat sesuatu yang lebih dari yang kamu dapatkan hari ini."
Ara diam saja.

Keesokan harinya..
Ara sudah mengincar seorang ibu dengan dompet tebal dalam keranjang belanjaannya.
Setelah ibu itu lengah, dengan tenang Ara mengambil dompet tersebut.
Dengan girangnya, Ara segera sembunyi ke tempat aman, dan menghitung uang dalam dompet.
Ara: "Wow..!"
Ada segepok uang seratus ribuan.
Ara: "Tajir gue! Tajir.."
Tiba-tiba besi tajam menodongnya.

"Balikin dompetnya!"
Ara melihat seorang pemuda.. Tampang keren. Ganteng. Tapi rasanya kok nyebelin ya..
Ara: "Enak aja! Lo mau? Nih gue bagiin."
Ia mengambil dua lembar uang seratus ribu itu.
Ara: "Pada dasarnya, gue gak pelit, kok. Nih.."
Pemuda itu makin garang.
"Balikin, atau gue lubangin kepala lo pake besi ini.."
Ara: "Ya udah, lubangin aja! Emangnya gue takut apa? Enakan mati, dari pada hidup melarat kayak gini. Giliran dapet rejeki malah diancam-ancam begini! Lubangin! Lubangin!!"
Ara membuka topinya, dan terurailah rambut panjangnya yang tidak terawat. Ia menarik besi itu, dan menempelkan ke keningnya. Ujung besi itu benar-benar runcing. Hanya sedikit gores, kulit kening Ara langsung berdarah.
"Balikin dompetnya!"
Ara: "Engga!"
Ara memasukkan dompet itu ke dalam baju
Ara: "Ambil aja kalo bisa!"
Pemuda tersebut menarik besinya, sekalian menarik tangan Ara. "Lo emang mesti dikasih pelajaran!"
Ia mengeluarkan sebuah borgol, dan membelenggu kedua tangan Ara!

Rupanya, pemuda itu adalah seorang polisi, yang sedang libur tugas, dan kebetulan mengetahui peristiwa tadi.
Namanya Anton.

Anton menjebloskan Ara ke ruang tahanan.
Ara: "Penjara.. lumayan juga. Makanan gratis, kan? Dan mungkin lebih baik dari pada yang gue makan sebelumnya."
Anton: "Terserah lo!"
Ara: "Tapi, meski akibat mencopet adalah penjara, gue gak peduli. Nyopet adalah hobi gue. Setelah keluar nanti, gue akan tetep nyopet. Camkan itu.. Pak Polisi yang.. eneg dilihat.."
Anton cuek saja terhadap Ara yang sedari tadi cuap-cuap tak karuan.
Anton menyerahkan kasus Ara pada para rekannya yang sedang bertugas.
Anton: "Hati-hati. Dia agak gila. Gue balik dulu."

Ibil berlari melewati jalanan penuh sampah, menuju rumah Bimo. Ia masuk ke rumah dengan tergopoh-gopoh. Nafasnya terengah-engah naik turun.
Ibil: "Bimo! Bimo!"
Ia membangunkan Bimo yang tengah terlelap.
Bimo: "Ada apa, Bil?"
Ibil: "Ara.. Ara.. ditangkap polisi!"
Kabar yang Ibil sampaikan membuat Bimo terlonjak saking kagetnya.
Bimo: "Yang bener, lo?!"
Ibil: "Iya, bener. Tadi dia nyopet lagi di pasar. Dapet uang, segepok."
Bimo: "Ara bener-bener keterlaluan! Ayo Bil! Lo ikut ke kantor polisi!"
Ibil: "Oke, Bim."
 
Last edited:
2

Ara duduk di sudut paling belakang ruang tahanan sembari memeluk erat lututnya erat.
Kemudian..
Seorang polisi membuka pintu sel.
Polisi: "Mbak Ara.. ada yang menjenguk."
Ara: "Palingan kakak saya. Suruh pulang aja, deh."
Polisi: "Anda harus menemui mereka. Meski hanya sebentar.
Ara bangkit dari duduknya, dan menemui tamu yang dimaksud.

Memang benar yang datang adalah Bimo. Ia datang bersama Ibil.
Bimo langsung memeluk Ara.
Bimo: "Ra, kamu baik-baik aja, kan? Kakak sudah sering bilang, jangan mencopet. Liat nih, akibatnya."
Rasa cemas menyelimuti jiwa dan raga Bimo.
Ara: "Udah selesai jenguknya? Ara masuk dulu. Permisi."
Ia masuk kembali ke suami tahanan.
Bimo: "Ara.."
Ibil menepuk pundak Bimo.
Ibil: "Yang sabar ya, Bim.."

Beberapa hari kemudian, hakim memutuskan, Ara harus menjalani hukuman dalam penjara, selama empat bulan.
Ara: "Lumayan. Empat bulan makan gratis. Meski rasanya gak enak."
Katanya pada seorang napi lain.

Sementara itu..
Seorang pemuda bingung mencari sebuah alamat rumah. Suhu panas siang itu, tak dipedulikannya.
Pemuda itu namanya Ray. Ia adalah wartawan sebuah koran nasional.
Akhirnya Ray menemukan yang ia cari.
Ia sedang mengumpulkan informasi kriminal, tentang ditangkapnya seorang gadis pencopet. Ia menemui seorang sumber.
"Sebenarnya, dia anak yang baik. Cuma.. mungkin karena himpitan ekonomi."
Selesai wawancara, Ray ke kantor polisi, guna mengumpulkan informasi langsung dari si pencopet.
Di kantor polisi itu, Ray punya sahabat. Namanya Anton.
Anton: "Orangnya agak aneh. Lo punya waktu dua jam ngobrol sama dia."
Ray: "Oke. Thanks, ya."
Tak lama kemudian, Ray sudah duduk di dalam sebuah ruangan, tempat menjenguk narapidana. Ia melihat seorang gadis digiring petugas, masuk ke ruangan. Gadis itu duduk di hadapan Ray.
Ray: "Hai..!"
Sapanya pada gadis tersebut. Bukannya dapat balasan yang baik, malah menatap Ray dengan tataran kurang nyaman. Hawa yang dibawanya juga kurang menyenangkan.

Ray: "Namaku Ray. Kamu.. Ara, kan?"
Ya. Dia memang Ara. Tapi, Ara sama sekali tak terlalu menggubris Ray.
Ray: "Mau minum apa? Atau.. mau makan? Aku pesenin."
Ara terus menatap Ray.
Ara: "Sebenernya apa mau kamu? Kalo gak ada perlunya, aku mau masuk."
Ara sudah berdiri. Hendak memanggil polisi yang menggiringnya taf. Tapi, Ray berhasil menahannya.
Ray: "Hei, tunggu dulu, dong.. Aku cuma mau ngobrol sama kamu. Siapa tau, kamu bisa share tentang semua masalah kamu."
Ara: "Apa urusannya sama kamu? Masalah aku, ya masalah aku. Gak ada hubungannya sama sekali dengan kamu."
Ray: "Ara, aku ini wartawan. Khusus meliput kriminal anak jalanan. Aku paham betul. Beberapa tetangga rumahmu sangat menyayangkan kamu masuk kemari. Maaf Ara, kalau ada kata-kata aku yang menyinggung perasaan kamu."
Ara sudah tidak peduli dengan apa pun yang dikatakan oleh Ray. Ara minta pada sipir, supaya kembali ke sel.
Ray: "Tunggu dulu, Ara.."
Ia masih menahan Ara.

Ara urung membuka pintu.
Ray: "Maaf, kalau ini mengganggu privasi kamu. Tapi, kalau kamu ingin dirahasiakan, aku bisa."
Habis kesabaran Ara.
Ara: "Kamu pikir aku ini apa? Kenapa maksa banget, agar aku mau cerita sama kamu? Ogah!"
Lalu, Ara benar-benar meninggalkan Ray.

Anton melihat Ray bermuka masam.
Anton: "Gimana hasilnya?"
Ray menggelengkan kepala.
Ray: "Cewek aneh. Super aneh. Diajak ngomong baik-baik gak bisa. Mental apaan, tuh?!"
Anton: "Yang sabar dong, Ray.. Namanya juga baru ditangkap polisi.. pasti stress, lah.."
Ray menghela nafas. Bisa maklum.
Ray: "Ya.. ya.. Besok, gue coba lagi."

Ara kembali duduk di sudut ruang tahanan. Air mata basah di pipinya.

Anton menceritakan, bagaimana dia bisa menangkap Ara dengan mudah.
Anton: "Sebenernya, ya kasihan. Tapi ini kan hukum. Gimana pun juga harus ditegakkan. Kata sipir sih.. dia sering keliatan melamun dan nangis terus. Cuma.. ya.. mau gimana lagi.."

Ray: "Kasihan juga. Tapi gue gak akan menyerah. Gue pengen dia cerita."
Anton: "Maksa, nih?"
Ray: "Ya.. abis mau gimana lagi? Gue tertarik sama dia. Gue ngerasa ada sesuatu yang beda gitu.."
Anton: "Playboy lo kumat!"
Ray: "Eit! Gue ini wartawan profesional. Bisa bedain mana pekerjaan, dan mana urusan pribadi."
Anton: "Omdo lo! Omong doang!"
Ray: "Beneran, lagi.."

Besoknya, Ray datang lagi menemui Ara. Gadis itu terlihat tidak lebih baik dari kemarin. Rambutnya tak terawat. Wajahnya kusam. Matanya merah.
Ray mengambil sapu tangan dari tasnya. Ia menyela keringat di wajah Ara. Gadis itu diam saja. Ray juga merapikan rambut Ara. Menyisirnya dengan jari. Lalu mengikatnya dengan karet gelang. Sudah rapi.
Ray: "Kalo begini lebih baik."
Ara masih diam.
Ray: "Ara.. maaf ya. Kemarin aku terlalu memaksa. Tapi, kapan pun kamu mau cerita, aku bersedia mendengarkan. Gini-gini, aku pernah belajar di bidang psikologi."
Ara menatap Ray.
Ara: "Meski pun kamu agak nyebelin, tapi kamu baik."
Akhirnya Ara bicara.

Ray: "Setiap orang pasti punya sisi baik dan buruknya."
Ara bangkit dari duduknya.
Ara: "Aku.. pengen nyopet lagi. Kangen.."
Ray: "Nyopet?"
Ara: "Iya. Hobi yang beda, dan asik. Gak banyak orang yang suka memang. Tapi.. ini menguji andrenalin kita."
Ray: "Unik.."
Ara: "Komplit. Lari, jalan, mikir, semuanya untuk kesehatan."
Ray: "Tapi, itu merugikan orang lain. Kalau seumpama, yang kamu copet, lagi membutuhkan uang itu untuk berobat. Kan kasihan."
Ara: "Iya juga."
Ara kembali duduk dan menerawang.
Ara: "Aku ingin mati aja. Enak.. gak mikirin soal perut, atau apa pun."
Ray: "Kamu tau gak, setelah mati, kita gak selesai gitu aja, loh. Banyak hal mesti dipertanggungjawabkan."
Ara: "Gitu, ya?"
Ray: "Iya."
Ara menundukkan kepala.
Ara: "Aku.. nyopet karena ingin beli baju baru untuk tahun baruan. Tapi, setiap kali beli, selalu dirusak oleh kakakku."
Ara menangis.
Ara: "Sebenernya, kalo disuruh milih, aku juga gak mau. Aku ingin jadi orang baik."
 
Last edited:
3

Cerita Ara membuat Ray tersentuh. Ia jadi mengurungkan niatnya untuk memuat cerita itu di koran. Kasihan..

Ray meletakkan tas ranselnya di sofa. Ia pun duduk di situ juga. Membuka kedua sepatunya.
Kemudian, seorang wanita datang padanya membawa nampan berisi jus buah dan sepiring kue kering.
Ray: "Eh, Mama.."
Wanita itu tersenyum. Ia meletakkan bawaannya di meja.
Irani: "Mukanya kok lemes gitu?"
Ray: "Abis nangis, Ma."
Irani: "Nangis? Kamu nangis? Kenapa?"
Ray: "Tadi, aku kan ke rutan. Wawancara cewek pencopet yang baru ditangkap. Awalnya, aku kira dia belagu. Soalnya, pertama kali ketemu, dia sok sok gimana, yah.. nyebelin, lah pokoknya. Gak nganggap aku ada. Tapi tadi, aku coba lagi dateng, dan dia udah mau cerita. Dia.. kasihan banget. Aku pun.. gak jadi angkat kasus dia, Ma.. Gak tega."
Irani: "Keputusan kamu benar, Sayang. Memangnya.. gadis itu seperti apa, sih?"
Ray: "Sebenarnya cantik. Mungkin karena gak punya uang, jadi gak terawat."

Irani: "Mama jadi ingin kenal.."
Ray: "Ntar aja, kalo dia udah bebas, aku kenalin ke Mama."
Tengah ngobrol, terdengar dering telpon.
Irani: "Ya udah, kamu minum jusnya, dan makan kuenya. Mama mau angkat telpon."

Telpon itu dari sahabatnya Ray. Namanya Damon.
Irani: "Eh, Damon.. Ada apa?"
Damon: "Ray mana, Tante?"
Irani: "Oh, ada. Sebentar.."

Ray menerima telepon Damon di kamar.
Ray: "Ada apa, Mon?"
Damon: "Party, yuk!"
Ray: "Party? Lagi?"
Damon: "Oh.. iya, dong.. Gue kan Pangeran Pesta. Gue gak mau kalo sampe gelar ini lepas."
Ray: "Oke. Di mana party-nya?"
Damon: "Di rumah gue."
Ray: "Kapan?"
Damon: "Besok malem. Jangan telat, loh!"
Ray: "Iya.. iya.."

Damon.. Damon Syahreza. Sahabat Ray sejak kecil. Bahkan sebelum mereka lahir. Mereka selalu melakukan banyak hal bersama. Mamanya Damon, Novia, bersahabat baik dengan Irani sejak SMA. Sebuah persahabatan yang cukup panjang umurnya.

Damon punya cewek. Namanya Sofi. Hubungan mereka hanya sekedar TTM.
Sofi: "Mon, persiapannya udah perfect."
Damon: "Good, honey. Good job! Aku jadi makin sayang sama kamu, nih.."

Party pun tiba..
Sebagai sahabat, Ray datang tepat waktu, dan party di rumah Damon sudah mulai. Di adakan di tepi kolam renang. Suara musik menghentak-hentak.
Ray: "Party kali ini dalam rangka apa, nih?"
Damon: "Dalam rangka, menyambut artis baru perusahaan entertaiment gue. Nindy!"
Yang dipanggil pun datang. Wanita yang sangat cantik. Berwajah indo, dan ia sangat seksi. Rambut cokelatnya terurai indah. Memakai one shoulder warna putih dengan bawahannya rok mini di atas lutut. Sepuluh centimeter di bawah daerah kewanitaan.
Nindy: "Hai semua! Damon, Sofi, dan Raymond.."
Kemudian, datang lagi seorang teman mereka.
Ray: "Hai, Ton..! Dateng juga, lo?"
Anton: "Ya iya, dong.. Acaranya cewek gue, kan.."
Ia merangkul Nindy. Tapi, Nindy berusaha lepas.
Nindy: "Apaan, sih!"
Nampaknya, ia kesal."

Anton: "Nindy.. Jangan gitu, dong.. Aku kan udah minta maaf."
Nindy: "Udahlah, Mas.. Aku capek sama kamu,"
Anton: "Aku juga capek sama kamu. Yang selalu cemburuan."
Mereka mulai berantem.
Damon: "Wei.. Stop! Stop!"
Sofi: "Iya nih. Kok malah berantem, sih.."
Nindy menunjukkan amarah itu lewat raut wajahnya.
Nindy: "Gimana gak kesel coba, Sof.. Waktu itu, dia jalan sama cewe. Gandengan berdua. Dipanggil gak noleh. Jelas aja, gue kesel.."
Anton membela diri.
Anton: "Itu bukan seperti yang kamu pikirin. Ray kenal cewek itu."
Ray: "Loh, kok gue jadi dibawa-bawa?"
Anton: "Karena, cewek yang dimaksud adalah Ara."
Ray: "Ara? Ara yang di rutan?"
Anton: "Iya."
Ray tersenyum. Lalu menjelaskan pada mereka, siapa Ara.
Ray: "Jadi, Nin.. Gak mungkin, polisi pacaran sama narapidana. Udahlah. Baikan sana..!"
Sofi: "Iya, baikan.."
Nindy melirik Anton.
Nindy: "Ya udah. Aku maafin kamu."
Ia pun memeluk Anton.
Mereka kembali pesta.

Kenapa Ray jadi ingat Ara terus?
Damon memperhatikan Ray melamun.
Damon: "Hei.. Ara tuh kayak apa, sih? Sampe bikin Nindy marah besar gitu?"
Ray: "Gadis cantik. Sayang, hidupnya susah banget."
Damon: "Gue penasaran. Kenalin, dong.."
Ray: "Jangan kumat. Ini cewek beda banget dengan cewek-cewek yang biasa kita temui."
Damon: "Ya.. gak papa. Kan jadi temen ini.."
Ray: "Besok gue ke sana. Kalo ketemu sama dia, mesti jaga perasaannya."
Damon: "Iya.. iya.. gue ngerti."

Keesokan harinya, Ray datang menjenguk Ara. Ia tidak sendiri. Ia mengajak Damon.
Ray: "Ara, kenalin.. Damon, sahabat aku."
Damon tersenyum pada Ara. Tapi dibalas dengan tatapan aneh. Garing, deh. Gak papa. Damon bisa mengerti.
Ray: "Hari ini.. kamu gimana?"
Ara: "Jauh lebih baik.."
Ray: "Aku seneng banget dengeroya. Dan aku lihat.. wajah kamu lebih ceria.
Ara tersenyum. Ini senyuman pertama yang ia tunjukkan sejak masuk penjara.
Damon terus memperhatikan Ara. "Cantik banget..," katanya dalam hati."

Ray: "Pokoknya, Ra.. kamu jangan banyak ngelamun. Isi waktu kamu dengan kegiatan yang bermanfaat."
Ara: "Iya. Aku.. udah mulai ikut kegiatan bersama narapidana lainnya. Kayak menjahit. Siapa tau, bisa jadi bekal, saat aku keluar dari sini. Dan aku memutuskan untuk jadi orang baik."
Ray tersenyum.
Ray: "Aku seneng dengernya."
Kemudian, ia mengeluarkan bungkusan tas plastik dari ranselnya.
Ray: "Ini.. ada sedikit buah-buahan untuk kamu."
Ara menerimanya tanpa basa basi.
Ara: "Makasih, ya.."
Damon terkejut melihat Ray begitu perhatian dan akrab dengan Ara.
Damon: "Buset, dah! Si Raymond.. perhatian amat sama nih cewek.."
Lagi-lagi ia berdecak kagum dalam hati.
 
Last edited:
4

Damon.. kenapa mikirin Ara, ya? Lalu, ia menelpon seseorang.
Damon: "Gue Damon.."
Mereka pun terlibat pembicaraan yang cukup penting.

Di rutan..
Ara sedang dapat giliran piket bersama narapidana lainnya. Ia menyapu koridor sel.
Kemudian Anton datang. Ia tersenyum pada Ara.
Anton: "Selamat.. hari ini juga, kamu bebas."
Ara terkejut bukan main.
Ara: "Bukannya.. masih beberapa minggu lagi?"
Anton: "Ada.. yang menjamin kamu."
Ara: "Siapa?"
Anton: "Dia meminta identitasnya dirahasiakan."
Ara bingung. Apakah ini.. Ray yang melakukan?
Saat Anton hendak mengantar Ara pulang..
Ara: "Ng.. Pak Anton, boleh gak, saya minta tolong?"
Anton: "Bilang aja."
Ara: "Saya.. ingin ketemu Ray."
Anton: "Oke. Saya akan bantu."
Ara: "Terimakasih."

Hari ini Ray tidak pergi ke mana-mana. Ia di kantor sedang mengedit naskah berita.
Lalu, Anton datang.
Anton: "Hey, Ray!"
Ray: "Oh, hai, Ton! Tumben kemari? Ada apa?"
Anton: "Sibuk, gak?"
Ray: "Gak.."
Anton: "Ikut gue, yuk.. Ada yang mau ketemu.."
Ray: "Siapa?"

Ray terkejut sekaligus senang melihat Ara ada di hadapannya. Tidak lagi memakai seragam rutan. Ia tampak lebih bersih. Lebih cantik.
Ray: "Ara? Kamu.. ngapain di sini?"
Ara: "Ada yang menjamin aku bebas, Ray?"
Ray: "Siapa?"
Ara: "Itu dia yang mau aku tanyain ke kamu."
Ray: "Pasti kamu ngira aku yang melakukannya. Iya, kan?"
Ara mengangguk.
Ray: "Bukan, Ra. Aku malah gak kepikiran sampai situ."
Lalu, mereka duduk di salah satu bangku. Anton menunggu di mobilnya.
Ray: "Tapi, siapa pun orangnya, semoga dia selalu beruntung. Dan kamu, gak boleh ngecewain dia. Jangan sampai kamu masuk penjara lagi.."
Ara mengangguk lagi.
Ray: "Siapa pun yang menjamin kamu, aku gak peduli. Tapi aku seneng banget kamu bebas. Dengan begitu, pertemanan kita bisa jadi semakin bebas juga."
Ara menatap Ray.
Ara: "Kamu.. mau berteman sama aku?"
Ray: "Iya, dong. Kamu adalah teman yang menyenangkan."
Ara tersenyum.
Ara: "Terimakasih ya, Ray.."

Ray menyentuh kedua tangan Ara.
Ray: "Sekarang, kamu udah ada aku. Jadi, kalau kamu butuh apa pun, kamu bilang sama aku."
Ara: "Iya, pasti. Itu kan, gunanya teman.."
Ray senang. Ara adalah orang yang terbuka dan apa adanya. Tidak seperti gadis-gadis yang sering ia temui. Yang kebanyakan basa basi. Bilang tidak, akhirnya mau juga.

Bimo terkejut melihat kepulangan Ara, diantar Anton.
Bimo: "Kamu udah bebas, Ra?"
Ara: "Iya, Kak.."
Anton: "Ara, pokoknya jangan sampai terulang lagi.."
Ara: "Iya, Pak Anton.."
Anton: "Jangan panggil 'pak', dong. Panggil 'mas' aja.."
Ara: "Iya, Mas."
Anton: "Trus, ini lagi.. Kamu besok bisa langsung kerja di tempat temenku. Itu loh, si Damon. Aku udah bicarain ini sama dia."
Ara: "Sekali lagi, terimakasih."

Damon sangat senang bukan main. Ia telah berhasil mengeluarkan Ara dari penjara. Dan berhasil pula, bikin dia kerja di kantornya. Meski hanya sebagai cleaning service.

Ara: "Makasih, Damon. Kamu mau menerima aku kerja di sini."
Damon: "Iya, sama-sama."
Dalam hati, Damon berkata..
Damon: "Aku ngeluarin kamu dari penjara, karena kamu terlalu cantik, Ara.."

Lagi-lagi Ray dibuat terkejut. Saat ia tau, Arya kerja di tempat Damon.
Ray: "Gila lo, Mon! Kok jadi cleaning service sih?"
Damon: "Abis apa, dong? Dia cuma lulusan SD. Pernah SMP tapi cuma dua bulan."
Ray: "Kalo gitu, gak usah ajak dia kerja di tempat lo. Kasihan.."
Damon: "Kasihan gimana sih, maksudnya? Ini pekerjaan halal, Ray. Iya, emang gajinya gak tinggi. Tapi, dari pada nyopet gitu, loh.."
Ray menatap Damon: "Gue nyium gelagat gak enak sama lo. Ada apa ini? Jangan-jangan, lo juga yang udah jamin kebebasan Ara."
Damon: "Udahlah, Ray.. gak usah bahas ini lagi, oke? Yang penting, sekarang Ara punya pekerjaan halal, siapa tau, minggu depan jadi manajer. Takdir Tuhan gak ada yang tau.
Ray setuju dengan Damon. Tapi, tetap saja hatinya merasa tidak tenang.

Pulang kerja, sekitar pukul tujuh malam, Ara jalan kaki. Ia belum punya uang untuk naik angkot. Belum gajian.
Tapi..
Sebuah mobil jaguar warna silver berhenti di dekatnya. Lalu, kacanya terbuka. Ada Damon di dalam.
Damon: "Bareng, yuk!"
Ara tersenyum. Lalu masuk ke mobil itu tanpa basa basi.
Damon: "Kok gak naik bus?"
Ara: "Gak ada duit."
Damon tersenyum.
Damon: "Makan malam dulu, yuk."
Ara: "Tapi.."
Damon: "Ayolah.."
Ara: "Iya deh. Tapi, ntar anterin aku pulang sampe rumah."
Damon: "Beres itu mah.."
Ara tertawa geli mendengam logat sunda Damon yang dibuat-buat.
Mereka pergi ke restoran langganan Damon. Mereka pesan ruang VIP dengan fasilitas karaoke.
Ara: "Wow.. kamu suka dengan tempat rame?"
Damon: "Iya. Kamu juga?"
Ara mengangguk.
Damon: "Nyanyi, yuk!"
Ara: "Ayo!"
Mereka memilih lagu, lalu menyanyi bersama.
Aku terlanjur cinta kepadamu
Dan tlah ku berikan seluruh hatiku
Tapi mengapa baru ling kau pertanyakan
Cintaku..
Kini terlambat sudah untuk dipersalahkan..
Karena sekali cinta..
Aku tetap cinta..


Suara Damon memang tidak sekeren Pasha. Tapi, Damon baru tau, kalau Ara pandai menyanyi.
Ara: "Biasanya, aku ikut-ikutan temen kalau lagi ada perayaan. Kita nyanyi rame-rame. Jadi, aku sekalian belajar."
Damon: "Tapi, suara kamu benar-benar bagus, Ara."
Ara: "Makasih ya, pujiannya.."
Damon: "Beneran loh. Ini bukan pujian. Tapi kenyataannya memang begitu. Kalau kamu jadi penyanyi, Rossa aja pasti kalah."
Ara: "Udah ah! Jangan becanda gitu. Pulang, yuk..! Aku udah ngantuk, nih.."
Damon: "Ya, deh.."

Sebelum keluar dari mobil, Damon tanya sesuatu pada Ara.
Damon: "Boleh gak, besok pagi aku jemput kamu?"
Ara: "Boleh. Jam enam pagi, ya.."
Damon: "Apa? Jam enam? Gak kepagian?"
Ara: "Aku kan cleaning service. Bukan karyawan."
Damon: "Ya, deh. Jam lima pun, aku dateng."
Ara tersenyum.
 
Last edited:
5

Benar-benar gila!
Saat Ara baru bangun tidur, dan keluar untuk jogging, kira-kira pukul lima lebih sedikit. Ia terkejut melihat mobil Damon sudah ada di depan gubuknya. Damon sendiri ada di dalam mobil. Tidur. Ara tak ingin mengganggunya. Ia pun jogging dulu.
Setengah jam kemudian setelah jogging, mobil Damon masih ada. Damon juga masih tidur. Ara terpaksa membangunkannya. Ia mengetuk kaca mobil beberapa kali, dan berhasil membuat Damon bangun. Pria itu membuka kaca mobilnya.
Ara: "Kamu ngapain pagi-pagi udah di sini?"
Damon: "Katanya.. mau berangkat bareng.. Aku takut kesiangan. Jadi, aku gak pulang tadi malam."
Ara: "Apa? Aduh.. Kasihan banget. Pasti.. sekarang kamu badannya gak enak banget, ya? Tidurnya gak nyenyak, ya?"
Damon tersenyum.
Damon: "Engga, kok. Biasa aja."
Ara: "Mau.. sarapan? Aku gorengin telor.."
Damon: "Boleh, Ra.."
Ara: "Bentar. Tunggu di sini."

Bimo baru selesai mandi di pemandian umum. Ia melihat Ara masak banyak. Telor mata sapinya sampai tiga.
Bimo: "Banyak amat lo makannya.."
Ara: "Bukan Ara. Tapi.. temen Ara."
Bimo melihat keluar dan terkagum pada sebuah mobil mewah yang terparkir di depan gubuk mereka.
Bimo: "Siapa, tuh? Presiden? Apa wakilnya?"
Apa: "Rakyatnya, lah.."

Sudah siap. Ara mengantar sarapan untuk Damon.
Damon: "Hm.. wanginya.."
Ara: "Ya udah. Kamu sarapan dulu. Aku mau ganti baju."

Semua karyawan di kantor Damon heran. Melihat atasan mereka datang pagi-pagi sekali. Apalagi bersama Ara, si tukang bersih-bersih kantor. Keduanya memperlihatkan keakraban mereka.
Ara: "Oh ya, kamu kan belum mandi. Masa.. mau langsung ngantor, sih?"
Damon: "Sstt! Jangan keras-keras, dong. Biar pun gak mandi, aku tetep ganteng, kan?"
Ara: "Tapi bau..!"
Damon tertawa.
Damon: "Tenang aja.. Di ruangan aku, selalu sedia pakaian. Ntar aku mandi, deh."
Ara: "Kalo gitu.. aku kerja dulu.."

Sofi baru pulang kuliah, dan langsung mampir ke kantor Damon.
Sofi: "Damon Sayang..!"
Damon: "Eh.. Sofi sayang..!"
Sofi: "Capek banget, nih.. baru pulang kuliah.."
Damon: "Tapi tadi kuliahnya lancar-lancar aja. Ya, kan?"
Sofi: "Iya."

Seorang office girl berjalan membawa nampan berisi dua cangkir kopi susu.
Tiba-tiba, ia merasa kesakitan.
Ara yang berada tak jauh darinya langsung menolong. Ia menggantikannya mengantar minuman itu ke ruangan Damon.

Sofi dan Damon asik main game online di komputer.
Sofi: "Tembak! Yak! Tembak!"
Damon: "Pake bom aja."
Sofi: "Tembak, dong!"
Damon: "Bom, lah. Ampuh!"
Tengah asik main, ada suara pintu diketuk.
Damon: "Masuk!"
Saat ia tau bahwa Ara yang masuk dengan membawa nampan, entah kenapa, Damon langsung menjauh dari Sofi.
Damon: "Kok kamu yang nganter?"
Ara: "Iya. Tadi, mbaknya sakit perut. Ya udah, aku yang nganter."
Damon: "Oh.."

Ara memperhatikan Damon.
Ara: "Kamu.. belum mandi?"
Ia bertanya dengan suara berbisik.
Damon: "Belum.. Bentar lagi, deh.."
Ara: "Dasar! Ya udah,. aku kerja lagi, ya.. Dah!"

Damon melihat tampang Sofi yang mulai tidak menyenangkan.
Sofi: "Siapa dia? Kok kayaknya kamu akrab banget?"
Damon: "Oh.. Itu Ara. Temen aku sama Ray."
Sofi: "Gak usah bawa-bawa nama Ray, deh.."
Damon: "Emang kenyataannya kayak gitu, kok."
Sofi: "Alah! Ngaku aja..! Dia simpanan kamu, kan?"
Damon: "Terserah apa pemikiran kamu. Pokoknya, aku udah jujur sama kamu."
Sofi: "Kalo gitu, demi kebaikan kita berdua, aku mau warning dia!"
Sofi keluar dari ruangan Damon, dan melihat Ara belum jauh. Ia menyambar lemhar Ara dan menariknya dengan kasar.
Ara: "Aw!"
Damon coba melerai.
Damon: "Sof, udah!"
Sofi menatap Ara dengan tajam.
Sofi: "Kamu jangan deketin Damon lagi! Damon udah punya aku. Ngerti?!"
Akhirnya Ara mengerti.
Ara melepaskan lengannya dari cengkeraman Sofi.

Ara: "Gue pikir ada apaan.. Lo gak perlu kayak gini, lah.. Malu-maluin, tau! Gue sama Damon cuma temen. Jadi, lo gak ada hak marah-marah. Malu, buukk! Malu!"
Sofi menampar Ara keras-keras. Damon sampai ikut merasa sakit.
Damon: "Sofi! Cukup!"
Ara: "Biar aja, Mon.. Kita liat.. sampai sekuat ara di berhadapan dengan Ara..?"
Damon: "Tapi.. kamu lagi dijahatin.."
Sofi tidak menyangka. Damon akan terus-terusan membela Ara.
Sofi: "Damon! Pacar kamu tuh aku. Bukan dia?"
Damon: "Pacar? Kamu pacar aku? Ceritanya gimana? Kita cuma TTM, dan gak ada ceritanya TTM itu cemburuan. Lagi pula, kamu tuh udah salah. Ya udahlah.."
Ara: "Tuh.. dengerin!"
Sofi kesal. Ia pergi sambil menangis.
Damon: "Kamu gak pa-pa kan, Ra?"
Ara: "Kenapa emangnya?"
Damon: "Maafin Sofi, ya.. Dia emang suka gitu."
Ara: "Cewek kayak gitu jangan dipiara. Rugi tau!"
Damon tersenyum.
Damon: "Kamu bener."
Ara: "Sekarang, kamu cepetan mandi. Ini udah siang. Dan aku mau kerja lagi.."

Damon.. baru kali ini bertemu seorang gadis yang begitu berani. Begitu apa adanya. Kalau gadis lain, mungkin sudah minta berhenti kerja, karena sikap Sofi.

Malamnya, Sofi datang ke apartement Damon.
Sofi: "Maafin aku ya, Sayang.. Tadi aku khilaf. Aku.. cuma gak mau kehilangan kamu, Mon.."
Damon: "Tapi, Sof.. hubungan kita hanya sebatas TTM.."
Sofi: "Maka dari itu.. Ayo, kita resmiin hubungan kita."
Damon: "Maksudnya?"
Sofi: "Kita jadian. Kita pacaran. Gimana?"
Damon: "Kamu udah sinting, ya? Gak bisa. Aku gak mencintai kamu. Jadi, aku mohon, jangan minta yang aneh-aneh."
Sofi: "Tapi, Mon.. Aku mencintai kamu. Apa itu belum cukup? Aku akan kasih kamu waktu untuk belajar mencintai aku. Apa.. itu masih kurang?"
Sofi sangat memaksa. Hingga membuat Damon jadi risih dan kesal. Ia mulai bicara ngawur.
Damon: "Aku gak bisa jadi pacar kamu. Karena aku udah mencintai orang lain. Ingat itu!"
Pernyataan ngawur itu melukai hati Sofi. Tapi mau bagaimana lagi?"
 
Last edited:
6

Sofi menangis di hadapan Nindy, Anton, dan Ray.
Sofi: "Damon suka sama cleaning service di kantornya."
Ray: "Cleaning service? Namanya Ara, bukan?"
Sofi: "Iya. Gue sebel banget sama dia. Berani-beraninya dia nantangin gue."
Ray menatap Anton.
Ray: "Ton, sekarang lo bilang yang sebenernya. Siapa yang menjamin Ara bebas?"
Anton: "Sorry. Gue gak bisa bilang. Ini udah jadi amanat yang mesti gue jaga."
Ray: "Tapi, amanat yang lo jaga itu, malah bikin semua jadi bingung. Damon kan, yang ngelakuin?"
Anton masih diam dan tidak mau menjawab. Nindy pun ikut membujuk.
Nindy: "Ayo, bilang aja.."
Anton: "Iya. Damon yang ngelakuin."
Akhirnya rahasia pun terungkap.
Ray lemas.
Ray: "Dugaan gue bener."
Anton: "Katanya, Ara terlalu cantik dalam penjara. Dia merasa sayang."
Ray: "Damon.. Damon.. pikirannya ditaruh di mana, sih..?!"
Sofi: "Gue gak akan biarin tuh cewek ngerebut Damon dari gue."

Sementara itu, Damon dan Ara semakin akrab. Mereka pergi dan pulang kerja bersama.
Hingga suatu siang, saat makan siang di ruangan Damon.
Damon: "Ng.. Ra, kamu mau gak, tinggal di apartement, dekat apartement aku? Jadi kita tetanggaan, deh.."
Ara: "Apartement?"
Damon: "Iya."
Ara masih bingung. Pemberian Damon terlalu besar.
Ara: "Apa gak papa? Aku sih.. mau aja. Gak tau kalau kakakku. Aku kan mesti bilang dulu sama dia."
Damon: "Ntar, aku coba ngomong juga sama dia."
Ara: "Makasih ya, Mon.."
Damon tersenyum senang.

Ray menemui Damon di kantornya.
Ray: "Damon!"
Damon agak terkejut dengan kedatangan Ray. Apalagi dengan tampang tidak ramah begitu.
Ray menatap Damon, dan Ara. Keduanya sedang asyik malam siang.
Ara: "Hai, Ray!"
Ray tidak menjawab apa-apa. Lalu ia keluar begitu saja, tanpa mengatakan apapun.
Ara: "Ray kenapa, ya?"
Damon menggelengkan kepala.
Damon: "Biar aku susul dia. Kamu lanjutin makannya ya."
Ara kembali duduk.

Damon berhasil menyusul Ray. Sahabatnya itu baru mau masuk lift.
Damon: "Ray! Tunggu dulu, Ray!"
Ray menoleh.
Damon: "Lo kenapa?"
Ray tersenyum kecut.
Ray: "Gak papa. Cuma pengen lihat keadaan Ara."
Damon: "Jangan bohong!"
Ray menghela nafas panjang.
Ray: "Mon, boleh gue nanya satu hal sama lo?"
Damon: "Tentu.."
Ray: "Apa.. lo suka sama Ara?"
Pertanyaan yang membuat jantung Damon tiba-tiba berdegup lebih kencang dari biasanya.
Damon: "Gu.. gue.."
Ray: "Kalo lo emang suka sama dia.. jaga dia dengan baik. Jangan permainkan dia, seperti lo permainkan Sofi."
Damon masih bingung. Ia hanya bisa melihat Ray masuk lift dan berlaku begitu saja,"
Tanpa sengaja, Ara mendengar obrolan mereka. Ia berdiri di balik tembok.
Ara: "Apa maksud pembicaraan mereka?"

Damon masih tidak tenang. Mengingat pertanyaan Ray yang aneh itu.
Damon: "Apa pertanyaan Ray ini.. bener-bener terjadi sama gue? Apa gue menyukai Ara?"

Demikian juga Ara. Ia ingat betul pertanyaan Ray.
Ara: "Tapi, kenapa Damon gak jawab?"

Dan Ray.. menyesal telah melakukan hal bodoh di kantor Damon tadi siang.
Ray: "Kenapa gue gak bisa kontrol diri gue ini, ya?"
Ia merasa, yang telah ia lakukan adalah hal konyol.

Keesokan paginya, seperti biasa Damon menjemput Ara.
Keduanya berangkat ke kantor dengan suasana hati yang kalut semalaman. Tapi, lagu-lagu Project Pop yang nge-beat bikin mendinganlah.
Sesekali terdengar suara Ara sayup-sayup ikut bernyanyi. Tapi ia terus memandang ke luar jendela. Damon memperhatikannya.
Damon: "Ra, hari ini.. ikut aku, ya. Kita gak usah ke kantor."
Ara: "Ke mana?"
Damon: "Ngilangin stres. Ke mana aja.."
Ara: "Tapi ntar aku dimarahi sama Bu Wida."
Damon mengambil handphone di saku jasnya, dan menelpon ke kantor.
Damon: "Tolong sambungkan dengan Bu Wida."
Beberapa saat kemudian..
Damon: "Bu Wida, hari ini Ara tidak masuk kerja. Dia ikut saya."
Bu Wida: "Baik, Pak Damon."

Damon mengajak Ara duduk di tepi pantai. Ia melempar pandangannya jauh ke tengah lautan. Ara pun melakukan hal yang sama. Damon membiarkan gadis itu bersandar di bahunya.
Damon: "Ara.."
Ara: "Ya..?"
Damon: "Aku rasa.. Ray menyukai kamu.."
Ara terdiam sejenak.
Ara: "Aku tau. Dari sikapnya saat aku masih di penjara."
Damon: "Apa.. kamu juga suka sama dia?"
Ara: "Suka.."
Mendadak jantung Damon seolah berhenti berdetak mendengar jawaban itu.
Ara: "Suka.. Tapi suka bukan berarti cinta, kan?"
Aneh, mendadak pula, jantung Damon kembali lega.
Ara: "Kemarin, aku gak sengaja dengar yang Ray tanyain ke kamu.. Kenapa kamu gak jawab?"
Damon menoleh pada Ara.
Damon: "Ray itu sahabat aku, Ra. Aku.. gak ingin menyakiti dia."
Ara pun menatap Damon.
Ara: "Apa maksudnya? Apakah.. itu artinya.. kamu.."
Damon menempelkan jari telunjuknya di bibir Ara, lalu mengangguk. Ia mengecup bibir Ara, dan memeluknya.
Damon: "Ya.. Semalaman aku memikirkan yang Ray tanyakan. Aku baru sadar. Selama ini.. aku telah menyayangi kamu, Ara.."

Ara: "Aku juga memikirkan ini semalaman. Tapi aku gak berani menebak-nebak. Aku.. juga sayang sama kamu, Damon.."
Keduanya terdiam lagi. Sejenak kemudian, Damon bicara lagi.
Damon: "Kamu mau kan.. menerima aku apa adanya?"
Ara: "Seharusnya.. aku yang tanya ini sama kamu, kamu tau sendiri siapa aku, dan gimana hidup aku."
Damon: "Kamu masih mending, Ra. Kamu punya kakak yang sayang sama kamu, sedangkan aku.. aku memang punya orang tua lengkap. Tapi mereka sama-sama sibuk. Papaku ada di luar negeri. Udah 20 tahun gak pulang. Mamaku.. setiap hari menghabiskan waktu untuk mabuk-mabukan."
Menyedihkan sekali keluarga Damon, pikir Ara. Dirinya memang lebih beruntung. Hidup miskin, tapi masih bisa tertawa dan tersenyum. Sedangkan Damon, kaya.. dan mapan. Sayang, senyumnya lebih sering muncul terpaksa.
Damon: "Kata mamanya Ray, mereka seperti itu sejak kehilangan adikku yang masih berusia 3 bulan."
Ara memeluk Damon.
Ara: "Sekarang, kamu udah gak sendiri lagi. Ada aku di sisi kamu. Aku akan selalu bersama kamu.."
 
Last edited:
7

Hubungan ini harus ditutupi. Tidak ada yang boleh tau. Bukan karena apa. Tapi.. Damon dan Ara tidak ingin melukai perasaan Ray.

Suatu hari, Damon datang menemui Bimo. Kakak Ara itu sudah tau hubungan Damon dengan Ara.
Damon: "Bimo, kalau lo gak keberatan, gue mau melamar Ara."
Bimo tersenyum.
Bimo: "Damon, gue sih setuju aja. Lo udah rezekinya Ara. Gue yakin, kalo sama lo, dia akan jadi wanita yang lebih baik."
Damon: "Terimakasih, Bim."
Bimo menepuk pundak Damon.
Bimo: "Sekarang, Ara jauh lebih baik. Mungkin penjara udah ngasih dia pelajaran. Dan, kasih sayang dari lo, membuatnya tau gimana hidup jadi manusia. Gue yang seharusnya berterimakasih sama lo,"
Damon: "Yang penting, sekarang hidup Ara sudah jauh lebih baik. Kita berdua punya peran dan posisi masing-masing. Bukan begitu, Bim?"
Bimo tersenyum.

Pulang kerja, Damon mengajak Ara ke suatu tempat.
Damon: "Aku punya kejutan untuk kamu."
Ara: "Apa itu?"
Damon: "Ada aja. Namanya juga kejutan. Gak boleh ngomong, kan?"

Sampailah mereka di sebuah gedung mewah dan tinggi. Letaknya di pinggiran kota.
Ara: "Ini di mana?"
Damon: "Pokoknya, nanti kamu akan tau."
Ara: "Jadi penasaran, deh."

Damon menggandeng tangan Ara, masuk ke gedung tersebut, lalu naik lift ke lantai 8.
Dan mereka menuju suatu ruangan, yang di pintunya bertuliskan angka 87.
Ketika dibuka..
"Kejutan!!"
Ara tercengang. Melihat Bimo.
Ruangan itu penuh balon. Dan spanduk bertuliskan "Happy Birthday Ara".
Damon: "Selamat ulang tahun ya, Sayang.."
Ara menoleh pada Damon, lalu memeluknya erat.
Ara: "Makasih, Damon.. Makasih, Sayang.."
Damon: "Sebagai kadonya, kamu dan kakak kamu, mulai hari ini tinggal di apartement ini."
Ara semakin bahagia.
Bimo menghampiri mereka.
Bimo: "Iya, Ra. Awalnya, kakak juga kurang enak hati. Tapi setelah dipikir-pikir, baik juga kalo hidup kita jadi sedikit lebih enak."
Ara: "Makasih ya, Kak.."

Damon: "Dan juga.. aku udah siapin pekerjaan baru untuk kakak kamu. Jadi asisten aku. Gimana? Kamu setuju, kan?"
Ara mengangguk tanpa basa basi. Senyuman bahagia seolah tak mau enyah dari wajahnya.
Ara: "Sekali lagi makasih ya, Sayang.."
Damon: "Kamu gak perlu bilang terimakasih terus. Ini udah kewajiban aku sebagai calon suami kamu."
Ara semakin tersipu malu. Lalu, ia memeluk Damon lagi.

Damon mengajak Ara ke pesta yang ia adakan di sebuah hotel. Pesta merayakan kesuksesan film barunya Nindy.
Mereka disambut oleh banyak orang. Di antaranya adalah wartawan.

Suasana di dalam gedung dan di luar begitu berbeda. Asyik, elit, mewah, dan indah.
Melihat seorang undangan wanita yang begitu anggun berjalan, membuat Ara tak mau kalah, lantas menirunya. Damon menyimpan tawanya. Ia tau, sepatu Ara bukan highheels. Jadi, saat bergaya anggun, ia tidak akan jatuh.
Ara juga meniru cara wanita-wanita elit itu makan dan minum.
Damon mengajarinya menggunakan pisau dan garpu.
Damon: "Kamu pinter deh, Sayang.."
Bisik Damon.

Di pesta itu, selain Nindy, hadir pula Ray, Sofi, dan Anton. Ray menyapa Damon dan Ara.
Ray: "Ara.. kamu juga dateng, ya..?"
Ara tersenyum. Inilah saatnya mempraktekkan keanggunan yang ia pelajari beberapa menit yang lalu. Ia pun tersenyum anggun.
Ara: "Iya, Ray.. Aku diajak Damon.."
Sofi menatap Ara penuh rasa benci dan cemburu.
Ara: "Mas Anton, apa kabar?"
Anton: "Baik, Ra.."
Nindy juga menyapa Ara.
Nindy juga menyapa Ara.

Kedekatan Ara dan Damon membuat Ray terus teringat. Ya.. ia memang cemburu.
Ray: "Kenapa harus Damon yang lebih dekat dengan kamu, Ara? Bukannya aku yang lebih dulu mengenal kamu?"

Sofi merasa kedekatan Ara dan Damon itu aneh. Tidak seperti teman atau sahabat pada umumnya. Maka, ia putuskan untuk melabrak Ara, yang sedang mengelap kaca di lobi.
Sofi: "Heh! Perempuan jalang!"
Ara dengan santai menghadapi Sofi.
Ara: "Lo lagi.. Ada apa?"
Sofi: "Sebaiknya, lo enyah dari sisi Damon. Karena, itu posisi gue!"

Ara: "Gak tau malu banget lo, ya?! Damon tuh gak mau lagi liat muka lo! Apalagi biarin lo ada di sisinya. Bisa eneg dia.."
Sofi menampar Ara. Keras. Cukup keras. Sehingga semua orang di lobi melihatnya. Ara tidak lagi tinggal diam diperlakukan begitu. Ia balik menampar Sofi.
Ara: "Gimana? Sakit, gak?"
Sofi mengerang, sambil memegangi pipinya yang sakit.
Ara: "Makanya, jangan suka main tangan. Sekarang kan jadi keliatan yang jalang siapa. Gue atau lo?"
Sofi tidak terima dengan perlakuan ini. Ia menyerang Ara lagi. Tapi, Ara yang anak jalanan sudah biasa berantem. Apalagi jamannya nyopet dulu. Ia bisa menghindari serangan Sofi yang membabi buta, tanpa perlu membalas.
Semua orang menyaksikan itu dan terkesima melihat aksi Ara. Bahkan sambil menghindar, ia masih bisa memanggil satpam.
Dua satpam datang dan melerai mereka.
Pada saat itulah, Damon datang.
Damon: "Sofi.. Sofi.. aku gak nyangka, kamu bisa bersikap se-norak ini. Sekarang, kamu ikut aku! Kita bicarakan baik-baik."
Ia menarik tangan Sofi, dan pergi."

Sofi duduk di sofa dengan wajah penuh air mata. Damon memberinya segelas air dingin.
Damon: "Aku minta maaf. Waktu itu udah bentak kamu. Udah teriak ke kamu. Karena aku emosi banget. Tapi sungguh, aku dan Ara tidak ada hubungan apa-apa. Kami hanya teman."
Sofi: "Beneran cuma temen?"
Damon: "Iya. Kamu boleh tanya langsung sama Ara."
Sofi: "Kalo gitu, apa kamu bisa nerima aku lagi?"
Damon menatap Sofi.
Damon: "Maaf, Sofi.. saat ini aku gak bisa.."
 
Last edited:
8

Di lobi, para karyawan membicarakan aksi Ara.
Susi: "Ra, kamu bisa ilmu bela diri?"
Ara: "Dikit.."
Susi yang bagian resepsionis terus memuji Ara.
Ratna yang sama-sama bagian cleaning service juga mendukung aksi Ara.
Ratna: "Perempuan kayak gitu sekali-sekali memang harus dikasih pelajaran. Biar gak kegenitan sama Pak Damon.
Ara tertawa.
Ara: "Udahlah.. Yang tadi biarin lewat. Sekarang kembali kerja, yuk.."

Damon masih bicara dengan Sofi.
Damon: "Aku mohon banget sama kamu ya, Sof.. Jangan ganggu Ara lagi. Kasihan.."
Sofi: "Damon, perlu kamu tau satu hal. Aku gak rela kamu dimiliki wanita lain. Aku akan terus menunggu kamu. Sampai kamu buka lagi hati kamu untuk aku.."
Damon tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya. Ini sesuai dengan kesepakatannya bersama Ara.

Sofi belum puas. Ia harus cari cara yang lebih ampuh, untuk membuat Damon kembali ke pelukannya.
Ia pergi ke sebuah rumah mewah bertingkat tiga, dengan atap kuba. Rumah itu bak istana arab itu dibangun di tengah padang rumput

Di rumah itu tinggal seorang wanita yang usianya tidak lagi muda, tapi masih sangat cantik. Sayang, ia sendirian dan kesepian. Raga ayunya sudah lama tak terawat. Ia hanya ditemani oleh dua pembantu, dan dua satpam. Dia adalah.. Novia. Mamanya Damon.
Dua puluh tahun yang lalu, terjadi petaka yang langsung merubah hidupnya beserta keluarganya.
Seperti biasa, di hari Sabtu, Novia mengajak Kelly, putri bungsunya yang masih berusia tiga bulan ke taman dekat rumah. Kegiatan ini dilakukan, supaya Kelly menjadi anak yang ramah. Di taman itu banyak anak-anak bermain dan sesekali bercanda dengan Kelly. Juga banyak ibu-ibu yang sambil menunggui anaknya, mengajak Novia mengobrol.
Di hari itu, ketika sudah sore, dan bersiap untuk pulang, tiba-tiba Kelly sudah tidak ada di kereta bayinya.
Novia: "Kelly! Kelly! Kamu di mana, Sayang?!"
Ia mencari ke seluruh taman. Tapi tidak ada. Terang saja, Gunawan, suaminya, marah besar.
Gunawan: "Kenapa kamu sangat ceroboh,Nov?!"
Novia: "Maafin saya, Mas.."

Gunawan: "Kamu harus bertanggung jawab atas hilangnya Kelly!"
Novia sangat terpukul. Apalagi, ketika Gunawan memutuskan untuk meninggalkan Novia, dan pergi ke luar negeri. Wanita itu semakin terpuruk. Mengurus Damon yang masih berusia empat tahun pun tidak mampu. Maka, Damon pun diasuh oleh Irani, mamanya Ray.
Novia melarutkan hidupnya pada berbotol-botol wine, vodka, bir, dan minuman keras lainnya, selama kurang lebih dua puluh tahun!
Meski keadaan Novia sangat buruk, tapi Damon sangat sayang pada mamanya. Ia menuruti apa yang diinginkan Novia.
Rupanya, hal inilah yang akan dimanfaatkan oleh Sofi. Berhasilkah? Kita lihat saja nanti.

Sementara itu, Ray berniat menyatakan cintanya pada Ara, sebelum keduluan Damon.
Ray memilih sebuah restoran romantis dekat kantor Damon.
Ara: "Kamu mau ngomong apa, Ray?"
Ray tersenyum. Ia menyentuh tangan Ara..
Ray: "Mau gak, kamu nikah sama aku?"
Ara tercengang. Ia sangat terkejut.

Ara: "Nikah? Nikah.. menikah, maksudnya?"
Ray mengangguk.
Ara: "Jadi suami istri?"
Ray mengangguk lagi.
Ara: "Pa.. pake ijab qobul itu?"
Ray: "Iya. Kamu mau, kan?"
Ara: "A, aku.. anu.. gimana ya, Ray..?"
Ray tidak menjawab. Ia membiarkan Ara berpikir sendiri.
Ara melirik jam dinding..
Ara: "Udah waktunya balik ke kantor. Permisi.."
Ia langsung pergi.
Ray mengejarnya.
Ray: "Ara, tunggu, Ra..!"
Ia berhasil meraih lengan Ara.
Ray: "Kalau kamu gak mau, tolak aja! Gak perlu pake acara ngegantung kayak gini."
Ara: "Maaf, Ray.. aku memang mau menolak. Tapi gak tau mesti ngomong apa."
Ray menatap Ara. Ia kecewa.
Ara: "Bukankah kita cuma teman? Kenapa tiba-tiba kamu minta aku nikah sama kamu? Apa kamu gak tau, artinya teman?"
Ray: "Ara.. aku mencintai kamu.."
Ara: "Lepasin lengan aku, Ray! Lepasin!"
Ray melepasnya. Dan ia pun pasrah membiarkan Ara pergi.

Ara menyesal telah kasar pada Ray. Tanpa sengaja, Damon melihatnya menangis di balkon gedung sendirian.

Damon: "Kamu kenapa, Sayang?"
Ara langsung memeluk Damon.
Ara: "Aku.. mencintai kamu, Damon.."
Damon: "Aku juga mencinta kamu. Tapi.. kenapa kamu menangis?"
Ara melepas pelukan. Damon menghapus air mata kekasihnya itu.
Ara: "Barusan, Ray minta aku nikah sama dia.."
Damon memeluk Ara lagi.
Damon: "Trus, kamu bilang apa sama dia?"
Ara: "Aku tolak. Tapi.. kayaknya caraku salah.."
Damon: "Aku kenal Ray. Dia mungkin akan kecewa. Tapi kan kamu gak bilang alasannya. Kecewanya gak akan lama."
Ara masih menangis. Air matanya membasahi jas Damon.
Damon: "Aku.. sebenernya juga kalut. Gimana caranya bilang ke Ray, Sofi, dan yang lain. Kalau kita akan nikah. Mereka kan harus diundang."
Ara: "Cepat atau lambat, mereka harus tau. Mau gak mau. Kita harus terus terang. Iya, kan?"
Damon: "Iya. Kamu benar, Sayang.. Tapi.. gimana caranya..?"

Sore ini, Irani melihat Ray murung di kamarnya. Ia masuk, dan duduk di samping putra semata wayangnya.
Irani: "Kamu mencintai gadis itu ya, Ray?"
Ray buru-buru menyembunyikan foto Ara di bawah bantal.
Ray: "Eh.. Mama.."
Irani: "Apa.. dia menolak kamu?"
Ray: "Iya, Ma.."
Irani: "Apa sih yang kurang dari anak mama ini? Cakepnya udah cakep banget. Baiknya udah baik banget."
Ray terdiam. Lalu bicara lagi.
Ray: "Dia.. bukannya membenci aku. Tapi.. dia lebih mencintai orang lain dari pada aku, Ma.."
Irani:"Siapa dia? Apa dia punya kelebihan yang gak kamu punya?"
Ray: "Dia.. lebih mencintai Damon, Ma.. Dia.. lebih memilih Damon dari pada aku, Ma.."
Irani mengelus tangan Ray.
Irani: "Yang sabar ya, Ray.."

Ray tadinya akan menyusul Ara. Untuk kembali membujuknya menikah. Tapi, keduluan Damon. Dan, ia mendengar semua yang mereka bicarakan dengan hati yang sangat hancur..
 
Last edited:
9

Usaha Sofi untuk memperalat Novia cukup bagus. Ia.. tanpa sepengetahuan Damon, membawa Novia ke tempat rehabilitasi, khusus pecandu minuman keras.
Sofi: "Tante harus sembuh, dan bantu aku, untuk membuat Damon kembali lagi sama aku."

Anton dan Nindy terkejut mendengar curhatan Ray.
Nindy: "Lo gak salah denger kan, Ray?"
Ray: "Sayangnya.. Enggak.."
Anton: "Gue udah baca gelagat Damon, sejak dia menjamin Ara bebas. Bener-bener playboy ulung dia. Masternya playboy deh!"
Nindy: "Kita harus kasih pelajar si Damon."
Anton: "Ya. Kamu bener, Sayang.."
Nindy: "Pokoknya, Ray.. lo tunggu aja. Kita akan buka mata Ara lebar-lebar. Damon itu playboy. Sebagai sesama perempuan, aku gak rela kalau Ara diperlakukan sama kayak Sofi."
Ray: "Kalo.. ternyata.. Damon bener-bener mencintai Ara.. gimana?"
Nindy: "Gak mungkin itu, Ray.. Kita semua tau betul siapa Damon."
Anton: "Banyak yang jadi korban. Salah satunya Sofi."
Ray: "Gue.. ngikut aja, deh.."

Suatu kali.. saat makan siang di kafe dekat kantor, Damon dan Ara bertemu Anton, yang juga mau makan siang.
Anton: "Hey.. kalian di sini juga?"
Damon: "Iya. Biasanya makan dari katering langganan kantor. Sekali-sekali ingin suasana beda. Ya kan, Ra?"
Ara: "Iya, Mas.."
Damon: "Eh, gabung sama kita, yuk."
Anton: "Boleh juga. Lagian gue sendirian, nih.."
Anton langsung duduk di samping Damon, setelah memesan menu.
Damon: "Emangnya.. Nindy ke mana, sih?"
Anton: "Biasalah.. sibuk syuting."
Sesekali, tanpa sengaja Damon dan Ara menunjukkan kemesraan mereka.
Anton: "Oh ya, Mon, besok lusa, Nindy bikin pesta kecil-kecilan. Kalian berdua dateng, ya.."
Damon: "Oh, pasti. Pangeran Pesta pasti dateng."

Nindy rupanya tidak tau menau tentang serta yang disampaikan oleh Anton pada Damon dan Ara.
Nindy: "Kamu bikin rencana, tapi gak share dulu sama aku. Kalo dadakan gini gimana?"
Anton: "Tenang aja. Aku udah siapin semuanya. Pestanya sederhana banget. Kayak gatheringan gitu. Pokoknya, kamu terima beres aja."

Nindy: "Kamu yakin, usaha kita menolong Ara ini akan berhasil?"
Anton: "Yakin gak yakin, sih. Tapi kalo gak dicoba kan, kita gak akan tau."
Nindy: "Aku suka cara kamu berpikir, Sayang.."
Anton: "Inget ya, Nin.. kita melakukan ini, bukannya egois, jahat, atau apalah. Tapi, untuk menyadarkan Ara. Siapa Damon sesungguhnya. Sebelum mereka terlalu lama bersama."
Nindy: "Iya, Mas.. aku ngerti. Aku akan hubungi Ray dan Sofi. Juga beberapa mantannya Damon."
Anton: "Sip!"

Seperti biasa, pulang kerja, Damon dan Ara pulang bersama. Mereka mampir dulu ke apartement Damon.
Damon: "Aku mau menata ulang interior apartement aku. Persiapan untuk kita nanti."
Ara: "Kalo gitu aku juga harus sumbangin ide, dong."
Damon: "Itu udah pasti. Kan kamu nyonya rumahnya."
Ara tersenyum.
Mereka masuk ke apartement Damon yang bersih dan rapi. Ara meletakkan tasnya di sofa.
Ara: "Mau ditata kayak gimana, nih?"
Damon: "Terserah Tuan Putri aja.."
Ara: "Kamu tuh ya.. seharian ini godain aku terus..
Damon: "Udah jadi hobi, sih..!"

Ara gemas. Ingin mencubit pipi Damon. Tapi, kekasihnya itu berhasil menghindar. Maka, terjadilah kejar mengejar mengelilingi sofa panjang. Hingga akhirnya Damon membiarkan dirinya tertangkap, dan keduanya jatuh ke sofa panjang itu, dengan posisi Ara di bawah, Damon di atas. Sesaat, kedua mata mereka saling bertumpu, dan memancarkan rasa cinta dan sayang yang lian mendalam.
Damon mengecup bibir Ara. Lalu berbisik..
Damon: "Aku sangat mencintai kamu, Ara.."
Dijawab dengan bisikan juga oleh Ara.
Ara: "Aku juga sangat mencintai kamu, Damon.."
Mereka berpelukan.
Damon: "Mungkin, akan ada beberapa masalah yang siap muncul di hadapan kita. Tapi aku mau.. kita menghadapi itu semua sama-sama. Aku ingin.. kita tetap bersama.."
Ara: "Aku tau.. Meski akan terluka.. aku tetap mencintai kamu.."

Sofi menyambut baik rencana Anton dan Nindy untuk memisahkan Damon dan Ara.
Sofi: "Kalian emang bener-bener sahabat terbaik gue."

Nindy: "Sof, lo jangan besar kepala dulu. Ini, kita lakuin, bukan buat lo atau pun Ray. Ini demi kebaikan Ara sendiri."
Anton: "Yup. Itu bener."
Sofi: "Ya udahlah.. persetan dengan tujuan kalian. Bagi gue yang terpenting adalah, gimana caranya misahin mereka, trus Damon balik ke gue lagi."
Nindy: "Yah.. kalo lo maunya kayak gitu, tolong jangan libatkan rencana ini."
Sofi: "Tenang aja lah, Nin.. Lo gak perlu sampe kayak kebakaran jenggot gitu."
Anton: "Pokoknya, jangan pake kekerasan. Gue gak akan bantu."
Sofi: "Iya.. iya.. cemas amat, sih!"
Kemudian, mereka memperhatikan Ray yang sedang melamun di teras rumah Nindy.
Sofi menghampirinya, dan duduk di sampingnya.
Sofi: "Ayolah, Ray.. semangat! Setelah berhasil misahin mereka. Kesempatan lo dapetin Ara makin lebar."
Ray diam saja. Hatinya benar-benar kalut, bingung, dan gelisah. Ada yang ia takutkan. Ada yang ia khawatirkan. Tapi apa? Toh, Anton, Nindy, Sofi, dan beberapa mantan Damon akan bekerja sama. Lantas, apa yang membuat Ray resah begini?

Keesokan harinya, Ara ikut Damon menghadiri acara-acara penting. Ada dua acara hari itu.
Yang pertama, sekitar pukul sepuluh pagi, mereka menghadiri pesta amal bersama para selebriti.
Lalu, sekitar pukul dua siang, mereka pergi menghadiri party kecil-kecilan yang diadakan oleh teman Damon.
Dua-duanya harus bawa pasangan. Untungnya, Ara suka juga dengan suasana pesta. Jadi, dia enjoy saja ikut Damon.
Baru malam harinya, mereka ke rumah Nindy. Awalnya mereka mau mengajak Bimo. Tapi, Bimo tidak mau. Capek katanya.
Damon: "Kok rumah Nindy suasananya biasa aja? Kayak gak ada pesta."
Ara: "Mungkin di dalam udah rame."
Damon: "Mungkin aja. Ayo, kita masuk."
Ara: "Eh, tunggu dulu.."
Ara memperhatikan penampilan Damon.
Ara: "Udah cakep.."
Damon: "Kamu juga cantik, kok.."
Ia langsung mencium pipi Ara.

Benar. Di dalam rumah, tepatnya di halaman belakang, dekat kolam renang, udah banyak yang datang. Anton, Ray, Sofi, dan tentu saja Nindy. Tidak lupa, beberapa mantan Damon juga ada.

10

Salah satu mantan Damon, namanya Mela, tampaknya sudah tidak sabar.
Mela: "Mana Damon? Kok belum dateng juga?"
Nindy: "Sabar, Mel. Dia gak mungkin gak dateng. Meski telat, pasti dateng."
Mela: "Soalnya, gue udah gak sabar mau bikin perhitungan sama dia."

Sebelum bertemu dengan Nindy dan yang lain, Ara melepas gandengan tangannya dengan Damon. Supaya hubungan mereka tetap tertutup.
Nindy menyambut mereka dengan baik.
Nindy: "Akhirnya, kalian datang juga."
Damon: "Sori.. tadi masih ini.. nungguin Ara dandan. Suka lama dia."
Ara menoleh pada Damon.
Ara: "Bukannya kamu yang tadi sibuk milih jas? Hayo!"
Damon hanya cengengesan. Tapi, senyumnya berubah jadi rasa heran.
Damon: "Ini.. kok.. tamunya kebanyakan cewek sih, Nin?"
Ia memperhatikan satu per satu cewek yang ada.
Damon: "Gita..? Misty..? Mela..? Kok..?"
Ara tidak mengerti maksud pesta ini. Tapi ia diam saja.
Mela menghampiri Damon.
Mela: "Kamu masih inget aku rupanya.."

Damon: "Iya, inget. Mela.. yang waktu itu casting bareng Dilla, kan?"
Mela: "Ada lagi gak, yang diinget tentang aku?"
Damon: "Apa?"
Belum sempat Damon berpikir untuk mengingat, Nindy langsung menjelaskan.
Nindy: "Mela adalah cewek yang pernah lo pacarin cuma tiga hari. Setelah itu, kalian putus, karena lo selingkuh sama Gita."
Gita juga menghampiri Damon.
Gita: "Katanya, aku mau dibeliin mobil. Mana?"
Damon: "Mobil apaan, ya?"
Gita: "Kan waktu itu kita taruhan mobil. Kamu gak berhasil agum aku. Gimana, tuh?"
Damon bingung.
Misty: "Kamu juga janjiin aku apartement, kalo gak berhasil peluk aku. Sekarang, mana janji kamu? Kamu gak sempet kasih apartement itu, karena kamu selingkuh sama Sofi."
Damon tambah bingung. Apalagi Ara. Ia menyaksikan satu per satu cewek melabrak kekasihnya.
Hingga akhirnya Sofi pun bicara.
Sofi: "Ara.. kamu tau, gak? Mereka adalah mantan pacar Damon, yang dipacarin paling lama tiga hari dua belas jam."
Ara memperhatikan cewek-cewek itu lagi.

Sofi: "Sebelum lo terlalu dalam mencintai Damon, sebaiknya diakhiri sekarang juga. Atau lo akan terluka seumur hidup."
Ara menatap Damon. Lalu menatap Nindy dan yang lain.
Ara: "Apa maksudnya ini?"
Nindy pun bicara lagi.
Nindy: "Kami mau nolongin lo. Lepas dari perangkap Damon."
Ara: "Kami gak pacaran, kok.."
Semuanya bingung setelah mendengar ucapan Ara.
Tapi akhirnya Damon bicara.
Damon: "Kami emang gak pacaran.."
Ia menggenggam tangan Ara.
Damon: "Tapi.. GUE CINTA MATI SAMA DIA..!!"
Tidak ada yang menganggap serius kalimat itu. Malah, Anton tersenyum menghinanya.
Mela: "Cinta mati? Bullshit! Dulu kamu pernah bilang cinta mati sama aku. Tapi cuma bertahan tiga hari. Belum puas kamu, nyakitin cewek-cewek?"
Ara menatap Damon. Melepaskan tangan pria itu. Lalu, berpaling.
Damon: "Maafin aku ya, Sayang.. Aku gak cerita tentang ini semua karena aku udah lupa.."
Kemudian..
Gita: "Udahlah! Kita hajar aja nih cowok. Biar gak bisa gangguin cewek-cewek lagi."

Misty bersiap dengan kepalan tangannya. Ketika ia hendak menghajar Damon, tiba-tiba Ara beraksi.
Ara: "Berani lo sentuh Damon, lo berhadapan sama gue!"
Misty: "Heh! Dia tuh udah permainin kita-kita. Sekarang lo korbannya."
Ara: "Korban? Korban apa, nih? Gue gak ngerasa dipermainin, tuh. Gue sama Damon paling mencintai. Kayak apa pun masa lalunya, gue sama sekali gak peduli. Toh, gue juga gak lebih baik dari dia. Gue mantan narapidana! Tapi Damon gak mempermasalahkan itu. Trus, ngapain gue harus ngegubris kalian? Itu sama sekali gak penting."
Lalu, ia kembali menggandeng tangan Damon.
Ara: "Ayo, kita pergi dari sini. Sebelum aku makin naik darah."
Damon masih terpaku menatap Ara.
Ara: "Kita masih ada pekerjaan di apartemen kamu."
Sebelum mereka pergi, Sofi langsung menghalangi mereka.
Sofi: "Ara, lo tuh bodoh banget, ya.. Jelas-jelas dia playboy ulung, lo masih aja di sisinya."
Ara: "Hmm.. Kedok sendiri lo buka. Lo kan juga maksain Damon untuk balik sama lo. Sekarang gue nanya. Yang bodoh, lo atau gue?"

Sofi tampak malu dan kesal. Ia tidak bicara apapun.
Lalu, Ara dan Damon pergi meninggalkan pesta itu.

Sedari tadi, Ray hanya diam. Tidak ikut-ikutan menghujat Damon.
Sofi ngamuk. Ia kesal.
Sofi: "Mereka berdua gila! Udah gila!"
Anton pun mengevaluasi hasil kerja mereka.
Anton: "Gue gak bisa komentar lebih. Tapi, Ara bener-bener mencintai Damon. Kalo cewek lain kayak gitu, pasti langsung mutusin Damon."
Nindy: "Aku rasa, Mas.. Mereka berdua emang saling mencintai."
Anton: "Aku gak bisa setuju sepenuhnya. Bisa aja tadi aktingnya Damon."
Ray: "Gue mohon sama kalian. Jangan lagi ganggu hubungan mereka."
Setelah itu, Ray pamit pulang.

Damon dan Ara saling diam. Di mobil hanya terdengar sayup-sayup lagu barat klasik yang diputar oleh salah satu stasiun radio.
Ara menyentuh tangan kiri Damon, dan menggenggamnya erat. Matanya menatap pria itu, lalu senyum manis tersungging di bibirnya.
Damon pun membalas senyum itu. Ia menghentikan mobilnya di pinggir jalan.
 
Last edited:
Bls: Cerbung: Dia

Damon: "Maafin aku, ya.."
Ara: "Maaf apa?"
Damon: "Kamu gak marah soal di pesta tadi?"
Ara masih tersenyum.
Ara: "Peluk aku.. sini.."
Damon memeluknya.
Ara: "Aku sangat mencintai kamu, Damon.."
Damon: "Aku juga, Ara.."
Ara: "Apapun cerita di masa lalu kamu, aku gak peduli. Sekali pun kamu adalah preman, atau pelaku kriminalitas pun, aku tetap gak peduli. Apalagi cuma mantan playboy. Aku mencintai kamu apa adanya."
Damon semakin erat memeluk Ara.
Damon: "Makasih ya, Ra.. Makasih.."
Keduanya larut dalam samudera cinta yang seakan tak bertepi.
Damon: "Oh ya, sebelum orang lain yang ngomong, aku mau ngomong duluan sama kamu."
Ara: "Apa itu?"
Damon: "Yang menjamin kamu keluar dari penjara itu.. aku.."
Ara melepas pelukannya, dan menatap Damon lekat.
Ara: "Sungguh..?"
Damon: "Yang mengatur kamu kerja di tempatku itu.. juga aku."
Ara masih bingung.
Ara: "Kenapa kamu lakukan itu?"
Damon: "Kamu marah gak, kalo tau alasannya?"
Ara: "Tergantung.."
Damon: "Aku jadi gak berani bilang."
Ara: "Ya deh, aku gak akan marah."
 
Last edited:
Bls: Cerbung: Dia

Damon: "Alasannya adalah.. kamu terlalu cantik di dalam sana. Aku takut kamu diapa-apain.."
Bukan marah. Tapi senyum yang Ara tunjukkan.
Ara: "Tau gak.. aku.. ngerasa kamu lucu. Tapi aku gak bisa ngetawain kamu. Aku malah terharu. Damon sayang.. makasih, ya.."
Damon ikut terharu.
Damon: "Ara.."
Ia memeluk gadis itu lagi.
Damon: "Kamu bener-bener bikin aku cinta mati. Aku janji gak akan bikin kamu kecewa."
Ara: "Aku juga akan berusaha untuk bahagiain kamu."
 
Bls: Cerbung: Dia

11

Sofi melihat keadaan Novia di rehabilitasi. Wanita itu sudah lebih baik dan bisa diajak bicara.
Sofi: "Tante.."
Novia tersenyum.
Sofi: "Hari ini Tante terlihat lebih cantik.."
Novia: "Terimakasih ya, Sof.."
Sofia tersenyum juga.
Novia: "Sof, Tante ingin ketemu Damon. Tante rindu sekali sama dia."
Sofi: "Iya, Tante. Pasti. Setelah Tante keluar dari sini, kita akan ketemu sama Damon."
Novia: "Sekali lagi, Tante berterimakasih sama kamu. Seandainya.. kamu jadi menantu Tante.. pasti menyenangkan."
Kata-kata itu membuat Sofi sedih.
Sofi: "Gak bisa, Tante. Damon akan nikah dengan cewek lain."
Novia: "Siapa?"
Sofi pun memulai aksinya.

Pulang kerja, Damon mengajak Ara makan malam.
Damon: "Sayang.. ada yang mau aku omongin."
Ara: "Apa?"
Damon: "Mulai besok.. kamu gak usah kerja lagi, ya.."
Ara: "Kenapa? Aku dipecat?"
Damon tersenyum.
Damon: "Gini loh.. kamu kan calon istri aku. Aku mau latihan ngasih kamu nafkah."
 
Bls: Cerbung: Dia

Ara tertawa.
Ara: "Kamu tuh.. ada-ada aja. Tanggal pernikahan aja belum ditentuin.. udah minta aku berhenti kerja.. Trus, aku pengangguran, dong.."
Damon: "Tanggal, ya? Itu urusan gampang. Ntar aku coba bicara sama mamaku."
Ara: "Kalo udah pasti, baru aku berhenti kerja."
Damon: "Mesti gitu, ya?"
Ara: "Iya, dong.. Sayangku.."
Damon: "Ya udah kalo kamu maunya gitu."

Setelah mengantar Ara pulang, Damon pergi menjenguk Novia di rumahnya. Tapi, hanya disambut oleh dua pembantunya. Bi Tar dan Bi Min.
Tar: "Anu, Tuan.. Nyonya dibawa berobat."
Damon: "Berobat?"
Min: "Iya, Tuan. Biar gak minum-minum lagi."
Damon: "Sama siapa?"
Tar: "Sama non Sofi."

Damon mendatangi Sofi di rumahnya.
Damon: "Apa maksud membawa mama ke rehabilitasi? Mau cari muka, kamu?"
Sofi: "Loh, Mon.. kenapa dateng langsung marah sama aku? Salah aku apa?"
Damon: "Gak usah pura-pura bodoh!"
Sofi: "Oh.. oke.. sebagai calon menantu mama kamu, aku harus ngelakuin sesuatu sama mama kamu,"
Damon: "Kamu udah gila, Sof! Gila!"
 
Bls: Cerbung: Dia

Sofi: "Gila apanya? Mama kamu sendiri yang minta aku untuk jadi menantunya."
Damon: "Kamu pasti udah ngomporin mamaku, kan?"
Ia mencengkeram Sofi dengan tangan kirinya.
Damon: "Ngaku!!"
Sofi: "Sampai mati pun, aku gak akan berhenti untuk dapetin kamu, Damon. Asal kamu jadi milik aku, membunuh Ara pun aku sanggup."
Damon menghempaskan tubuh Sofi hingga jatuh ke lantai.
Damon: "Kalo kamu berani nyakitin Ara, aku pun gak akan segan-segan untuk ngebales lebih kasar!"
Setelah itu, Damon pergi. Ia mendengar Sofi berbicara dan berteriak-teriak dari dalam rumah.
Sofi: "Liat aja nanti! Kamu akan tau, bahwa dia gak lebih baik dari aku, dan aku akan buat kamu sadar, telah salah pilih!"
Damon tidak peduli. Ia terus saja pergi.
 
Bls: Cerbung: Dia

Suatu pagi, Damon tidak bisa menjemput Ara untuk berangkat kerja. Ara pun terpaksa pergi naik angkot.
Ketika di halte dekat tempatnya tinggal..
"Ara..!"
Ara menoleh pada suara yang memanggilnya.
Ara: "Hai, Ray..!"
Ray tersenyum, dan segera turun dari mobil untuk menghampiri Ara.
Ray: "Mau ke mana?"
Ara: "Mau pergi kerja."
Ray: "Kok gak sama Damon?"
Ara: "Mestinya sih gitu. Tapi ada urusan kantor yang gak bisa ditunda."
Ray: "Oh.."
Ara: "Kamu sendiri.. mau ke mana?"
Ray: "Gak ada. Tadi aku lagi jalan-jalan aja. Trus gak sengaja lihat kamu di sini."
Mau aku anterin ke kantornya Damon?"
Ara berpikir..
Ara: "Boleh, deh."

Sepanjang jalan, Ray terus memperhatikan Ara, yang sedari tadi diam saja.
Ray: "Ara.. aku boleh nanya, gak?"
Ara: "Apa?"
Ray: "Apa.. kamu bener-bener mencintai Damon?"
Ara tersenyum dan menjawab.
Ara: "Iya. Aku cinta sama Damon."
Ray: "Jadi, alasan kamu nolak lamaranku, karena Damon?"
Ara: "Ya."
 
Bls: Cerbung: Dia

Ray: "Damon itu.. sebenernya baik.. cuma.. kamu mesti waspada. Di masa lalu, dia nakal banget."
Ara: "Kamu.. kok tiba-tiba ngomong kayak gitu?"
Ray: "Ini.. demi kebaikan kamu, Ra.."
Ara terdiam. Lalu..
Ara: "Berhentiin mobilnya..!"
Ray menurut.
Ray: "Kamu mau ke mana?"
Ara langsung keluar dari mobil itu. Ray menyusulnya.
Ray: "Ara! Tunggu, Ra..!"
Ara menoleh.
Ara: "Biar pun dia dulunya bajingan, aku gak peduli. Sekali pun teroris dunia, AKU TETEP CINTA SAMA DIA..!!"
Mendengar kata-kata Ara, hati Ray semakin ciut.
Ara: "Tolong.. jangan pernah jelek-jelekin Damon? Dia itu sahabat kamu dari kecil."
Ray: "Sahabat? Sahabat apa? Sahabat yang tega-teganya ngerebut seseorang yang sangat aku cintai? Itukah yang dinamakan sahabat?"
Ara tersenyum kecut, dan menunjukkan rasa kecewanya terhadap Ray yang semakin mendalam.
Ara: "Ngerebut.."
Lalu ia menatap Ray.
Ara: "Kapan aku pernah jadi milik kamu?"
Ray tidak bisa menjawab.
Ara: "Ayo, jawab! Kapan?"
 
Bls: Cerbung: Dia

Ray: "Kamu emang gak pernah jadi milikku. Tapi, akulah yang pertama kali kenal kamu. Akulah yang pertama kali mencintai kamu, Ara. Dia tau hal ini.. meski gak secara langsung. Mestinya, dia bantu aku untuk dekat sama kamu. Tapi.. dia malah ngerebut?"
Ara masih menatap Ray.
Ara: "Aku mencintai Damon, Ray.. Aku mohon, kamu sama temen-temen kamu jangan rusak hubungan kami."
Ray tersentuh dengan ketulusan Ara terhadap Damon. Ia memeluk Ara.
Ray: "Maafin aku ya, Ra.. seharusnya, aku ikut bahagia terhadap hubungan kalian."
Emosi Ara pun mereda.
Mereka kembali ke mobil, dan Ray mengantar Ara ke kantor Damon.

Dalam hatinya, Ray mengalami dilema yang dalam, dan kerisauan yang semakin menjadi.
Masih ada sejumlah ketidakrelaan dalam hatinya terhadap hubungan Ara dan Damon.
Haruskah ia terus berjuang mendapatkan kebahagiaan bersama Ara, lalu mencampakkan persahabatannya dengan Damon begitu saja?
Ray: "Ya Tuhan.. apa yang harus ku lakukan? Aku sangat mencintai Ara.."
 
Bls: Cerbung: Dia

12

Damon melihat Ara di lobi, sedang istirahat.
Damon: "Sayang.."
Ia duduk di sampingnya.
Damon: "Kita akan nikah tanpa ada mamaku."
Ara: "Kok gitu?"
Damon: "Sofi berhasil ngomporin mamaku. Dan aku yakin, banyak hal gak bener, yang udah Sofi lakuin.
Ara menyentuh tangan Damon, dan tersenyum.
Ara: "Kalo emang mama kamu pilih Sofi ya silahkan. Setiap orang kan punya pendapat yang berbeda-beda. Aku bisa maklum, kok."
Damon menyentuh pipi Ara dan mengelusnya.
Damon: "Sayangku, emang selalu pengertian. Kalau gitu, kita siapin dulu semuanya. Trus, kita tentuin tanggal pernikahan kita."
Ara: "Oke.."

Damon mendiskusikan rencana pernikahannya dengan Anton dan Nindy.
Anton: "Lo yakin, akan nikah sama Ara?"
Damon: "Iya, dong.. sama siapa lagi?"
Nindy: "Trus, nyokap lo?"
Damon: "Udah diperdaya sama Sofi."
Anton: "Tau dari mana? Lo udah ketemu langsung sama nyokap lo?"
Damon: "Belum. Tapi, Sofi sendiri udah ngaku."
Anton: "Gue sama Nindy minta maaf, ya.. udah berbuat gak baik terhadap lo dan Ara."
 
Bls: Cerbung: Dia

Damon: "Gue sama sekali gak nyalahin kalian. Dengan kembali ingat itu semua, akan jadi pelajaran paling berharga buat gue. Seharusnya, gue berterimakasih sama kalian. Gue jadi tau, kalau Ara nerima gue apa adanya."
Anton menepuk pundak Damon.
Anton: "Gue seneng banget, lo udah banyak berubah, semenjak kenal Ara. Gue harap, lo akan semakin baik ke depannya."
Nindy: "Dan gue.. akan bantu kalian nyiapin pernikahan ini."

Ray semakin terpuruk.
Ray: "Ara.. aku harus gimana? Aku mencintai kamu. Ternyata, gak mudah untuk aku merelakan kamu.. Ini sakit banget.. Tapi.. aku ingin kamu bahagia."
Kerelaan itu, mungkin Ray mau berusaha. Tapi tidak dengan Sofi.

Novia sudah sembuh dari ketergantungan minuman keras.
Saat ia tiba di rumah bersama Sofi, Bi Tar menyampaikan sesuatu pada mereka. Sepucuk surat undangan pernikahan dari Damon.
Sofi: "Tante, ini harus digagalkan. Tante gak mau kan, kalo punya menantu seorang mantan narapidana?"
Novia: "Jelas gak mau. Itu bisa merusak silsilah keluarga Tante ke depannya."
 
Back
Top