Real Story.. KETIKA AKU DALAM PENJARA SUCI

Kalina

Moderator
Ini cerita pribadi. Tapi bukan curhat ya.. Hanya, mungkin bisa berbagi hikmah.. Tentang betapa indahnya KESABARAN. Betapa manisnya BERSYUKUR. Dan betapa asyiknya PANTANG MENYERAH. Dan betapa mahal harga sebuah KEBEBASAN. Yang terpenting, JANGAN BERHENTI BERSYUKUR.

Aku coba kemas dalam sebuah cerita. Terserah disebut cerpen atau cerbung. Ini kisah nyata, saat aku berada di sebuah tempat yang mereka sebut PESANTREN.

Seperti kita tau, Pesantren adalah sebuah tempat yang digunakan untuk belajar agama, dan banyak hal yang berbau Islam. Aku sepakat, bahwa Pesantren itu baik. Tapi aku kurang sependapat kalau disebut TEMPAT SUCI. Karena, tempat suci tidak akan menjadi momok menakutkan bagi manusia, dan tidak akan membuat lebam pada kulit tangan dan kaki mereka yang berniat belajar. Tempat yang suci sudah pasti bisa memberikan ketenangan untuk khusyuk beribadah kepada Allah. Bagaimana menurutmu?
 
Bls: Real Story.. KETIKA AKU DALAM PENJARA SUCI

Cerita bermula, saat aku lulus sekolah dasar. Orang tuaku mengirim aku ke sebuah pesantren di kota Pasuruan. Bukan keinginanku. Tapi kalo orang bertanya, Mamaku selalu bilang ini keinginanku.

Aku ditempatkan di sebuah kamar yang namanya Ampel II. Ruangan berukuran kurang lebih 2 x 2 meter persegi. Dihuni 10 orang. Sebut Neng Rifa, Mbak Nanik, Mbak Has, Mbak Zulfa, Mbak Hani, Mbak Hal, dan Mbak Anggi. Karena kamar ini kecil, sebagian tidur di pendopo dan musholla. Aku sendiri tidur di kamar. Karena masih anak baru.

Hari-hari pertama, mereka baik padaku. Terutama Mbak Anggi. Mungkin karena kami berasal dari kota yang sama, Jember, dan sama-sama muallaf (sebutan untuk orang yang baru masuk Islam).
Ya. Aku memang demikian. Seorang anak perempuan Tionghoa tulen. Papa dan Mamaku asli Tionghoa. Aku gak punya darah campuran mana pun. Hanya ada darah Tionghoa. Bisa kalian liat foto-foto aku di Facebook. Kadang aku agak sebal, karena sekali orang melihatku, mereka langsung tau aku Tionghoa.
 
Last edited:
Bls: Real Story.. KETIKA AKU DALAM PENJARA SUCI

Karena aku masih kecil, aku gak boleh pegang uang sendiri. Semua uangku dititipkan ke Neng Rifa. Tiap hari aku dikasih 3000 rupiah untuk beli sarapan. Untuk makan sore, udah bayar di awal untuk sebulan. Karena lewat jam 5 sore, santri dilarang keluar pesantren. Kecuali yang piket ambil air. Nah.. ini mulai aneh. Anak kecil kayak aku tau, minum air yang sehat kayak gimana, sedangkan mereka air mentah dikonsumsi tiap hari, dan aku gak bisa menolak, karena gak ada pilihan lain. Air matang? Di mana? Mati dulu mungkin. Maaf, emosi pertama..
Air ini diwadahin ember. Setiap kamar punya sejumlah ember, tergantung jumlah penghuninya. Kalo di kamarku, ada dua ember. Dua kali sehari di isi. Pagi, dan sore. Airnya ambil di kran, yang ada di depan gedung pesantren. Entah itu air sumbernya dari mana. Udah diteliti oleh badan kesehatan apa engga, diminum deh. Kenapa gak merebus air? Nah ini.. hari kedua, aku gak tahan dengan air mentah itu. Mulai sakit perut dan gak cocok pokoknya.
 
Bls: Real Story.. KETIKA AKU DALAM PENJARA SUCI

Aku pinjam kompor minyak tanah, dan panci ke salah satu teman kamar. Aku mulai deh merebus air. Aku ingat, kata guruku waktu sd, cara merebus air. Sampai keluar gelembungnya. Ini saatnya aku praktekin.
Trus, ada santri nanya, "Wah, pagi-pagi udah makan mie rebus?"
Aku jawab, "Bukan mie rebus, Mbak. Ini air untuk minum."
Dia malah ketawa. Kesannya menghina, sih. Tapi aku cuek, dan dia pergi.
Ternyata, dia lapor sama temen sekamar. Alhasil, pas aku balik ke kamar, aku kena deh tuh ceramah. Katanya, air dari kran itu suci dan mengandung apalah itu namanya, aku lupa. Udah gitu aku diketawain.
Mereka bilang, "Nanti kamu juga akan terbiasa."

Mulai sekolah..
Wah, aku menanti pelajaran kesukaanku, Bahasa Inggris dan Kesenian. Berharap, pelajaran makin seru dan seru.
Aku pelototin papan tulis. Aku baca satu per satu. Nama pelajaran yang aneh. Nahwu, Sorof, Bahasa Arab, dan lainnya. Aku gak begitu ingat. Yang pasti aku kecewa. Gak satu pun pelajaran yang aku kenal.
 
Bls: Real Story.. KETIKA AKU DALAM PENJARA SUCI

Seneng sih gak ada matematika. Tapi mana Bahasa Indonesianya? Bahasa Inggrisnya? IPA IPS? Kesenian? Atau mungkin Penjaskes? GAK ADA. Padahal sebelum aku masuk pesantren ini, Orang tuaku bilang, "Ada kok, pelajaran yang kamu suka. Malah lebih bagus." Sumpah kecewa..
Tapi mau gimana lagi? Aku coba jalani. Walau pelajaran Bahasa Arab sangat menyebalkan sulitnya. Walau pelajaran Tafsir Juz 30 agak ngebosenin Ustadzahnya. Aku coba dan coba. Lumayan.. Saat hafalan, aku selalu yang paling gak hafal, dan sering berdiri di depan kelas.

Teman sekamar, yang semuanya adalah kakak kelas, gak ada yang mau bantu aku belajar. Minimal kasih tips atau trik mungkin? Gak satu pun. Bahkan Mbak Anggi. Dia bilang, "Aku juga bodo, Lin.."
Temen sekolah? Ada sih yang mau bantu. Tapi, yaa gak jauh beda sama aku. T.T aku mulai bosan. Aku mau belajar, tapi bukan begini.

Suatu hari, aku yang gak punya teman ini, tau kalau tiap sore bisa baca koran yang udah di mading, letaknya di pendopo besar. Aku pun menuju TKP! Aku sangat suka baca.
 
Bls: Real Story.. KETIKA AKU DALAM PENJARA SUCI

Ya, koran Jawa Pos favoritku, yang kalau di rumah, tiap hari aku tunggu. Tapi kok aneh, dikit banget yang dipajang. Rubrik Show & Selebritinya mana? Rubrik olahraga? Rubrik berita international? Gak dipajang. Yang ada cuma halaman utama dan Radarnya. Uh makin bosen.

Saat itulah, perhatianku tertuju pada rak besar berisi buku-buku milik DepDikBud (sekarang DikNas). Aku coba ambil dan baca. Wow buku pelajaran Sejarah, Geografi, Matematika, dan Bahasa Indonesia. Pelajaran yang aku inginkan. Jadi, aku setiap hari ke pendopo itu. Habis baca koran, aku baca buku-buku itu. Terutama Sejarah manusia purba, dan geografi. Baik itu pelajaran smp atau sma, aku baca semua, sampai aku bawa tidur juga. Hehe

Aku makin gak betah di pesantren ini..

Siang itu, cuaca sangat panas. Aku dan temanku Ila, lagi menghafalkan Surat At Tiin. Tugas dari sekolah. Gak terasa, ngantuk.. trus tidur, deh di kelas. Pas bangun, gak nyadar udah jam dua siang. Aku telat pulang.. ke kamar. Buru-buru deh.
Tapi, sampai kamar..
 
Bls: Real Story.. KETIKA AKU DALAM PENJARA SUCI

Mbak Has dan Mbak Nanik terbangun dari tidur siang mereka, karena mendengar suara derit pintu kamar. Ops..
Mbak Has dengan matanya yang setengah terpejam, menanyai aku, "Dari mana kamu? Jam segini baru pulang.."
Aku menjawab dengan tenang, "Tadi habis belajar sama teman. Trus ketiduran di kelas."
Mereka gak mau menerima alasan ini.
Bahkan, Mbak Nanik bilang, "Kamu main di pendopo itu ya? Jangan dikira kami gak tau apa aja yang kamu baca."
Aku terus mengatakan alasanku, mereka gak percaya.
Mbak Has mengambil gantungan baju, dipukulkan ke kakiku. Tepat di betis. Gak sakit sih, tapi aku sakit hati. Tapi aku terlalu takut untuk melawan. Terserah mereka lah..

Ya, hari demi hari aku di kamar itu sering gak dipercaya. Bahkan saat ada barang hilang, aku duluan yang diperiksa. Aku ingin pulang ke Jember. Tapi Mamaku gak mengizinkan.

Aku pasrah..

Nah, di saat-saat sedih ini, aku curhat pada buku. Aku menulis.. menulis.. dan menulis. Aku jadi sering berkhayal.
 
Bls: Real Story.. KETIKA AKU DALAM PENJARA SUCI

Daya imajinasiku cukup tinggi. Dan para santri itu, maaf.. gak bisa kayak aku.
Di usiaku yang masih 12 tahun, aku sudah menganggap diriku ini seperti gadis berusia 18 tahun. Ngerti pacaran, bisa hamil, dan rada genit. Novel pertamaku, tentang roman picisan yang biasa ditulis orang dewasa. Bahkan aku sengaja ngebuncitin perut, supaya terlihat hamil.. padahal itu kembung kebanyakan minum air. Aku pernah loh, ngaku hamil anaknya Mark Westlife!! Haha kalau dipikir-pikir, saat itu aku lagi gila dan stres.

Aku mulai menjalani kehidupan di dalam dunia fantasi ciptaanku sendiri. Dunia ini membuat aku lupa belajar. Pelajaranku di sekolah menurun. Untungnya, setiap ujian selalu siap contekan. Ya, aku mulai nakal..

Paling parah, saat Mbak Anggi memutuskan untuk keluar dari pesantren. Aku sedih. Aku nangis. Satu-satunya yang mau berteman sama aku pergi..

Teman sekamar makin gak ramah.
Waktu mereka tau aku suka menulis.. mereka sita semua buku berisi tulisanku, trus dibuang.. entah ke mana.. Aku makin benci mereka.
 
Bls: Real Story.. KETIKA AKU DALAM PENJARA SUCI

Aku akhirnya punya teman. Yang bisa aku ajak curhat ini itu. Namanya Arsyiah. Dia orang Banjar, Kalimantan Selatan. Dia menyarankan, gimana kalau pindah kamar aja. Oke, aku terima saran ini, setelah pertimbangan ini itu.

Maka aku sampaikan hal ini ke Neng Rifa. Orang tuaku dan semua pengurus pesantren memberi izin.

Aku pindah ke kamar Ampel IX. Ada beberapa teman sekelas dan seangkatan sama aku. Aku mulai punya teman. Ami, Ulfa, Nurus, dan banyak deh. Mereka ngajakin aku belajar ini itu.

Sayangnya..
Mereka akhirnya juga melarang aku untuk menulis, membaca pelajaran umum, dan melakukan kegiatan yang aku suka. Walau mereka friendly sama aku, tapi aku merasa dikekang. Novel aku dirampas. Puisi aku disobek, dibakar. Aku sampai bertanya, Tuhan ada di mana, sih?

Next..
Mungkin kalian akan berpikir, bahwa aku memang gila.

Setiap sore aku ke pesarean. Tempat makam Kyai. Banyak yang suka berdoa dan mengaji di sana. Aku salah satunya. Aku berdoa, supaya bisa keluar dari tempat ini!

TERKABUL..!
 
Bls: Real Story.. KETIKA AKU DALAM PENJARA SUCI

Tapi gak serta merta langsung keluar. Aku melewati sejumlah tantangan.

Di pesarean itu aku mendapat semacam wangsit. Entah dari jin setan, atau hantu, atau siapa pun..
Cara pertama untuk keluar dari pesantren ini..
Adalah dengan melanggar semua peraturan yang ada. Yaa yang ringan-ringan dululah.. Misal, mestinya bangun jam tiga pagi, aku bangun jam lima. Dihukum deh, ngepel kamar. Yang mestinya ikut sholat berjamaah, aku malah gak sholat. Dihukum deh, baca Al-Quran sampai hatam. Hehe aku sangat pintar berpura-pura. Al-Quran memang aku buka. Tapi gak aku baca. Di dalam Al-Quran ada buku novel karya STA, Layu Sebelum Berkembang. Hehe Yusuf dan Maria. I love this. Untung bacanya di musholla. Gak ada yang mengawasi aku! Macam-macam deh, tapi tetap, aku gak dikeluarin dari pesantren.

Cara kedua.. PACARAN!
Umurku udah 13 tahun. Tapi kan tetap bukan masanya.
Demi bisa dikeluarin, aku rela melakukan apapun. Tapi.. pacaran? Sama siapa? Ini pesantren khusus cewek..
 
Bls: Real Story.. KETIKA AKU DALAM PENJARA SUCI

Ada sih, cowok. Beberapa. Mereka adalah kuli bangunan yang lagi ngebangun kelas. Haruskah?
Kalian boleh bilang aku perempuan nakal, binal, atau apapun. Aku jadi kegenitan. Aku deketin salah satu kuli. Namanya Mas Ahmad. Seorang duda beranak satu. Kami sering kirim-kiriman surat. Padahal, aku hanya memanfaatkan dia. Soalnya, Pacaran adalah salah satu pelanggaran berat. Celakanya, tuh kuli naksir beneran sama aku. Sengaja aku buat gosip jadi satu pesantren. Sampai pada para pengurus juga.
Ya, dihukum.. tapi lagi-lagi aku gak dikeluarin... T.T

Wangsitku mulai liar..
Kali ini aku disuruh mencuri. Ya Allah.. ampuni aku.. Aku mencuri barang-barang mahal, aku jual lagi ke pemiliknya, yang merasa kehilangan. Biar cepet laku, aku banting harga. Yang mestinya 8000 rupiah, aku jual 500 rupiah. Laris manis.. Uangnya gak aku pakai sendiri. Aku kasih ke orang ngemis yang kalau siang berjejer di depan pesantren.
Ya, sudah kesalahan fatal. Aku gak dihukum! Malah uang jajanku ditambah. Dikiranya aku kekurangan uang. Sebel!
 
Bls: Real Story.. KETIKA AKU DALAM PENJARA SUCI

Wangsitku mulai kesal, dan kehabisan akal.
Jurus terakhir..
Aku lebih baik gak usah belajar. Biar nilai jelek. Hehe aku manfaatin momen ini untuk banyak baca buku-buku pelajaran umum dan novel.

Tiba saat ujian kenaikan kelas. Dari kelas dua ke kelas tiga. Aku ngawur semua jawabannya.

Manjur.. aku gak naik kelas..
Aku bilang ke mamaku, "Ma.. aku mo berhenti aja dari sini.."
Mungkin Mamaku terlalu malu. Karena bolak balik bermasalah, anaknya bodo juga.
"Oke. Kita pulang ke Jember.."

Aku langsung sujud syukur. Aku ke pesarean. Aku ucapin terimakasih sama wangsitku itu. Usahaku selama ini, walau pun gak bener, tapi membuahkan hasil.

Aku pulang ke Jember. Demi membuang malu, Mamaku mendaftarkan aku di Kejar Paket, supaya bisa dapat ijazah SMP.
Alhamdulillah, belajar otodidakku yang sembunyi-sembunyi itu, membawaku menjadi pemilik NEM tertinggi nomer dua.

Sayang.. kebahagiaanku atas kebebasan yang selama ini ku raih dengan sulit.. terlepas lagi dari genggaman..

To be continue..
 
Bls: Real Story.. KETIKA AKU DALAM PENJARA SUCI

seru juga kisah hidupmu mbak kalin :D
aku juga tamatan pesantren lho (pesantren modern tentunya :D), itulah suka dukanya, kalo aku sih 99% kisahnya suka semua :D
 
Bls: Real Story.. KETIKA AKU DALAM PENJARA SUCI

Oke lanjut yaa

Nah, SMA kelas satu, aku dikembalikan ke pesantren. Pesantren yang berbeda. Terletak di kota Jombang, Jawa Timur. Awalnya aku agak sedih. Tapi seneng juga. Karena ini pesantren modern. Pelajaran umum dan agama komplit.
Aku bisa menyalurkan bakatku menulis. Ada komputer, internet, dan berbagai macam. Di tempat ini aku mengenal internet. Mulai MIRC.
Aku bertempat tinggal di Asrama Muzamzamah nomer 9. Beberapa orang baik dan care kepadaku. Kami sekamar sama-sama kelas satu, di sekolah yang sama. Aku lulus ujian test masuk, dan berhasil sekolah di SMA Unggulan.
Tapi.. karena waktu SMP aku hanya belajar pelajaran Sejarah, Geografi, Bahasa Inggris, dan Bahasa Indonesia, dengan otodidak, jangan heran kalau aku sama sekali tidak mengerti apa itu rumus phytagoras, dan berbagai rumus sulit lainnya. Sekolah ini sangat ketat. Untuk naik kelas, minimal tiga mata pelajaran, nilainya gak boleh di bawah enam. Kerja keras? Belajar? Setiap hari aku lakukan. Hingga tidur hanya 4 jam setiap malamnya.
 
Bls: Real Story.. KETIKA AKU DALAM PENJARA SUCI

Beberapa teman mulai menjauhi aku karena aku bodoh. Setiap ada pelajaran kelompok, mereka gak mau aku ada dalam kelompok mereka.
Aku pasrah. Kalau guru tanya, aku ya jawab apa adanya.

Di pesantren ini, sekolah putra putri campur. Aku mulai naksir seseorang. Guru Bahasa Inggris. Sebut aja Pak Umar. Gak tau gimana ceritanya hal ini tersebar hingga ke seluruh pesantren! Huft. Naksirnya sih sekedar naksir. Untuk pacaran? Aku masih tau adat, kok. Sayangnya, gosip makin gak bener, nih. Aku sampai dipanggil ke ruang Badan Konseling (BK). Untungnya, guru BK sangat baik sama aku. Beliau suka mendengar keluh kesahku.

Aku mengenal seorang teman. Dia sekolah SMP di pesantren ini. Kelas dua. Namanya Ari. Cewek Surabaya. Kami sangat akrab. Ke mana-mana bareng. Aku sering traktir dia makan. Kami juga sering jalan-jalan ke sana ke mari.

Di pesantren ini ada sebuah gedung universitas. Letaknya tepat di depan asramaku. Gedung itu kalau hari minggu kosong. Paling hanya ada santri yang mojok di kesunyian sendirian. Belajar.
 
Bls: Real Story.. KETIKA AKU DALAM PENJARA SUCI

Hari itu, tanggal 1 Januari 2004. Libur tahun baru. Aku dan Ari libur sekolah juga. Kami main ke gedung itu. Beli dua bungkus cilok, makan berdua, di lantai tiga. Lalu.. terdengar suara dua orang cowok lagi ngobrol dan ketawa-ketawa. Hehe penasaran. Siapa ya? Soalnya tadi pas datang, mereka gak ada. Kami melongok keluar, lewat jendela. Oh.. Mahasiswa. Yang satu tinggi berambur ikal. Jawa banget. Yang satu lagi tinggi, tampangnya, orang timur. Malah ku kira Arab.
Mereka nyapa.
"Gak tahun baruan, dek?" tanya yang Jawa.
Aku dan Ari menggeleng.
Eh, kami malah ngobrol panjang dan lebar. Si Ikal sebut aja Ilham. Yang orang timur.. waktu itu nggak jelas dia menyebut namanya. Tapi dia orang Ambon. Aku dan Ari sepakat menyebutnya Phitecantropus Erektus. Salah satu manusia purba. Dia tuh Ambon banget.
Semenjak itu kita akrab. Mereka sering ngajarin kami kalo ada tugas sekolah kesulitan.
Ya.. kami memulai zona terlarang. Kalau ngobrol dengan mereka ya di gedung itu. Terutama kalau lagi sepi.
 
Bls: Real Story.. KETIKA AKU DALAM PENJARA SUCI

Ada yang gak suka..
Seorang pengurus asramaku. Sebut aja Mbak Indah. Dia kalo ngeliat aku sinis banget. Apalagi kalo bareng dengan kakak-kakak itu. Tapi kami cuek.

Akhirnya aku tau nama si kakak Ambon. Kak Thalib Tumanggola. Ambon banget, kan? Kami berempat jadi saudara angkat. Hingga.. terjadi hal yang tidak diinginkan..

Sore yang baru basah terkena guyuran hujan.. Hari minggu yang kelam.. Aku dan Ari udah janjian dengan Kak Ilham dan Kak Thalib. Dah lama gak ketemu. Karena kakak-kakak itu sibuk ujian. Saat itu, gedung universitas benar-benar sepi. Kak Thalib lagi dititipin ruang radio sama temennya, di lantai tiga. Jadi, ya ngobrol dulu lah sama Kak Ilham. Banyak yang diomongin. Terutama antara Ari dan Kak Ilham. Aku sih nyamuk dikit.
Tiba-tiba, seorang lelaki datang. Mengagetkan kami dengan suaranya yang lantang, "Kalian sedang apa di sini?!"
Kak Ilham langsung bersikap melindungi kami berdua. "Ini Pak, lagi ngomongin kiriman dari orang tua." ya, tampang Kak Ilham dan Ari sama-sama Jawanya.
 
Bls: Real Story.. KETIKA AKU DALAM PENJARA SUCI

Lelaki yang belakangan aku tau namanya Pak Huda itu gak percaya. Dengan nada bicaranya yang kasar, dia berkata, "Ayo bubar-bubar!"
Aku dan Ari pun meninggalkan Kak Ilham. Kami berdua agak takut. Trus Ari bilang deh, siapa Pak Huda ini. Dia adalah Kamtib. Terkenal sangat galak.

Aku dan Ari heran. Kenapa kok pimpinan keamanan datang dengan mobil mercynya ke asrama tempatku tinggal. Sore itu benar-benar mencekam.
Kyai asramaku berdiri di depan pintu rumahnya. Dihampiri seorang pria berbaju hitam. Kata Ari, dia adalah Syahlan. Lebih galak dari Pak Huda.
"Kami cari Paulin." Dia menyebut namaku. Kagetlah.. Ada apa ini?
Kyai itu tanpa pakai bertanya apapun, langsung menunjukku. "Itu dia anaknya! Bawa aja, Mas!"
Lalu, pimpinan keamanan, sebut aja Kyai Syadat turun dari mobilnya. Menghampiri aku dan Ari. Dia berkata, "Kalian tau kan, dalam Islam pacaran itu dilarang. Dan di pesantren ini, memiliki peraturan, melarang santriwati bertemu santri di tempat sepi."
Aku kesal banget. Tentu aku melawan. "Anda salah paham!"
 
Bls: Real Story.. KETIKA AKU DALAM PENJARA SUCI

"Kalian keliru. Hubungan kami gak seperti yang kalian pikir. Ya kami mengakui salah, karena ngobrol di tempat sesepi itu. Tapi kan kami tidak cuma berdua.. Jadi gak papa, kan?"
Mereka gak menerima penjelasanku. Ari mencengkeram lenganku erat. Dia ketakutan.
Para keamanan malah berdiskusi soal hukuman untuk kami.
"Yang santri, biar kami yang urus. Yang santriwati biar Kyai asramanya yang mengurus."

Saat sholat jamaah Maghrib.. Kyai asramaku mengumumkan tentang aku dan Ari. Kami berdua sengaja tidak ikut jamaah. Kami sembunyi di lantai dua, tepat di atas aula. Kyai itu malah menjelekkan nama kami.

Keesokan harinya, aku sedang akan ke koperasi asrama. Gak sengaja aku melihat Kak Thalib. Ada yang aneh. Pipinya lebam. Merah biru hijau. Kenapa?

Mbak Indah cerita padaku. Malam, setelah kedatangan pimpinan keamanan, Kak Thalib dan Kak Ilham datang ke rumah Kyai asramaku. Tujuannya untuk menjelaskan permasalahan. Tapi apa yang mereka dapat? Mereka berdua dipukulin, karena membela aku dan Ari.
Oh.. Kakakku..
 
Back
Top