The Rose

Kalina

Moderator
Cerita ini hanyalah FIKTIF. Bila ada kesamaan nama tokoh dan peristiwa, maka hanya kebetulan.

Pertama kali, saya memberi judul Rose Between The Mud. Tetapi karena beberapa sebab, saya ganti menjadi The Rose: The Past That Shakes The Future (TRTPTSTF).

Cerita ini adalah karya bertema klasik dengan setting jadul. Jadi, dimohon saran dan kritiknya untuk pembenahan. Terimakasih.

Monggo disimak..
 
Chapter 1

1820 Dublin, Irlandia

Raja Lincoln amat bahagia. Karena, dua bulan lagi, ia akan memiliki anak yang akan menjadi putra mahkota.
Dominique dan Monalis, kedua istri Raja Lincoln, yang salah satunya nanti berhak menjadi Permaisuri Yang Agung. Syaratnya, harus melahirkan seorang putra terlebih dulu.

Suatu hari, Dominique didatangi oleh seorang wanita tua bernama Rah Digga. Ia peramal yang datang jauh dari luar kota Dublin. Ia mengagumi Dominique, dan ingin Dominique menjadi permaisuri.
Rah Digga: "Dengan berat hati saya katakan.. bahwa anda akan menjadi permaisuri dengan cara anda sendiri."
Dominique: "Apa maksudmu?"
Rah Digga: "Anak yang akan segera anda lahirkan, bukanlah seorang putra. Melainkan.. putri.."
Dominique terkejut. Ia sudah berambisi menjadi permaisuri sejak awal menikah dengan Raja Lincoln.
Dominique: "Apa yang harus aku lakukan?"

Dua bulan kemudian, Dominique melahirkan terlebih dulu. Ramalan Rah Digga benar. Ia melahirkan seorang bayi perempuan.

Tapi.. Dominique dan Rah Digga telah mengatur segalanya.
Rah Digga telah menyiapkan bayi laki-laki yang baru lahir, dan menukarnya dengan bayi perempuan Dominique.

Sementara itu, Monalisa melahirkan seorang bayi perempuan bernama Jean.

Bagaimana nasib bayi perempuan Dominique selanjutnya?


17 tahun kemudian​


1837 London, Inggris

Ivan: "Gaun ini adalah rancangan terbaru saya. Pasti anda akan terlihat sangat cantik."
Wanita yang dipuji itu tersenyum.
Dari luar jendela kaca, seorang gadis muda melihat mereka.
Rose: "Aku ingin bisa seperti wanita itu.."
Kemudian..
"Rose! Ayo cepat!"
Temannya yang sesama gadis muda menarik tangannya.
Livia: "Kita tidak boleh terlambat lagi. Nanti kita dihukum. Dan aku tidak mau itu terjadi."
Rose: "Iya, aku tau. Kau jangan bicara terus..!"

Rose dan Livia bersekolah di sebuah lembaga pendidikan yang dibangun oleh sukarelawan mahasiswa untuk warga yang tidak mampu.

3.jpg


Rose dan Livia tinggal di pinggiran kota London. Orang tua Rose, yaitu John dan Tanya Tucker adalah sepasang suami istri sederhana dan bersahaja. John bekerja di sebuah pabrik sepatu, sedangkan Tanya, ia ibu rumah tangga biasa yang baik dan lembut.

Lagi-lagi, Rose dan Livia terlambat. Miss Frida, guru kelas mereka sudah menyambut bersama sebilah rotan di tangannya.
Miss Frida: "Alasan apa yang bisa kalian katakan padaku? Kenapa kalian terlambat lagi?"
Livia berdiri di belakang Rose.
Miss Frida: "Cepat jawab!"
Rose: "Ma, maafkan kami. Ng.. ini salah saya. Tadi, waktu kami berangkat ke sekelolah, saya melihat seorang wanita cantik di butik Tuan Ivan. Saya benar-benar kagum. Hingga tak menyadari kalau sudah siang. Saya benar-benar mengagumi kecantikannya, dengan gaun yang sangat indah.."
Rose hanyut dalam lamunannya. Namun, sentuhan kasar rotan yang menempel pada kakinya, membuat lamunan itu buyar seketika!

Jalanan kota London sedang ramai dengan atraksi karnaval. Menjadi iring-iringan kereta kencana Ratu Elizabeth.
Rose dan Livia baru pulang sekolah, dan menonton atraksi tersebut.
Sederet pasukan drumband memainkan drum dan terompet dengan lagu yang gagah. Gadis-gadis akrobat sedang memperagakan atraksi mereka, dengan membentuk formasi-formasi yang keren.
Rose: "Wah.. bagus sekali!"
Lalu, Rose melihat seorang wanita di dalam salah satu kereta kencana. Wanita itu, yang tadi di butik Tuan Ivan. Cantik sekali..
Rose kembali hanyut dalam lamunan. Tiba-tiba..
"Awas!!"
Seorang pemuda menyambar tubuh Rose, dan mereka sama-sama jatuh ke pinggir jalan.
Rose: "Aduh..!!"
Ia memegangi lengan kanannya. Sikunya berdarah.
Rose: "Kau ini.. apa-apaan?"
Livia menghampiri mereka.
Livia: "Rose.. kau tidak apa-apa?"
Ia membantu Rose berdiri.
Rose: "Kalau bukan karena dia, aku pasti masih baik-baik saja."
Livia: "Maksudmu?"
Rose: "Dia mendorongku!"
Pemuda itu sibuk menyangkal. "Bukan begitu, Nona. Tadi kau.."

Livia: "Tadi, kau hampir saja ditabrak kereta kuda. Untung saja, dia menolongmu."
Pemuda itu tersenyum. Lega rasanya, karena Livia menjelaskan yang sebenarnya.
Rose menatap pemuda itu.
Rose: "Jadi begitu? Terimakasih.."
Lalu menggandeng Livia dan pergi.

John dan Tanya sedang terlibat pembicaraan serius di rumah kecil mereka.
John: "Aku dipecat."
Tanya: "Apa?! Kenapa bisa begitu?"
John: "Ya.. karena menurut mereka aku sudah tua dan lamban."
Tanya: "Hanya karena itu? Lalu.. apa rencanamu?"
John: "Kita kembali ke Dublin."
Tanya: "Kau sudah gila? Kita tidak bisa kembali ke sana.."
John: "Dengarkan aku, Sayang.. Dengan kembali ke Dublin, kita bisa dapat banyak uang tanpa harus bekerja. Kau pasti sudah tau bagaimana caranya."
Tanya terdiam. Lalu tersenyum penuh arti.
Tanya: "Ya.. ya.. kalau begitu, aku setuju."

Dublin, Irlandia

Suara derap langkah kuda menggema di lereng pegunungan Kerry.
Damian, si putra mahkota kerajaan Irlandia, sedang melakukan aktifitas berburunya. Bersama sahabatnya, Leigh. Mereka dapat seekor rusa yang besar.
Damian: "Wah, ini bisa jadi rusa panggang yang sangat lezat."
Mereka tertawa.

Dari pegunungan Kerry menuju Istana, sebenarnya tidak begitu jauh. Tapi, dasar Damian yang nakal, ia suka keluyuran.
Leigh: "Damian, sebaiknya kita kembali ke Istana saja."
Damian: "Iya. Nanti kita pulang.. setelah bersenang-senang."
Damian memacu kudanya ke kota. Di sana ada sebuah bar favorit Damian. Sebenarnya, Damian belum cukup umur masuk ke bar. Usianya masih 17 tahun. Tetapi, Lucifer, pemilik bar itu adalah sahabat baik keluarga kerajaan. Ia terpaksa mengizinkan Damian masuk barnya, dan minum vodka.
Hari itu, Lucifer kedatangan seorang tamu wanita. Namanya Sinead. Dia kekasih Lucifer yang baru.
Melihat Lucifer dan Sinead bermesraan, timbul ide jahil di kepala Damian.

Bar-Room-Deetjens.jpg
Lucifer's Bar

Damian menghampiri Sinead yang sedang sendirian di salah satu meja, lalu berkata..
Damian: "Hei, Nona.. apa benar, kau menyukai Lucifer?"
Sinead: "Tentu saja. Memangnya kenapa?"
Damian: "Perlu kau tau.. Lucifer telah memilih calon istrinya. Dia sangat cantik. Namanya Trinidad. Kalau dibandingkan denganmu.. kau terlihat biasa saja.."
Seketika, wajah Sinead berubah jadi merah padam. Amarahnya naik ke ubun-ubun.
Lalu..
Sinead: "Lucifer..!"
Ia menghampiri Lucifer yang sedang melayani tamunya.
Lucifer: "Ada apa, Sayang?"
Ia menjawab dengan tersenyum manis. Tapi, BYUR!! Segelas bir disiramkan ke wajahnya, oleh Sinead.
Sinead: "Rasakan itu!"
Lucifer: "Sa, sayang.. ada apa ini?"
Sinead: "Siapa itu Trinidad?!"
Lucifer: "Bohong! Dia calon istrimu yang sangat cantik itu, kan?"
Lucifer melotot. Ia bingung dengan yang Sinead katakan.

Lalu, ia mendengar suara gelak tawa. Itu tawa Damian. Lucifer menghampirinya sambil menarik tangan Sinead. Matanya melotot. Ia sangat marah.
Lucifer: "Damian..!!!"
Damian: "Huaaaahhh..!!!"
Suara Lucifer sangat memekakan telinga.
Damian: "Ampuni aku, Lucifer.."
Lucifer membuat Damian harus menimba air sumur di belakang bar. Sedangkan Lucifer sendiri kembali bermesraan dengan Sinead, yang akhirnya tau, bahwa Damian amat sangat jahil.
 
Last edited:
Bls: CerBung: The Rose

2

Sudah hampir dua puluh ember air yang ditimba oleh Damian. Lelah..
Damian: "Lucifer.. sudah, ya..?"
Lucifer: "Kau lelah?"
Damian menganggukkan kepala.
Lucifer: "Damian.. kemarilah.."
Dengan senangnya, ia meninggalkan sumur itu dan duduk bersama Lucifer.
Lucifer: "Apa kau.. pernah jatuh cinta?"
Damian menggelengkan kepala.
Damian: "Tidak.."
Lucifer: Pantas saja, kau dengan tanpa perasaan membuat Sinead hampir saja meninggalkanku. Hh.. sebaiknya, kau cobalah jatuh cinta pada seorang wanita. Kau pasti akan merasakan apa yang ku rasakan saat ini pada Sinead.."

Sampai pulang ke Istana, Damian masih memikirkan kata-kata Lucifer tadi.
Damian: "Jatuh cinta? Bagaimana ya rasanya?"
Ia duduk di balkon kamarnya. Melihat malam yang hening.

Mallorcan-palace-balcony.jpg

Damian's Room Balcony
 
Bls: CerBung: The Rose

Rose beserta ayah dan ibunya pindah ke Dublin, Irlandia.
Rose: Inikah Irlandia? Indah sekali, Ayah.."
John: "Ya.. ini adalah negeri kelahiranmu."
Rose memandangi savana yang terbentang luas di lereng pegunungan Kerry, tempat mereka akan tinggal.
Tanya: "Ibu berharap, kau betah tinggal di sini."
Rose: "Tentu saja aku betah, Bu. Tempat ini sangatlah indah.."
John: "Hm.. Ayah harus cari kayu bakar untuk perapian. Kalian beres-beres rumah saja."
Tanya: "Baik. Ayah, jangan pulang terlalu sore.."

8.jpg

Lereng Pegunungan Kerry

Rupanya, John diam-diam pergi ke Istana, menemui Ratu Dominique.
Dominique: "Apa yang sedang kau lakukan di Irlandia ini?"
John: "Saya ingin minta sedikit belas kasihan anda."
Dominique: "Apa maksudmu?"
John: "Putri anda butuh biaya untuk hidup. Dan saya tidak sanggup lagi. Saya sudah tidak punya pekerjaan."
Dominique paham maksud John. Ia menyuruh Rah Digga menyiapkan sekotak emas.
Dominique: "Apa.. ini cukup?"
John: "Sudah lebih dari cukup. Terimakasih, Yang Mulia.."

John menyimpan hartanya di bawah pohon, belakang rumahnya. Ia menggali tanah sangat dalam. Hanya ia saja yang tau.

Rose melanjutkan sekolahnya di bidang keperawatan. Setiap hari, ia berjalan kaki pergi ke sekolah.
Ada yang menarik di sekolah barunya. Sekolah itu kedatangan dua tamu agung. Jean, putri kerajaan, dan Ramona, selir ke empat Raja Lincoln.
Yang menarik perhatian Rose adalah Ramona. Wanita itu.. yang sering ia temui di London. Wanita cantik dan anggun yang begitu dikagumi oleh Rose.
Jean: "Kami kemari untuk melihat calon perawat istana. kami ingin yang benar-benar berkualitas."
Ramona: "Iya. Kami ingin bulan depan mereka sudah harus masuk ke Istana.
Kepala Perawat, Ny. Lamarque tersenyum.
Lamarque: "Baik, Yang Mulia.."
Ternyata, Rose mendengarnya. Berarti, dengan sekolah menjadi perawat, bisa masuk Istana.
Rose: "Pasti sangat menyenangkan.."
 
Bls: CerBung: The Rose

Rose berlari pulang dan memberitau ibunya.
Rose: "Bu, aku ingin masuk Istana. Menjadi pesawat keluarga kerajaan."
Tanya terkejut mendengarnya. Ia segera menyudahi pekerjaannya.
Tanya: "Apa? Masuk ke Istana?"
Mendadak, jadi lemas.
Rose: "Iya, Bu.."
Tanya mengajak Rose duduk, setelah ia agak tenang.
Tanya: "Rose, dengarkan ibu baik-baik."
Rose memandang ibunya dengan perasaan heran.
Tanya: "Kau tidak boleh masuk ke Istana.. Tidak boleh!"
Rose: "Memangnya kenapa, Bu?"
Ia masih bingung.
Tanya: "Karena tempat itu bukan untukmu. Kau tidak pantas masuk ke sana."
Rose: "Aku.. tidak mengerti.."
Tanya: "Mulai besok, kau tidak usah sekolah lagi. Mengerti?"
Ia mulai meneteskan air mata.
Rose: "Kenapa, Bu?"
Tanya: "Pokoknya, kau tidak boleh sekolah lagi. Berhentilah bertanya!"
Rose sedih. Ia berlari ke luar rumah. Menerjang angin dan menjatuhkan kesedihannya pada rerumputan hijau. Menangis sejadi-jadinya.
Rose: "Apa yang biasanya membuatku tak pantas masuk ke Istana? Apa karena aku miskin?"
 
Bls: CerBung: The Rose

Rose berdiri. Lalu berlari lagi menuruni lereng perbukitan. Menangis dan menangis.

Tanya sendiri juga sangat sedih. Ketika John baru pulang dari berburu, ia melihat sang istri tampak muram.
John: "Sayang.. ada apa?"
Tanya: "Rose.. dia ingin masuk istana menjadi pesawat. Aku melarangnya. Dan kini ia pergi entah ke mana."
John: "Kau sudah benar, Sayang.. Biar dia meredakan emosinya dulu. Nanti dia pasti pulang."

Damian dan Leigh memacu kuda mereka ke lereng pegunungan Kerry.
Damian: "Kita memancing saja."
Leigh: "Memancing? Oh.. itu membosankan.."
Damian: "Ya.. kalau kau tidak mau, tidak apa-apa."
Leigh melihat-lihat ke lereng sekeliling danau dengan membawa senapan. Siapa tau ada rusa lewat.
Benar! Ia melihat seekor rusa merebahkan dirinya di rerumputan. Leigh merasa takjub dengan rusa itu, sehingga memanggil Damian.
Leigh: "Ada seekor rusa berwarna putih, dan sangat besar."
Damian: "Di mana? Ayo, kita buru dia!"
 
Bls: CerBung: The Rose

Leigh menunjukkannya pada Damian.
Damian: "Kau yakin, itu rusa? Bukan rubah?"
Leigh: "Aku juga bingung. Tembak saja, lah..! Kalau itu rubah, bulunya sangat indah. Tapi kalau itu rusa, bisa kita makan dagingnya."
Damian: "Baiklah.."
Damian mulai membidik makhluk putih itu.
Saat ia menarik pelatuknya, dan melepaskan peluru, tiba-tiba makhluk tersebut berdiri. Peluru itu menembus dadanya!
Dan makhluk tersebut bukanlah rusa, juga bukan rubah? Melainkan seorang gadis cantik.
Damian dan Leigh panik. Keduanya langsung menghampiri gadis itu.
Damian: "Leigh, bagaimana ini?"
Leigh pun bingung. Gadis itu sudah tidak sadarkan diri. Tapi masih bernafas.
Leigh: "Kita bawa dia ke tempat Lucifer!"

Lucifer tak habis pikir melihat apa yang dibawa oleh Damian dan Leigh. Mayat!
Lucifer: "Kenapa kalian membawanya ke rumahku? Kalian ingin aku dapat masalah besar, ya?!"
Leigh: "Damian.. Ini masalah besar.."
Damian: "Ini semua kan gara-gara kau! Sudah jangan banyak bicara! Sekarang kita harus menolongnya."
 
Bls: CerBung: The Rose

Damian segera pulang ke istana, mencari dr. Isaac, yang senantiasa mau menyembunyikan kenalan Damian. Semoga kali ini dia juga mau membantu Damian menyembunyikan masalah besar tersebut.
Dr. Isaac terkejut saat mengetahui apa yang sudah dilakukan oleh Damian. Sudah palang merah, alias sangat parah.
Dr. Isaac: "Damian, bagaimana kalau Yang Mulia Raja tau tentang hal ini?"
Damian: "Sudahlah.. jangan banyak bicara! Sekarang, kau tolong dia.. jangan sampai mati."
Dr. Isaac segera memeriksa keadaan gadis itu. Untung saja, peluru yang digunakan bukan timah panas atau mesiu. Tapi peluru karet. Dan tidak kena organ vital. Tapi, ia mengeluarkan banyak darah. Jika dalam dua hari tidak dapat donor, ia bisa mati.
Damian dilanda kebingungan yang serius. Ia tak ingin gadis itu mati.
Damian: "Aku akan cari keluarganya."
Ia segera kembali ke pegunungan Kerry, dan menanyai orang-orang di sana.
 
Bls: CerBung: The Rose

Damian: "Apakah anda punya putri yang kira-kira berusia 17 tahun, dan dia berambut cokelat. Matanya biru."
Pemilik rumah mengatakan tidak.
Semua pemilik rumah sudah ditanyai. Tapi tak satu pun yang mengatakan iya.
Damian hampir putus asa. Ia berjalan di pinggiran danau, tempat gadis itu tertembak. Di kejauhan ia melihat sebuah rumah kecil di bawah pohon eboni yang lebat. Rumah itu terlihat menyendiri, dan tidak ada tetangganya. Damian segera ke sana.
Sepasang suami istri tinggal di situ.
Damian: "Ng.. apakah di sini tinggal seorang gadis berusia 17 tahun. Dan terakhir pergi memakai baju putih. Rambutnya cokelat dan matanya biru."
Si istri mengiyakan.
Damian: "Dia.. tertembak. Dan sekarang dalam keadaan kritis."
Suami istri itu nampak terkejut.
 
Bls: CerBung: The Rose

3

Tanya: "Rose.."
Air mata tumpah di pipinya.

John dan Tanya segera ikut Damian ke tempat, di mana Rose diobati.
Dr. Isaac: "Tuan, Nyonya.. gadis ini kehilangan banyak darah. Ia butuh transfusi secepatnya. Pasti di antara kalian memiliki golongan darah yang sama dengannya. Karena, setiap anak, pasti mewarisi golongan darah yang sama dengan ayah atau ibunya."
Gawat!
John: "Coba kau periksa.."
Dr. Isaac pun melakukan serangkaian test pada John dan Tanya. Tuhan memang sedang tidak ingin membongkar rahasia ini. Ternyata, golongan darah John dan Rose sama. Maka, gadis itu terselamatkan.

John: "Sebenarnya apa yang terjadi pada putriku? Kenapa dia bisa sampai tertembak?"
Damian: "Begini, Tuan.."
Sebelum Damian cerita apa pun, Lucifer memotong kalimatnya.
Lucifer: "Kami menemukannya sudah dalam keadaan seperti itu, di tepi danau."
John menundukkan kepala.
John: "Anakku yang malang.."
 
Bls: CerBung: The Rose

Damian heran. Kenapa Lucifer bohong?
Lucifer: "Kejujuranmu bisa membuatmu celaka. Terkadang, kejujuran itu tidak perlu diungkapkan."
Damian: "Tapi.."
Lucifer: "Ingat, siapa dirimu, dan bagaimana posisimu saat ini."

Damian pulang ke istana. Ia masih sangat mengkhawatirkan gadis bernama Rose itu.
Di Istana, ia bertemu dengan ibunya, Ratu Dominique.
Dominique: "Sayang.. kau dari mana saja? Kenapa pulang sangat larut?"
Damian: "Ng.. aku masih main dengan Leigh di kota.."
Dominique: "Ayolah, Sayang.. kau sudah waktunya untuk berubah jadi lebih dewasa."
Damian: "Iya, Bu.."
Dominique: "Oh ya, besok kau harus hadir dalam pertemuan, antara keluarga kerajaan dan pejabat istana untuk membicarakan tentang penobatanmu sebagai putra mahkota.
Damian: "Baiklah, Bu.."
Melihat raut wajah Damian yang sangat kusut membuat Ratu Dominique heran.
Dominique: "Damian.. kau baik-baik saja, kan?"
Damian hanya mengangguk.
Dominique: "Sungguh?"
Damian: "Bu, aku lelah dan mengantuk. Aku ingin tidur."
Dominique: "Istirahatlah, Anakku."
 
Bls: CerBung: The Rose

Dominique tidak percaya kalau Damian baik-baik saja. Ia minta pada Rah Digga untuk mencari tau.
Rah Digga: "Pangeran telah membuat masalah besar, Yang Mulia.."
Rah Digga menceritakan apa yang telah ia lihat melalui indera ke enamnya.
Dominique: "Kenapa John semakin mendekat pada Rah kita? Cari mati saja!"
Rah Digga: "Bila anda tidak segera menyingkirkan mereka, posisi anda akan terancam. Cepat atau lambat, semua orang akan mengetahui semuanya.."
Dominique: "Lalu, apa yang harus ku lakukan?"
Rah Digga: "Kita akan menyiapkan sebuah rencana besar.."

Rose mulai sadar, dan melihat sekelilingnya ada kedua orang tuanya.
Rose: "Ibu.."
Tanya langsung bangun, saat mendengar suara Rose. Begitu juga John.
Tanya: "Rose.."
Rose: "Aku haus, Bu.."
Tanya langsung menuangkan air ke gelas, dan membantu Rose minum.
John: "Bagaimana? Apa yang kau rasakan?"
Rose: "Sakit, Ayah.."
John: "Siapa yang tega melakukan ini padamu?"
John mengelus kepalanya.
 
Bls: CerBung: The Rose

Pertemuan antara keluarga kerajaan dan para pejabat sangat membosankan bagi Damian.
Lincoln: "Damian, mulai besok, kau sudah harus sibuk dengan urusan istana dan negara. Kurangi kegiatan yang tidak ada manfaatnya."
Damian: "Baik, Ayah.."
Ia menjawab sekenanya.
Dr. Isaac: "Yang Mulia.. bagaimana kalau Pangeran Damian memiliki jadwal khusus untuk mengecek kesehatannya?"
Lincoln: "Kau atur saja, Isaac.."

Selesai pertemuan, Dr. Isaac menghampiri Damian yang bersiap-siap akan meninggalkan ruangan.
Damian: "Kau ini menyebalkan! Aku sudah tidak punya waktu untuk bermain. Kau malah menambahkan untuk cek kesehatan segala!"
Dr. Isaac: "Dengarkan aku dulu.."
Damian: "Apa? Kau sudah lupa ya, apa yang sedang terjadi baru-baru ini? Aku masih punya tanggung jawab terhadap hal itu!"
Dr. Isaac seperti diserang ketegangan yang membuncah. Ia bingung mau bicara apa. Setelah membetulkan kacamatanya, ia baru bisa tenang.
Dr. Isaac: "Begini.. aku mengajukan jadwal itu.. supaya.. kau bisa menjenguk gadis itu."
 
Bls: CerBung: The Rose

Damian memandangnya serius.
Damian: "Benarkah itu, Dokter?"
Dr. Isaac tersenyum dan menganggukkan kepala.
Dr. Isaac: "Benar sekali."
Damian tertawa senang.
Damian: "Kalau begitu, kau atur jadwalnya setiap hari."
Dr. Isaac: "Tidak bisa. Jadwalmu dalam istana akan lebih banyak. Dan jadwalmu bersamaku, mungkin hanya seminggu sekali."
Damian melemas.
Damian: "Ya sudahlah.. tidak apa-apa."
Dr. Isaac: "Oh ya, satu informasi penting. Gadis itu sudah sadar."
Senyuman manis menghiasi bibir Damian yang manis.
Damian: "Aku ingin menjenguknya."
Dr. Isaac: "Tapi.."
Damian sudah tidak peduli Dr. Isaac akan berkomentar apa. Ia ingin menemui gadis malang itu secepat mungkin.

Damian pergi ke rumah keluarga Tucker sendirian. Ia ingin melihat keadaan gadis itu.

Rose sendiri masih belum bisa beraktifitas. Ia duduk di teras rumahnya. Merasakan belaian lembut angin sepoi-sepoi. Masih ada keinginannya menjadi pesawat istana. Tak terasa air matanya berlinang.
 
Bls: CerBung: The Rose

Kemudian..
Damian datang, dengan membawa buah-buahan.
Damian: "Ng.. bagaimana keadaanmu, Rose?"
Rose: "Sudah lebih baik."
Rose tersenyum pada Damian. Melihat senyuman polos itu, membuat Damian merasa sedih. Ia hanya memaksakan senyumnya. Ia berjanji, suatu saat nanti, ia akan mengakui kesalahannya.
Damian: "Ini.. ada sedikit oleh-oleh yang aku bawa dari kota. Semoga kau lekas sembuh.."
Rose: "Terimakasih, Damian.."

Akhir-akhir ini.. Rose suka menyendiri. John kasihan padanya.
John: "Kau kenapa, Rose?"
Air mata kembali membasahi pipinya.
Rose: "Ayah.. izinkan aku sekolah lagi.."
John memeluk Rose.
John: "Tapi.. kau harus janji satu hal.. kau tidak boleh lagi punya keinginan untuk masuk Istana."
Rose: "Kenapa, Ayah?"
John: "Kau tidak perlu tau sekarang.."
Rose: "Baiklah, Ayah.. kalau memang aku tidak diizinkan menjadi pesawat istana, aku tidak memaksa."

Keesokan harinya, Rose kembali sekolah di sekolah perawat Stronger Woman.
Lamarque: "Selamat datang kembali, Rose.."
Rose: "Terimakasih, Nyonya."
 
Last edited:
Bls: CerBung: The Rose

Suatu hari, saat berangkat ke sekolah, Rose berjalan kaki sambil membawa tas berisi buku-buku di pundak kanannya. Tiba-tiba hujan turun. Gerimis. Ia segera berlari, supaya bisa bernaung di depan sebuah toko yang tutup.
Rose: "Bagaimana ini..? Aku bisa terlambat pergi ke sekolah.."
Hujan semakin deras. Membuat Rose harus menunggu redanya. Sedangkan waktu masuk sekolah hampir tiba. Tak terasa.. dia menangis.
Kemudian..
"Kenapa kau menangis, Rose?"
Rose mengangkat kepalanya, dan menghapus air matanya. Ia melihat siapa yang menegurnya.
 
Bls: CerBung: The Rose

4

Rose: "Da, Damian?"
Ia melihat Damian turun dari kuda. Memakai jas hujan berwarna biru muda. Ia mendekati Rose.
Damian: "Ada yang menjahatimu, ya?"
Rose: "Tidak.. Hanya saja.. Hujan ini bisa membuatku terlambat pergi ke sekolah.."
Damian: "Ng.. ayo pakailah jas hujanku. Lalu aku akan mengantarmu ke sekolah dengan kudaku."
Rose bingung. Mau atau tidak, menerima bantuan Damian. Tetapi, tak sampai lima menit, ia telah memakai jas hujan milik Damian. Tanpa banyak bicara, Damian membantu Rose naik ke kudanya. Setelah itu, dirinya ikut naik dan memacu kudanya dengan kencang menuju sekolah. Damian membiarkan badannya basah kuyup. Yang penting Rose tidak.
Rose tidak tiba tepat saat bel sekolah berbunyi. Damian membantunya turun dari kuda.
Rose: "Terimakasih, kau telah membantuku, dan aku tidak terlambat pergi ke sekolah."
Damian tersenyum. Entah kenapa, ia senang bisa membantu Rose.
Damian: "Sudah sana, cepat masuk. Nanti terlambat."
Rose tersenyum. Lalu berlari masuk ke sekolah,
 
Bls: CerBung: The Rose

Sedangkan Damian langsung pergi. Ia tau, kalau sekolah itu milik kerajaan, dan banyak yang mengenalinya.

Hari itu, memang jadwal Damian cek kesehatan. Dan, dr. Isaac mengizinkan Damian keluar istana, untuk sekedar jalan-jalan. Tapi, tanpa disangka, hujan turun, dan dia bertemu dengan Rose.
Damian terus ingat kejadian manis ini.. Ia tak henti-hentinya berterimakasih pada dr. Isaac.
dr. Isaac: "Oh ya, selain bisa memeriksa kesehatan badan, aku juga bisa memeriksa kondisi jiwa."
Damian: "Lalu?"
dr. Isaac: "Menurut hasil analisaku, kau ini.. sedang mengalami sindrom penyakit yang berbahaya tapi sangat, indah."
Damian: "Aku tidak mengerti maksudmu."
dr. Isaac: "Kau itu, sedang jatuh cinta!"
Degg!! Benarkah itu?
Damian: "Kau hanya mengada-ada. Sangat tidak mungkin, kalau aku jatuh cinta. Aku masih 17 tahun.."
dr. Isaac tertawa. Ia menepuk pundak Damian.
dr. Isaac: "Jangankan yang 17 tahun. Yang berusia 10 tahun saja sudah ahli berganti-ganti kekasih, dan mengalami jatuh cinta dan patah hati sekaligus."
 
Bls: CerBung: The Rose

Damian: "Pokoknya analisamu salah.."
Damian berjalan keluar dari ruangan dr. Isaac. Tapi, dokter muda itu masih tertawa, dan berujar..
dr. Isaac: "Nanti, kalau analisaku terbukti,dan berujar penyakit itu tambah parah, kau bisa minta resepnya padaku."
Damian menoleh, dan menunjukkan wajahnya yang masih lucu. Dengan menjulingkan matanya. dr. Isaac masih tertawa.

Di sekolah..
Lamarque semakin bangga pada Rose. Gadis perawat ini cerdas. Ia dapat menguasai ilmu dengan cepat. Baik teori mau pun praktek. Ia ingin menempa gadis itu, supaya menjadi perawatyang bagus, dan bisa masuk istana.
 
Back
Top