[Sejarah] Jendral Diadochi

Tomoyo

New member
Diadochi

250px-Seleuco_I_Nicatore.JPG


Diadoehi (Yun.; pengganti). Jenderal-jenderal *lskandar Zulkarnaen, yang semeninggalnya, 323 sebelum Masehi merebut kerajaannya yang luas; yang terpenting ialah: Antipater (Masedonia, Yunani), Lasymachus (Thracia dan sebagian Asia Kecil), *Ptolemaeus (Mesir), Seleucus (Syria, Mesopotamia, Antigonus (Sisa Asia Kecil).
 
Bls: [Sejarah] Jendral Diadochi

Diadochi (jamak : Diadochus, bahasa Inggris : "successors") adalah generasi pertama pemimpin di bidang militer dan politik kerajaan Ptolemaik dan kekaisaran Ptolemeus setelah kematian Alexander Agung pada tahun 323 SM. Para Diadochi ini saling berebut kekuasaan dan wilayah hingga menyebabkan empat perang besar yang dikenal dengan nama "Perang Diadochi".

Kerajaan Ptolemaik

Kerajaan Ptolemaik memiliki wilayah di Mesir dan sekitarnya, dimulai sejak masa Alexander Agung pada tahun 332 SM dan berakhir pada saat kematian Cleopatra VII dan penaklukan Romawi pada tahun 30 SM. Didirikan ketika Ptolemeus I Soter menyatakan dirinya Firaun Mesir, menciptakan Peradaban Helenistik yang membentang dari selatan Suriah sampai ke Kirene kemudian berlanjut ke selatan di Nubia. Alexandria menjadi ibukota dan pusat peradaban Helenistik Yunani dan perdagangan. Untuk memperoleh pengakuan oleh penduduk asli Mesir, mereka menamai diri mereka penerus Firaun. Banyak dari Ptolemeus yang kemudian mengambil tradisi Mesir dengan menikahi saudara kandung mereka sendiri, pembuatan simbol-simbol keberadaan Ptolemeus ini digambarkan pada monumen-monumen, gaya berpakaian, dan partisipasi dalam kehidupan keagamaan Mesir. Budaya Helenistik berkembang di Mesir sampai ditaklukan oleh kebudayaan Islam. Kerajaan Ptolemeus ini akhirnya runtuh setelah banyaknya pemberontakan dari penduduk asli, perang dengan bangsa lain, perang sipil yang menyebabkan kerajaan ini diambil alih oleh Kekaisaran Romawi.

Dinasti Ptolemeus

Dinasti Ptolemeus adalah dinasti bercorak Yunani Kuno yang menguasai Mesir kira-kira selama 305 SM-30 SM. Dinasti Ptolemeus didirikan oleh salah seorang jendral dari pasukan Alexander Agung, Ptolemeus I. Karena Alexander Agung tidak memiliki pewaris tahta, maka setelah kematiannya di tahun 323 SM para jendral-jendralnya membagi-bagi daerah kekuasaan di antara mereka.

Di tahun 305 SM, setelah menguasai Mesir, Ptolemeus mengangkat dirinya sebagai Raja Ptolemeus I atas Mesir. Keturunannya menguasai Mesir hingga jatuh ke tangan bangsa Romawi di tahun 30M oleh Kaisar Agustus (Oktavianus).

Salah satu keturunan Ptolemeus yang terkenal adalah Cleopatra VII, sang ratu terakhir sebelum Mesir jatuh ke tangan bangsa Romawi.

Ptolemeus I

Ptolemeus I Soter atau Ptolemy (367 SM - 283 SM) adalah seorang jenderal Yunani Makedonia di bawah Alexander Agung yang menjadi penguasa di Mesir (323 SM - 283 SM) setelah mendapatkan gelar Firaun (antara 305/304 SM). Selain meguasai Mesir juga pendiri dua kerajaan yaitu Kerajaan Ptolemaik dan Dinasti Ptolemeus.

Ia adalah putra dari Arsinoe dari Macedonia, dan, sementara ayahnya tidak diketahui, ia digambarkan pada zaman kuno sebagai salah satu putra Lagus, seorang bangsawan Macedonia, atau bahwa ia adalah anak tidak sah dari Philip II dari Makedonia (yang jika pernyataan tersebut benar akan membuat dia saudara tiri Alexander Agung). Ptolemeus adalah salah satu dari tujuh somatophylakes. Dia beberapa tahun lebih tua dari Alexander, dan teman akrab sejak kecil. Kemungkinan dia merupakan salah satu dari kelompok remaja bangsawan yang dibimbing langsung oleh Aristoteles. Dia dengan Alexander sudah bersama melakukan penyerangan ke Negara lain, dan menjadi pemimpin dalam penyerangan ke Afghanistan dan India. Pada festival pernikahan di Susa tahun 324 SM, Alexander menjodohkan dia untuk menikah dengan Artakama dari Persia yang merupakan anak dari Artabazus. Ptolemeus juga memiliki permaisuri lain yaitu Thais, seorang permaisuri yang selalu menemani Alexander dalam melakukan penaklukan di zaman kuno. Setelah bercerai dengan Artakama dia menikah dengan Eurydice dan kemudian menikahi Berenice.

Penerus Alexander Agung

Dengan adanya perebutan kekuasaan antara Plotemy, Perdiccas mencurigai bahwa Plotemi mengincar posisi kekuasaaan, untuk meredem ambisi dari Perdiccas tersebut maka Plotemy membunuh Cleomenes yang sedang mamatai-matai Perdiccas, dengan tewasnya Cleomenes maka Plotemy mendapatkan kekuasaaan yang sebelumnya dikuasainya.

Tahun 321 SM, Perdiccas melakukan invasi ke Mesir, sedangkan Plotemy bertugas untuk mengamankan daerah sungai Nil. Invasi Perdiccas berakhir dalam kegagalan dengan kehilangan 2.000 pasukan. Hal ini menyebabkan reputasi Perdiccas jatuh hingga berakibat pembunuhan terhadap dirinya oleh dua orang bawahannya di dalam tendanya sendiri. Plotemy diberikan tawaran untuk menjadi pengganti Perdiccas, tetapi tawaran tersebut ditolaknya. Plotemy lebih memilih untuk mempertahankan wilayah yang sebelumnya sudah dikuasai oleh Alexander. Dalam perang yang melibatkan berbagai Diadochi, tujuan utama Plotemy adalah menjaga keamanan Mesir, dan kemudian menguasai daerah di sekitar Mesir antara lain Cyrenaica, Cyprus dan Syria termasuk juga propinsi Judea. Invasi pertama ke Syria pada tahun 318 SM. Sekaligus membangun perlindungan untuk raja Cyprus. Ketika Antigonus I Monophthalmus yang berkuasa di Asia (315 SM) menunjukan ancaman bagi Ptolemy, dia pun melakukan persekutuan untuk melawan penguasa Asia tersebut, pada saat perang pecah Ptolemy mengungsi ke Syria. Di Cyprus, Ptolemy menghancurkan perlawanan pemberontak dan berhasil menaklukan pulau Cyprus (313 SM). Pemberontakan di Kirene (Cyrene) juga terjadi tetapi bisa segera diatasi pada tahun yang sama.
Somatophylakes adalah sebutan bagi pengawal pribadi pada masa kekaisaran Alexander Agung. Di antara Somatophylakes yang paling terkenal diantaranya Philip dari Makedonia dan Alexander Agung. Mereka terdiri dari tujuh orang, yang terdiri dari bangsawan Makedonia, yang juga bertindak sebagai perwira militer berpangkat tinggi, seperti Jendral atau chiliarch. Alexander Agung menunjuk Peucestas sebagai somatophylax kedelapan setelah perang Malli.
Cleopatra VII Philopator

Cleopatra VII Philopator (Januari 69 SM – 12 Agustus 30 SM) adalah ratu Mesir kuno, anggota terakhir dinasti Ptolemeus. Walaupun banyak ratu Mesir lain yang menggunakan namanya, dialah yang dikenal dengan nama Cleopatra, dan semua pendahulunya yang bernama sama hampir dilupakan orang.

Ia adalah penguasa Mesir bersama ayahnya Ptolemeus XII, saudara laki-laki sekaligus suaminya: Ptolemeus XIII dan Ptolemeus XIV, dan akhirnya anaknya Caesarion. Cleopatra berhasil mengatasi kudeta yang dirancang oleh pendukung saudara laki-lakinya dengan bersekutu dengan Julius Caesar dan dilanjutkan Mark Antony. Cleopatra memiliki 1 anak dari Julius Caesar dan 3 anak dari Mark Antony (dua diantaranya adalah kembar).

Cleopatra bunuh diri sewaktu Augustus (Octavianus) naik tahta dan menyerang Mesir, dengan cara memasukkan tangannya sendiri kedalam keranjang penuh ular berbisa ( Asp / sejenis Cobra asal Afrika Utara). Kisah hidupnya sering didramatisasikan dalam berbagai bentuk karya, termasuk "Antony and Cleopatra" dari William Shakespeare dan beberapa film modern.

700px-Ptolemy_xii.PNG

Sedikit yang diketahui tentang masa kecil Cleopatra, tetapi Cleopatra berdarah Yunani, bukan keturunan Mesir. Ia dilahirkan pada awal tahun 69 SM, anak ke-3 dari 6 orang dan lahir di kalangan Dinasti Ptolemaik Yunani. Ia mempunyai 2 orang kakak dan seorang adik perempuan serta dua adik laki-laki. Ia dilahirkan dan dibesarkan di Alexandria yang merupakan kota terbesar dan termewah saat itu.

Kerajaan dari ayah Cleopatra tidak aman akibat tekanan dan konflik dari luar dan dalam perebutan kekuasaan, serta konflik dalam seperti pemerintahan sentralisasi dan korupsi politik. Hal ini memimpin pemberontakan dan hilangnya Siprus dan Cyrenaica yang menyebabkan masa kekuasaan Ptolemeus sebagai salah satu yang paling mematikan di dinasti tersebut. Semasa kecil, Cleopatra telah melihat persengketaan dalam keluarganya sendiri. Dikatakan bahwa ayahnya selamat dari 2 usaha pembunuhan ketika seoragn pelayan menemukan ular berbisa yang mematikan di tempat tidurnya dan pelayan yang mencicipi minuman anggur tuannya yang selanjutnya pelayan tersebut meninggal. Kakak perempuan tertuanya, Tryphaena juga mencoba untuk meracuni Cleopatra sehingga ia mulai menggunakan juru cicip. Ketika ia berusia belasan tahun, ia menyaksikan kejatuhan ayahnya sendiri dan ayahnya menjadi boneka Kekaisaran Romawi akibat beban utang yang terlalu tinggi, tetapi masih berharap agar Romawi tidak menaklukan Mesir. Keadaan itu menyebabkan Ptolemeus XII diusir rakyat dari Alexandria yang akhirnya melarikan diri ke Romawi. Pada tahun 58 SM, ibunya, Cleopatra V mengambil alih pemerintahan bersama anaknya, Berenice IV dengan bantuan gubernur Suriah yang dikuasai Romawi, Aulus Gabinius selama setahun hingga ibunya meninggal, lalu Berenice IV memerintah sendiri. Ptolemeus XII menggulingkan anak perempuan tertuanya pada tahun 55 SM dan menghukum mati anaknya, Berenice IV. Kakak perempuan Cleopatra lainnya, Tryphaena mengambil tahta dan tidak lama kemudian ia meninggal yang menyisakan Cleopatra dengan suaminya dan adiknya, Ptolemeus XIII sebagai penerus tahta.

Dari ayahnya, Ptolemeus XII, Cleopatra mengetahui akan kekuatan leluhurnya. Leluhurnya telah melakukan penaklukan besar hampir 3 abad yang lalu.


-dipi-
 
Bls: [Sejarah] Jendral Diadochi

Seleukus

Alexander Agung telah menaklukkan Kekaisaran Persia dalam waktu yang sangat singkat dan meninggal dalam usia muda. Ia meninggalkan sebuah kekaisaran yang sangat luas yang sebagian telah dipengaruhi oelh budaya Henelis, tanpa ahli waris yang dewasa. Karena itu, jenderal-jenderalnya (Diadochi) saling memperebutkan kekuasaan atas kekaisarannya.

Seleukus, salah seorang jenderalnya, mengangkat dirinya sendiri sebagai penguasa di Babilon pada 312 SM. Tanggal ini dijadikannya sebagai tanda pendirian Kekaisaran Seleukus. Ia memerintah bukan hanya atas Babilonia, tetapi juga atas keseluruhan wilayah timur yang luas dari Kekaisaran Alexander. Setelah kemenangannya dan juga kemenangan Lisimakhus atas Antigonus Monoftalmus dalam Pertempuran Ipsus pada 301 SM, Seleukus menguasai wilayah timur Anatolia dan bagian utara Suriah. Di Suriah ia mendirikan sebuah ibu kota yang baru di Antiokhia di Orontes, sebuah kota yang dinamainya sesuai dengan nama ayahnya. Sebuah ibu kota alternatif dibangun di Seleukia di Tigris, di utara Babilon. Kekaisaran Seleukus mencapai puncak keluasannya setelah ia mengalahkan orang yang pernah menjadi sekutunya Lisimakhus, pada Korupedion pada 281 SM. Seleukus memperluas kekuasaannya hingga mencakup bagian barat Anatolia. Ia berharap untuk menguasai pula tanah-tanah Lisimakhus di Eropa - terutama Thrasia dan bahkan Makedonia sendiri, namun ia dibunuh oleh Ptolemeus Keraunus ketika ia tiba di Eropa. Anaknya dan penggantinya, Antiokhus I Soter, terbukti tidak mampu meneruskan apa yang tidak bisa diselesaikan ooleh ayahnya dalam menaklukkan wilayah Eropa dari kekaisaran Alexander, namun demikian ia toh tetap mewarisi sebuah wilayah yang sangat luas terdiri atas hampir semua bagian Asia dari Kekaisaran itu. Para saingannya adalah Antigonus II Gonatas di Makedonia dan Ptolemeus II Filadelfus di Mesir.

Secara geografis Kekaisaran Seleukus merentang dari Laut Aegea hingga ke Afghanistan, hingga mempersatukan berbagai ras dan bangsa: antara lain bangsa Yunani , Persia, Media, Yahudi, Indian, dll.. Para penguasanya berniat untuk menerapkan kebijakan kesatuan rasial yang dimulai oleh Alexander. Pada 313 SM, gagasan Helenis telah mulai ekspansinya yang berlangsung selama hampir 250 tahun di lingkungan budaya Timur Dekat, Timur Tengah, dan Asia Tengah.. Kekaisaran ini memerintah dengan membangun ratusan kota untuk maksud-maksud perdagangan dan hunian. Banyak di antara kota-kota itu mulai – atau dipaksa – mengadopsi pemikiran filsafat, rasa keagamaan, dan politik Helenis. Gagasan-gagasan budaya, keagamaan dan filsafat Helenis disintesiskan dengan apa yang ada di masyarakat setempat dengan tingkat keberhasilan yang berbeda-beda – dengan hasil kadang-kadang kedamaian dan pemberontakan secara bersamaan di berbagai wilayah kekaisaran.

Namun demikian, bahkan sebelum kematian Seleukus, wilayah timur yang sangat luas dari Dinasti Seleukus terbukti sulit untuk dikuasai.. Seleukus menyerang India (Punjab Pakistan modern) pada 304 SM, namun dikalahkan oleh Chandragupta Maurya (Sandrokottos), pendiri Kekaisaran Maurya. Dikatakan bahwa Chandragupta menurunkan pasukan yang terdiri atas 100.000 orang dan 9.000 gajah perang, dan memaksa Seleukus untuk menyerahkan wilayah-wilayah di bagian timur dan selatan dari Afganistan sekarang. Perdamaian diperkuat oleh sebuah aliansi yang dijamin oleh pernikahan Chandragupta dengan anak perempuan Seleukus. Sebagai gantinya, Chandragupta memberikan kepadanya tidak kurang dari 500 ekor gajah, selain tentaranya sendiri yang kelak memainkan peranan penting dalam kemenangannya di Ipsus.

Seleukus mengutus seorang duta besar yang bernama Megasthenes ke istana Chandragupta, yang berulang kali mengunjungi Pataliputra (kini Patna di negara bagian Bihar), ibu kota Chandragupta. Megasthenes menulis gambaran yang terinci tentang India dan pemerintahan Chandragupta, yang sebagian telah dilestarikan bagi kita melalui Diodorus Sikulus.

Wilayah-wilayah lain yang terlepas sebelum kematian Seleukus adalah Gedrosia di tenggara dataran tinggi Iran, dan, di sebelah utaranya, Arakosia di tepi barat Sungai Indus. Antiokhus I (memerintah 281-261 SM) dan anak serta penggantinya Antiokhus II Theos (memerintah 261-246 SM) diperhadapkan dengan tantangan-tantangan di barat, termasuk perang berulang-ulang dengan Ptolemeus II dan serangan bangsa Kelt dari Asia Minor – yang mengalihkan perhatian dari upaya mempersatukan wilayah bagian timur Kekaisaran. Menjelang akhir masa pemerintahan Antiokhus II, provinsi-provinsi timur Baktria dan Parthia secara berbarengan menyatakan dirinya merdeka.


-dipi-
 
Back
Top