Just another story....

....Malam Hari Rumah Bara.....
Sudah 3 minggu Bara berada di rumah, di teras dimana bisa memandang bintang yang bercahaya terang di langit. Entah kenapa dai jadi dilemati sendiri. Kadang kadang dia tak tahu apa yang musti di lakukan menghadapi Okta.
Perasaan suka, senang, marah sama okta. Sesuatu yang berada di luar kendalinya.
"Tidak" Kata Bara berbicara pada dirinya sendiri.
Tapi dia tak tahu harus bagaimana, Dia tak tahu harus mencari pencerahan pada siapa ?
Tiba tiba Bara teringat pada Ray, Ya hanya Ray yang bisa memberikan suatu masalahnya, masalah hati.

Kota XXXXXXXX, malam berikutnya.
Sang Guru, Ray....
"Buakakakkakaaaaa....." Ray tertawa, bukan tertawa biasa, tapi tertawa lebar seperti mendengar lelucon paling lucu seumur hidupnya saat Bara menceritakan masalah Okta kepada Ray.
Mereka duduk di ruang tengah, 2 batang rokok yang tinggal setengah, dan 2 kopi hitam yang baru di minum sedikit.
Bara mengernyitkan keningnya, "Apanya yang lucu ?" tanya Bara dengan nada tidak mengerti.
Ray menghentikan tawannya, " Elu udah melanggar satu peraturan penting". Ray terdiam sebentar dan menatap Bara "Sebutkan peraturan pertama dari B7?" tanya Ray dengan nada serius.
"Never use your feeling, A doctor doesnt get horny"
Ray manggut manggut, "Udah tahu dimana salah elu?"
"Tapi dia beda" Kata Bara tak mau mengalah.
"Beda apanya ?, She is just a girls?" Ray menatap serius ke arah Bara, "Just another fucking beautiful bitch!" Tegas Ray.
Bara langsung melonjak berdiri, Melotot ke arah Ray.
"Apa? Marah? Gunakan emosi elu dan elu just another loser", Bentak Ray pada Bara.
Bara menghela napas, Entah kenapa setelah pulang dari rumah BA, dia jadi sedikit tidak terkontrol.
Bara telah kembali duduk.
"Dan elu telah melanggar peraturannya sekali lagi"
"Sorry..." Bara mengucapkan kata maaf yang sama sekali blum pernah dia ungkapkan kepada orang lain

"Sekarang kita bahas lagi, Ingat satu hal Bar, Mungkin kau lupa, maka akan aku ingatkan lagi. They play hard, we play hard".
Ray mengambil napas sejenak, sambil memandang Bara, "They do anal, We do anal", sambung Ray dengan tersenyum lebar. Bara pun tertawa dengan kata kata Ray ( Sorry bukan menjurus, tapi lebih dalam ke artian. Mereka ingin cara yang paling sulit, kita lakukan dengan cara paling sulit).
"Beat them in their own game" Kata Ray setelah tawa mereka mereda.
Lalu dengan suara lantang, bersemangat, dan penuh gairah
"Cause, We are the badass cat on the sky"
Perasaan hangat mengalir di dada Bara, Jantung berdetak lebih kencang, Adrenalin mengalir deras.

Ray memajukan duduknya mendekat Bara, menatap langsung ke arah Mata Bara. Layaknya Gladiator menantang lawannya.
"So... Bara, Do you want a play or just struggling like a loser" kata kata yang dalam, penuh tantangan telah di lontarkan, layaknya tantangan perang. Bara menatap langsung ke arah Mata Ray. Layaknya jagoan yang terpacu darahnya saat menghadapi lawan kuat di depan mata.
"Beat Me......!!!!" kata singkat tapi cukup untuk menjawab bahwa tantangan perang sudah di terima.
"Ha ha ha ha...." Suara tawa Ray yang pnajang dan buas, penuh dengan gelegak emosi luar biasa. Karena bagi Ray, Bara adalah rivalnya, Sang iblis akhirnya menemukan lawannya kembali.
Saat Bara mundur dulu, dramatis dalam hidup Ray, Seorang gladiator yang kehilangan Rivalnya, dalam bertarung maka semua kemenangan itu tidak ada artinya.
Tapi sekarang beda, karena memanfaatkan ke galauan hati Bara, maka dia telah menarik kembali Bara dalam habitatnya. Rivalnya telah kembali, dan petualangan jalang akan segera di mulai.

Lain Kota, .....
The Game Was Begun....
"Bantai Irma tapi lakukan dengan elegan, seperti layaknya gentleman", Tantangan pertama dari Ray...

[ame="http://www.youtube.com/watch?v=4M5dSvg8GUU"]YouTube - Three Days Grace - Animal I Have Become HD[/ame]
 
Last edited:
Duduk dengan santai, menikmati hangatnya kopi susu sambil menanti kelanjutan pertempuran bara ;)
 
The_Breaker_by_Gundegart.jpg

Kali ini Bara berubah drastis, tampil dengan berbagai aksesori, Kalung, gelang, Rambut yang biasanya berantakan dan culu, sekarang terlihat rapi tapi masih ada kesan urakan. Pakaiannya... Beuh... Jangan tanya lagi.... yang biasanya Bara dengan jeans butut + tambalan di sana sini nggak ada sama sekali. Sekarang Beda banget.

Mungkin yang kenal Bara sebagai sosok culun di tempat kerja, akan jantungan melihat Bara sekarang, Rapi , Fashionable, tapi Urakan. Dan Bara hanya akan berdandan for figthing, semacam Ritual.

Stasiun masih terlalu pagi, tapi geliat orang mencari makan sudah terdengar di sana sini. Masih jam 4 pagi, Bara melirik sekilas ke arah jam Stasiun yang gedhe bukan main itu. Masih blum terliat banyak orang, dan Bara masiah asik dengna mp3 playernya. Dia tenggalem dalam musicnya, "Kane - Everybody changing".

Tak lama muncul sosok, tinggi semampai, putih, wajah yang "agak spesial" tentunya cantik, Ada balutan chinese, + dan turki berbaur dengan wajah indonesia. Katakan aja beda dikit ama asmirandah. Tentu saja banyak para lelaki yang tadinya tidur, tiba tiba bangun melihat bidadari satu ini.

Lalu sosok bidadari ini, mendekati ke arah Bara dengan ragu ragu. Lalu menepuk pundak Bara dari belakang dengan ragu ragu.
"Hai..." dengan nada ragu ragu.
Bara melepas headsetnya dan menoleh dengan gerakan mantab dan tenang. Lalu baru memandang ke arah Mahluk ini.
"Maaf, anda siapa ya ?" Tanya Bara
"Ohh... Saya...., Saya cuma mau numpang nanya?"
"Ohhh tanya apa ya mbak ?"
"Gini... Lihat cowok kucel, dekil + nyebelin nggak ?"
"Waduh, nggak liat tuh mbak..."
"Ohhh ya sudah kalau begitu, makasih ya..."
Bara berbalik , memasang headsetnya lagi dan menikmati musiknya lagi. Sebelum sebuah cubitan keras di lengannya"
"Auwww..." Jerit Bara kecil sambil menoleh ke belakang dan melihat si Bidadari tadi mencubitnya sambil melotot dengan wajah gemas. Lalu cewek tadi bergerak duduk di samping Bara.
"Nggak biasanya lu dandan kayak gini ?" setelah duduk di samping Bara
Bara melepas Headsetnya sambil tersenyum.
"Emang apa salahnya dandan ....? atau elu lebih suka melihat gw telanjang ?"
Dan sebuah cubitan lagi melayang ke arah Paha Bara. Kembali Bara mengaduh. Tentu saja hal ini di saksikan banyak mata orang, tentu saja Cewek ini jadi sedikit malu. Tapi Bara tak peduli, lebih tepatnya dia tak peduli apapun.

"Lu tuhya, nggak pernah serius kalau gw tanya...?"
Bara cuma tersenyum kecil
"Enaknya kemana kita?" Tanya Irma detik berikutnya.
"Gimana kalau kita ke rumah elu, ngacak ngacak perpustakaan bokap elu, dan kita bercinta disitu, trus ketahuan ama bokap elu and kita di nikahin dah?"
Irma menatap Bara dengan mata berbinar "Ayukkkk...." jawab Irma cepat.

Bara Tertawa melihat reaksi Irma, sambil mengacak ngacak rambut Irma "Gadis Bodoh" Kata bara sambil berdiri dan mengambil tasnya dan melangkah.
Irma masih duduk sambil mendesak lirih, "Gw mau Bar, sumpah gw mau tapi elu nggak akan mau ama gw"
Tentu Bara tak mendengar kata kata Irma, dia sudah beberapa langkah dari Irma.
"Ehh ayoo, jangan ngelamun mulu..." kata Bara di kejauhan menyadarkan Irma.
Irma menyusul Bara dan mereka beranjak pergi

Villa di kota xxxx, Villa pribadi
Di dalam kamar, tampak 2 orang berada dalam 1 selimut sambil mengatur napas.
"Sini" Kata Bara membuka tangannya memeluk Irma
Irma menjatuhkan diri dalam pelukan Bara, dan merebahkan kepalanya dalam dada Bara.
"Elu ada masalah Bar?" Tanya Irma
"Nggak papa.... Ehh gimana dengan hidup elu ?"
Irma tahu Bara blum ingin bercerita tentang masalahnya, tapi dia tahu Bara ada masalah, Hari ini Bara agak sedikit Buas, tak seperti biasanya yang santai dan menikmati. Kali ini seperti melampiaskan.
"Hidup gw.... hemmmm... EH iya, ada satu kejadian nyebelin banget. Ada seorang om om dengan PDnya mau beli gw? Gila nggak tuh si Om. Di kira gw cewek murahan apa ?...." Dan Irma berceloteh panjang , dan Bara cuma mendengarkan dengan santai. Sampai akhirnya mereka berdua tertidur.

Keesokan hari, Dalam Toilet Wanita di sebuah Mall
"Ehh, Gila apa lu Bar? Ini toilet wanita. Kalau ketahuan gimana ?" Cerocos Irma dengan nada khawatir
"Santai nggak ada orang kok" dan blum selesai Bara berbicara
"Krak" suara pintu di buka dan di susul suara tawa segerombolan cewek, suasana yang tadinya sepi sekarang penuh dengan celoteh cewek.
Hampir copot jantung Irma. Mereka berada di toilet wanita, dan ada segerombolan cewek berada disana dan cuma di batasi pintu toilet.
Jantung Irma berdetak 3 kali lebih cepat dari biasanya.
"Deg" makin tmabah cepat jantung Irma.
Saat Bara dari belakang, mendekap erat dirinya lalu berbisik di telinganya.
"Jangan Berisik, kita akan ada masalah kalau elu bersuara"
Irma mati matian berusaha untuk tidak bersuara, Suara desahan napas Bara, Hembusan napas Bara yang menerpa belakang telinga dan lehernya. Di tambah lagi tangan Bara yang nakal menambah tegang, dan cobaan yang luar biasa agar Irma tidak bersuara. Irma akhirnya mendekap mulutnya sendiri.
Suasana tegang, nafsu yang sedikit naik, dan rasa takut ketakutan membuat sensasi tersendiri bagi Irma. Suasana makin gawat.

Sebelum Bara dengan tiba tiba membuka pintu toilet dan........ Meledak jantung Irma, dia menutup matanya erat erat. Lalu pelan pelan membuka matanya. Dan kosong ngga ada orang.....
Begitu Bara melepas pelukannya, Irma langsung jatuh terduduk. Lemas kakinya tiada tenaga lagi. Bara melangkah ke luar.
"Itu tadi sungguh... Menegangkan...." Kata Bara dengan wajah gembira dan tanpa dosa.
"Tegang apanya ? gw hampir mati tegang tahu......" teriak Irma
Bara tertawa mendengar kata kata Irma, Bara melangkah ke arah keluar, mendadak berhenti dan melepas jaketnya, " Ehhh pake ini" Sambil melemparkan jaketnya ke arah Irma.
"Buat apa neeh?" Kata Irma sambil menangkap jaket.
"Nutupin ompol elu tuh..." Kata Bara sambil lari ke luar disusul lemparan jaket dari Irma. "Sialan...." Maki Irma, padahal Irma jarang memaki orang tapi entah kenapa kalau dengan Bara dia merasa bebas mengekpresikan dirinya sendiri.
Irma tersenyum kecil mengingat kejadian yang tadi. Itulah Bara, penuh tantangan, hal tidak terduga, fantasi, dan liar.
Kadang kadang Irma berpikir, apakah ini beneran atau nggak . Bersama Bara dia merasa living in the dreams
"Krak" Suara pintu toilet di buka lagi, Irma buru buru bangkit.
Kepala Bara nongol dari balik pintu.
"Napa lagi ?" Tanya Irma
"Nggak gw cuma berpikir, apakah elu tadi mengira kita benar benar akan melakukannya disitu" Kata Bara sambil mengeleng ngeleng lalu menarik kepalanya dan kabur.
"Bara..............." Teriak Irma
[ame="http://www.youtube.com/watch?v=644YfRpE3oE"]YouTube - One piece - Believe In Wonderland[/ame]
 
Last edited:
Last Day, Last memories
Hampir 4 hari Bara berasama Irma. Hari itu Bara menyuruhnya siap siap, bahwa hari ini akan ada kejutan.
Dan Irma Sibuk berjam jam cuma untuk berdandan, Segala pakaian, make up, di keluarkan semuanya. Entah hari ini dia jadi ribut senidri, mungkin karena Bara tak pernah romantis, dan ini akan menjadi sesuatu yang spesial. Entahlah Irma jadi tenggelam dalam pirkiannya sendiri.

Hari ini Irma, dengan Rok pendek, pokoknya hari ini dia tampil feminim. Bara mengajak Irma jalan, entahlah Bara menolak naik mobil.
Cukup jauh mereka jalan sebelum Bara berhenti di sebuah jalan, di depan Villa Besar.

"Lepas sepatumu ?" suruh Bara tiba tiba
"Kenapa?"
"Udah cepetan, lalu masukin dalam tas elu"
Irma bingung dengan kelakukan Bara, tapi dia tak menolak kata kata Bara.
"Sekarang tunggu sini, dan sini biar gw bawa tasnya"
Setelah Irma memasukan sepatunya dalam tas. Tas Irma sudah berpindah ke tangan Bara.
Bara melangkah ke samping rumah. Dan Irma menunggu dengan bingung, tak tahu kejutan dari Bara apa lagi.
Tak berapa lama kembali dengan berlari.

"Lari..." sambil menarik tangan Irma. "Ada apa Bar?"Nada Irma bingung, mula mula Irma cuma menurut tarikan Bara tapi kemudian dia pun lari tak kalah cepat dengan Bara.
"Guk Gukkkk Gukkk..." tak perlu menoleh lagi, Irma sudah thau apa yang membuat Bara berlari. Bukan mengajaknya berolahraga tapi di kejar anjing.
"Brengsek lu Bar..." Maki maki Irma sambil memukul Bara di sela sela "Olahraganya"
Bara tertawa riang, sambil mati matian berlari, Irma pun tertawa. "Berlarian dengan bergandengan tangan sambil di kejar anjing, romantisme emang jauh dari pikiran Bara" pikir Irma.
Tapi itu tak lama karena suara salakan anjing makin keras terdengar di belakang. Mereka mengebar larinya lebih cepat lagi.

Bara dan Irma merebahkan di rerumputan. Napas mereka bagaikan orang di kejar anjingnya ( lha bukannya emang kayak gitu)
Keduanya perlahan lahan memutar tubuh, saling berhadapan. Mereka saling menatap lagi, " hahahhahahahahhaha haha ahaha hah" tiba tiba mereka tertawa lagi.
"Gila lu bar, gw udah dandan cantik cantik gini, cuma buat di kejar anjing"
Bara tertawa mendengar kata kata Irma.
"Tapi asik khan sekaligus olahraga...!!"

Tiba tiba Bara menghentikan suaranya, lalu dengan muka serius tampak berpikir keras.
Irma kaget, "Ada apa Bar?"
Bara memandang Irma, berkata dengan pelan "Gw cuma kepikiran, kalau gw nggak akan ngajakin lu kawin lari?"
"Deg, akhirnya inikah kejutan dari Bara" Irma dengan deg degan dan agak sedikit gemetar + ragu, "Kenapa?"
Muka Bara tambah serius, dia menghela napas dengan berat
"Ihhh, Kenapa sih Bar, bikin penasaran....!!"
Akhirnya dengan suara berat, Bara berkata "Bayangin aja kita lari di kejar anjing aja kalau gitu. Coba kalau kita "kawin" sambil lari, Kagak sanggup dah gw..."
"uhhh huhuuuuhhhhh Elu tuh nggak pernah serius...." Irma memukul Bara, harusnya dia tahu Bara tak pernah akan serius, ada masalah paling berat pun akan di buat easy going.
Mereka tertawa lagi....

Bara bangkit untuk duduk dengan kedua tangan sebagai penopang, dan tubuh agak miring ke belakang. Dan entah kenapa Irma tiba tiba merasakan perasaan aneh, perasaan bahwa dia akan kehilangan saat saat seperti ini.

"Bar"
"Hemmm"
"Pulang nanti, meong yukkk"
Bara berbalik menatap Irma yang telah duduk di sampingnya, kenapa Irma biasanya tak pernah dia mengatakan hal hal seperti itu.
"Nggak ahhh, entar elu terus terusan minta, bisa putus punggung gw"
"Bar, gw serius" Irma tidak tertawa, tapi menatap Bara dengan mata serius. Mata yang ingin dilupakan Bara, mata dengan perasaan. "Kenapa harus pake perasaan lagi sihhhh" kata Bara dalam hati.
"Oke, tapi elu diatas n abis itu pijitan gw ya, sakit neeh punggung gw"
"He eh"
"Ayo pulang..." menarik tangan Irma untuk berdiri. "Btw elu masak apa hari ini ?"
"Ayam betutu kesukaan elu "
"Sip"

Mereka melangkah pergi, dalam perjalanan pulang, Irma memeluk tangan Bara dengan erat. Dan kali ini Bara membiarkannya

Malam harinya Irma terbangun tengah malam dan menemukan Bara tidak ada di sampingnya.
"Bar..." panggil Irma, entah kenapa tiba tiba hatinya dingin. jangan jangan perasaannya benar, Bara telah pergi.
Irma turun ke bawah dengan terburu buru, sambil berteriak teriak memanggil Bara. Tidak ada jawaban.
Entah kenapa Air matanya turun tanpa tertahankan lagi, tapi lagi lagi dia berusaha menenangkan hatinya...
Berteriak lagi, Tapi kembali lagi cuma sepi sebagai jawabannya.

Benerkah Bara telah pergi ???
 
"Kamu jangan kurang aja, Ray" Teriak Irene dengan nada "Aku ini Bibi dari pacar kamu, jangan macam macam", sambil melangkah pergi.
Ray cuma bisa tersenyum

Ini hari ke empat sejak game dengan Bara di mulai, masih membayang di mata Ray kata kata Bara.
"Irene...." Ray terbelalak mendengar kata kata Bara
"Elu gila...? Itu bibinya Farah.!!!" sambung Ray dengan nada sewot.
Farah adalah salah satu dari kekasih Ray.
Bara memandang Ray, "Trus kenapa ? yang penting bukan Ibunya khan ?" kata Bara enteng.
"Wah elu bener bener...." Kata Ray cuma mengeleng geleng.
"Emangnya elu nyuruh mutusin Irma bukannya juga bener bener..." Balas Bara sengit.

Seminggu untuk naklukin Irene, yang galak, dingin, mandiri, idealisme, dingin terhadap cowok, judes ke semua orang. Ray bener bener tersenyum kecut.
Ray menghela napas berulang ulang. Bara menangkap rasa keraguan itu. Kemenangan tinggal selangkah lagi.
"C'mon Ray, jangan buat hal ini jadi tidak menarik lagi.."
Ray masih tampak murung.
Bara mendesah dengan nada prihatin
"Ray, sang iblis telah kehilangan taringnya....."
Bara pun menirukan tingkah Ray sambil menarik napas panjang.

Ray menatap Bara, samibl tersenyum dan berkata nada khasnya, "Lets dance"
Bara dan Ray adalah Rival, nggak menarik jika menang tanpa bertarung. Prosesnya yang mereka nikmati bukan hasilnya. Mempertaruhkan semuanya kemampuan sampai akhir adalah adat yang di junjung mereka.

Bara tersenyum mendengar kata kata Ray yang khas. Ingatan membawanya ke masa lalu.
Saat mereka Bara, Ray, Airin, dan Nick sedang menikmati malam mereka.
Dan Airin yang mati matian menyemprot Ray, karena menurutunya Raya terlalu mempermainkan perasaan wanita dan Ray cuma menjawab ringan.
"Dengar gw, rin..." Ray menatap Airin lalu kami. "Gw nggak mempermainkan perasaan wanita.... I dance with them" lanjut Ray.
"Iya tapi kamu membuat mereka menangis Ray, untuk apa semua itu ? Ego elu? atau apa Ray..."
"Hidup tak seindah yang elu bayangkan Rin, Menemukan lelaki tepat menikah dan happy ending... Not like that...."
"Trus seperti apa ?"
"Kenyataan dan Khayalan itu nggak sama, Aku hanya memberikan mimpi sebentar about love..."
"Jadi cinta itu cuma khayalan...." Tanya ririn dengan mendesak...
Ray cuma tersenyum misterius. Ririn pun memandang Bara, dan Nick, keduanya cuma diam, karena mereka pun blum menemukan seperti itu.
"Tapi gw percaya dengan cinta....." Kata Ririn pelan, ada keraguan disana, karena selama ini pun dia blum menemukannya.
Katakanlah Ririn sudah bersama dengan puluhan laki laki,tapi tampaknya hasilnya pun sama. Keyakinan sedikit pudar seiring waktu, dalam kenyataan dari sekian laki laki yang bersamanya, yang mereka inginkan adalah pesonanya, tak ada yang pernah menyentuh dirinya.

"So, hiduplah dengan keyakinan elu itu...!!" Kata Ray
Ririn tersenyum mendengar kata kata Ray, mereka adalah teman, sekecil apapun mimpi dirimu, mereka akan tetep menghargai itu.

Raya berada di teras rumah Farah, tinggal 3 hari lagi dan dia harus mengakui kekalahannya kepada Bara. Tiba tiba dia seperti melihat wajah Bara yang tersenyum kemenangan. "Tidak tidak" gumam Ray, itu akan menjadi goresan yang tidak bisa di hapus.
"Kenapa elu ray?" tegur Farah
"Ahhh Nggak.." Kata Ray tergagap.
"Masih mikirin soal tante Irene, dah angan di pikirin, tante Irene emang kayak gitu !!" Emang Farah tadi mendengar tante Irene berteriak ke Ray, udah terlalu biasa bagi Farah melihat tingkah tantenya, nggak ke Ray tapi semua jenis laki laki pernah di teriaki, mulai Mang jaja, tukang kebun, sampai Pak Andi, supir pribadi mamanya.

"Nggak, santai aja. Tapi kenapa tante lu kayaknya anti banget ama namanya cowok ?"
"Hmmm, soalnya dia punya janji dengan dengan seorang cowok, gitu deh... trus pergi ke mana gitu deh, sampai sekarang blum ada kabar berita.."
Ray sudah terbiasa mendengar hal ini, sudah terlalu biasa.
"Trus kenapa tante elu nggak coba cari cowok lain?"
"Hmmm, tahu dah... Tapi elu tahu nggak, tante gw itu percaya True love loh... and mungkin selama ini dia tetep menunggu cowok itu.!!"
Ray agak sedikit terkejut dengan kata kata Farah.. dan tiba tiba Ray menemukan celah tentang Irene, kemenangan...


Hari ini Ray tampak berbeda, dengan berbagai attribut kebesarannya. Tiba tiba Ray menekuk satu lututnya dan berlutut laykanya satria. Ray sedang melakukan ritual, jika dia mau melakukan sesuatu yang jahat dia kaan melakukan hal ini.
"May god have mercy on my soul"
Ray bangkit dan melangkah pergi, meningkal kamar bersama kekosongan...

[ame="http://www.youtube.com/watch?v=vc6vs-l5dkc"]Panic! At The Disco: I Write Sins Not Tragedies [OFFICIAL VIDEO] [/ame]
 
Last edited:
[ame="http://www.youtube.com/watch?v=CC_8g_QRTLY"]YouTube - the corrs (only when I sleep live)[/ame]
Sebuah Kamar....
Suara tangisan membangunkan Ray, saat Ray membuka mata dia melihat Irene menangis dengan selimut yang menutupi tubuhnya. "Ahhh, tampaknya aku terlalu jauh" Desah Ray dalam hati. Tadi dia benar benar tak mengira teryata Irene masih perawan dalam umurnya yang hampir kepala 4.
Ray beranjak bangkit, bukan ke arah Irene. Tapi mengambil bajunya, dan memakai bajunya....

Ray berbalik ke arah Irene, dia tak ingin membuat Irene seperti pelacur yang di tinggal begitu saja setelah di tiduri. Ray duduk di samping Irene, lalu mencium kening Irene, tampak Irene masih sedikit mengelak. Mungkin bersalah membuatnya berbuat begitu.

"Gw akan pergi... dan gw akan berpura pura bahwa hal ini tak pernah terjadi.... Dan elu bisa melanjutkan hidup elu, menunggu cinta elu...." Suara Ray makin lirih.
Irene masih diam sambil tersengal sengal karena menahan tangisannya, di luarnya dia adalah wanita kuat, tapi di balik itu semua dia cuma wanita lemah.
Ray menarik napas panjang, lalu bangkit berdiri tiba tiba tangan Irene memegang tangannya. Ray berbalik menatap Irene yang sedang menatapnya.

"Jangan pergi, Ray....." Irene menarik napas yang panjang, menguatkan hatinya sambil berkata, "Gw yang salah......."
Nada Bicara Irene tampak berubah drastis.....
Ray duduk kembali ke samping Irene, menatap matanya secara langsung dan dengan tersenyum menenangkan, "Nggak ada yang salah, Perasaan tak ada yang salah..." kata Ray.
Irene tersenyum mendengar kata kata Ray.

"Elu pilih yang mana ? Gw ingin jalan jalan menikmati suasana dan elu boleh ikut tapi gw nggak tanggung jika elu kembali menjadi anak remaja lagi...." Ray tertawa menatap Irene, dan Irene pun tertawa mendengar kata kata Ray..
"Lalu yang satunya ?" Tanya Irene
"Atau kita bisa menghabiskan waktu di tempat tidur dan.........." Ray menghentikan kata katanya sambil menatap ke arah ranjang
"Dan apa Ray....." Irene bertanya sambil menahan tawa, tentu saja Irene tahu maksud Ray tapi dia tetep menanyakannnya.
Ray tertawa, "Dan................... Udah ayo cepetan pake baju, kita jalan jalan......."
"Ihhhhhh......" Irene pun tertawa mendengar kata kata Ray.

Irene beranjak memakai pakaiannya. Irene menghadap tembok saat berganti pakaian, entah napa tapi tiba tiba ada sedikit perasaan malu saat melihat Ray.
Begitu selesai dia berbalik dan dia melihat Ray di depannya, sangat dekat dan entah kenapa tiba tiba dia malu sendiri.

"Hai.... Nama gw Ray... elu siapa ?" sambil mengacungkan tangannya untuk berjabat tangan.
Irene menatap Ray dengan tidak mengerti. "Kenapa bukankah kita sudah berkenalan ?"
"Iya, tapi nggak secara resmi, saat itu kita berkenalan bukan karena kita ingin berkenalan karena keluarga lebih tepatnya. Nah sekarang anggap aja kita ini orang asing yang berkenalan di tempat yang asing, lets say its faith"

"Karena itu...." Ray mengacungkan tangannya lagi. "Gw Ray, elu siapa ?" lanjut Ray
"Irene..." Kata Irene dengan malu malu sambil menjabat tangan Ray. Irene seperti kembali muda, penuh impian, penuh khayalan.
"Nah, Irene..... Gw mau berpetualang ke negeri dongeng, negeri impian yang begitu indah, Pohon yang hijau di sekeliling, rerumputan membentang jauh disana, lembaran langit biru yang cerah berada jauh di atas kita dan dimana angin membelai halus. Apakah elu mau ikut ?" Tanya Ray.
"Mau...." Jawab Irene dengan mata berbinar....

Ray dan Irene berlari kecil ke luar....
 
Irma terduduk dalam sofa panjang di ruang tengah. Hanya suara isakan yang terdengar, tampak mencoba sekuat tenaga untuk menahan air mata yang akan membasahi wajahnya
Irma masih tak mengerti kenapa Bara hilang entah kemana dan kenapa? Semua kenangan,dan emosi silih berganti menerjang pikiran Irma. Dia masih bingung masih shock dengan semua ini.

Tiba tiba "slap..." Lampu mati.
Deg, hancur semuanya, Irma menangis dan menutupi wajahnya dengan kedua tangannya, terdengar suara tangisan yang tertahan dari Irma. Tampaknya takdir benar benar mempermainkannya... Malam menjadi hitam dan pekat di tambah isak tertahan dari Irma.... Sebuah ironi memandang Irma yang tengah sendirian di tengah malam dan dimana cahaya pun tiada tampak.

Tiba tiba ada yang menepuk bahunya perlahan, "deg" jantung Irma berdetak 1 kali lebih cepat. Keterkejutannya dan ketakutannya mengalahkan kesedihan hatinya yang di tinggal bara.
Irma tak membuka wajahnya, dia lebih berharap kalau semua ini adalah mimpi yang jika esok ketika dia membuka matanya, yang akan dia lihat adalah tampang menyebalkan dari Bara, dan tawa Bara yang akan membuat harinya menjadi hangat dan gembira.

Disisi lain Irma pun takut jika ada pencuri atau perampok atau bahkan hantu yang mencengkeramnya dari belakang. Cerita kanak kanak tentang hantu dan Film film hantu buatan indonesia yang luar biasa seramnya, cukup untuk membuatnya berpikiran seperti itu.

Dan sebelum Irma sempat melakukan apa apa, Suara tinggi dan mengandung rasa semangat dan percaya diri telah menyapa telinganya.
"Hei..."
"Suara bara..." desis Irma dalam hati. Mungkin dia kadang lupa suara ayahnya bahkan kadang ibunya. Tapi dia ingat pasti suara Bara.

Dan dengan sedikit melonjak Irma berbalik dan berpaling, dan "arhrhhrhrhhhhhh" Irma menutup matanya.
Sebuah cahaya lilin terang menyilaukan matanya yang sudah terbiasa dengan gelap karena tertutup oleh tangannya.
Irma mengedipkan matanya beberapa kali, lalu memandang ke arah pemegang cahaya lilin.
Dan Bara dengan tersenyum tenang, kali ini entah kenapa tiada canda dalam matanya. Hanya ketenangan....

"Kamu kenappp......." Belum sempat Bara menyelesaikan kata katanya. Irma sudah menubruk ke dalam dadanya Bara. Dan pecahlah suara tangisan yang di tahan dari tadi...

"Kenapa kamu pergi, Kamu kemana ? Jahat, jahat kamu bara " Kalimat yang begitu simple ini di ucapkan dengan terbata bata sambil memukul mukul Bara dan tangan Irma tak pernah lepas dari pinggang Bara.

Dan Bara cuma tersenyum sambil membelai rambut Irma. "Gadis bodoh..." dan Bara diam mendekap Irma
 
Cukup lama mereka tenggelam dalam hening. Suara isakan dari Irma pun telah reda seluruhnya.
"Ir..."
"hmm..." Desah Irma dalam pelukan Bara.
"Ambil selimut yuk..."
Irma mengangkat wajahnya memandang Bara, "Untuk apa ?"
Dan Bara cuma tersenyum memandang Irma, kemudian menuntun Irma ke kamar atas.

Irma berbalut selimut tebal, dan Bara telah mengambil jaketnya. Saat ini mereka sedang menuruni tangga menuju ruang tengah.
Dan Bara meletakkan lilin di atas meja tengah. Lalu bergerak membuka pintu yang menuju halaman belakang.
Dan Irma cuma memandang apa yang akan di perbuat Bara.

"Ayo...." Kata Bara memberikan tangannya ke arah Irma. Dan Irma pun menerima tangan Bara.

Mereka duduk di kursi panjang halaman belakang. Agak sedikit dingin rasa kursi dari besi itu terkena angin dan suhu malam.
"Taruh disini kepalamu" Kata Bara menuding ke pangkuannya.
Dan Irma rebah kepalanya di pangkuan Bara.

Bara mengambil mp3 playernya dan "whistle of the choir" mengalir lembut dari mp3nya.
"Liat ke langit..." Kata Bara pelan, bahkan terlalu pelan, mendesau di antara angin malam yang dingin.
Irma mengalihkan perhatiannya ke langit. Langit begitu terang tanpa awan dan bintang begitu bertaburan disana.
"Bintang...." Bisik Irma.
"Hmmmmm..., Ini kejadian yang jarang saat elu berada di jakarta bisa menyadari langit" Gumam Bara.
Irma mengangguk setuju.
"Bahkan jika tidak ada kejadian mati lampu ini, mungkin gw pun tak menyadari bahwa langit itu begitu indah."
Irma mengiyakan.
"Lihat lah ke arah bintang bintang itu. Keindahan alam semesta, hamparan langit yang begitu luas, keagungan alam yang luar biasa ini, membawa perasaan tenang dan nyaman. Bagaikan lukisan mahakarya yang tak ternilai harganya."
Mata Irma membesar mendengar penuturan Bara, dia seperti kembali ke masa kecilnya. Saat neneknya menceritakan kisah bintang, dan nyanyian bintang.

Bintang di langit
Kerlip engkau di sana
Memberi cahayanya di setiap insan
Malam yang dingin
Kuharap engkau datang
Memberi kerinduan di sela mimpi – mimpinya

Melangkah sendiri di tengah gelap malam
Hanya untuk mencuri jatuh sinaran
Tak terasa sang waktu
Melewati hidupnya
Tanda pagi menjelang
Mengganti malam

Oh bintang tetaplah… pastikan cahyanya
Sinari langkahku setiap saat
Bintang pun tersenyum… dengarkan pintaku
Berikan kecupan di sudut tidurnya

Sebuah lagu dari Mp3 player Bara baru saja mengalun menyanyikan lagu tentang bintang. Entah kenapa Irma tiba tiba kembali ke masa kecilnya.
Hari itu perasaannya tak terlukiskan kata kata. Entah kenapa dia merasa begitu dekat dengan Bara. Sampai begitu dekatnya dia bisa merasakan desah napas Bara.

Dia memandang wajah Bara yang menghadap ke langit, matanya yang jernih, pipinya, kupingnya, rambutnya yang ikal, bibirnya yang tebal. Dan tiba tiba Bara berbalik menatapnya.
Dan nggak tahu kenapa tiba tiba irma kembali ke masa dulu, saat dia jatuh cinta pada lelaki pertamanya, cinta pertamanya. Irma menunduk malu, hatinya deg degan, napasnya memburu, perasaannya bergelora.

Irma mengintip ke arah Bara, dan "Ahh......" Mata Bara yang jernih dan dalam itu sedang menatapnya, tepat di kedua mata. Waktu terasa lama saat Bara menatapnya, tiba tiba hatinya seperti meleleh dan wajah Bara mendekat ke wajahnya, semakin dekat dan Irma menutup matanya. Sorot mata Bara yang tenang dan dalam yang tak seperti biasanya ini membuatnya merasa bingung tak karuan. Ada rasa ingin, ada rasa malu, deg degan, takut semuanya jadi satu dalam satu kejaban.

Napas Bara terasa di hangat di wajahnya, dan............. Irma sampai menarik kaki kanannya, saat Bara menciumnya... Tubuhnya mengkerut tanpa di sadarinya, gemetaran, tubuhnya seperti di aliri listrik tapi anehnya tak berdaya untuk bergerak. Tak seperti ciuman ciuman sebelumnya yang penuh nafsu, dan french kiss. Just natural kiss.

Ciuman itu lama dan terasa sangat lama. Kemudian Bara mengangkat wajahnya dan Irma menunduk malu menenangkan segala perasaannya.
"Kita tidur disini sampai pagi..." Kata Bara setelah beberapa saat.
Irma cuma mengangguk.
 
Wekekeekekekekee, Entahlah aku bingung kemana arah cerita ini. Mungkin juga gw takut ngelanjutin cerita ini. Ada perasaan yang kadang kadang Perih.... Hiatus dulu ah...
 
Cukup lama mereka tenggelam dalam hening. Suara isakan dari Irma pun telah reda seluruhnya.
"Ir..."
"hmm..." Desah Irma dalam pelukan Bara.
"Ambil selimut yuk..."
Irma mengangkat wajahnya memandang Bara, "Untuk apa ?"
Dan Bara cuma tersenyum memandang Irma, kemudian menuntun Irma ke kamar atas.

Irma berbalut selimut tebal, dan Bara telah mengambil jaketnya. Saat ini mereka sedang menuruni tangga menuju ruang tengah.
Dan Bara meletakkan lilin di atas meja tengah. Lalu bergerak membuka pintu yang menuju halaman belakang.
Dan Irma cuma memandang apa yang akan di perbuat Bara.

"Ayo...." Kata Bara memberikan tangannya ke arah Irma. Dan Irma pun menerima tangan Bara.

Mereka duduk di kursi panjang halaman belakang. Agak sedikit dingin rasa kursi dari besi itu terkena angin dan suhu malam.
"Taruh disini kepalamu" Kata Bara menuding ke pangkuannya.
Dan Irma rebah kepalanya di pangkuan Bara.

Bara mengambil mp3 playernya dan "whistle of the choir" mengalir lembut dari mp3nya.
"Liat ke langit..." Kata Bara pelan, bahkan terlalu pelan, mendesau di antara angin malam yang dingin.
Irma mengalihkan perhatiannya ke langit. Langit begitu terang tanpa awan dan bintang begitu bertaburan disana.
"Bintang...." Bisik Irma.
"Hmmmmm..., Ini kejadian yang jarang saat elu berada di jakarta bisa menyadari langit" Gumam Bara.
Irma mengangguk setuju.
"Bahkan jika tidak ada kejadian mati lampu ini, mungkin gw pun tak menyadari bahwa langit itu begitu indah."
Irma mengiyakan.
"Lihat lah ke arah bintang bintang itu. Keindahan alam semesta, hamparan langit yang begitu luas, keagungan alam yang luar biasa ini, membawa perasaan tenang dan nyaman. Bagaikan lukisan mahakarya yang tak ternilai harganya."
Mata Irma membesar mendengar penuturan Bara, dia seperti kembali ke masa kecilnya. Saat neneknya menceritakan kisah bintang, dan nyanyian bintang.



Sebuah lagu dari Mp3 player Bara baru saja mengalun menyanyikan lagu tentang bintang. Entah kenapa Irma tiba tiba kembali ke masa kecilnya.
Hari itu perasaannya tak terlukiskan kata kata. Entah kenapa dia merasa begitu dekat dengan Bara. Sampai begitu dekatnya dia bisa merasakan desah napas Bara.

Dia memandang wajah Bara yang menghadap ke langit, matanya yang jernih, pipinya, kupingnya, rambutnya yang ikal, bibirnya yang tebal. Dan tiba tiba Bara berbalik menatapnya.
Dan nggak tahu kenapa tiba tiba irma kembali ke masa dulu, saat dia jatuh cinta pada lelaki pertamanya, cinta pertamanya. Irma menunduk malu, hatinya deg degan, napasnya memburu, perasaannya bergelora.

Irma mengintip ke arah Bara, dan "Ahh......" Mata Bara yang jernih dan dalam itu sedang menatapnya, tepat di kedua mata. Waktu terasa lama saat Bara menatapnya, tiba tiba hatinya seperti meleleh dan wajah Bara mendekat ke wajahnya, semakin dekat dan Irma menutup matanya. Sorot mata Bara yang tenang dan dalam yang tak seperti biasanya ini membuatnya merasa bingung tak karuan. Ada rasa ingin, ada rasa malu, deg degan, takut semuanya jadi satu dalam satu kejaban.

Napas Bara terasa di hangat di wajahnya, dan............. Irma sampai menarik kaki kanannya, saat Bara menciumnya... Tubuhnya mengkerut tanpa di sadarinya, gemetaran, tubuhnya seperti di aliri listrik tapi anehnya tak berdaya untuk bergerak. Tak seperti ciuman ciuman sebelumnya yang penuh nafsu, dan french kiss. Just natural kiss.

Ciuman itu lama dan terasa sangat lama. Kemudian Bara mengangkat wajahnya dan Irma menunduk malu menenangkan segala perasaannya.
"Kita tidur disini sampai pagi..." Kata Bara setelah beberapa saat.
Irma cuma mengangguk.


Sweet @-->
 
mungkin karena sisi emosional and ego gw...... ( lu boleh nyalahin gw ) Gw ingin menyimpan bagian ini, daripada menjadi sebuah terusan keseluruhan. Layaknya potret masa lalu, potret kenangan for my ego.... hahahahhahaha....
 
Irma mengerjap ngerjap matanya yang masih mengantuk, semalam dia tidur begitu pulas seperti saat dia tidur di pangkuan neneknya sambil mendengarkan cerita tentang bintang.

Irma sudah menemukan dalam kamar dalam kamar, entah kapan Bara memindahkannya. "Bara..." Irma tak menemukan sosok Bara di sampingnya, mungkin Bara akan membuat kejutan lagi. Dan setelah nyawanya sedikit mengumpul, dia menyadari ada lagu dari Mp3 Bara menyanyikan lagu, "Kiss me - sixpence none the richer". Dan tiba tiba Irma ingat semalam, Irma tertawa malu sendirian. Dia coba mengeleng gelengkan kepalanya untuk mengusir bayangan semalam, tapi entah kenapa bayangan itu seperti kembali lagi dan lagi, Membuat hati terasa hangat dan malu lagi.

Dan saat dia menoleh ke arah MP3 player Bara, "DEG....." tiba tiba perasaan bahagia tadi seperti terbuang entah kemana setelah melihat surat di bawah MP3 player Bara, tertindih rapi disana. Wajahnya berubah hebat, pucat dan senyuman itu langsung hilang tiada bekasnya, Dia dengan jelas ingat kata kata Bara, "Saat ada surat itu adalah saatnya aku pergi", tiap wanita yang pernah bersama Bara, setidaknya pernah menerima 1 surat seperti itu. Surat itu lebih menakutkan daripada kegelapan yang terjadi semalam.

Tangan Irma gemetaran mengambil surat itu, dalam hati dia sudah berkata, " TUHAN, gw blum pernah memohon satupun darimu tapi sekali ini aja, hanya sekali ini aja, please jangan surat itu...". Matanya sudah meleleh, sekuat hati mengeraskan hati mengambil surat itu.

Kejab berikutnya surat itu sudah di tangannya dengan perlahan tangannya sudah mulai membuka amplop, tapi tiba tiba perasaan sesak itu muncul lagi, dia mencengkeram surat itu, sekuat kuatnya.... ada lelehan hangat di pipinya.... Ya dia menangis, akhirnya dia menangis. Sungguh Ironis, bahkan saat lelaki pertamanya yang mengambil dirinya untuk pertama kalinya, dia cuma menangis 1 kali saat dia pergi dan saat itu juga dia memutuskan tak akan menangis untuk lelaki lagi selamanya... Bahkan dia membuat banyak lelaki menangis dan hampir gila karena dirinya dan kali ini dia menangis untuk Bara, bukan sekali tapi 2 kali.

Irma menyerah pada perasaannya, dia menangis bukan menangis parau tapi menangis dalam, seandainya tak ada kejadian semalam mungkin dia tak akan sesakit ini. "Kenapa kau pergi saat seperti ini, Bar. Gw benci elu, Baaarrrraaaaaaaa........" Teriakan irma menderu sampai jauh, disusul tangisannya.

NB:
Aih... kayaknya gw nggak sanggup dah nerusinnya, adegan selanjutnya sakit banget, bahkan untuk gw sendiri yang cuma nulis...
 
Last edited:
Irma telah menangis semalaman. tapi Pagi yang cerah secerah wajah Irma, semua kesedihan hilang semua.
Banyak hal yang harus dia capai, banyak hal yang dia kerjakan untuk mencapai impiannya.
Mulai saat itu dia berjanji akan mencapai cita citanya dengan caranya sendiri, hidup bahagia dalam mengapai mimpinya bukan hidup yang layaknya anak manja papanya.

Karena sepenggal kata kata Bara dalam suratnya
"Bara........ milik setiap wanita yang punya impian dan bisa memujudkannya"

Walaupun dalam suratnya Bara tak menyiratkan sesuatu atau dimana dan kapan dia akan bertemu lagi. Irma tahu dimana tempat dan kapan Bara akan berkunjung, Karena itu selama itu dia akan mengejar impiannya karena dia ingin bahagia dengan kehidupannya yang tiada artinya cuma sekedar membuang uang dan hura hura. Dia ingin menjadi berarti bagi dirinya sendiri dan pantas untuk di temui oleh Bara.

Irma sudah menghidupkan mesin mobilnya. Dia memegang erat MP3 milik Bara, "Wait for me, Bar" dan kemudian menyimpannya hati hati hanya itu kenangan yang di tinggalkan Bara.
Suara mobil menderu menjauh, Irma meninggalkan villa milik keluarganya untuk mencari tujuannya.

Dan Irma tak tahu sesosok seseorang menyaksikannya dari jauh. Orang ini tersenyum dan berkata, " Good girls, go and get your dreams". Pria ini pun melangkah pergi


Suatu caffe yang konsep di luar ruangan.
Bara sedang asik menikmati es susunya saat ada seorang wanita melangkah ke arahnya. Wanita termasuk cantik, tapi bukan hal itu yang membuat para lelaki memandangnya, gayanya membawa diri, wajahnya yang dewasa dan matang. Begitu feminim, Anggun dan mempesona, wanita ini akan membuat para lelaki suka dengannya karena sosok dewasanya dan membuat para wanita menjadi merasa terancam.

Dan Bara begitu melihat wanita ini, tiba tiba dia berdiri sambil tersenyum seperti anak kecil dan berkata ketika wanita itu sudah dekat, "Tante airin, aus neeehh" dengan nada cedal anak kecil sambil matanya melihat ke arah dada wanita itu. ( hah, siapa wanita ini, bahkan kepada wanita manapun bara tak pernah bertingkah seperti itu ).
Wanita itu membuka kacamata dan tertawa sambil berkata, " Mau minum apa sayang ?" sambil mendekat ke arah Bara.
Dengan wajah anak kecil Bara berkata, "cucu"..... dan kejadian selanjutnya bahkan nggak pernah ada yang bisa membayangkan, wanita ini tiba tiba mengempit leher Bara sambil tertawa dan berkata, " Blum pernah berubah ya..... Teteeeepppp NAKAL...."
Dan Bara sambil tak bisa bernapas berkata, "Rin, ahhhaaa" kata kata Bara tak sempat terucap, tentu saja kejadian itu membuat para pengunjung disitu merasa aneh dan menatap ke arah mereka dengan tatapan yang dalam. Tentunya tak ada satupun dari mereka yang menyangka kalau wanita ini adalah seorang karateka.

Dan ucapan seorang pelayan, menghentikan aksi mereka, "Mbak airin, kemana aja nggak kesini?" katanya dengan sopan dan tampaknya sudah kenal dengan mereka dan ulah mereka.
Airin melepaskan tangannya dan bertanya ke arah pelayan itu, "Nggak kemana mana, baru pulang dari eropa... Ehhh si Ray mana?" Nadanya kembali anggun penampilannya kembali menarik seperti tadi.
"Boss Ray lagi pergi bentar, katanya sih mau ambil sepeda motor? Mbak ada oleh oleh nggak ?"
Airin tersenyum dengan anggun, entah kenapa setiap dia mau berbicara dia selalu tersenyum, "Ada tuh di mobil ambil aja semuanya"
Iwan mengangguk sambil sedikit berlari ke arah mobil untuk mengambil oleh oleh. Iwan selalu merasa betah kerja disitu karena disitu semuanya berlangsung nyaman, Bahkan saat berbicara dengan bosnya, si Ray pun dia tak pernah ada kekakuan. Dan Airin selalu saja membawakan oleh oleh untuk mereka dan Bara yang tak pernah lelah tiap hari jahilin mereka.

"Hadiah gw mana ?" Tanya Bara sambil memandang ke arah Airin.
"Khan tadi mintanya susu ?" Jawab Airin bergurau denga Bara.
"Sorri ya, gw nggak tertarik ama susu tante liar" Ceplos Bara enteng...
Dan tak usah di tanya lagi, telinga Bara di tarik kencang ama Airin.
 
NOTE Bara tentang IRMA:
Lebih baik kau menganggap aku adalah penjahat.... Kau boleh menyalahkan aku karena semua hal ini, tapi gw benar benar ingin berpisah dengan elu dengan cara ini, karena gw sadari atau nggak tapi elu menjadi salah satu yang penting dalam perjalanan hidup gw.




"Kalian begitu banyak energi...." Suara dalam dan tenang menyapa telinga Airin.
Airin melepaskan tangannya dari telinga Bara, dan tiba tiba berubah attidudenya dengan tenang dan dalam berpaling ke arah suara.
Lalu barbalik dan tersenyum ke arah suara itu, "Halo... Ray... Sudah lama ya.... "
Dan ray cuma tersenyum....Seorang rival bertemu dengan rivalnya. Ray pernah berkata, "Gw cuma punya satu teman wanita tapi juga musuh, Airin". Dan suasana tiba tiba berubah lagi seperti saat Bara di tantang Ray. Dan tiba tiba suasana menjadi diam, Ray menatap dengan acuh tak menatap airin dan Airin memandang tajam ke arah Ray, seperti mencari sesuatu di dalam diri Ray.

Airin pun seperti layaknya Ray, tak terhitung lagi para pria yang menangis dan patah hati karena dia. Bagi Airin "Pria itu seperti mainan, menarik saat dia keras dan melawan, semakin melawan semakin menarik tapi pada akhirnya saat dia menyerah dia hanyalah pecundang".

"Akhirnya Band kita hampir berkumpul semua.... " Suara Bara pun berubah menjadi tenang, menjadi kalem, menjadi dalam.
"So... katakan ke gw, siapa pemenangnya ?" Airin menatap ke arah Bara.
"menang dalam hal apa ?" Tanya balik Bara
"Ayolah... Kalian tak mengundang diriku kesini cuma untuk sekedar berlibur khan ? Jadi katakan siapa ?" Tatap airin tajam ke arah Bara.
Bara cuma tersenyum dan berkata sederhana, "Pecundang tak punya hak untuk bicara".

Lalu Bara duduk dan diam. Ray pun melangkah ke arah Meja Bara.
Ya Bara dan Ray punya satu rule dalam semua hal, The winner fuck the prom queen, the winner always right.
Ray duduk dengan santai dan sikapnya seakan berkata "Pernahkah aku kalah?"
Airin pun mengambil tempatnya, Moccacino sudah di hadapannya setelah iwan tadi mengantarkan pesanannya, Gelas susu Bara pun sudah terisi lagi, dan Lemon Tea milik Ray pun sudah tersedia dalam meja.

Suasana menjadi serius, Ketiganya tenggelam dalam pikiran masing masing.
"What is the price?" Kata Airin membuka pembicaraan
Tiba tiba Bara berdiri, "toilet". Airin tetap tak menegur dengan sikap Bara, Airin pun seperti tak melihat Bara. Ray pun tak bereaksi atas kelakukan Bara.
"*******" Ray menyebutkan sebuah tempat di daerah Jawa tengah.
Airin mengerutkan keningnya, dia tahu Bara dan Ray tak pernah bertaruh untuk sesuatu yang kecil, apapun itu pasti pricenya haruslah cukup berharga untuk mereka perebutkan.
Ray menatap Airin dengan tersenyum seakan tahu kebingungan Airin, lalu dia menceritakan semuanya, Okta, dan kenapa Bara ingin merasakan perasaan itu lagi.

Airin masih menatap Ray dengan pandangan tidak mengerti seakan bertanya kenapa pricenya bukan Okta sendiri lalu Bara akan menderita seumur hidupnya, karena 2 kali telah melepaskan perasaan itu kembali.
Ray kembali tersenyum melihat tingkah Airin, "Bara melatih apapun percuma, karena Bara punya keraguan dalam hatinya"
"Keraguan...?"
Ray mengangguk, "Bara, telah menutup hatinya, di tempat ******* dia telah mengubur dirinya, wanita itu telah mengekang perasaan Bara selama ini, Itu seperti Rantai yang mengikat Bara"
"mengikat ?" Airin makin tak mengerti.
"Bener, karena perasaan bersalah dan tak bisa berbuat apa apalah yang membuat Bara melarikan diri dari tempat itu dan meninggalkan hatinya disana"
"Apakah itukah yang menjadi masalah Bara selama ini" Airin makin sedikit mengerti kemana arah perkataan Ray.
"Benar, Okta mengingatkan Bara akan wanita itu lagi"
"Jadi perasaan Bara ama Okta itu cuma dejavu, karena dia nggak melihat Okta, tapi wanita itu ?" tanya Airin lebih lanjut.
" Salah..." Sergah Ray.
Airin mengerutkan keningnya, "salah ?"
"Benar, kau salah. Okta dan wanita itu beda, Samanya Okta berhasil membuat Bara merasakan perasaan itu lagi"
"Lalu kenapa kalian ingin kesana? Apakah elu ingin membuat Bara naklukin wanita itu ?"
Ray tertawa mendengar kata kata Airin, "Bukan, gw kesana karena ada 2 hal"
"2...?"
"Ya, 2. pertama wanita itu sudah meninggal dunia. Kedua Gw ingin Bara bisa melupakan masa lalunya?"
"Ahhh..... Tapi malah kesana bukankah akan membuka luka lama ?"
Ray tertawa dengan kata kata Airin, "Orang lain melarikan diri saat terluka..... Tapi hal itu malah keliru karena Pemenang tak pernah melarikan diri tapi dia menghadapinya".
"Tapi Bara bukan pemenang, dia tak pernah sekalipun menang dalam bertaruh dengan Ray" pikir Airin. Tiba tiba Airin tersentak, dia merasa Ray menyembunyikan niat sebenarnya dalam bertaruh seperti itu.
"Jadi setelah Bara dapat mengatasi hal itu dia akan menjadi pemenang dan dia akan menjadi rival yang sesungguhnya buat elu?" duga Airin.
"Hampir tepat.... tapi masih salah...."
Airin terdiam lagi, dia masih bingung apa tujuan Ray sebenarnya.
"Ahhh... Agar Bara bisa melupakan wanita itu dan memulai hidup baru...?" Kata airin dengan senang.
Ray tersenyum misterius, "Benar".
Tiba tiba Airin merinding dengan senyuman Ray, Airin terdiam sejenak saat melihat senyuman Ray. "Ray, katakan apa maksud elu sebenarnya?"
Ray kembali tersenyum ke arah Airin tapi tak menjawab.
"Elu nggak akan bilang kalau tujuan elu adalah biar Bara bisa suka dengan Okta tanpa bayang bayang masa lalunya khan, Ray ?" Kata Airin dengan ragu, karena Ray bukanlah tipe seperti itu.
Bukannya menjawab pertanyaan Airin, Ray malah berkata dengan dalam, "Atau Dia tak akan punya perasaan lagi terhadap wanita..?".

Airin tersentak dengan kata kata Ray.......
 
Last edited:
Back
Top